Semalaman setelah Isabella dibawa keluarganya, Galih merasa ada yang hilang dari hidupnya. Ia merasa Isabella menjauh darinya."Apa aku berlebihan? Bagaimana jika kecurigaan ayah soal Isabella dan Guntur benar adanya? Akan tetapi Guntur juga belum sadarkan diri, aku tidak bisa memastikan semua itu."Bersamaan pada hari itu, Aziya telah sadarkan diri. Ayah dan ibu Galih menjenguknya dan membawa Aziya pulang ke rumah mereka untuk perawatan di rumah.Dokter mengatakan Aziya mengalami retak tulang di pahanya akan tetapi tidak fatal sehingga tidak membutuhkan operasi. Akan tetapi Aziya tidak boleh berjalan melainkan harus di atas kursi roda. Ia membutuhkan bantuan untuk bisa beraktivitas.Orang tua Galih setuju untuk merawat Aziya sampai pulih dan memberikan perawat khusus untuknya."Jangan sungkan, kami bertanggung jawab untuk semua keperluanmu sampai kamu benar-benar sembuh dan bisa bekerja kembali," kata Pak Gala pada Aziya disambut anggukan ramah sang istri.Aziya tak bisa menolak, ka
Wanita itu sedikit tersenyum saat mengenang bagaimana Humaira dengan percaya dirinya mau bekerja menggantikan posisi Aziya bersih-bersih di perusahaan.Gadis kecil itu tidak tahu apakah gadis dibawah umur bisa bekerja di sebuah perusahaan ataukah tidak.Mereka dilindungi hukum untuk tidak mendapatkan ekploitasi dari siapapun. Apakah yang akan terjadi kalau Humaira diijinkan untuk bekerja?Kompensasinya pastilah tidak akan setimpal untuk perusahaan besar sekelas perusahaan mereka."Dia mau bekerja di perusahaan, tapi kami bingung apakah gajinya bakal setimpal setelah itu he hehe," cicit wanita itu sedikit terkekeh. Binar wajahnya menunjukkan kejadian lucu pada waktu itu.Aziya tersenyum, Humaira pasti bersikap seperti pahlawan, menunjukkan betapa murninya bocah ini."Lalu kami tidak menolak dengan syarat dia harus bersekolah di sekitar sini. Dia harus belajar, lalu membantuku memasak di dapur atau apapun yang dia mau lakukan," terangnya.Aziya makin tak percaya, bahwa Humaira justru me
Suasana menjadi sangat canggung dan menegangkan. Aziya sempat melihat kedua wajah orang tua Galih yang tidak terpengaruh dengan kemarahan anaknya.'Apakah suasana ini sudah sering terjadi?' batin Aziya yang tidak mengerti harus melakukan apa, ia tidak mungkin ikut campur dalam perdebatan ibu dan anak itu. Akan tetapi ia bisa melihat kalau kedua orang tua Galih tidak merestui hubungan mereka.Galih bangkit sebelum selesai menghabiskan makanannya. Sesaat sorot matanya sempat menghujam Aziya sebelum pergi seolah hendak meluapkan kemarahan kepadanya.Merasa tidak nyaman dengan situasi tersebut maka Aziya pun berkata, "Pak, Bu, sebaiknya saya dan Humaira tidak perlu tinggal di rumah ini. Saya sungguh tidak ingin merepotkan keluarga ini. Benar kata Pak Galih, saya cuma beban di sini, dan posisi saya tidak baik karena telah merepotkan seolah-olah bantuan pengobatan itu tidak mencukupi bagi saya," kata Aziya kemudian setelah Galih benar-benar pergi."Itu tidak benar, kamu harus pulih seperti
Aziya benar-benar tak mengerti apa yang diharapkan pria ini. Ia sudah setuju untuk pergi, tapi kenapa malah masih mau bicara? Apalagi yang harus dibicarakan?"Apa sih maumu?!" kali ini Aziya berwajah garang karena sikap plin-plan Galih yang tidak bisa dimengerti."Mauku?" Galih malah bingung, apa sih maunya sebenarnya. Bukankah ia cuma takut akan sesuatu? Ia takut kehilangan Aziya dan tidak bisa membalas dendam."Kau tidak bisa pergi sebelum Guntur siuman, kau tidak bisa datang dan pergi semau kamu seolah -olah aku memberikan hak spesial buatmu. Akan tetapi lebih tepatnya kita punya kontrak kerja yang sudah kamu tandatangani. Aku akan mendenda kamu dengan jumlah besar jika kamu melanggar perjanjian," katanya kemudian mencari alasan."Kapan aku tanda tangan kontrak semacam itu dan kenapa aku harus setuju?! Itu samasekali bukan urusanku sehingga harus menunggu saudara lelakimu atau siapapun sadarkan diri," kata Aziya sambil menepis tangan Galih sangat kuat sehingga Galih merasa kesakita
"Ah benar juga, aku terlalu ceroboh mempekerjakan orang seperti kamu ya? Hmm, sebenarnya kau bisa bekerja juga kok, aku bisa memberimu pekerjaan yang layak.""Benarkah? Apa itu?""Tenang saja, kebetulan aku memang butuh bantuan. Kau bisa bekerja mulai besok."Belum sempat Aziya bertanya lebih lanjut, tiba-tiba pria itu mendesak ke arahnya, mengambil buku tepat di sampingnya. Aziya bergeser kepayahan, tapi pria itu malah mengendus di sisi telinganya."Bau kamu kayak kembang seruni, apa nggak bisa ganti sama parfum yang lebih bagus?" kritiknya saat itu.Lagi-lagi Aziya ingin marah. Ejekan Galih sudah keterlaluan. Siapa yang tidak tahu bunga seruni? Orang Jawa di daerahnya bilang jenis bunga ini biasa disebut dengan nama bunga 'telekan' yang artinya adalah bunga kotoran. Itu karena baunya yang sangat menyengat dan tidak enak. Bagaimana bisa parfum yang dipakainya bisa berbau seruni?"Kau mengejekku?!" geram Aziya. Ia bahkan lupa untuk bersopan santun lagi dengan atasannya ini. Dia sudah
Bagaimanapun Aziya sadar, ia tak seharusnya menyesali takdir kehilangan bayinya, apalagi itu adalah sebuah kecelakaan. Hanya saja selama ini seolah Galih masih memandangnya rendah dan berusaha menekan hidupnya meskipun ia juga sudah kehilangan sesuatu yang sangat berharga baginya. Ia masih dipersalahkan atas suatu kejadian yang bahkan tidak pernah ia lakukan."Ini tidak adil. Kalau aku memang melakukan kesalahan di masa lalu, bukankah seharusnya ini impas? Kenapa aku harus menanggung semuanya sampai saat ini?" geram Aziya dan iapun mengambil laporan medis tersebut. Ia akan menuntut pertanggungjawaban Galih dan bertanya soal kesalahan apa yang sebenarnya ia lakukan di masa lalu itu. Sayang sekali saat ia berusaha mencari keberadaan Galih, pria itu sudah pergi duluan dengan mobilnya.***Seperti yang Galih janjikan, pria itu ingin segera menemui Aziya pagi-pagi sekali.Ia harus membicarakan soal pekerjaan yang akan mereka sepakati atau Aziya memilih pergi saja dari rumahnya.Akan teta
Ucapan barusan tentu saja terkesan sangat mesum dan menjijikkan bagi Aziya. Membayar dengan tubuhnya? Apakah lelaki ini sudah sangat tidak waras?Tidak, bukan itu maksud Galih sebenarnya. Ia hanya ingin Aziya bekerja untuknya, menggunakan kekuatan tubuhnya untuk bekerja merawat Guntur hingga adik lelakinya itu pulih meskipun tubuh Aziya memang sedikit lemah. Itu artinya Aziya harus berusaha kuat dan maksimal dalam menggunakan tubuhnya.Selain itu memperkerjakan Aziya ada kepuasan tersendiri baginya.Aziya yang kesal mencoba keluar dari mobil Galih. Susah payah ia harus menyeret kakinya dengan tongkat yang ia miliki. Ia sangat takut Galih melakukan sesuatu kepadanya apalagi kalau sampai melecehkan dirinya.Ia tak Sudi! Bagaimana mungkin seorang ibu sepertinya akan melakukan hal keju yang akan mencoreng kedua anaknya di masa depan nanti?Melihat itu tentu saja Galih tidak tinggal diam. Tempat itu sangat jauh aksesnya dari jalan utama dan pasti akan merepotkan kalau Aziya semakin jauh da
Galih tak berkutik dalam himpitan tubuh Aziya, benar-benar di bawah tubuh Aziya. Sementara itu ia justru terpaku pada wajah Aziya yang cantik saat terkejut sehingga wajahnya memerah. Begitu juga bibir Aziya yang merah dan terbuka membuatnya ingin melahap apa yang dihadapannya sekarang juga.'Cantik,' batinnya.Lalu ia meraih pipi Aziya yang merona merah entah mungkin karena salah tingkah.Aziya seketika terkejut dengan tindakan pria di bawahnya itu, tatapan Galih membuatnya berdebar tak menentu. Iapun segera mengangkat kepalanya susah payah dan berusaha untuk bangun.Anehnya ia merasa ketika dalam posisi itu, Galih sangat menarik pandangannya. Namun tentu saja ia segera sadar, ada yang salah disini. Tak seharusnya ia menikmati suasana ini, berada di atas tubuh Galih? Benar-benar gila!Aziya mendorong tangannya ke sisi tubuh Galih untuk bangkit. Akan tetapi Galih malah menahan tubuh Aziya dan mencium bibir Aziya tanpa aba-aba.Saking terkejutnya, Aziya duduk dan menampar pipi Galih san
"SELAMAT DATANG.... SELAMAT MALAAAMMM!"Suara riuh mengejutkan Aziya luar biasa. Bahkan suara keras dan teriakan itu secara bersamaan semua yang ada di situ.Aziya terpaku dalam keterkejutan.Ia melihat semua orang ada di sana. Ada kedua orang tuanya, ada juga kedua orang tua Galih dan juga Guntur dan Celine.Begitu juga Deo dan istrinya juga bibi Elena.Sementara ketiga anaknya terbaring di dalam ranjang kecil di sudut ruangan. Mereka seperti baru saja berpesta karena banyak sekali bekas makanan dan camilan di beberapa meja hidangan. Tentu saja semua ini membuat Aziya menitikkan air matanya.Iapun melempar tas miliknya secara asal dan menghambur memeluk kedua orang tuanya sambil menangis haru.Ia juga memeluk kedua orang tua Galih dengan deraian air mata juga.Haru dan juga rasa rindu membuatnya ingin menangis sejadi-jadinya. Dan akhirnya iapun menyalami Guntur dan memeluk Celine sebagai ungkapan betapa bahagianya ia saat ini bisa bertemu kembali dengan orang-orang yang ia sayangi.
Aziya memutar kepalanya, menatap ke arah pria yang terkonsentrasi dalam mengemudi. Jalanan memang lengang, tapi ada beberapa lubang yang dalam perbaikan sehingga butuh konsentrasi."Kecuali?""Kecuali kau yang meminta perceraian terjadi.""Apakah Azga adalah tujuanmu untuk mengatakan semua ini? Untuk mengambilnya dariku?" sergah Aziya panik."Aziya, apa aku sekejam itu padamu?" jawab Galih bersamaan dengan gerakan lambat mobil tersebut dan roda yang berdecit tiba-tiba."Jawablah, apakah aku berharap perpisahan? Berapa kali aku mengatakannya? Aku selalu bilang bahwa kau harus kembali, tidak akan ada pertanyaan menjijikkan seperti itu, Aziya!""Tapi...""Jika kau mencintai Azga, kau juga tidak bisa memisahkan dia dariku."Aziya lagi-lagi kalah telak dengan ucapan Galih. Apakah hatinya telah meleleh bahkan di tengah malam yang dingin ini?Tiba-tiba secara tidak langsung kehadiran Galih membuatnya merasa hangat, membuatnya merasa hidup.Ia bisa merasakan detak jantungnya yang mulai bersem
"Mana kutahu, sejak tadi cuma sambutan tapi belum juga kelihatan siapa orangnya," balas Aziya.Galih hanya tersenyum dan melihat ke arah podium. Acara sambutan masih dilangsungkan, dan iapun harus bersikap lebih terhormat karena sambutan itu memang untuk dirinya.Pembicaraan terputus setelah sebuah nama disebutkan."Mari kita perkenalan direktur muda baru kita malam ini. Beliau adalah Bapak Galih Purnama yang berasal dari Jakarta... mohon kehadirannya di podium...."Aziya yang mendengar hal itu langsung membelalakkan saking terkejut."Ka-kau...""Demi putraku, aku akan disini untuk kalian, Aziya," bisik Galih pada Aziya sejenak sebelum pria itu pergi menuju podium.Aziya masih gagap tak percaya. Bagaimana mungkin Galih mengatakannya. Bagaimana mungkin dia harus menjadi bawahan Galih untuk yang kedua kalinya."Oh tidak, apakah ini cuma mimpi?" gumamnya.###Setelah berlalu acara penyambutan tersebut Aziya masih belum bisa percaya. Ia telah terperangkap sekuat ini dalam kehidupan Galih
Arkan hanya memandang wanita itu tergesa berlari ke ruangannya, sementara itu Galih memandang dari sudut tersembunyi di dalam ruangan itu juga.Arkan menghampiri Galih."Kau harus berterimakasih kepadaku setelah ini," katanya memberikan ultimatum."Ah, bilang saja kamu nggak bakal memenangkan kompetisi ini, sehingga kau menyerahkan kekalahan mu sebelum memulai.""Jangan gila, kau punya anak darinya, aku tidak akan membuatnya semakin menderita hanya karena kalian berebut anak. Soal perasaan Aziya, apa kau mau coba aku merayunya?"Galih langsung mendelik, "Jangan coba-coba! Jangan pernah!"Arkan hanya nyengir melihat Galih ketakutan. Ia tak menyangka, lelaki yang terkenal wibawa dan piawai dalam bisnisnya ini hanya jatuh karena Aziya.Tuan Alfonso sangat mengakui kehebatan Galih sehingga ketika mereka membuat rencana menempatkan Galih di salah satu posisi perusahaan tersebut, pria tua itu samasekali tidak menolak. Itu karena kehebatan Galih memang tidak diragukan.Akan tetapi saat disen
"Aku sungguh tak mengerti apa yang kau pikirkan, memangnya aku bisa apa?""Tentu saja kau sangat bisa. Kau bahkan lebih baik dariku sekarang ini, aku bisa mengandalkan kamu tanpa ragu lagi, bukankah begitu?" kata Galih.Barulah Guntur mengerti bahwa Galih bermaksud menyerahkan tanggung jawab perusahaan kepadanya. Dan itu bukan masalah ringan karena semua akan mengalami kendala tanpa kehadiran Galih."Apa kau gila? Demi perempuan itu?""Hei, ayolah, demi aku, ya?""Tidak, aku juga punya tanggung jawab lebih besar sekarang ini, istriku sedang hamil, aku tidak mau membuatnya menderita karena sibuk dengan pekerjaan," ujarnya seolah menolak mentah-mentah kemauan Galih."Ayolah, aku tidak akan melupakan kebaikanmu, Hmm? Kau harus melakukannya demi kita bersama, oke?""Tidak mau, aku tidak yakin untuk kepentingan bersama, apalagi yang lebih penting sekarang adalah Celine, aku tidak perduli padamu," ejek Guntur semakin membuat Galih kesal.Akan tetapi akhirnya Guntur tidak bisa mengelak karen
Putranya itu makin tersenyum aneh. Raut wajahnya menyimpan sesuatu yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Bahagia, haru dan entah apalagi yang membuat ayah ibunya penasaran. "Apa yang sebenarnya kau dapatkan di sana? Kau seperti kesurupan," kata ayahnya mengomentari sikap aneh putranya."Iya, ini juga merasa aneh dengan tingkahmu. Ada apa sih sebenarnya?"Lagi Galih tersenyum, menunjukkan sikap senang dan bahagia."Anak Aziya... namanya Azga, anak itu sangat mirip denganku, wajahnya... matanya... rambutnya...""Tunggu, kau bicara apa? Apa kaitannya dengan wajah anak Aziya dengan kemiripannya denganmu?" sang Ayah mulai punya firasat sesuatu.Begitu juga ibunya yang terlihat kebingungan dan menautkan alisnya."Apa maksudmu? Apa kalian tidak sekedar punya kemiripan? Astaga, apakah itu mungkin?" kata sang ibu terkejut sendiri.Galih mengangguk menunjukkan ucapan kedua orang tuanya benar, dugaan mereka benar meskipun itu hanya sekedar pengakuan Aziya."Dia tidak menikah atau menjal
"Tidak, aku tidak setuju, kau bisa saja menganggap itu bukan masalah. Akan tetapi bagaimana bisa seorang anak lahir tanpa sebuah ikatan pernikahan? Setidaknya suatu hari sang anak harus tahu bagaimana rupa ayah yang sebenarnya. Aku ingin kau melakukan test DNA untuk memastikannya."Galih merenungi ucapan Leo. Mungkin ada baiknya ia melakukannya, memastikan apakah itu darah dagingnya atau bukan, meskipun itu semua tidak akan mengubah segalanya. ###Keesokan harinya Galih menemui Aziya.Ia sangat penasaran dan sangat berharap Aziya memberikan kesempatan untuknya bersama lagi apapun yang terjadi."Aziya... jelaskan padaku, kenapa kamu melakukan semua ini sehingga kau menghadapinya seorang diri semuanya. Aku ingin kau tahu bahwa semua ini begitu sulit bagiku," tanya pria itu sementara Aziya duduk di hadapannya dengan tertunduk.Aziya pun tahu, semua itu sulit bagi semuanya, untuknya juga. Akan tetapi waktu tidak mungkin terulang kembali. Apapun yang Galih ucapkan untuk menyalahkan diriny
Mata Galih membola, setelah mencerna apa yang baru saja ia dengar dari penjelasan Aziya."Maksudmu... kau tidak menikah tapi memiliki anak?""Uhm... maaf, itu...""Tunggu, katakan padaku, Aziya!" Aziya membeku, keringatnya sudah menetes di tengkuknya. Telapak tangannya mengeluarkan keringat dingin karena cemas.Sementara itu tangan Galih mencengkram pundak Aziya menuntut penjelasan. Akan tetapi wanita itu diam seribu bahasa."Ada apa denganmu? Kenapa kamu diam?"Ketegangan terlihat diantara mereka sehingga Azga melihat mereka dengan ketakutan. Bocah itu menangis dan merengek menyaksikan Aziya dibentak sedikit kasar.Galih menoleh, melihat ke arah bocah yang menangis itu sementara hatinya bercampur aduk tak menentu. Ia menatap atas pola wajah bocah itu dan tatapan matanya, seolah mengenali garis wajahnya berada di sana.Aziya menangis, lalu iapun melepaskan diri dari Galih, ia merasa sangat sedih saat ini, akan tetapi iapun merasa lega karena Galih telah tahu maksud dan arah pembicar
Seolah Galih bisa tahu apa yang dirasakan wanita itu. Pria itu seperti tidak pernah putus asa untuk mengejarnya. Aziya bisa merasakan, meskipun Galuh berusaha bersikap hormat untuk menghargainya sebagai istri orang lain, Aziya bisa merasakan betapa Galih mencintainya."Kenapa kau berkata begitu?" jawab Aziya lemah."Karena aku melihat kamu tidak bahagia, Aziya. Jujur, aku merasa sakit dan tidak adil, aku tidak bisa melepaskan begitu saja jika kau seperti ini," kata Galih kemudian."Sama sepertiku, aku tidak bisa mencintai wanita lain setelah berpisah denganmu, dan maafkan aku karena terpaksa mengatakan semua ini, tapi itulah yang terjadi. Aku datang bukan karena tanpa tujuan... itu semua karena aku belum bisa melepaskan kamu bersama orang lain."Aziya tercenung dalam pikirannya yang kalut. Ia berfikir Galih telah bahagia bersama Isabella. Ya, ia pergi dengan hati yang perih di malam itu karena rasa cemburunya yang tak tertahankan. Ia merasa tidak percaya diri dan direndahkan oleh suam