"Tapi kami juga masih baru menikah, kami baru saja mau membicarakan soal bulan madu dan tidak tergesa-gesa memiliki anak. Bukankah begitu, Aziya?"Aziya terkesiap, menatap Galih dan juga ibu mertuanya bergantian. Jangankan berbulan madu, berbincang soal pribadi pun jarang mereka lakukan.Sering kali percakapan mereka hanyalah percakapan yang canggung antara atasan dan bawahannya, tidak lebih.Tapi bersandiwara mungkin tidak ada salahnya."Uhm, iya Bu, kamu baru mau berencana bukan madu. Soal anak masih belum dipikirkan...""Apa kubilang, Bu. Kami masih mau santai, tidak diganggu dengan urusan anak. Kalau Guntur mau menikah dan memiliki anak terlebih dahulu, ya sudah biar saja dia menikah.""Jangan begitu, Galih. Ibu akan sabar menunggu, akan tetapi akan lebih baik kalau Aziya banyak beristirahat, terlebih dia pernah mengalami cedera."Galih hanya mengangguk lalu ia berkata pada Aziya."Kalau begitu, kita akan mempercepat untuk cuti bulan madu. Bagaimana kalau besok?""Besok?" katanya
Tadinya ia berharap, Galih tulus membawanya untuk berbulan madu sebagainya mestinya sebagai suami istri, kalau saja ia tidak teringat bahwa mereka hanyalah drama, mungkin ia semakin berharap."Oh, kalian pastilah sangat bahagia dan saling mencintai, aku bisa merasakan bahwa seluruh hidupmu selalu tercurah untuk Isabella. Aku bisa merasakan ketulusan hatimu mencintai gadis itu," kata Aziya sentimentil.Sementara Galih menanggapi dengan mengedikkan bahunya, "Aku sangat mencintainya, tapi itu berlalu begitu saja, dan sekarang ternyata aku hanya berakhir menikahimu...," jawabnya."Hanya?""Kenapa? Pernikahan ini tidak nyata bukan? Atau sebenarnya... kau berharap kita menikah sungguhan? Hmm?"Ucapan Galih membuatnya terkesiap tak tahu harus menjawab bagaimana. Apa dia sudah gila berharap memiliki suami yang begitu egois dan mencintai wanita lain? Apa bedanya dengan Reza? Memiliki tubuh Reza tapi tidak memiliki hatinya, pada akhirnya mereka harus berpisah. Lebih baik seperti ini, tidak ada
"Entahlah, aku tidak menjamin. Tapi itu masalah gampang, Aziya. Kita bisa tidur dengan mematikan lampu, meskipun ada pengawasan kita tidak akan terlihat," balasnya, dalam hati ia ingin tertawa terbahak-bahak."Tapi... aku sudah tidur dalam keadaan gelap, nafasku akan terasa sesak dan menakutkan," lirih Aziya merasa gelisah dengan jawaban Galih."Astaga, begitu susahnya hidupmu."Perbincangan itu berakhir saat mereka tepat di depan pintu sebuah ruangan.Bagi Aziya, berada di dalam satu ruangan dengan Galih bukan lagi hal aneh. Akan tetapi satu tempat tidur dengannya tidak mungkin ia lakukan.Ada rasa takut dan meresahkan jika harus satu tempat tidur dengan pria ini.Setelah Galih memutar kunci dan membuka pintu ruangan tersebut akhirnya mereka bisa masuk dalam kamar besar villa tersebut.Aziya segera meletakkan tas dari punggungnya dan melangkah menuju balkon."Kau suka?" tiba-tiba Galih muncul mendekatinya."Iya, ini bagus banget. Andai kedua anakku ikut, mereka pasti senang dengan re
Aromanya sangat harum meskipun sedikit menyengat."Jadi... ini adalah teh impor, dan kenapa gelasnya begitu kecil? Keluargaku biasa minum teh dengan cangkir besar dan rasa yang manis. Aneh rasanya minum teh dengan gelas sekecil ini.""Cobalah sedikit menerima perbedaan, Aziya. Kalau teh dari sono, kamu bisa meminumnya dengan cara sono, dan kalau teh dari sini kamu bisa minum dengan cara sini. Semua punya sensasi masing-masing yang harus kau nikmati."Aziya mengambil gelas mungil dan mencobanya sedikit. "Nggak manis?""Ada gula kristal di situ, tinggal tambahkan saja.""Ouh, menambahkan sendiri sesuai selera, hmm, aku suka yang manis," katanya dan mengambil bungkusan kecil gula lalu merobek kemasannya untuk dituang di dalam cangkirnya.Galih hanya menggelengkan kepalanya dan iapun hanya tetap fokus menyeduh teh miliknya.Ia menghirup aroma herbal teh tersebut dari tepi cangkir di tangannya dan membuatnya merasa sedikit lebih baik. Terlebih lagi teh tersebut adalah hadiah dari ibunya."
Bugh!Aziya memukul Galih sekuatnya. Siapa yang bisa menolongnya saat ini kecuali dirinya sendiri? Berada di kamar berduaan saja dengan Galih, dia tidak bisa membiarkan pria ini berbuat kurang ajar sesuka hatinya.Galih meringis kesakitan karena lengannya mendapatkan sasaran tinju yang sangat kuat. Akan tetapi anehnya rasa sakit itu membuatnya semakin bersemangat menggoda Aziya."Uh, kenapa kamu memukulku? Tak ada yang melihat meskipun kita bersenang-senang, kau juga istriku sekarang, jangan terlalu jual mahal, oke?""Jual mahal? Ya, aku memang terkesan murahan bukan? Demi uang aku harus melayani lelaki psikopat sepertimu. Hentikan, atau aku akan berteriak sekarang!" ancamnya garang.Pria itu malah tertawa mengejek."Yang bener saja, apa kau tak malu mengatakan pada semua orang kalau sedang kuperkosa? CK, kau terlalu serius padahal aku cuma menggodamu."Menggoda katanya? Apa wajar candaan itu dengan ciuman seorang pria? Dasar mesum! rutuknya.Akan tetapi selagi berdebat pintu kamar di
Mereka bangun bersamaan dan sama-sama terkejut. Mendapati tubuh mereka tanpa busana membuat mereka berlarian mencari pakaian masing-masing.Kepala masih terasa berat dan pusing seperti orang yang baru saja mabuk berat."Apa yang kau lakukan? Sudah kubilang menjauhlah dariku tapi kau malah masuk selimutku," gerutu Aziya begitu kesal."Kau kira aku mau melakukannya? Aku tahu diri untuk tidak sampai terjadi hal seperti ini, tapinkau malah menggodaku," kata Galih menolak disalahkan."Menggodamu? Mana mungkin? Aku harus berpikir seratus kali kalau harus menyerahkan tubuhku padamu.""Nyatanya? Kenapa kau tidak menolakku?!"Aziya melotot tajam, kesal karena Galih berusaha menyalahkan dirinya padahal dirinya hanyalah korban. "Kau selalu saja egois!""Apa? Aku egois? Yang benar saja? Kau tahu berapa uang yang aku keluarkan demi membuat hidup kamu kayak?!""Oh, jadi kau mengungkit semua uang yang kau berikan?! Baik, sekarang aku akan pergi dari hidup kalian, aku sudah muak!!"Aziya mengambil t
Aziya sudah menelan habis isi cangkir mungil itu. Menikmati rasa yang nikmat dari paduan dedaunan herbal dan juga akar apapun namanya, terasa asing tapi memang menyegarkan."Kenapa? Kau seperti melihat hantu?" jawab Aziya keheranan."Kau meminum semua teh itu?""Benar, kau bilang ini demi kesehatan kita, dan aku merasa tubuhku memang fit setelah minum ramuan teh ini. Aku merasa sangat capek sekarang, dan mungkin teh ini akan membantuku memulihkan tubuhku."Jawaban Aziya membuat Galih menelan ludah kasar. Apakah wanita itu sungguh tak tahu kalau sedang masuk perangkap ibunya? Apa dia tidak tahu malam yang begitu bergairah dan membuat mereka lupa segalanya adalah akibat dari teh tersebut?"Jadi... apa yang membuat kamu terkejut seperti melihat hantu begitu?" kata Aziya dengan mimik polosnya.Galih sangat ragu untuk menjelaskan semuanya. Apa yang terjadi jika ia menceritakan atas apa yang dilakukan ibunya. Bisa saja Aziya marah dan tidak lagi menghormati ibunya."Tidak ada, hanya saja se
Mendengar jawaban putrinya, pria itu terbelalak kaget. Selama ini putrinya memang selalu bersikap manja, namun ia tidak pernah berpikir soal pemikiran jahatnya ini. Mengencani dua kakak beradik pria hanya karena bersenang-senang, lalu memilih pria yang lebih menguntungkan. Apa yang ia rencanakan sebenarnya?"Jangan lakukan itu Isabella, kau akan menyakiti mereka. Sekarang biarkan hal itu menjadi masa lalu.""Tapi ayah...""Kau harus pulih segera supaya bisa menyelesaikan hal itu, ayah akan membantumu agar tidak terjadi salah faham diantara mereka. Selain itu...""Kenapa ya?"Pria itu termenung sebentar, haruskah ia berterus-terang bahwa Galih sudah menikahi seorang wanita? Ya, pernikahan itu bahkan belum lama ini dan pasti akan membuat Isabella sangat terkejut.Akan tetapi bukankah kebenaran itu lebih baik daripada kebohongan yang menyedihkan?"Ah sudahlah, nanti kalau kau sudah sehat, kau bisa memberikan kejutan padanya. Oke?""Hmm, itu ide bagus, ayah. Aku akan membuatnya terkejut."