Richard mengatakan itu dengan santai, tak memedulikan istrinya yang panik. Tangan Richard yang tadi sempat mengelus perut bagian bawah Jeany kini dengan cepat membukakamisol tipisnya dan menyelinap ke dalam."Jangan Iakukan ini, Rich."Jeany dengan cepat mencoba untuk menutup kakinya, tetapi segera dihentikan olehsebuah tangan yang kuat, yang mencengkeram pahanya erat-erat dan membelah labia-nya dengan jari-jari yang tebal.Belaian Richard malam ini kasar, meluncur keatas dan ke bawah p*ssy Jeany, jelas ada sedikit kemarahan dalam sentuhannya.Itu memalukan, karena Jeany sebenarnya belum siap terlibat secara emosional dalam keintiman seksual dengan Richard malam ini. Namun tetap saja, tubuh Jeany mulai basah.Tubuhnya ini telah dilatih Richard selama hampir tahun, sehingga Richard tahu lebih baik dari siapa pun tentang titik sensitif istrinya. Akibat semua sentuhan Richard, wajah cantik Jeany kinimemerah seperti apel matang."Eh, tunggu, tunggu sebentar... "Jeany berkata deng
Organ yang besar dan mengancam itu menghantam vagina Jeany dengan satu dorongan cepat. Dia mengencangkan pinggulnya. Saat Richard masuk tanpa ampun, erangan menjerit keluar dari mulut Jeany saat Richard menembus jauh ke dalam. "Hmph, ha-ha."Pilar Richard sangat besar, hampir sebesar lengan Jeany. Rasanya seperti senjata.Jeany merasa kesulitan menerimanya, dan Richard tahu itu, jadi mereka selalu bercinta dengannya di tengah jalan. Tapi kali ini berbeda, Richard mendorong pusakanya masuksepenuhnya, dan seolah-olah itu bukan cukup, dia dengan kuat mendorong pinggulnya."Ah, hah! Hah!!"Mengabaikan erangan keras Jeany, Richard mencengkeram pantat istrinya, meremasnya erat-erat, dan berulang kali masuk dan keluar dari dirinya, lapisan v*gina Jeany mendorong masuk dan keluar seiring dengan gerakannya."Haang, ha, ha, hentikan...!"Jeany memohon sambil memutar tubuhnya. P*ssy-nya diregangkan begitu kencang hingga dia mengira akan robek. Tekanan di perut bagian bawahnya yang membengkak
"Rich...."Jeany memandang suaminya dengan tatapan memohon yang begitu memelas, biasanya cara ini berhasil meluluhkan Richard, tapi kali ini semua itu tak berguna sekarang. Richard sama sekali tak tergoyahkan. Sepertinya kata-kata bosan benar-benar melukai harga diri seorang Dante Richardo. "Berpose seperti kucing. Jadi aku bisa melihat lubang nafsumu."Richard tidak menunjukkan tanda-tanda mundur.. Ekspresinya tegas seakan-akan tak ada yang bisa membuat dia berubah pikiran. Richard bahkan meminta Jeany untuk berpose seperti kucing. Harapan samar yang Jeany pegang telah hancur saat melihat ekspresi suaminya. Jeany akhirnya tidak punya pilihan lain selain melepas gaunnya yang basah kuyup oleh cairan tubuh. Dia juga dengan patuh menggerakkan tubuh telanjangnya dan mengambil pose seperti kucing, terhuyung-huyung dengan goyah.Jeany sangat paham bagaimana jika Richard sedang marah. Menentang dirinya hanya akan membuat Richard semakin menggila, jadi saat ini pilihan yang tepat adalah m
"Haaah, sebenarnya apa alasannya?"Richard terus berkubang dalam ketidak mengertian atas tindakan Jeany hari ini. Permintaan Jeany untuk bercerai masih merupakan kejutan besar bagi Richard. Dia tidakpernah menyangka akan ada keretakan dalam kehidupan pernikahan mereka.Di mana letak kesalahannya? Bisakah dia memperbaikinya? Rasa cemas yang tidak dapat dijelaskan menjalar ke tulang punggung dan seluruh tubuh Richard. "Sial. Kenapa sekarang semuanya menjadi serba rumit?"Richard mencuci wajahnya hingga kering dan mengingat kejadian tadi malam. Desahan pelan keluar dari bibirnya. Dia tidak bermaksud bersikap kasar.Kemarin, dia benar-benar setengah gila. Dia pulang seperti orang dikejar setan demi bertemu istrinya, tapi begitu sampai rumah, Jeany langsung mengajukan perceraian.Belum hilang keterkejutan, Jeany juga menyebutkan rasa bosan sebagai alasan. Hal itu langsung membuat Richard menjadi gila. Keinginan yang tidak terpenuhi yang terakumulasi selama dia tinggal di luar negri, dit
"Saya rasanya mengerti tuan besar. Dengan meninggalkan Anda di sini, betapa kesepiannya dia di luar negeri," ucap Mayes tiba-tiba, mencoba meredakan kecanggungan dengan memuji hubungan pernikahan Jeany dan Richard. Namun, karena suasana hati Jeany yang tidak baik sejak Richard meninggalkan dirinya begitu saja, Jeany bertanya dengan tajam. "Apakah kamu sedang mengejekku saat ini, Mayes?""TIDAK! Beraninya saya mengejek Anda, Nyonya? Jika saya membuatmu kesal, saya minta maaf."Mayes yang melihat respon mengejutkan Jeany, segera buru-buru minta maaf. Melihat ekspresi Jeany yang mengintimidasi, Mayes segera melambaikan tangannya ke udara sambil menundukkan kepalanya. Menanggapi penampilan Mayes yang menggemaskan, Jeany akhirnya ntidak bisa menahan senyum lembutnya. Dia sadar bahwa tidak sepantasnya melampiaskan rasa frustasi ke orang yang tak bersangkutan. Saat melihat Jeany tersenyum, Mayes segera menghela nafas lega."Saya pikir Anda marah, Nyonya.""Tentu saja tidak, Mayes."Jean
Richard sebenarnya tidak berencana pergi lama. Dia hanya berniat pergi menemui Kyle untuk mengurus masalah Claude dan kembali pulang untuk bertemu Jeany dan berbicara dengan kepala dingin. Namun, seakan-akan semesta bahkan tak berpihak padanya, penyelidikan tentang ancaman Claude memakan waktu yang sangat lama. Richard menemukan banyak fakta lain dari tuduhan dan ancaman Claude, kasus ini ternyata tak semudah yang dia kira. Meski begitu, ada satu fakta penting yang membuat Richard setidaknya bernapas lega, yaitu fakta bahwa Claude belum memberitahu Jeany tentang tuduhannya pada Richard ini. Richard hanya perlu mengulur waktu beberapa saat untuk menangkap Claude dan juga orang-orang yang bekerja sama dengan pria itu untuk menghancurkan dirinya. "Ada kemungkinan itu adalah orang terdekat Anda, Tuan. Mengingat bagaimana dia sepertinya sangat tahu semua hal tentang Anda," ucap Kyle berspekulasi. Richard diam saja tapi dalam hati dia sepakat dengan spekulasi Kyle. Hanya saja untuk sa
"Dia pergi tanpa sepatah kata pun? Kenapa dia tidak menghubungiku?"Suara Richard meninggi. Ethan, yang mengamati suasana hati tuannya, memperhatikan dengan cermat sebelum nanti memilih menjawab dengan hati-hati. Buket yang dipegang Richard seketika terlepas dari tangannya dan jatuh ke lantai dengan sedih. Niat Richard untuk meminta maaf dan memperbaiki hubungan mereka sudah hancur berkeping-keping sekarang saat mengetahui fakta bahwa Jeany telah pergi. "KENAPA TIDAK ADA YANG MEMBERITAHUKU KALAU DIA PERGI?!"Saat Richard meninggikan suaranya pada Ethan dan menginterogasi pria itu bagaimana istrinya bisa pergi dari rumah dan tak ada yang melaporkan padanya, sebuah suara menyela."Apa yang bisa kamu lakukan untuk menghentikannya, kalau dia sendiri yang bertekad untuk pergi?"Itu adalah suara nyonya Rosalie, ibunya."Ibu, kenapa kamu.... "Richard memandang ke arah nyonya Rosalie dengan bingung, heran kenapa sang ibu ada di rumahnya pada jam segini. "Karena nyonya rumah ini sudah per
Saat itu bukan musim hujan, tapi hujan terus turun sejak Jeany kembali ke kampung halaman.Untungnya menjelang tengah hari, hujan akhirnya berhenti.Jeany membuka tirai dan membuka jendela. Udara segar setelah hujan meresap ke dalam lubang hidungnya. Awan telah cerah dan langit cerah karenasinar matahari. Itu adalah hari tercerah yang pernah dilihatnya.Merasa terkurung di dalam kamarnya sepanjang hari, Jeany memutuskan untuk berjalan jalan.Ini sudah seminggu sejak dia pulang ke rumah lamanya. Rumah yang dia miliki sebelum sang ibu menikah dengan orang-tua Damien. Rumah itu tidak begitu jauh dari rumah sang bibi yang beberapa waktu lalu dia gunakan untuk menginap saat melarikan diri dari Richard. Rumah yang sekarang dia tinggali cukup kecil, tapi Jeany merasakan ketenangan saat tinggal di sini, satu-satunya tempat yang merupakan miliknya secara pribadi tanpa ada campuran milik siapa pun. Claude, pengacara Damien sudah berkali-kali menawarkan kepada Jeany untuk menempati rumah D
Tubuh Jamie adalah satu-satunya tubuh pria yang pernah dia peluk dan akan selamanya menjadi satu-satunya orang yang dipeluk olehnya. Berada di pelukan pria tegap ini selalu nyaman, Lyodra juga merasa begitu tenang dengan aroma harum dari tubuh Jamie yang terus menemani dirinya sejak masa sulit sampai sekarang. Jadi, setelah berhasil memeluknya lagi, sungguh sangat disayangkan kalau langsung melepaskannya begitu saja, kan? "Terus?" Jamie bertanya lagi, kali ini sambil membenahi rambut Lyodra yang jatuh menutupi pipi gadis itu, lalu menyelipkan nya ke belakang telinga. Sikap yang sangat manis, membuat jantung Lyodra berdebar kencang. "Hati aku. Sakit banget," keluh Lyodra dengan bibir cemberut dan suara manja, masih memeluk Jamie meski sedikit melonggarkan pelukan sehingga bisa menatap wajah tampan Jamie. "Kenapa?" Jamie bertanya dengan suara lembut, yang membuat Lyodra menghela napas panjang dan mengeratkan pelukan. "Om, peluknya lamaan dikit, ya? Kan aku masih sak
"Ahhh, benarkah dia sudah punya pacar?" Lyodra llemas bukan main setelah mendengar gosip tentang Jamie yang dilontarkan Luna saat makan siang tadi. "Jamie sudah berciuman sama cewek bernama Shane itu, apa artinya mereka akan pacaran?" gumam Lyodra dengan wajah murung. Padahal dia baru saja bersuka cita karena perlakuan Jamie pagi ini, tapi sekarang... setelah diangkat tinggi-tinggi seperti itu, dia tiba-tiba seperti dihempaskan ke bumi begitu saja. Sakit. "Secantik apa sih cewek yang namanya nona Shane itu? Sampe bisa menggelayut manja di lengan Jamie?" gerutu Lyodra yang merasa cemburu hanya dengan mendengar ceritanya. Dia tak terima ada gadis yang dekat dengan Jamie, meski pada kenyataannya, dia sendiri bukan siapa-siapa Jamie. "Ahhh, aku nggak terima!" Lyodra yang diserang rasa cemburu yang menggila, mulai men stalking semua hal tentang Nathalie Shane, mulai dari tempat sekolah dan tempat kerjanya sekarang. "Haaaah?? Dia saingankuu??!" Setelah melihat semua ha
Saat Lyodra sedang sibuk memikirkan apakah dia harus menggoda Jamie dan menabrak tembok besi antara dia dan Jamie, Ervyl, si biang gosip mulai melontarkan sesuatu yang membuat semua orang yang ada di meja makan itu terkejut. "Eh, aku tiba-tiba kepikiran loh sejak kemarin, bos kita akhir-akhir ini penampilannya agak beda ya nggak sih? Apa diam-diam di kantor ini ada yang disukai sama si bos?" Suasana mendadak hening mendengar ucapan Ervyl, Andin yang sedang mengunyah makanannya bahkan menghentikan kunyahan. "Jangan bercanda." "Itu nggak mungkin, 'kan?" Andin menyahut, menatap teman-temannya meminta kepastian, sedang Lyodra yang diam-diam tertarik dengan fakta itu, menyimak obrolan dengan semangat. "Eh, serius, deh. Masa kalian nggak merhatiin sih kalo dia itu setiap hari selalu lebih cakep dari hari kemarin?" sahut Ervyl yang masih kukuh pada pendirian kalau sepertinya bos mereka berubah akhir-akhir ini. "Yaelah, Ryl. Dari dulu kali bos kita makin hari makin tampan, kay
Namun, tentu saja tak ada respon atas pertanyaan Jamie tersebut karena Lyodra benar-benar sudah tertidur lelap. "Ya ampun, Lyodra. Gimana bisa ada cewek yang begitu ceroboh kayak kamu," ucapnya. Geleng-geleng kepala. Jamie pun memelankan laju mobil, lalu dengan satu tangan, dia menutupi badan depan Lyodra dengan jas miliknya. "Dasar." Dia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat gadis itu yang kini benar-benar terlelap dalam tidurnya tersebut. Jamie yang melajukan mobilnya dan kini sudah sampai di rumahnya, dengan hati-hati mengangkat tubuh Lyodra yang sedang tertidur tersebut dan membawanya ke salah satu kamar yang ada di sana. "Lyodra?" Panggilan Jamie tak mendapat jawaban. Kini Lyodra sudah dia baringkan di ranjang kamarnya, gadis itu tidur dengan sangat nyenyak. Jamie yang berdiri di dekat ranjang menatap gadis yang sedang tertidur dengan wajah damai tersebut seraya menarik napas panjang. "Gadis bodoh," ucapnya pelan. Bisa-bisanya saat sedang bekerja dia malah t
Kini Lyodra sadar sepenuhnya kenapa para karyawan perempuan di kantor Jamie selalu diam-diam histeris tiap kali bertemu bos mereka ini. Pria ini... punya segalanya. Karisma, suara, sikap dingin tapi hangat. Dan tentu saja, pesona yang bahkan bisa membakar siapa pun hanya dengan duduk diam seperti sekarang. "Kenapa memangnya dengan leher dan tulang selangkaku?" tanya Jamie dengan santai, nadanya seperti biasa: tenang, tapi tajam. Seolah dia tahu bahwa tubuhnya adalah godaan terbesar Lyodra. Lyodra menggigit bibir bawah sebelum menjawab pertanyaan bos-nya tersebut. Matanya sempat ingin menatap, tapi cepat-cepat ia alihkan. Keduanya saling pandang beberapa detik—terlalu lama, terlalu sunyi—sebelum Lyodra pura-pura fokus ke jalan lagi. Pura-pura sibuk mengemudi, padahal mobil yang mereka tumpangi adalah mobil pintar. Mobil itu bisa mengemudi sendiri—tapi hati Lyodra? Itu rusak, sejak lama, karena Jamie. Lyodra berdeham satu kali dan menjawab dengan gagap. "Gara-gara lihat it
Jamie sendiri merasa puas dengan kepatuhan Lyodra, bagaimana pun juga dia sangat khawatir jika gadis kecil itu minum dan berakhir mabuk, karena Luke pasti akan memarahinya. Tapi yang lebih jujur, Jamie hanya tak rela ada yang melihat Lyodra kehilangan kontrol—dia ingin gadis itu selalu dalam lindungannya. Pesta berjalan dengan lancar, Jamie yang merasa kasihan jika Lyodra menemani dirinya terlalu larut malam akhirnya memutuskan untuk mengajak Lyodra untuk pulang lebih awal. "Langsung antar saja ke tempat tinggalku," perintah Jamie yang duduk di samping Lyodra yang sedang duduk di balik kemudi, seraya menarik turun dasi yang dia pakai dan membuka kancing baju yang mencekik leher. Penampilannya berubah menjadi kasual, tapi anehnya terlihat seksi. Terlalu seksi. "Baik, Tuan," jawab Lyodra lalu segera memfokuskan pandangan ke depan karena tidak mau terpergok telah terpesona beberapa detik dengan penampilan bos-nya tersebut. Dia akui, meski image-nya terkenal sebagai pria yang
Setelah seminggu bekerja, Jamie mulai menyesuaikan diri dengan ritme baru. Bekerja dengan Lyodra, meski masih dalam tahap awal, terasa lebih mudah. Keputusan-keputusan kecil yang ia buat untuk melibatkan Lyodra dalam banyak hal—meski tidak selalu diungkapkan dengan kata-kata—terasa seperti pengakuan tak langsung. Jam kerja hampir berakhir, dan Lyodra menyiapkan laporan terakhir untuk Jamie. Namun, ketika ia menyerahkan dokumen yang sudah disiapkan, Jamie berhenti sejenak menatapnya. “Lyodra,” panggilnya, suaranya lebih lembut dari biasanya. “Ya, Tuan?” Jamie menatapnya, dengan sedikit keraguan di matanya. “Kerja kamu sangat baik. Terima kasih.” Lyodra terkejut, dan senyumnya merekah. “Terima kasih, Tuan Jamie. Itu berarti banyak.” Jamie menatapnya, dan untuk sesaat, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapannya. Sebuah kehangatan yang tak biasa. “Mungkin kamu memang punya potensi lebih dari yang aku kira.” Lyodra hanya bisa tersenyum, meski hatinya berdebar. Lyodra
“Laporan meeting pagi sudah saya susun sesuai format yang biasa Anda gunakan tiga tahun lalu, dan ini data terbaru dari divisi pemasaran. Saya juga siapkan jadwal Anda hari ini, lengkap dengan catatan kecil untuk setiap klien, termasuk preferensi kopi mereka.” Lyodra menyampaikan laporan dengan fasih. Jamie hanya menatap Lyodra selama beberapa detik. Sorot matanya sulit ditebak. Diam. Dingin seperti biasa. Tapi bukan itu yang membuat Lyodra gugup—melainkan kenyataan bahwa ia akhirnya berdiri di hadapan pria itu, bukan sebagai gadis kecil yang dulu, tapi sebagai sekretaris pribadi yang ia harap bisa diandalkan. Luke bersandar ke dinding, mengangkat jempol diam-diam. “Gila. Hari kedua dan semuanya sudah sangat rapi," gumamnya pelan. Luke merasa sangat bangga karena hasil didikannya ternyata luar biasa. Jamie akhirnya bicara. “Bagus. Terus pertahankan seperti ini, Lyodra.” Satu kalimat. Pendek. Tapi cukup membuat Lyodra nyaris menangis bahagia. Ia menunduk sedikit,
Sore itu, langit Jakarta mulai berubah jingga. Di dalam taksi menuju kantor pusat JC Corporation, Lyodra tak bisa menyembunyikan kegugupannya. Jari-jarinya terus bermain dengan ujung blazer putihnya, sesekali ia menatap bayangannya sendiri di jendela. “Hari ini... aku akan bertemu dia lagi,” gumam Lyodra, suaranya nyaris seperti bisikan. Ingatan itu datang seperti gelombang. Tentang seorang pria muda berjas hitam, dengan tatapan dingin namun tangan yang hangat menyelamatkannya dari mimpi buruk masa lalu. Pria yang ia sebut cinta pertamanya. Pria yang selalu hadir dalam doanya selama bertahun-tahun. Jamie. Taksi berhenti di depan gedung tinggi menjulang dengan logo 'JC Corp' yang elegan dan dingin. Lyodra menatap ke atas, meneguk napas dalam-dalam, lalu tersenyum kecil. “Aku sudah dewasa, Jamie. Aku datang bukan sebagai gadis kecil yang dulu kamu selamatkan, tapi sebagai wanita yang ingin kamu lihat. Yang ingin kamu banggakan.” Setelah menyelesaikan registrasi masuk dan men