"Itu tidak mungkin."Jeany secara reflek menolak. Membuat suaminya cum dalam 10 menit baginya adalah hal yang sangat mustahil. "Cobalah yang terbaik untuk berhasil, ini adalah kesempatanmu untuk menyelesaikannya untukselamanya. "Ada sedikit tawa dalam kata-kata yang diucapkan Richard, dia seperti tengah mengungkapkan niatnya untuk menggoda Jeany. "Uh huh.""Tetapi jika kamu tidak berhasil dengan tantangan ini, maka mau tidak mau kamu harus melayaniku sepanjang malam sampaikamu tidak bisa berjalan dengan baik."Richard mengeluarkan ancamannya dengan sangat baik. Jeany tahu lebih baik dari siapa pun bahwca kata-kata Richard bukanlah ancamanbkosong; ini bukan pertama kalinya dia terjaga sampai siang hari.Masalahnya adalah, mengingat staminanya yang biasa, sepuluh menit bukanlah waktu yang cukup. Tampaknya tidak mungkin, tetapi Jeany tetap melakukan yang terbaik untuk menggerakkan dan merangsang milik suaminya. Namun sial, semakin dia bergerak, semakin Jeany sendiri lah satu-satun
Pusaka Richard terus memukul pintu masuk Jeany lebih keras tanpa rag-ragu, tangannya menekan perut bagian bawah, memberi tekanan pada kandung kemih sang istri, saat ini Jeany benar-benar seperti sedang sekarat akan kenikmatan yang melingkupi dirinyaSemakin Jeany menahan erangannya, semakin kejam pula siksaan yang dia terima. Richard membengkokkan jari telunjuknya dan dengan lembut mengusap lubang uretra dengan ujung jarinya. Desakan yang tak tertahankan melonjak dalam perut Jeany seperti badai. Jeany merasa seperti akan buang air kecil kapan saja. Oleh karena itu, tanpa sadar, Jeany mengeluarkan suara rintihan."Haaah.""Bagaimana aku harus membuatmu kencing?"Richard bertanya dengan suara menggoda yang manis, sedangkan Jeany segera menggeleng. Malu. "Hm, jangan lakukan itu," tolaknya. "Haruskah aku membuatmu jongkok dan buang air kecil?" goda Richard lagi, dengan senyuman kejam seakan puas jika melihat Jeany yang sampai terkencing kencing di depannya karena berada di puncak keni
"Dasar pria berengsek."Claude mengeluarkan makian sambil berjalan cepat meninggalkan taman rumah Richard. Tadi siang dia kembali lagi ke sini untuk melihat kondisi Jeany yang sedang tampak tak baik-baik saja, memastikan klien sekaligus cinta pertama sahabatnya yang kini sudah meninggal itu tidak dalam bahaya karena menikah dengan pria jahat seperti Dante Richardo. Namun, pemandangan yang dia lihat adalah, bagaimana Jeany yang dimata Claude dipaksa Richard bercinta dengan dirinya di depan jendela. "Aku bersumpah melihat pria gila itu menyeringai puas padaku. Dasar pria berengsek!"Claude masih terus memaki-maki Richard lagi dalam perjalanan keluar rumah Richard. Semenjak dia mengurusi harta warisan Damien, dia memang dibebaskan keluar masuk rumah ini untuk menemui Jeany. "Sudah merebut wanita orang, sekarang memperlakukan wanita itu seenaknya, awas saja, demi Damien, aku tidak akan membiarkan kamu hidup bahagia, Dante Richardo!"Claude yang sangat marah setiap mengingat bagaimana
"Ibu, apa yang ibu katakan? Bukankah ini sebuah ancaman?"Jeany merespon sedikit terlambat perintah dari mertuanya, karena terlalu terkejut. Richard sudah menanti wanti Jeany untuk tidak pernah membukakan pintu untuk nyonya Rosalie selama Richard di luar negeri, Jeany benar-benar mematuhi itu. Richard juga memblokir nomor ibunya di ponsel Jeany, sehingga Jeany bisa tenang tanpa rongrongan wanita itu. Beberapa hari memang berlalu dengan sangat tenang, tapi siapa sangka ketenangan itu akan rusak, saat di hari ke empat Jeany pergi jalan-jalan ke mall dan tanpa sengaja bertemu mertuanya. Sepertinya itu bukan ketidak sengajaan murni, karena Jeany merasa, ibu mertuanya memang sengaja menemuinya di sini. Terlanjur bertatap muka, Jeany merasa tak enak hati untuk menghindar sehingga akhirnya duduk di sini, di salah satu kafe ekslusif mall, berhadapan dengan ibu mertuanya. Jeany berencana hanya duduk sejenak dan pamit, tapi dia benar-benar tak menyangka jika mertuanya langsung men skak Je
"Ayo kita bercerai."Richard, yang pulang dengan penerbangan tercepat demi bertemu istrinya, berhenti sejenak saat membuka bajunya, tapi hanya sesaat.Dia segera melanjutkan, membuka kancing sisa rompinya yang sebagian terbuka. Richard pasti mendengar ucapan Jeany tadi dengan jelas, tapi dia tidak mengatakan apa-apa.Dengan punggung menghadap Jeany, ekspresinya tetap tersembunyi. Jeany dengan gugup menggigit bagian dalam bibirnya. Wanita itu bisa merasakan sedikit darah di dagingnya yang halus.Melontarkan kata 'cerai' dengan santai pada suami yang sudah lama tidak dia temui terasa tidak masuk akal bahkan bagi dirinya sendiri. Mempertimbangkan hal itu, Jeany seharusnya benar-benar bingung, tapi dia tidak bisa melihatperubahan apa pun.Richard, setelah dengan rapi menggantung pakaiannya yang sudah dibuang, berbalik. Jeany bergidik secara refleks saat sepasang mata hitam tajam menatap wajahnya."Apa yang tiba-tiba kamu katakan, Jeany?"Ekspresinya terlihat lelah. Jelas ini bukan sam
Saat Jeany tengah mengingat lagi percakapannya dengan nyonya Rosalie sehingga dia tadi meminta cerai pada Richard dengan mulutnya sendiri, Jeany mendengar langkahkaki di belakangnya. Sebelum dia bisa berbalik, seseorang tiba-tiba duduk disampingnya. Itu adalah Richard. Aroma samar alkohol tercium darinya. Jeany datang ke sini untuk melarikan diri dari suaminya, dan sekarang secara tak terduga bertemu dengan suaminya menyebabkan mata Jeany sedikit melebar."Apakah kamu belum tidur, Rich?"Susah payah, Jeany bertanya. "Apakah kamu menghindariku dengan datang ke sini?" Richard malah balas bertanya. Suaranya tajam, dengan sedikit sarkasme. Penampilan Richard saat ini tampak sedikit acak-acakan,seolah-olah dia terlalu banyak minum. Kancingnya lebih terbuka dari biasanya.Pupilnya melebar dengan lesu. Anehnya, sudut mulutnya cemberut.Pemandangan yang langka, bagi seorang pria yang selalu berpenampilan rapi dan berbicara sopan di depan semua orang. Pengendalian diri yang tajam dan komp
Setelah Richard memuaskan hasratnya pada bibir Jeany untuk beberapa saat, pria itu pun melepaskan bibir istrinya dan menatap tenang tengah mata Jeany.Meski begitu, matanya tajam, seperti pecahan kaca. Dada Jeany naik turun dan napasnya menjadi sesak. Richard masih terus menatapnya sampai napas Jeany stabil, lalu, setelah melihat sang istri sudah bernapas dengan stabil, Richard pun mulai berbicara."Apa yang salah, sampai-sampai begitu aku baru menginjakkan kaki di rumah, kamu langsung meminta cerai?"Richard bergumam dengan suara yang dalam dan pelan, tatapannya begitu dalam sedangkan pipinya sedikit cekung dan alisnya melengkung. Ada sedikit rasa genit di tengah ketidaksenangan."Ah, itu. Itu karena.... "Jeany tidak bisa melanjutkan ucapan. Itu karena Jeany tidak mengerti mengapa Richard membuat ekspresi seperti itu. Dia pikir mungkin Richard melakukan itu karena Jeany telah melukai harga dirinya.Mungkin sulit bagi Richard untuk menerima kenyataan bahwa wanita yang dia tangkap u
Richard mengatakan itu dengan santai, tak memedulikan istrinya yang panik. Tangan Richard yang tadi sempat mengelus perut bagian bawah Jeany kini dengan cepat membukakamisol tipisnya dan menyelinap ke dalam."Jangan Iakukan ini, Rich."Jeany dengan cepat mencoba untuk menutup kakinya, tetapi segera dihentikan olehsebuah tangan yang kuat, yang mencengkeram pahanya erat-erat dan membelah labia-nya dengan jari-jari yang tebal.Belaian Richard malam ini kasar, meluncur keatas dan ke bawah p*ssy Jeany, jelas ada sedikit kemarahan dalam sentuhannya.Itu memalukan, karena Jeany sebenarnya belum siap terlibat secara emosional dalam keintiman seksual dengan Richard malam ini. Namun tetap saja, tubuh Jeany mulai basah.Tubuhnya ini telah dilatih Richard selama hampir tahun, sehingga Richard tahu lebih baik dari siapa pun tentang titik sensitif istrinya. Akibat semua sentuhan Richard, wajah cantik Jeany kinimemerah seperti apel matang."Eh, tunggu, tunggu sebentar... "Jeany berkata deng
Tubuh Jamie adalah satu-satunya tubuh pria yang pernah dia peluk dan akan selamanya menjadi satu-satunya orang yang dipeluk olehnya. Berada di pelukan pria tegap ini selalu nyaman, Lyodra juga merasa begitu tenang dengan aroma harum dari tubuh Jamie yang terus menemani dirinya sejak masa sulit sampai sekarang. Jadi, setelah berhasil memeluknya lagi, sungguh sangat disayangkan kalau langsung melepaskannya begitu saja, kan? "Terus?" Jamie bertanya lagi, kali ini sambil membenahi rambut Lyodra yang jatuh menutupi pipi gadis itu, lalu menyelipkan nya ke belakang telinga. Sikap yang sangat manis, membuat jantung Lyodra berdebar kencang. "Hati aku. Sakit banget," keluh Lyodra dengan bibir cemberut dan suara manja, masih memeluk Jamie meski sedikit melonggarkan pelukan sehingga bisa menatap wajah tampan Jamie. "Kenapa?" Jamie bertanya dengan suara lembut, yang membuat Lyodra menghela napas panjang dan mengeratkan pelukan. "Om, peluknya lamaan dikit, ya? Kan aku masih sak
"Ahhh, benarkah dia sudah punya pacar?" Lyodra llemas bukan main setelah mendengar gosip tentang Jamie yang dilontarkan Luna saat makan siang tadi. "Jamie sudah berciuman sama cewek bernama Shane itu, apa artinya mereka akan pacaran?" gumam Lyodra dengan wajah murung. Padahal dia baru saja bersuka cita karena perlakuan Jamie pagi ini, tapi sekarang... setelah diangkat tinggi-tinggi seperti itu, dia tiba-tiba seperti dihempaskan ke bumi begitu saja. Sakit. "Secantik apa sih cewek yang namanya nona Shane itu? Sampe bisa menggelayut manja di lengan Jamie?" gerutu Lyodra yang merasa cemburu hanya dengan mendengar ceritanya. Dia tak terima ada gadis yang dekat dengan Jamie, meski pada kenyataannya, dia sendiri bukan siapa-siapa Jamie. "Ahhh, aku nggak terima!" Lyodra yang diserang rasa cemburu yang menggila, mulai men stalking semua hal tentang Nathalie Shane, mulai dari tempat sekolah dan tempat kerjanya sekarang. "Haaaah?? Dia saingankuu??!" Setelah melihat semua ha
Saat Lyodra sedang sibuk memikirkan apakah dia harus menggoda Jamie dan menabrak tembok besi antara dia dan Jamie, Ervyl, si biang gosip mulai melontarkan sesuatu yang membuat semua orang yang ada di meja makan itu terkejut. "Eh, aku tiba-tiba kepikiran loh sejak kemarin, bos kita akhir-akhir ini penampilannya agak beda ya nggak sih? Apa diam-diam di kantor ini ada yang disukai sama si bos?" Suasana mendadak hening mendengar ucapan Ervyl, Andin yang sedang mengunyah makanannya bahkan menghentikan kunyahan. "Jangan bercanda." "Itu nggak mungkin, 'kan?" Andin menyahut, menatap teman-temannya meminta kepastian, sedang Lyodra yang diam-diam tertarik dengan fakta itu, menyimak obrolan dengan semangat. "Eh, serius, deh. Masa kalian nggak merhatiin sih kalo dia itu setiap hari selalu lebih cakep dari hari kemarin?" sahut Ervyl yang masih kukuh pada pendirian kalau sepertinya bos mereka berubah akhir-akhir ini. "Yaelah, Ryl. Dari dulu kali bos kita makin hari makin tampan, kay
Namun, tentu saja tak ada respon atas pertanyaan Jamie tersebut karena Lyodra benar-benar sudah tertidur lelap. "Ya ampun, Lyodra. Gimana bisa ada cewek yang begitu ceroboh kayak kamu," ucapnya. Geleng-geleng kepala. Jamie pun memelankan laju mobil, lalu dengan satu tangan, dia menutupi badan depan Lyodra dengan jas miliknya. "Dasar." Dia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat gadis itu yang kini benar-benar terlelap dalam tidurnya tersebut. Jamie yang melajukan mobilnya dan kini sudah sampai di rumahnya, dengan hati-hati mengangkat tubuh Lyodra yang sedang tertidur tersebut dan membawanya ke salah satu kamar yang ada di sana. "Lyodra?" Panggilan Jamie tak mendapat jawaban. Kini Lyodra sudah dia baringkan di ranjang kamarnya, gadis itu tidur dengan sangat nyenyak. Jamie yang berdiri di dekat ranjang menatap gadis yang sedang tertidur dengan wajah damai tersebut seraya menarik napas panjang. "Gadis bodoh," ucapnya pelan. Bisa-bisanya saat sedang bekerja dia malah t
Kini Lyodra sadar sepenuhnya kenapa para karyawan perempuan di kantor Jamie selalu diam-diam histeris tiap kali bertemu bos mereka ini. Pria ini... punya segalanya. Karisma, suara, sikap dingin tapi hangat. Dan tentu saja, pesona yang bahkan bisa membakar siapa pun hanya dengan duduk diam seperti sekarang. "Kenapa memangnya dengan leher dan tulang selangkaku?" tanya Jamie dengan santai, nadanya seperti biasa: tenang, tapi tajam. Seolah dia tahu bahwa tubuhnya adalah godaan terbesar Lyodra. Lyodra menggigit bibir bawah sebelum menjawab pertanyaan bos-nya tersebut. Matanya sempat ingin menatap, tapi cepat-cepat ia alihkan. Keduanya saling pandang beberapa detik—terlalu lama, terlalu sunyi—sebelum Lyodra pura-pura fokus ke jalan lagi. Pura-pura sibuk mengemudi, padahal mobil yang mereka tumpangi adalah mobil pintar. Mobil itu bisa mengemudi sendiri—tapi hati Lyodra? Itu rusak, sejak lama, karena Jamie. Lyodra berdeham satu kali dan menjawab dengan gagap. "Gara-gara lihat it
Jamie sendiri merasa puas dengan kepatuhan Lyodra, bagaimana pun juga dia sangat khawatir jika gadis kecil itu minum dan berakhir mabuk, karena Luke pasti akan memarahinya. Tapi yang lebih jujur, Jamie hanya tak rela ada yang melihat Lyodra kehilangan kontrol—dia ingin gadis itu selalu dalam lindungannya. Pesta berjalan dengan lancar, Jamie yang merasa kasihan jika Lyodra menemani dirinya terlalu larut malam akhirnya memutuskan untuk mengajak Lyodra untuk pulang lebih awal. "Langsung antar saja ke tempat tinggalku," perintah Jamie yang duduk di samping Lyodra yang sedang duduk di balik kemudi, seraya menarik turun dasi yang dia pakai dan membuka kancing baju yang mencekik leher. Penampilannya berubah menjadi kasual, tapi anehnya terlihat seksi. Terlalu seksi. "Baik, Tuan," jawab Lyodra lalu segera memfokuskan pandangan ke depan karena tidak mau terpergok telah terpesona beberapa detik dengan penampilan bos-nya tersebut. Dia akui, meski image-nya terkenal sebagai pria yang
Setelah seminggu bekerja, Jamie mulai menyesuaikan diri dengan ritme baru. Bekerja dengan Lyodra, meski masih dalam tahap awal, terasa lebih mudah. Keputusan-keputusan kecil yang ia buat untuk melibatkan Lyodra dalam banyak hal—meski tidak selalu diungkapkan dengan kata-kata—terasa seperti pengakuan tak langsung. Jam kerja hampir berakhir, dan Lyodra menyiapkan laporan terakhir untuk Jamie. Namun, ketika ia menyerahkan dokumen yang sudah disiapkan, Jamie berhenti sejenak menatapnya. “Lyodra,” panggilnya, suaranya lebih lembut dari biasanya. “Ya, Tuan?” Jamie menatapnya, dengan sedikit keraguan di matanya. “Kerja kamu sangat baik. Terima kasih.” Lyodra terkejut, dan senyumnya merekah. “Terima kasih, Tuan Jamie. Itu berarti banyak.” Jamie menatapnya, dan untuk sesaat, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapannya. Sebuah kehangatan yang tak biasa. “Mungkin kamu memang punya potensi lebih dari yang aku kira.” Lyodra hanya bisa tersenyum, meski hatinya berdebar. Lyodra
“Laporan meeting pagi sudah saya susun sesuai format yang biasa Anda gunakan tiga tahun lalu, dan ini data terbaru dari divisi pemasaran. Saya juga siapkan jadwal Anda hari ini, lengkap dengan catatan kecil untuk setiap klien, termasuk preferensi kopi mereka.” Lyodra menyampaikan laporan dengan fasih. Jamie hanya menatap Lyodra selama beberapa detik. Sorot matanya sulit ditebak. Diam. Dingin seperti biasa. Tapi bukan itu yang membuat Lyodra gugup—melainkan kenyataan bahwa ia akhirnya berdiri di hadapan pria itu, bukan sebagai gadis kecil yang dulu, tapi sebagai sekretaris pribadi yang ia harap bisa diandalkan. Luke bersandar ke dinding, mengangkat jempol diam-diam. “Gila. Hari kedua dan semuanya sudah sangat rapi," gumamnya pelan. Luke merasa sangat bangga karena hasil didikannya ternyata luar biasa. Jamie akhirnya bicara. “Bagus. Terus pertahankan seperti ini, Lyodra.” Satu kalimat. Pendek. Tapi cukup membuat Lyodra nyaris menangis bahagia. Ia menunduk sedikit,
Sore itu, langit Jakarta mulai berubah jingga. Di dalam taksi menuju kantor pusat JC Corporation, Lyodra tak bisa menyembunyikan kegugupannya. Jari-jarinya terus bermain dengan ujung blazer putihnya, sesekali ia menatap bayangannya sendiri di jendela. “Hari ini... aku akan bertemu dia lagi,” gumam Lyodra, suaranya nyaris seperti bisikan. Ingatan itu datang seperti gelombang. Tentang seorang pria muda berjas hitam, dengan tatapan dingin namun tangan yang hangat menyelamatkannya dari mimpi buruk masa lalu. Pria yang ia sebut cinta pertamanya. Pria yang selalu hadir dalam doanya selama bertahun-tahun. Jamie. Taksi berhenti di depan gedung tinggi menjulang dengan logo 'JC Corp' yang elegan dan dingin. Lyodra menatap ke atas, meneguk napas dalam-dalam, lalu tersenyum kecil. “Aku sudah dewasa, Jamie. Aku datang bukan sebagai gadis kecil yang dulu kamu selamatkan, tapi sebagai wanita yang ingin kamu lihat. Yang ingin kamu banggakan.” Setelah menyelesaikan registrasi masuk dan men