Ketika Jeany akhirnya kembali ke kamar, setelah menenangkan emosinya karena merasa sesak setiap mengingat perbedaan sikap mertuanya kepada Jeany di depan dan di belakang Richard, dia menemukan Richard ternyata sudah pulang kerja dan kini sedang duduk di tempat tidur, menunggunya.Wajahnya tidak bisa dibaca, tapi ekspresinya dingin.Dia menundukkan kepalanya, hanya mengangkat pandangannya untuk melihat ke arah Jeany. Itu adalah tatapan yang membuat Jeany merasa sangat tidak nyaman, padahal wanita itumerasa tidak melakukan kesalahan apa pun."Richard.... "Jeany berinisiatif untuk mengambil satu langkah lebih dekat."Kapan kamu tiba?" tanya Jeany, sedikit heran karena biasanya Richard akan pulang ke rumah setelah hari gelap. Ini masih sore, wajar jika Jeany merasa keheranan melihat suaminya sudah pulang. Bukannya menjawab, Richard malah bertanya dengan nada dingin. "Dari mana kamu?""Aku cuma jalan-jalan sebentar di taman," jawab Jeany dengan lesu. Alis Richard sedikit terangkat sa
"Ya itu benar. Sangat gila. Itulah aku, Jeany."Setelah mengatakan itu, Richard lantas menunduk, menelan bibir istrinya. Lidahnya memasuki mulut Jeany dalam sekejap. Richard juga menyedot bibir bawah istrinya, dengan tangan mendesak mengangkat rok wanita itu. Setelah itu. Sebuah tangan besar meremas pantat Jeany dengan kuat, meremasnya.Jeany secara spontan terus mundur, menyebabkan Richard mendorong punggungnya. Beberapa langkah mundur, Jeany sedikit terbanting ke jendela, dengan tubuh Richard yang menempel di tubuhnya.Bahkan dengan pakaiannya, Jeany bisa merasakan beban kemarahan Richard di perut bagian bawahnya. Mereka telah bertengkar dan perang dingin sampai sekarang, tapi keadaan semakin memanas hingga saat ini. Pusaka Richard yang keras bergesekan dengan pantat Jeany. Menciptakan perasaan yang aneh. Tubuh bagian bawah Jeany seperti bergetar. Dengan bibir Richard yang masih tertutup oleh bibirnya, dia tidak bisa mengeluarkan perlawanan apa pun. Richard dengan rajin menjelaj
"Hmmm. Aku jadi sangat ingin mencicipinya, karena sepertinya benda ini tidak pernah terpuaskan."Richard berkata dengan nada mencemooh sekaligus bersemangat ketika melihat milik Jeany. Dia menggosokkan jarinya yang licin di antara celah-celah pintu masuk Jeany, lalu memasukkannya ke dalam lubang yang dalam dan panas."Ah."Erangan baru keluar dari bibir Jeany, dan pinggulnya tersentak. Reaksi kecil ini, gerakan kecil ini, membuat Richard langsung gila. Tenggorokan Richad terasa terbakar seperti orang yang sangat haus. Akhirnya, karena tidak mampu menahan diri, dia terjun ke dalam pantat Jeany yang menggoda.Jari- jarinya memeriksa lapisan v*gina Jeany, menstimulasi bagian paling sensitifnya, dan Richard menghisap tanpa henti pada lekukan yang membulat. Meski sudah dilumasi, tubuh Jeany terasa terbakar.Setiap kali dua jari masuk dan keluar, cairan berlendir itu membentuk benang tipis. Cairan kental itu menetes ke tangan Richard, membasahinya. Dengan setiap gerakan cepat jari Richar
"Itu tidak mungkin."Jeany secara reflek menolak. Membuat suaminya cum dalam 10 menit baginya adalah hal yang sangat mustahil. "Cobalah yang terbaik untuk berhasil, ini adalah kesempatanmu untuk menyelesaikannya untukselamanya. "Ada sedikit tawa dalam kata-kata yang diucapkan Richard, dia seperti tengah mengungkapkan niatnya untuk menggoda Jeany. "Uh huh.""Tetapi jika kamu tidak berhasil dengan tantangan ini, maka mau tidak mau kamu harus melayaniku sepanjang malam sampaikamu tidak bisa berjalan dengan baik."Richard mengeluarkan ancamannya dengan sangat baik. Jeany tahu lebih baik dari siapa pun bahwca kata-kata Richard bukanlah ancamanbkosong; ini bukan pertama kalinya dia terjaga sampai siang hari.Masalahnya adalah, mengingat staminanya yang biasa, sepuluh menit bukanlah waktu yang cukup. Tampaknya tidak mungkin, tetapi Jeany tetap melakukan yang terbaik untuk menggerakkan dan merangsang milik suaminya. Namun sial, semakin dia bergerak, semakin Jeany sendiri lah satu-satun
Pusaka Richard terus memukul pintu masuk Jeany lebih keras tanpa rag-ragu, tangannya menekan perut bagian bawah, memberi tekanan pada kandung kemih sang istri, saat ini Jeany benar-benar seperti sedang sekarat akan kenikmatan yang melingkupi dirinyaSemakin Jeany menahan erangannya, semakin kejam pula siksaan yang dia terima. Richard membengkokkan jari telunjuknya dan dengan lembut mengusap lubang uretra dengan ujung jarinya. Desakan yang tak tertahankan melonjak dalam perut Jeany seperti badai. Jeany merasa seperti akan buang air kecil kapan saja. Oleh karena itu, tanpa sadar, Jeany mengeluarkan suara rintihan."Haaah.""Bagaimana aku harus membuatmu kencing?"Richard bertanya dengan suara menggoda yang manis, sedangkan Jeany segera menggeleng. Malu. "Hm, jangan lakukan itu," tolaknya. "Haruskah aku membuatmu jongkok dan buang air kecil?" goda Richard lagi, dengan senyuman kejam seakan puas jika melihat Jeany yang sampai terkencing kencing di depannya karena berada di puncak keni
"Dasar pria berengsek."Claude mengeluarkan makian sambil berjalan cepat meninggalkan taman rumah Richard. Tadi siang dia kembali lagi ke sini untuk melihat kondisi Jeany yang sedang tampak tak baik-baik saja, memastikan klien sekaligus cinta pertama sahabatnya yang kini sudah meninggal itu tidak dalam bahaya karena menikah dengan pria jahat seperti Dante Richardo. ‌Namun, pemandangan yang dia lihat adalah, bagaimana Jeany yang dimata Claude dipaksa Richard bercinta dengan dirinya di depan jendela. "Aku bersumpah melihat pria gila itu menyeringai puas padaku. Dasar pria berengsek!"Claude masih terus memaki-maki Richard lagi dalam perjalanan keluar rumah Richard. Semenjak dia mengurusi harta warisan Damien, dia memang dibebaskan keluar masuk rumah ini untuk menemui Jeany. "Sudah merebut wanita orang, sekarang memperlakukan wanita itu seenaknya, awas saja, demi Damien, aku tidak akan membiarkan kamu hidup bahagia, Dante Richardo!"Claude yang sangat marah setiap mengingat bagaimana
"Ibu, apa yang ibu katakan? Bukankah ini sebuah ancaman?"Jeany merespon sedikit terlambat perintah dari mertuanya, karena terlalu terkejut. Richard sudah menanti wanti Jeany untuk tidak pernah membukakan pintu untuk nyonya Rosalie selama Richard di luar negeri, Jeany benar-benar mematuhi itu. Richard juga memblokir nomor ibunya di ponsel Jeany, sehingga Jeany bisa tenang tanpa rongrongan wanita itu. Beberapa hari memang berlalu dengan sangat tenang, tapi siapa sangka ketenangan itu akan rusak, saat di hari ke empat Jeany pergi jalan-jalan ke mall dan tanpa sengaja bertemu mertuanya. Sepertinya itu bukan ketidak sengajaan murni, karena Jeany merasa, ibu mertuanya memang sengaja menemuinya di sini. Terlanjur bertatap muka, Jeany merasa tak enak hati untuk menghindar sehingga akhirnya duduk di sini, di salah satu kafe ekslusif mall, berhadapan dengan ibu mertuanya. Jeany berencana hanya duduk sejenak dan pamit, tapi dia benar-benar tak menyangka jika mertuanya langsung men skak Je
"Ayo kita bercerai."Richard, yang pulang dengan penerbangan tercepat demi bertemu istrinya, berhenti sejenak saat membuka bajunya, tapi hanya sesaat.Dia segera melanjutkan, membuka kancing sisa rompinya yang sebagian terbuka. Richard pasti mendengar ucapan Jeany tadi dengan jelas, tapi dia tidak mengatakan apa-apa.Dengan punggung menghadap Jeany, ekspresinya tetap tersembunyi. Jeany dengan gugup menggigit bagian dalam bibirnya. Wanita itu bisa merasakan sedikit darah di dagingnya yang halus.Melontarkan kata 'cerai' dengan santai pada suami yang sudah lama tidak dia temui terasa tidak masuk akal bahkan bagi dirinya sendiri. Mempertimbangkan hal itu, Jeany seharusnya benar-benar bingung, tapi dia tidak bisa melihatperubahan apa pun.Richard, setelah dengan rapi menggantung pakaiannya yang sudah dibuang, berbalik. Jeany bergidik secara refleks saat sepasang mata hitam tajam menatap wajahnya."Apa yang tiba-tiba kamu katakan, Jeany?"Ekspresinya terlihat lelah. Jelas ini bukan sam
"Lun, lo tau nggak kira-kira kenapa ada sisa bau Venus di tubuh lo?" Sekali lagi Kyle mengulang pertanyaan kenapa ada aroma Venus di baju sehingga netra Luana bergetar sedikit karena tak mampu memberi jawaban yang memuaskannya. Luana benar-benar tidak sedang dalam kondisi bisa berbohong sambil tersenyum sekarang, tidak ketika seluruh tubuhnya memanas secara tak jelas begini. Seperti mengetahui kelemahan Luana, Kyle mengelus dengan lembut pinggang sang gadis yang terbalut kemeja tipis, lalu mendekatkan hidung mancungnya ke badan Luana, sambil memejamkan mata dia mengendus pelan. "Baunya jelas banget, kenapa ya? Bilang ke gue coba, ini cuma parfum yang sama, kan? Tolong jawab gitu," ucapnya. Meski nadanya sangat tenang, Luana tahu jika ada aura mengancam di dalamnya. Luana tidak menggeleng atau mengangguk, hanya menatap wajah tampan teesebut dalam diam. Nadanya menyakitkan, sehingga Luana takut, jika salah menjawab maka semua akan berubah fatal. Beberapa detik kemudian, karena
"Cara apa?" Bodohnya Luana malah bertanya. Tak sadar bahwa Kyle sedang menjebaknya. "Biar nggak kedinginan kita harus mengeluarkan keringat, kan? Nah, ada cara yang mudah dan efektif serta menyenangkan, mau coba?" Kyle mengatakan dengan ceria, tampak sedikit bersemangat. "Emang gimana?" Luana yang masih tak paham maksud Kyle, bertanya lagi. "Begini." Seperti sudah tak sabar, Kyle segera mencondongkan badan ke arah gadis itu, lalu tanpa ba-bi-bu menempelkan bibirnya ke bibir Luana. Untuk mencegah Luana melarikan diri, dia mengunci belakang kepala Luana dengan tangannya lalu memasukkan lidahnya ke dalam mulut gadis itu. "K-Kyle...!" Mata Luana terbelalak lebar. Sensasi manis lollipop yang tadi dimakan Kyle, menyebar di seluruh mulut Luana, rasa hangat bibir Kyle dan rasa permen yang dia makan seakan melebur jadi satu di dalam mulut gadis itu. Kyle semakin mencondongkan badannya sehingga dada mereka saling menempel, melanjutkan sentuhan bibirnya ketika tak mendapat pen
Setelah menjawab seperti itu, Luana segera berlari dengan kecepatan penuh, mengambil peralatan mandi dan kemeja dan rok di tumpukan paling atas, lalu mandi, keramas dan ber-make up sederhana sebelum kembali berlari menuju perpustakaan. Untunglah, untung jarak antara asrama dan perpustakaan bisa ia potong lewat jalan pintas, kalau tidak, bisa celaka semuanya. Cemas, Luana melirik jam tangan, masih ada empat menit lagi. Huft. Semoga Luana bisa bertemu dengannya. Kembali Luana berlari menuju tempat biasa mereka bertemu, dan di sana... Tubuh gadis itu langsung merosot ke lantai ketika melihat Venus yang tampak tertidur nyenyak di meja biasa mereka bertemu saking leganya. Jackson tak ada di mana-mana, mungkin pulang setelah marah marah pada Luana tadi. Jantung gadis itu masih berdegup kencang ketika duduk di sebelah pria muda yang tengah tertidur, memandangi Venus yang tidur dengan memiringkan kepala, tampak tenang dan damai. Tangan Luana tiba-tiba tergelitik untuk merapikan ramb
Luana segera berbalik menghadap Kyle dan tersenyum semanis mungkin, menyembunyikan niatnya yang ingin menyelinap pergi untuk menemui Venus. "Kamu janji bakal ngeberesin kekacauan ini, kan, Kyle?" tanya Luana, masih tersenyum manis.Kyle tampak mengerucutkan bibir tipisnya dengan kening berkerut ketika menatap asrama Luana yang porak-poranda, lalu tersenyum lebar saat menatap wajah cemas gadis itu. Mengendikkan bahu, dengan santai dia pun menjawab."Mmm, Oke."Suaranya terdengar riang. Namun, Kata-katanya tak berhenti sampai situ. "Tapi... "Kyle seperti sengaja menggantung kalimatnya, sehingga Luana pun bertanya."Tapi apa, Kyle?""Tapi malem ini lo harus ikut sama gue pulang, ya?" jawabnya, dengan senyum lebar.Luana lagi-lagi tersenyum canggung. Luana tahu itu bukan permintaan meski Kyle berkata dengan nada ringan, tapi perintah yang harus ia taati.Jadi dengan pelan, Luana pun menganggukkan kepala.Senyum Kyle berubah semakin cerah melihat Luana yang menganggukkan kepala, dia p
Mati-matian Luana menahan tubuhnya supaya tidak ambruk ke lantai dan berusaha terlihat setenang mungkin."Yaaahhh, karena lo kayaknya suka gue yang kayak iblis begini, jadi rencananya gue mau bikin dia pisah sama jiwanya sebentar, lalu tubuhnya mau gue lempar dari atap gedung ini. Gimana? Seru, kan, pasti? Jadi gue nggak perlu sakit hati lagi."Kyle yang berada dalam tubuh Theo, mengucapkan semua rencana pembunuhan untuk Venus dengan sangat santai seakan Venus hanyalah seekor lalat saja.Luana tentu saja bergidik ngeri mendengar pengakuannya tersebut.'Jangan bunuh kak Venus, jangan!'Dia berteriak dengan putus asa. "Ky, Kyle... aku ... aku...."Tak sanggup rasanya luana meneruskan ucapan karena tenggorokan terasa kering, jadi ia menelan ludah dan membasahi bibir. Memandang Kyle dengan mata bergetar."Karena lo udah di sini, gimana cara lo ngehentiin gue, Luana? Gimana cara lo bikin gue nggak nyentuh si bajingan itu? Gue mau lihat."Kyle bertanya dengan suara manis, seakan memberi k
Sosok jangkung berkulit putih berlari ke arah Luana dengan terengah-engah, wajahnya menyiratkan kekhawatiran.Dia adalah Vincent, ketua kelas tiga. "Kamu di sini? Kamu baik-baik saja, kan? Lebih baik kamu pergi jauh untuk sementara, Lun. Theo saat ini kehilangan kendali, dia–""Theo di mana sekarang, Vin?"Luana memotong ucapan Vincent dengan terburu, melihat wajah panik gadis itu, Vincent memilih menjawab pertanyaan dari Luana. "Setelah bikin sebagian besar penghuni asrama putri seperti ini, dia melesat lari ke asrama putra, seperti mencari seseorang atau sesuatu entahlah. Akibatnya korban semakin bertambah banyak karena semakin banyak anak yang di sentuh Theo, sebaiknya kamu sembunyi yang jauh sebelum dia juga membuatmu seperti yang lain, Lun!"Wajahnya yang lelah terlihat cemas, Luana mau mengucapkan terima kasih karena telah mencemaskan dirinya tapi tangan Karios lebih dulu menyeret pergi."Mereka siapa? Boleh aku mengantarmu, Lum?"Vincent mengejar langkah kami dan menjajari Lu
Sungguh, Luana benar-benar tak tahu alasan mengapa Kyle melakukan ini semua.Mereka kini bergerak dengan satu tujuan yaitu membuat Kyle sadar kembali. Karena kalau lusa Kyle belum sadar juga, maka Luana pasti akan kehilangan nyawa di tangan Karios, sebelum kedua orang ini akan kehilangan nyawa di tangan ayah Kyle, yaitu tuan Ivander. 'Kyle, aku btahu ini semua balasan atas semua kekasaranku padamu, tapi kumohon, bangunlah.'Luana membatin dengan putus asa. Ia mengepalkan tangan yang basah oleh keringat untuk meredam rasa gugup yang terus membelenggu dirinya seperti rantai. Beberapa saat kemudian sebuah Limosin mengkilap terparkir di depan pintu gerbang rumah mewah itu dan dengan cekatan para bawahan menempatkan tubuh Kyle yang tak sadarkan diri dengan nyaman di sana.Kyle saat ini terbaring tenang dengan selang infus dan alat bantu pernapasan.Wajahnya terlihat sangat damai seperti orang mati."Itu membuat aku merinding, semoga kamu nggak mati, Kyle," bisik Luana dengan tangan basa
"Tolong, Luana. Tolong bangunkan anakku! Bagaimana pun caranya tolong buat dia terbangun kembali sebelum lusa!"Nyonya glory memohon dengan begitu putus asa. Cengkeraman nyonya Glory di lengan Luana sedikit mengeras bersamaan dengan air mata yang mulai jatuh ke pipi cantiknya, wanita itu menekankan untuk membangunkan Kyle lagi sebelum lusa.Luana tidak tahu alasannya apa, tapi sepertinya ini ada hubungannya dengan tuan Ivander yang kabarnya akan pulang dari luar negeri.Nyonya Glory yang terisak-isak tak mampu melanjutkan ucapannya, sehingga posisi berbicara pun digantikan oleh Karios. "Waktu kami hanya sampai besok, kalo sampe kamu nggak bisa bikin tuan muda Kyle sadar kembali, aku ngga bakal ragu lagi buat menyingkirkanmu dari muka bumi ini."Geraman Karios mengirimkan gelombang ketakutan pada Luana. Luana tahu wajahnya saat mengatakan itu tidak main-main, seakan Karios benar-benar bisa dengan mudah melakukan semua itu ...."Tolong lakukan apa pun, Luana. Tolong! Tolong! Kalau sa
Kyle dalam sekejap kembali menjadi seperti mayat hidup. Luana memandang sekeliling dengan panik. Di manakah jiwanya saat ini? Kenapa dia pergi lagi seperti ini? "Kyle, kamu di mana, Kyle? Di mana?!" teriak Luana, meski tak ada jawaban. Tanpa berpikir panjang, segera gadis itu meraih tangan Karios dan menyeretnya ke luar kamar. "Tunjukkan aku jalan ke luar rumah!" ucapnya. Luana pikir, mungkin saja ... mungkin saja jiwa Kyle sekarang berkeliaran di luar seperti saat sebelum luana masuk ke sini tadi. Luana harus menemukan dirinya dan membujuk untuk kembali ke tubuhnya atau nyawanya benar-benar melayang di tangan bodyguard Kyle yang menurut ketika ia seret pergi ini. Di luar rumah, sayangnya tetap tak ia jumpai siapa pun meski Luana terus meneriakkan nama Kyle sampai suaraku serak. Tanda-tanda kehadirannya seakan lenyap. Kyle saat ini tak ada di mana-mana dan Luana tak bisa melihatnya lagi. 'Tidak, ini tidak boleh terjadi! Bagaimana nasibku kalau terus seperti ini? Aku tid