"Hm, um! Mmmm!"Itulah satu-satunya suara yang bisa dia keluarkan dengan mulut penuh. Itu sangat tidak senonoh sehingga hanya semakin mengobarkan nafsu Richard. Buk, Buk!Dorongan pusaka Richard di mulut Jeany semakin cepat, dan air liur dari mulutnya menetes ke buah zakar Richard. "Uh.... "Sebuah percikan seperti terbang di depan matanya. Pusaka Richard hendak ejakulasi, dan pembuluh darah di atasnya menonjol."Berhenti."Richard dengan kasar mengeluarkan p*nisnya tepat sebelum dia hendak mencapai klimaks. Dia tidak ingin masuk ke mulut Jeany pada oral seks pertama mereka.Pilar merah berlumuran air liur yang keluar dari mulut Jeany, bergetar seolah tidak pucas."Mengapa?"Seperti seorang anak kecil yang mainannya diambil, Jeany menyeka air liur yang bercampur dengan pre-c*m dari tangannya dengan ekspresi kosong.Hal itu membuat Richard mendesah. Wanita seperti apa dia?Richard dibuat sangat terpesona. Jeany sungguh sangat erotis hari ini. "Cukup untuk hari ini, Jeany," ucap Ri
"Nyonya, tuan meninggalkan hadiah ini untuk Anda," ucap Mayes seraya menyerahkan sekeranjang buah segar yang terlihat berkualitas premium kepada Jeany. Saat ini Jeany sedang menghabiskan waktu menjelang sore di taman luar rumahnya yang indah dan cantik.Angin sepoi-sepoi membelai rambutnya, dengan datangnya hadiah dari Richard, suasana menjadi semakin cerah. Parcel buah itu dihias dengan sangat cantik sehingga Jeany otomatis tersenyum saat melihatnya. "Terima kasih, Mayes. Aku juga akan mengucapkan terima kasih kepada Richard.""Ya, Nyonya."Mayes tersenyum saat melihat Jeany ceria dan mengangguk, sebelum kemudian pamit pergi. "Hmm, dia masih ingat jika aku menyukai buah. Betapa romantisnya," ucap Jeany dengan senyuman lebar, terkagum-kagum dengan kejutan yang diberikan suaminya. "Aku akan melakukan selfie dengan parcel buah ini dan mengirimkannya pada Richard," gumam Jeany, mengambil parcel buah dan ponsel, lalu bersiap melakukan selfie. "Hmm, apakah aku terlihat cantik?"Dia
Lelah karena terus memikirkan ucapan mertuanya, Jeany akhirnya tertidur. Dia terbangun oleh kecupan lembut seseorang di pipinya, saat membuka mata, Jeany mendapati suaminya yang sudah pulang ke rumah. "Jeany, apakah sakit? Tidak biasanya kamu tidur jam segini?"Richard menyapa sambil menyentuh kening istrinya, tampak sangat khawatir. Jeany biasanya tidak tidur jam segini, dia bahkan biasanya masih terbangun meski Richard pulang agak larut. Hari ini Richard pulang lebih awal dan mendapati sang istri sudah tertidur, bagaimana dia tidak khawatir? Jeany sendiri begitu tahu jika suaminya sudah pulang, mengucek mata dan segera menggeleng. "Eh? Ah, tidak... aku sehat-sehat saja, Rich. Kamu pulang lebih awal?" tanya Jeany, segera bangkit dan duduk. "Oh, itu... ibuku tadi berkunjung ke kantor dan mengajak makan bersama, dia memaksa aku untuk meninggalkan pekerjaan lebih awal," jawab Richard, mengendikkan bahu."Hmm, begitu. Lalu... apakah ibumu membicarakan sesuatu?" Jeany bertanya den
"Aku tidak bisa terus seperti ini," ucap Jeany, yang awalnya merasa sangat hancur saat membaca status whatsapp mertuanya, kini bertekad untuk diam saja. Jadi, meski jari jemarinya gemetar, Jeany tetap memaksakan diri menulis pesan kepada suaminya, untuk bertanya tentang maksud sang mertua. Richard adalah anak tunggal, jadi siapa lagi yang dimaksud ibu mertuanya selain Richard? [Rich, apa maksud status whatsapp ibu?]Jeany menunggu dengan cemas jawaban suaminya, berharap Richard akan menjawab dengan perkataan yang menenangkan hatinya, tapi balasan pesan Richard adalah.... [Kalau mengganggu, blokir saja.]Saat membaca pesan suaminya, darah di kepala Jeany seperti langsung mendidih. "H-hah?! Apa maksudnya ini? Apa Richard juga setuju dengan rencana ibu?"Jeany membaca pesan suaminya sekali lagi, merasa tak terima kenapa Richard malah menjawab seperti itu, padahal ini jelas-jelas menyangkut pernikahan mereka. "Tidak... kenapa dia menjawab dengan sangat ketus? Apa salahku?" desahnya.
"Aku tidak bisa menahan ini lagi," gumam Jeany, segera berbalik pergi tanpa bertemu dengan suaminya. Hatinya hancur, pikirannya kacau. Selama ini, bagi Jeany, Richard hanya melihat dirinya seorang. Jadi, saat melihat suaminya bisa 'ramah' dengan perempuan lain, apalagi itu adalah perempuan yang dianggap mertua Jeany sebagai menantu baru, Jeany merasa tak bisa berpikir jernih lagi. Dia bergegas masuk mobil, pikirannya benar-benar keluar dari akal sehat, Jeany bahkan tak tahu bagaimana dia bisa sampai di rumah dan sebagainya. Yang Jeany tahu hanyalah, baju-baju miliknya sudah masuk koper dan kini dia sudah dalam perjalanan ke stasiun kereta api. "Anda mau diantar ke mana, Nyonya?""Tinggalkan saja aku di stasiun, aku sudah mengurus sisanya."Jeany menjawab dengan tanpa tenaga, entah kenapa saat melihat koper di sebelah tempat dia duduk, dia merasa sebuah ketenangan yang aneh. Sopir tampak kebingungan, tapi tak bertanya apa pun. "Aku merasa tak sanggup jika melihat Richard untuk
Beberapa saat setelah berada di luar, Richard kembali masuk ruangan dan mendapati Shena yang tersenyum lebar padanya. Ponsel Richard sudah kembali ke tempatnya sehingga Richard sama sekali tak tahu apa yang baru saja dilakukan Shena. Dia hanya merasa gerah dengan senyuman lebar Shena, merasa ingin cepat-cepat menyelesaikan ini dan pulang ke rumah bertemu Jeany. Richard meraih ponsel miliknya, mengerutkan kening saat melihat fakta bahwa ponsel itu sepi tanpa pesan dari Jeany. 'Kenapa dia tak mengirim pesan lagi? Biasanya dia sangat rajin mengirim pesan,' gumam Richard dengan ekspresi muram. Shena yang gelisah ketika melihat ekspresi muram Richard saat menatap ponsel, merasa sedikit panik, takut jika aksinya beberapa waktu ketahuan dan buru-buru berkata. "Dante, bukankah sudah terlalu lama kita membicarakan pekerjaan? Bagaimana kalau makan siang?" tawarnya dengan senyuman manis. "Makan siang? Kamu ingin makan siang?""Ya! Ayo istirahat makan siang," jawab Shena dengan penuh sema
"Ceritakan padaku semuanya, Mayes."Richard berkata dengan suara mendesak, menyadari ke urgensian dalam masalah ini. "Jadi, sejak Nyonya besar datang ke sini.... ""Hah? Tunggu, kapan ibu datang ke sini, Mayes?" potong Richard, merasakan sesuatu yang aneh karena ibunya tidak bercerita sama sekali tentang ini. Jeany juga tidak membicarakan kedatangan ibunya ke Richard, jadi dia sangat terkejut ketika mendengar penuturan Mayes. "Kemarin, Tuan. Beliau datang tanpa pemberitahuan dan juga tidak lama. Beliau langsung menemui nyonya Jeany," jawab Mayes, mengatakan bahwa semua pegawai tahu kedatangan ibu Richard ke sini kemarin, jadi Mayes berani menjamin bahwa dia tidak bohong. "Hm, lanjutkan," titah Richard dengan ekspresi serius. Mayes pun menceritakan segalanya kepada Richard, yang semakin mendengar semua ucapan yang keluar dari mulut Mayes, keningnya semakin berkerut dalam. "Sial."Begitu tahu semua kronologi, Richard mau tak mau mengumpat pelan. Dia juga tidak bisa untuk tidak men
"Tidak usah berpura-pura, malah menjengkelkan tahu!" ketus Jeany sambil memalingkan muka, tampak sangat muak dengan suaminya. "Hey, aku tidak berpura-pura, aku benar-benar tak mengerti apa maksudmu, Sayang. Siapa yang mau menikah lagi memangnya?" Richard bertanya dengan ekspresi serius, sedangkan Jeany hanya menghela napas dan menjawab. "Sudahlah, aku malas membahas ini."Dia yang kini berdiri di depan Richard, menghela napas panjang dan berjalan ke arah jendela, berdiri di sana dan memunggungi suaminya. Richard ikut berjalan ke arah jendela, mendekati Jeany dan berkata dengan suara lembut. "Jeany, kalau kamu diam seperti ini, bagaimana aku bisa mengerti?""Entahlah," sahut Jeany, menyingkirkan tangan Richard yang mencoba menyentuh lengannya. "Baiklah, sekarang katakan padaku, bagaimana bisa kamu berpikir aku akan menikah lagi? Aku sendiri bahkan tak pernah punya pikiran seperti itu," ucap Richard lagi, dengan nada sungguh-sungguh. "Bagiku kamu sudah cukup, Jeany. Sangat cukup."
"Lun, lo tau nggak kira-kira kenapa ada sisa bau Venus di tubuh lo?" Sekali lagi Kyle mengulang pertanyaan kenapa ada aroma Venus di baju sehingga netra Luana bergetar sedikit karena tak mampu memberi jawaban yang memuaskannya. Luana benar-benar tidak sedang dalam kondisi bisa berbohong sambil tersenyum sekarang, tidak ketika seluruh tubuhnya memanas secara tak jelas begini. Seperti mengetahui kelemahan Luana, Kyle mengelus dengan lembut pinggang sang gadis yang terbalut kemeja tipis, lalu mendekatkan hidung mancungnya ke badan Luana, sambil memejamkan mata dia mengendus pelan. "Baunya jelas banget, kenapa ya? Bilang ke gue coba, ini cuma parfum yang sama, kan? Tolong jawab gitu," ucapnya. Meski nadanya sangat tenang, Luana tahu jika ada aura mengancam di dalamnya. Luana tidak menggeleng atau mengangguk, hanya menatap wajah tampan teesebut dalam diam. Nadanya menyakitkan, sehingga Luana takut, jika salah menjawab maka semua akan berubah fatal. Beberapa detik kemudian, karena
"Cara apa?" Bodohnya Luana malah bertanya. Tak sadar bahwa Kyle sedang menjebaknya. "Biar nggak kedinginan kita harus mengeluarkan keringat, kan? Nah, ada cara yang mudah dan efektif serta menyenangkan, mau coba?" Kyle mengatakan dengan ceria, tampak sedikit bersemangat. "Emang gimana?" Luana yang masih tak paham maksud Kyle, bertanya lagi. "Begini." Seperti sudah tak sabar, Kyle segera mencondongkan badan ke arah gadis itu, lalu tanpa ba-bi-bu menempelkan bibirnya ke bibir Luana. Untuk mencegah Luana melarikan diri, dia mengunci belakang kepala Luana dengan tangannya lalu memasukkan lidahnya ke dalam mulut gadis itu. "K-Kyle...!" Mata Luana terbelalak lebar. Sensasi manis lollipop yang tadi dimakan Kyle, menyebar di seluruh mulut Luana, rasa hangat bibir Kyle dan rasa permen yang dia makan seakan melebur jadi satu di dalam mulut gadis itu. Kyle semakin mencondongkan badannya sehingga dada mereka saling menempel, melanjutkan sentuhan bibirnya ketika tak mendapat pen
Setelah menjawab seperti itu, Luana segera berlari dengan kecepatan penuh, mengambil peralatan mandi dan kemeja dan rok di tumpukan paling atas, lalu mandi, keramas dan ber-make up sederhana sebelum kembali berlari menuju perpustakaan. Untunglah, untung jarak antara asrama dan perpustakaan bisa ia potong lewat jalan pintas, kalau tidak, bisa celaka semuanya. Cemas, Luana melirik jam tangan, masih ada empat menit lagi. Huft. Semoga Luana bisa bertemu dengannya. Kembali Luana berlari menuju tempat biasa mereka bertemu, dan di sana... Tubuh gadis itu langsung merosot ke lantai ketika melihat Venus yang tampak tertidur nyenyak di meja biasa mereka bertemu saking leganya. Jackson tak ada di mana-mana, mungkin pulang setelah marah marah pada Luana tadi. Jantung gadis itu masih berdegup kencang ketika duduk di sebelah pria muda yang tengah tertidur, memandangi Venus yang tidur dengan memiringkan kepala, tampak tenang dan damai. Tangan Luana tiba-tiba tergelitik untuk merapikan ramb
Luana segera berbalik menghadap Kyle dan tersenyum semanis mungkin, menyembunyikan niatnya yang ingin menyelinap pergi untuk menemui Venus. "Kamu janji bakal ngeberesin kekacauan ini, kan, Kyle?" tanya Luana, masih tersenyum manis.Kyle tampak mengerucutkan bibir tipisnya dengan kening berkerut ketika menatap asrama Luana yang porak-poranda, lalu tersenyum lebar saat menatap wajah cemas gadis itu. Mengendikkan bahu, dengan santai dia pun menjawab."Mmm, Oke."Suaranya terdengar riang. Namun, Kata-katanya tak berhenti sampai situ. "Tapi... "Kyle seperti sengaja menggantung kalimatnya, sehingga Luana pun bertanya."Tapi apa, Kyle?""Tapi malem ini lo harus ikut sama gue pulang, ya?" jawabnya, dengan senyum lebar.Luana lagi-lagi tersenyum canggung. Luana tahu itu bukan permintaan meski Kyle berkata dengan nada ringan, tapi perintah yang harus ia taati.Jadi dengan pelan, Luana pun menganggukkan kepala.Senyum Kyle berubah semakin cerah melihat Luana yang menganggukkan kepala, dia p
Mati-matian Luana menahan tubuhnya supaya tidak ambruk ke lantai dan berusaha terlihat setenang mungkin."Yaaahhh, karena lo kayaknya suka gue yang kayak iblis begini, jadi rencananya gue mau bikin dia pisah sama jiwanya sebentar, lalu tubuhnya mau gue lempar dari atap gedung ini. Gimana? Seru, kan, pasti? Jadi gue nggak perlu sakit hati lagi."Kyle yang berada dalam tubuh Theo, mengucapkan semua rencana pembunuhan untuk Venus dengan sangat santai seakan Venus hanyalah seekor lalat saja.Luana tentu saja bergidik ngeri mendengar pengakuannya tersebut.'Jangan bunuh kak Venus, jangan!'Dia berteriak dengan putus asa. "Ky, Kyle... aku ... aku...."Tak sanggup rasanya luana meneruskan ucapan karena tenggorokan terasa kering, jadi ia menelan ludah dan membasahi bibir. Memandang Kyle dengan mata bergetar."Karena lo udah di sini, gimana cara lo ngehentiin gue, Luana? Gimana cara lo bikin gue nggak nyentuh si bajingan itu? Gue mau lihat."Kyle bertanya dengan suara manis, seakan memberi k
Sosok jangkung berkulit putih berlari ke arah Luana dengan terengah-engah, wajahnya menyiratkan kekhawatiran.Dia adalah Vincent, ketua kelas tiga. "Kamu di sini? Kamu baik-baik saja, kan? Lebih baik kamu pergi jauh untuk sementara, Lun. Theo saat ini kehilangan kendali, dia–""Theo di mana sekarang, Vin?"Luana memotong ucapan Vincent dengan terburu, melihat wajah panik gadis itu, Vincent memilih menjawab pertanyaan dari Luana. "Setelah bikin sebagian besar penghuni asrama putri seperti ini, dia melesat lari ke asrama putra, seperti mencari seseorang atau sesuatu entahlah. Akibatnya korban semakin bertambah banyak karena semakin banyak anak yang di sentuh Theo, sebaiknya kamu sembunyi yang jauh sebelum dia juga membuatmu seperti yang lain, Lun!"Wajahnya yang lelah terlihat cemas, Luana mau mengucapkan terima kasih karena telah mencemaskan dirinya tapi tangan Karios lebih dulu menyeret pergi."Mereka siapa? Boleh aku mengantarmu, Lum?"Vincent mengejar langkah kami dan menjajari Lu
Sungguh, Luana benar-benar tak tahu alasan mengapa Kyle melakukan ini semua.Mereka kini bergerak dengan satu tujuan yaitu membuat Kyle sadar kembali. Karena kalau lusa Kyle belum sadar juga, maka Luana pasti akan kehilangan nyawa di tangan Karios, sebelum kedua orang ini akan kehilangan nyawa di tangan ayah Kyle, yaitu tuan Ivander. 'Kyle, aku btahu ini semua balasan atas semua kekasaranku padamu, tapi kumohon, bangunlah.'Luana membatin dengan putus asa. Ia mengepalkan tangan yang basah oleh keringat untuk meredam rasa gugup yang terus membelenggu dirinya seperti rantai. Beberapa saat kemudian sebuah Limosin mengkilap terparkir di depan pintu gerbang rumah mewah itu dan dengan cekatan para bawahan menempatkan tubuh Kyle yang tak sadarkan diri dengan nyaman di sana.Kyle saat ini terbaring tenang dengan selang infus dan alat bantu pernapasan.Wajahnya terlihat sangat damai seperti orang mati."Itu membuat aku merinding, semoga kamu nggak mati, Kyle," bisik Luana dengan tangan basa
"Tolong, Luana. Tolong bangunkan anakku! Bagaimana pun caranya tolong buat dia terbangun kembali sebelum lusa!"Nyonya glory memohon dengan begitu putus asa. Cengkeraman nyonya Glory di lengan Luana sedikit mengeras bersamaan dengan air mata yang mulai jatuh ke pipi cantiknya, wanita itu menekankan untuk membangunkan Kyle lagi sebelum lusa.Luana tidak tahu alasannya apa, tapi sepertinya ini ada hubungannya dengan tuan Ivander yang kabarnya akan pulang dari luar negeri.Nyonya Glory yang terisak-isak tak mampu melanjutkan ucapannya, sehingga posisi berbicara pun digantikan oleh Karios. "Waktu kami hanya sampai besok, kalo sampe kamu nggak bisa bikin tuan muda Kyle sadar kembali, aku ngga bakal ragu lagi buat menyingkirkanmu dari muka bumi ini."Geraman Karios mengirimkan gelombang ketakutan pada Luana. Luana tahu wajahnya saat mengatakan itu tidak main-main, seakan Karios benar-benar bisa dengan mudah melakukan semua itu ...."Tolong lakukan apa pun, Luana. Tolong! Tolong! Kalau sa
Kyle dalam sekejap kembali menjadi seperti mayat hidup. Luana memandang sekeliling dengan panik. Di manakah jiwanya saat ini? Kenapa dia pergi lagi seperti ini? "Kyle, kamu di mana, Kyle? Di mana?!" teriak Luana, meski tak ada jawaban. Tanpa berpikir panjang, segera gadis itu meraih tangan Karios dan menyeretnya ke luar kamar. "Tunjukkan aku jalan ke luar rumah!" ucapnya. Luana pikir, mungkin saja ... mungkin saja jiwa Kyle sekarang berkeliaran di luar seperti saat sebelum luana masuk ke sini tadi. Luana harus menemukan dirinya dan membujuk untuk kembali ke tubuhnya atau nyawanya benar-benar melayang di tangan bodyguard Kyle yang menurut ketika ia seret pergi ini. Di luar rumah, sayangnya tetap tak ia jumpai siapa pun meski Luana terus meneriakkan nama Kyle sampai suaraku serak. Tanda-tanda kehadirannya seakan lenyap. Kyle saat ini tak ada di mana-mana dan Luana tak bisa melihatnya lagi. 'Tidak, ini tidak boleh terjadi! Bagaimana nasibku kalau terus seperti ini? Aku tid