"Aku tidak bisa terus seperti ini," ucap Jeany, yang awalnya merasa sangat hancur saat membaca status whatsapp mertuanya, kini bertekad untuk diam saja. Jadi, meski jari jemarinya gemetar, Jeany tetap memaksakan diri menulis pesan kepada suaminya, untuk bertanya tentang maksud sang mertua. Richard adalah anak tunggal, jadi siapa lagi yang dimaksud ibu mertuanya selain Richard? [Rich, apa maksud status whatsapp ibu?]Jeany menunggu dengan cemas jawaban suaminya, berharap Richard akan menjawab dengan perkataan yang menenangkan hatinya, tapi balasan pesan Richard adalah.... [Kalau mengganggu, blokir saja.]Saat membaca pesan suaminya, darah di kepala Jeany seperti langsung mendidih. "H-hah?! Apa maksudnya ini? Apa Richard juga setuju dengan rencana ibu?"Jeany membaca pesan suaminya sekali lagi, merasa tak terima kenapa Richard malah menjawab seperti itu, padahal ini jelas-jelas menyangkut pernikahan mereka. "Tidak... kenapa dia menjawab dengan sangat ketus? Apa salahku?" desahnya.
"Aku tidak bisa menahan ini lagi," gumam Jeany, segera berbalik pergi tanpa bertemu dengan suaminya. Hatinya hancur, pikirannya kacau. Selama ini, bagi Jeany, Richard hanya melihat dirinya seorang. Jadi, saat melihat suaminya bisa 'ramah' dengan perempuan lain, apalagi itu adalah perempuan yang dianggap mertua Jeany sebagai menantu baru, Jeany merasa tak bisa berpikir jernih lagi. Dia bergegas masuk mobil, pikirannya benar-benar keluar dari akal sehat, Jeany bahkan tak tahu bagaimana dia bisa sampai di rumah dan sebagainya. Yang Jeany tahu hanyalah, baju-baju miliknya sudah masuk koper dan kini dia sudah dalam perjalanan ke stasiun kereta api. "Anda mau diantar ke mana, Nyonya?""Tinggalkan saja aku di stasiun, aku sudah mengurus sisanya."Jeany menjawab dengan tanpa tenaga, entah kenapa saat melihat koper di sebelah tempat dia duduk, dia merasa sebuah ketenangan yang aneh. Sopir tampak kebingungan, tapi tak bertanya apa pun. "Aku merasa tak sanggup jika melihat Richard untuk
Beberapa saat setelah berada di luar, Richard kembali masuk ruangan dan mendapati Shena yang tersenyum lebar padanya. Ponsel Richard sudah kembali ke tempatnya sehingga Richard sama sekali tak tahu apa yang baru saja dilakukan Shena. Dia hanya merasa gerah dengan senyuman lebar Shena, merasa ingin cepat-cepat menyelesaikan ini dan pulang ke rumah bertemu Jeany. Richard meraih ponsel miliknya, mengerutkan kening saat melihat fakta bahwa ponsel itu sepi tanpa pesan dari Jeany. 'Kenapa dia tak mengirim pesan lagi? Biasanya dia sangat rajin mengirim pesan,' gumam Richard dengan ekspresi muram. Shena yang gelisah ketika melihat ekspresi muram Richard saat menatap ponsel, merasa sedikit panik, takut jika aksinya beberapa waktu ketahuan dan buru-buru berkata. "Dante, bukankah sudah terlalu lama kita membicarakan pekerjaan? Bagaimana kalau makan siang?" tawarnya dengan senyuman manis. "Makan siang? Kamu ingin makan siang?""Ya! Ayo istirahat makan siang," jawab Shena dengan penuh sema
"Ceritakan padaku semuanya, Mayes."Richard berkata dengan suara mendesak, menyadari ke urgensian dalam masalah ini. "Jadi, sejak Nyonya besar datang ke sini.... ""Hah? Tunggu, kapan ibu datang ke sini, Mayes?" potong Richard, merasakan sesuatu yang aneh karena ibunya tidak bercerita sama sekali tentang ini. Jeany juga tidak membicarakan kedatangan ibunya ke Richard, jadi dia sangat terkejut ketika mendengar penuturan Mayes. "Kemarin, Tuan. Beliau datang tanpa pemberitahuan dan juga tidak lama. Beliau langsung menemui nyonya Jeany," jawab Mayes, mengatakan bahwa semua pegawai tahu kedatangan ibu Richard ke sini kemarin, jadi Mayes berani menjamin bahwa dia tidak bohong. "Hm, lanjutkan," titah Richard dengan ekspresi serius. Mayes pun menceritakan segalanya kepada Richard, yang semakin mendengar semua ucapan yang keluar dari mulut Mayes, keningnya semakin berkerut dalam. "Sial."Begitu tahu semua kronologi, Richard mau tak mau mengumpat pelan. Dia juga tidak bisa untuk tidak men
"Tidak usah berpura-pura, malah menjengkelkan tahu!" ketus Jeany sambil memalingkan muka, tampak sangat muak dengan suaminya. "Hey, aku tidak berpura-pura, aku benar-benar tak mengerti apa maksudmu, Sayang. Siapa yang mau menikah lagi memangnya?" Richard bertanya dengan ekspresi serius, sedangkan Jeany hanya menghela napas dan menjawab. "Sudahlah, aku malas membahas ini."Dia yang kini berdiri di depan Richard, menghela napas panjang dan berjalan ke arah jendela, berdiri di sana dan memunggungi suaminya. Richard ikut berjalan ke arah jendela, mendekati Jeany dan berkata dengan suara lembut. "Jeany, kalau kamu diam seperti ini, bagaimana aku bisa mengerti?""Entahlah," sahut Jeany, menyingkirkan tangan Richard yang mencoba menyentuh lengannya. "Baiklah, sekarang katakan padaku, bagaimana bisa kamu berpikir aku akan menikah lagi? Aku sendiri bahkan tak pernah punya pikiran seperti itu," ucap Richard lagi, dengan nada sungguh-sungguh. "Bagiku kamu sudah cukup, Jeany. Sangat cukup."
Ketegangan mengalir di udara saat Richard datang tiba-tiba dan memergoki ibunya bersama Jeany. Jeany yang melihat bahwa suaminya seperti sudah siap meledak, segera bangkit dan berjalan ke arah pria itu, memegang lengannya dengan lembut. "Richard."Jeany memanggil. Pelan. Sementara itu, ibu Richard hanya memalingkan muka, terlihat tak ingin menyaksikan pemandangan itu. "Tidak ada apa-apa, ibu hanya kebetulan berkunjung," ucap Jeany lagi, kali ini dengan raut muka yang sudah tertata rapi. Menyembunyikan semua emosi. "Ya, Dante. Apa salahnya aku mampir? Apakah aku tidak boleh mengunjungi menantuku sendiri?"Ibunya menyahut, mengambil tas di samping dan berdiri. "Kalau bahkan aku sudah diduakan oleh putra tunggalku sendiri, lebih baik aku pergi saja."Setelah mengatakan itu, tanpa penjelasan apapun, wanita setengah baya itu melenggang pergi. "Ibu.... "Suara pelan Jeany memanggil, seperti menyesal dan merasa bersalah. Dia tampak ingin mengejar sang mertua, tapi Richard segera mena
Ketika Jeany akhirnya kembali ke kamar, setelah menenangkan emosinya karena merasa sesak setiap mengingat perbedaan sikap mertuanya kepada Jeany di depan dan di belakang Richard, dia menemukan Richard ternyata sudah pulang kerja dan kini sedang duduk di tempat tidur, menunggunya.Wajahnya tidak bisa dibaca, tapi ekspresinya dingin.Dia menundukkan kepalanya, hanya mengangkat pandangannya untuk melihat ke arah Jeany. Itu adalah tatapan yang membuat Jeany merasa sangat tidak nyaman, padahal wanita itumerasa tidak melakukan kesalahan apa pun."Richard.... "Jeany berinisiatif untuk mengambil satu langkah lebih dekat."Kapan kamu tiba?" tanya Jeany, sedikit heran karena biasanya Richard akan pulang ke rumah setelah hari gelap. Ini masih sore, wajar jika Jeany merasa keheranan melihat suaminya sudah pulang. Bukannya menjawab, Richard malah bertanya dengan nada dingin. "Dari mana kamu?""Aku cuma jalan-jalan sebentar di taman," jawab Jeany dengan lesu. Alis Richard sedikit terangkat sa
"Ya itu benar. Sangat gila. Itulah aku, Jeany."Setelah mengatakan itu, Richard lantas menunduk, menelan bibir istrinya. Lidahnya memasuki mulut Jeany dalam sekejap. Richard juga menyedot bibir bawah istrinya, dengan tangan mendesak mengangkat rok wanita itu. Setelah itu. Sebuah tangan besar meremas pantat Jeany dengan kuat, meremasnya.Jeany secara spontan terus mundur, menyebabkan Richard mendorong punggungnya. Beberapa langkah mundur, Jeany sedikit terbanting ke jendela, dengan tubuh Richard yang menempel di tubuhnya.Bahkan dengan pakaiannya, Jeany bisa merasakan beban kemarahan Richard di perut bagian bawahnya. Mereka telah bertengkar dan perang dingin sampai sekarang, tapi keadaan semakin memanas hingga saat ini. Pusaka Richard yang keras bergesekan dengan pantat Jeany. Menciptakan perasaan yang aneh. Tubuh bagian bawah Jeany seperti bergetar. Dengan bibir Richard yang masih tertutup oleh bibirnya, dia tidak bisa mengeluarkan perlawanan apa pun. Richard dengan rajin menjelaj