Senin pagi.Kyle masuk sekolah, tapi tidak menyapa Luana. Itu membuat gadis itu semakin tidak nyaman.Tanpa sebab, Luana merasa kehilangan dia, saat Kyle asyik berbincang-bincang dengan teman sekelas, tapi tidak menyapa Luana sama sekali padahal mereka duduk bersebelahan."Kyle, marah?"Akhirnya, saat istirahat makan siang, Luana yang sudah tak tahan didiamkan Kyle, bertanya.Kyle yang tetap duduk di kursinya saat teman-teman mulai keluar kelas menuju kantin, menoleh pada Luana dengan menyipitkan matanya."Marah?"Dia balik bertanya, lalu tertawa sinis."Apa penting bagi lo gue marah atau enggak?"Kyle mengatakan hal itu dengan nada mengejek, lalu bangkit berdiri. Di depan pintu, sudah menunggu bawahan setia Kyle yang juga ikut sekolah di sini, Karios. Tak ingin diabaikan oleh Kyle setelah Luana seperti dicampakkan Venus, Luana secara impulsif meraih tangan Kyle yang hendak pergi meninggalkan dirinya. "Kyle, kamu nggak pengen ciuman?"Luana bertanya seperti itu, murni karena ingin
"Ayo ciuman, Kyle."Luana kembali menegaskan untuk berciuman. Itu karena ia benar-benar khawatir jika kondisi Kyle semakin memburuk karena menolak ciuman dengannya, maka tuan Ivander akan memberi hukuman pada Luana, jadi Luanaharus memaksa Kyle untuk berciuman di sini.Demi keselamatan mereka berdua."Nggak mau."Sialnya, Kyle langsung menolak tawaran Luana tanpa berpikir dua kali. "Kenapa lagi, Kyyy???"Gemas, Luana pun bertanya."Gak mood," jawab Kyle, seraya mengalihkan pandangan sehingga membuat luana semakin gemas saja!"Alasan macam apa itu?" keluh Luana, tapi Kyle malah membuang pandang, seakan tetap teguh pendirian bahwa tidak akan ciuman. "Ini bukan masalah mood atau nggak mood, ini demi kesehatan kamu, Kyle!" seru Luana dengan frustasi, tak mengerti lagi apa alasan Kyle kembali menolak berciuman.Kyle, alih-alih menjawab, malah menatap lurus pada Luana. "Lo kuatir beneran sama gue, atau lo cuma takut sama konsekuensi yang harus lo hadapi kalo gue jatuh sakit karena ngga
"Yaudah, coba ke sini."Kyle akhirnya setuju untuk berciuman, dia menjawab sambil memberi tahu di mana rumah sakit dia dirawat, sehingga Luana segera memesan grab dan menuju ke sana.Begitu gadis itu sampai di kamar VIP yang disebutkan oleh Kyle, Luana segera masuk dan terkejut saat melihat bahwa kondisi Kyle ternyata lebih parah dari yang ia kira."Kyle! Ya ampun, astaga, kondisi kamu...."Gadis itu segera berlari ke arahnya dan memegang tangan Kyle yang terulur padanya, sementara itu Kyle menoleh pada Karios yang berdiri di dekat pintu dan memberi perintah singkat."Karios, keluar."Kini setelah karios keluar, tinggal berdua di kamar yang luas itu, Kyle masih memegang tangan Luana yang kini duduk di kursi sebelah ranjangnya dan memandang gadis itu dengan seringai nakal di wajahnya."Lo kalo lagi kayak gini, kayak perhatian banget sama gue tau nggak."Kyle berkomentar santai, sedangkan Luana yang tak bisa tidak panik melihat luka-luka dan perban di kepalanya, segera menawarkan sesuat
Perban di kepalanya lepas, tapi wajah remaja tampan itu yang tadi pucat dan tampak kelelahan, kini terlihat cerah dan penuh energi.Senyumannya merekah dengan begitu indah, Kyle menyugar pelan rambutnya yang acak-acakan dengan senyum nakal, seakan-akan bangga dengan apa yang sudah terjadi di antara mereka. Sementara Luana, yang tak sanggup melihat rambut dan perban di kepala Kyle yang ia rusak, mengalihkan pandangan dengan malu.Kyle yang tampak bahagia, menarik tubuh Luana mendekat, melingkarkan tangannya di pinggang gadis itu dan berbisik dengan suara menggoda."Lihat. Gue udah sembuh total sekarang, lo boleh pulang, Luana."Luana yang tak berani melihat wajahnya sampai akhir, mengangguk sambil menundukkan kepala dan segera kabur dari ruangan VIP itu."B-baik!" teriaknya. Luana membuka pintu dengan panik dan lari keluar, meninggalkan Kyle yang tertawa terbahak-bahak seakan sedang menertawakan gadis itu yang sedang salah tingkah karena ciuman mereka beberapa waktu yang lalu.Luana
"Kalo gue ubah jadwalnya, lo mau nggak pulang sama gue dan ngehabisin malam minggu sama gue?"Kyle malah bertanya dengan tatapan serius.Luana yang tetap tak percaya bahwa Kyle memiliki kuasa sebesar itu di sekolah sampai bisa mengundurkan sebuah jadwal ujian, hanya mengendikkan bahu."Emmmm, entah, ya? Lihat dulu nanti deh," jawab Luana. Gadis itu bahkan mengatakan kepada Kyle kalau akan mengabulkan apa pun keinginan dia, jika berhasil mengubah jadwal ujian.Kyle tersenyum dengan percaya diri dan berkata."Lihat aja nanti, Lun."Luana hanya tertawa, masih tak percaya bahwa dia bisa melakukan itu.Namun, Kyle sepertinya bukan orang yang suka bermain-main dalam kata-kata, karena menjelang pulang sekolah, guru mengumumkan bahwa ujian senin besok diundur menjadi hari rabu.Luana yang masih shock dengan pengumuman yang tidak masuk akal itu, hanya bisa melongo. Sedangkan Kyle, hanya tersenyum menang padaku sambil mengangkat satu alisnya."Lun, jadwalnya udah berubah, kan? Ayo pulang ke ru
"Yaudah, yaudah. Kita nonton di sini," ujar Luana, memilih untuk mengalah.Kyle hanya tertawa dan menepuk-nepuk puncak kepala Luana, terlihat puas. Dia berkata bahwa mereka berdua bisa selfie bersama untuk mengabadikan kecantikan Luana. Sepertinya Kyle berniat menghibur, karena benar, setelah Luana selfie bersama Kyle, gadis itu merasa moodnya sedikit membaik."Ini bagus!" seru Luana, memandang hasil foto-foto kami di ponsel sambil tersenyum sendiri, Kyle terlihat sangat tampan seperti biasa, tapi Luana juga tak kalah cantik."Udah, jangan liat foto terus, ayo nonton," ucap Kyle seraya menyalakan TV ketika melihat Luana yang tak henti hentinya menatap layar ponsel. "Oke!" jawab Luana, menyimpan ponselnya. Luana sudah berpikir bahwa kita akan menonton film romantis karena ini konsepnya adalah menghabiskan malam minggu, tapi di luar ekspektasi, Kyle ternyata mengajak Luana menonton film horor!"H-hah? Ky... Serius?"Luana sudah berkeringat dingin sejak film diputar."Lo takut? Kenapa
Luana tergagap saat melihat siapa yang kini ada di depannya. 'kak...Venus?"Venus, yang entah bagaimana tahu bahwa Luana sedang di rumah, menyapa dengan ramah tanpa tahu apa yang terjadi. "Hai, Lu. Ehm, minggu ini mau nggak jalan lagi sama aku dan teman-teman?""Wah, ke mana, Kak? Aku mau, Kak."Luana langsung menjawab dengan penuh semangat tentunya, sehingga ekpresi Venus semakin cerah."Oke, karena kamu udah setuju, kalo gitu gimana kalo kita.... "Sayang, sebelum Venus selesai bicara, Kyle tiba-tiba datang dari belakang dan melingkarkan lengannya di pinggang Luana, memeluk gadis itu dari belakang sambil memanggil namanya. "Lun."Remaja itu memanggil namanya dengan nada malas tapi sedikit manja, juga sensual. "K-Kyle?"Aku menoleh dengan terkejut, pipinya memerah atas panggilan Kyle.Luana segera berusaha menyingkirkan lengan Kyle dari pinggangnya, saat melihat ekspresi terkejut Venus.Belum sempat Luana menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi antara dirinya dan Kyle kepada V
"Pak Nathan, saya ingin berhenti bekerja sebagai penyembuh Kyle!"Sampai di kantor tuan Ivander, Luana tidak bisa bertemu ayah Kyle itu dan kedatangannya diterima oleh kaki tangan tuan Ivander, pak Nathan.Begitu bertemu pak Nathan, Luana langsung mengutarakan maksud kedatangannya, yaitu berhenti dari pekerjaan ini."Hm, Luana? Ada masalah apalagi?"Pak Nathan yang merupakan pengganti sementara tuan Ivander, sepertinya sangat tahu bahwa Luana dan Kyle sering berkonflik sehingga mengatakan hal seperti itu."Pokoknya saya sudah nggak kuat lagi menghadapi Kyle, karena itu saya minta berhenti, Pak!" jawab Luana, menggebu-gebu."Wah, gimana, ya. Sekarang tuan Ivander masih sibuk di luar negeri. Saya nggak bisa memutuskann. Bagaimana kalau untuk sementara, sebagai solusi, kami hanya akan mengambil darahmu untuk menyembuhkan Gerald? Dan untuk keputusan kamu jadi diberhentikan atau tidak, kita menunggu tuan Ivander."Pak Nathan, seperti yang diharapkan dari seorang kaki tangan tuan Ivander, m
Tubuh Jamie adalah satu-satunya tubuh pria yang pernah dia peluk dan akan selamanya menjadi satu-satunya orang yang dipeluk olehnya. Berada di pelukan pria tegap ini selalu nyaman, Lyodra juga merasa begitu tenang dengan aroma harum dari tubuh Jamie yang terus menemani dirinya sejak masa sulit sampai sekarang. Jadi, setelah berhasil memeluknya lagi, sungguh sangat disayangkan kalau langsung melepaskannya begitu saja, kan? "Terus?" Jamie bertanya lagi, kali ini sambil membenahi rambut Lyodra yang jatuh menutupi pipi gadis itu, lalu menyelipkan nya ke belakang telinga. Sikap yang sangat manis, membuat jantung Lyodra berdebar kencang. "Hati aku. Sakit banget," keluh Lyodra dengan bibir cemberut dan suara manja, masih memeluk Jamie meski sedikit melonggarkan pelukan sehingga bisa menatap wajah tampan Jamie. "Kenapa?" Jamie bertanya dengan suara lembut, yang membuat Lyodra menghela napas panjang dan mengeratkan pelukan. "Om, peluknya lamaan dikit, ya? Kan aku masih sak
"Ahhh, benarkah dia sudah punya pacar?" Lyodra llemas bukan main setelah mendengar gosip tentang Jamie yang dilontarkan Luna saat makan siang tadi. "Jamie sudah berciuman sama cewek bernama Shane itu, apa artinya mereka akan pacaran?" gumam Lyodra dengan wajah murung. Padahal dia baru saja bersuka cita karena perlakuan Jamie pagi ini, tapi sekarang... setelah diangkat tinggi-tinggi seperti itu, dia tiba-tiba seperti dihempaskan ke bumi begitu saja. Sakit. "Secantik apa sih cewek yang namanya nona Shane itu? Sampe bisa menggelayut manja di lengan Jamie?" gerutu Lyodra yang merasa cemburu hanya dengan mendengar ceritanya. Dia tak terima ada gadis yang dekat dengan Jamie, meski pada kenyataannya, dia sendiri bukan siapa-siapa Jamie. "Ahhh, aku nggak terima!" Lyodra yang diserang rasa cemburu yang menggila, mulai men stalking semua hal tentang Nathalie Shane, mulai dari tempat sekolah dan tempat kerjanya sekarang. "Haaaah?? Dia saingankuu??!" Setelah melihat semua ha
Saat Lyodra sedang sibuk memikirkan apakah dia harus menggoda Jamie dan menabrak tembok besi antara dia dan Jamie, Ervyl, si biang gosip mulai melontarkan sesuatu yang membuat semua orang yang ada di meja makan itu terkejut. "Eh, aku tiba-tiba kepikiran loh sejak kemarin, bos kita akhir-akhir ini penampilannya agak beda ya nggak sih? Apa diam-diam di kantor ini ada yang disukai sama si bos?" Suasana mendadak hening mendengar ucapan Ervyl, Andin yang sedang mengunyah makanannya bahkan menghentikan kunyahan. "Jangan bercanda." "Itu nggak mungkin, 'kan?" Andin menyahut, menatap teman-temannya meminta kepastian, sedang Lyodra yang diam-diam tertarik dengan fakta itu, menyimak obrolan dengan semangat. "Eh, serius, deh. Masa kalian nggak merhatiin sih kalo dia itu setiap hari selalu lebih cakep dari hari kemarin?" sahut Ervyl yang masih kukuh pada pendirian kalau sepertinya bos mereka berubah akhir-akhir ini. "Yaelah, Ryl. Dari dulu kali bos kita makin hari makin tampan, kay
Namun, tentu saja tak ada respon atas pertanyaan Jamie tersebut karena Lyodra benar-benar sudah tertidur lelap. "Ya ampun, Lyodra. Gimana bisa ada cewek yang begitu ceroboh kayak kamu," ucapnya. Geleng-geleng kepala. Jamie pun memelankan laju mobil, lalu dengan satu tangan, dia menutupi badan depan Lyodra dengan jas miliknya. "Dasar." Dia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat gadis itu yang kini benar-benar terlelap dalam tidurnya tersebut. Jamie yang melajukan mobilnya dan kini sudah sampai di rumahnya, dengan hati-hati mengangkat tubuh Lyodra yang sedang tertidur tersebut dan membawanya ke salah satu kamar yang ada di sana. "Lyodra?" Panggilan Jamie tak mendapat jawaban. Kini Lyodra sudah dia baringkan di ranjang kamarnya, gadis itu tidur dengan sangat nyenyak. Jamie yang berdiri di dekat ranjang menatap gadis yang sedang tertidur dengan wajah damai tersebut seraya menarik napas panjang. "Gadis bodoh," ucapnya pelan. Bisa-bisanya saat sedang bekerja dia malah t
Kini Lyodra sadar sepenuhnya kenapa para karyawan perempuan di kantor Jamie selalu diam-diam histeris tiap kali bertemu bos mereka ini. Pria ini... punya segalanya. Karisma, suara, sikap dingin tapi hangat. Dan tentu saja, pesona yang bahkan bisa membakar siapa pun hanya dengan duduk diam seperti sekarang. "Kenapa memangnya dengan leher dan tulang selangkaku?" tanya Jamie dengan santai, nadanya seperti biasa: tenang, tapi tajam. Seolah dia tahu bahwa tubuhnya adalah godaan terbesar Lyodra. Lyodra menggigit bibir bawah sebelum menjawab pertanyaan bos-nya tersebut. Matanya sempat ingin menatap, tapi cepat-cepat ia alihkan. Keduanya saling pandang beberapa detik—terlalu lama, terlalu sunyi—sebelum Lyodra pura-pura fokus ke jalan lagi. Pura-pura sibuk mengemudi, padahal mobil yang mereka tumpangi adalah mobil pintar. Mobil itu bisa mengemudi sendiri—tapi hati Lyodra? Itu rusak, sejak lama, karena Jamie. Lyodra berdeham satu kali dan menjawab dengan gagap. "Gara-gara lihat it
Jamie sendiri merasa puas dengan kepatuhan Lyodra, bagaimana pun juga dia sangat khawatir jika gadis kecil itu minum dan berakhir mabuk, karena Luke pasti akan memarahinya. Tapi yang lebih jujur, Jamie hanya tak rela ada yang melihat Lyodra kehilangan kontrol—dia ingin gadis itu selalu dalam lindungannya. Pesta berjalan dengan lancar, Jamie yang merasa kasihan jika Lyodra menemani dirinya terlalu larut malam akhirnya memutuskan untuk mengajak Lyodra untuk pulang lebih awal. "Langsung antar saja ke tempat tinggalku," perintah Jamie yang duduk di samping Lyodra yang sedang duduk di balik kemudi, seraya menarik turun dasi yang dia pakai dan membuka kancing baju yang mencekik leher. Penampilannya berubah menjadi kasual, tapi anehnya terlihat seksi. Terlalu seksi. "Baik, Tuan," jawab Lyodra lalu segera memfokuskan pandangan ke depan karena tidak mau terpergok telah terpesona beberapa detik dengan penampilan bos-nya tersebut. Dia akui, meski image-nya terkenal sebagai pria yang
Setelah seminggu bekerja, Jamie mulai menyesuaikan diri dengan ritme baru. Bekerja dengan Lyodra, meski masih dalam tahap awal, terasa lebih mudah. Keputusan-keputusan kecil yang ia buat untuk melibatkan Lyodra dalam banyak hal—meski tidak selalu diungkapkan dengan kata-kata—terasa seperti pengakuan tak langsung. Jam kerja hampir berakhir, dan Lyodra menyiapkan laporan terakhir untuk Jamie. Namun, ketika ia menyerahkan dokumen yang sudah disiapkan, Jamie berhenti sejenak menatapnya. “Lyodra,” panggilnya, suaranya lebih lembut dari biasanya. “Ya, Tuan?” Jamie menatapnya, dengan sedikit keraguan di matanya. “Kerja kamu sangat baik. Terima kasih.” Lyodra terkejut, dan senyumnya merekah. “Terima kasih, Tuan Jamie. Itu berarti banyak.” Jamie menatapnya, dan untuk sesaat, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapannya. Sebuah kehangatan yang tak biasa. “Mungkin kamu memang punya potensi lebih dari yang aku kira.” Lyodra hanya bisa tersenyum, meski hatinya berdebar. Lyodra
“Laporan meeting pagi sudah saya susun sesuai format yang biasa Anda gunakan tiga tahun lalu, dan ini data terbaru dari divisi pemasaran. Saya juga siapkan jadwal Anda hari ini, lengkap dengan catatan kecil untuk setiap klien, termasuk preferensi kopi mereka.” Lyodra menyampaikan laporan dengan fasih. Jamie hanya menatap Lyodra selama beberapa detik. Sorot matanya sulit ditebak. Diam. Dingin seperti biasa. Tapi bukan itu yang membuat Lyodra gugup—melainkan kenyataan bahwa ia akhirnya berdiri di hadapan pria itu, bukan sebagai gadis kecil yang dulu, tapi sebagai sekretaris pribadi yang ia harap bisa diandalkan. Luke bersandar ke dinding, mengangkat jempol diam-diam. “Gila. Hari kedua dan semuanya sudah sangat rapi," gumamnya pelan. Luke merasa sangat bangga karena hasil didikannya ternyata luar biasa. Jamie akhirnya bicara. “Bagus. Terus pertahankan seperti ini, Lyodra.” Satu kalimat. Pendek. Tapi cukup membuat Lyodra nyaris menangis bahagia. Ia menunduk sedikit,
Sore itu, langit Jakarta mulai berubah jingga. Di dalam taksi menuju kantor pusat JC Corporation, Lyodra tak bisa menyembunyikan kegugupannya. Jari-jarinya terus bermain dengan ujung blazer putihnya, sesekali ia menatap bayangannya sendiri di jendela. “Hari ini... aku akan bertemu dia lagi,” gumam Lyodra, suaranya nyaris seperti bisikan. Ingatan itu datang seperti gelombang. Tentang seorang pria muda berjas hitam, dengan tatapan dingin namun tangan yang hangat menyelamatkannya dari mimpi buruk masa lalu. Pria yang ia sebut cinta pertamanya. Pria yang selalu hadir dalam doanya selama bertahun-tahun. Jamie. Taksi berhenti di depan gedung tinggi menjulang dengan logo 'JC Corp' yang elegan dan dingin. Lyodra menatap ke atas, meneguk napas dalam-dalam, lalu tersenyum kecil. “Aku sudah dewasa, Jamie. Aku datang bukan sebagai gadis kecil yang dulu kamu selamatkan, tapi sebagai wanita yang ingin kamu lihat. Yang ingin kamu banggakan.” Setelah menyelesaikan registrasi masuk dan men