"Dari mana saja kau Rex kenapa kau baru pulang sepagi ini, berada di mana kau kemarin?" tanya Claire sinis sambil menyesap teh hangatnya.
Rex yang pagi itu baru pulang ke rumahnya hanya melirik sebentar ke arah istrinya dan kemudian melangkah pergi menuju kamarnya.
"Ini masih pagi dan aku lelah, Claire. Jangan mengajakku berdebat," jawab Rex datar.
Claire mendengus sinis dan menatap tajam punggung Rex. "Aku dengar kau memelihara perempuan murahan itu di rumah ibumu. Bukankah itu keterlaluan? Selama pernikahan kita kau bahkan tak pernah mengizinkanku untuk sekadar menginjak rumput di halaman rumah ibumu itu. Rupanya kau menyukai pelacur itu, hm?"
Rex menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Claire. "Apa sekarang kau mulai cemburu pada perempuan yang kau pilih sendiri untuk aku tiduri?"
Claire kembali mendengus sinis dan kali ini dia tersenyum mencemooh Rex. "Tidak sama sekali. Aku tak peduli sekalipun kau setiap hari menghabiskan semalaman suntuk untuk berhubungan intim dengan perempuan itu."
"Kalau begitu kau tak perlu sinis padaku karena kau yang membuatku harus tidur dengan perempuan asing." Rex memalingkan wajah dan berniat kembali melanjutkan langkahnya, ketika suara istrinya kembali terdengar.
"Aku memang memintamu menidurinya agar aku bisa mendapatkan anak dari hubungan kalian, tapi aku tak pernah memintamu memeliharanya."
"Jangan menggunakan kata 'memelihara' padanya, Claire. Dia manusia yang punya nama. Kuharap kau tak mencampuri urusanku. Setelah hari ini perempuan itu adalah tanggung jawabku," ujar Rex dingin dan penuh peringatan tanpa sekalipun menatap ke arah Claire.
"Kalau begitu kau pun tak boleh mengganggu urusanku dengan kekasih-kekasihku."
"Bukankah selama ini aku memang tak pernah menggangguu urusanmu dengan kekasih-kekasihmu itu? kau terlalu berlebihan." Kali ini dengan suasana hati yang buruk Rex benar-benar melangkah pergi menuju kamarnya tanpa sekalipun memperdulikan ucapan Claire lagi.
Tiba di dalam kamarnya, Rex dengan lesu membaringkan tubuhnya ke atas tempat tidur. Berulang kali dia menghembuskan napas kasar ketika ingatannya kembali memutar kejadian dimana dia beberapa kali memergoki kegiatan tak senonoh yang Claire lakukan dengan teman wanitanya di kamar pribadinya yang bahkan tak pernah boleh Rex masuki selama pernikahan mereka. Pada saat itulah pertama kalinya Rex tahu penyimpangan yang terjadi pada istrinya.
Sebagai orang yang mencintai Claire, mengetahui rahasia besar istrinya itu membuat Rex benar-benar terpukul. Hatinya hancur oleh fakta bahwa selama ini cintanya bertepuk sebelah tangan dan pernikahan ini tak ada artinya sama sekali bagi Claire selain sebagai ajang untuk memenuhi syarat klaim warisan dari ayahnya.
Kilasan ingatan itu membuat suasana hati Rex semakin memburuk. Namun, dalam suasana hatinya yang tak menyenangkan itu tiba-tiba ingatannya memutar kejadian pagi ini dimana selama menginap di mansion ibunya dia hanya bisa tidur selama 30 menit saja karena selebihnya dia tak bisa tidur karena Jane yang mengigau.
"Lucu sekali. Aku baru tahu kalau ada orang yang mengigau dengan menceritakan semua yang dia alami hari itu. Rupanya dia sangat takut padaku," gumam Rex yang tanpa sadar terkekeh kecil.
Lantas saat menyadari tingkah anehnya itu buru-buru Rex berdeham dan memilih untuk memejamkan matanya rapat-rapat, dia berusaha untuk tidur dan beristirahat.
"Lagipula hal wajar kalau Jane takut padaku. Pasti baginya aku adalah orang mesum yang sok baik demi bisa mendapatkan anak darinya," gumam Rex lagi dengan mata yang masih terpejam. "Kenapa pula aku malah dibutakan hasratku. Pada akhirnya aku tetap menuruti ide gila yang Claire buat."
***
"Apa peliharaanmu itu sudah menunjukan tanda-tanda kehamilan, Rex?" tanya Claire dengan nada arogannya. Dan dengan tenang dia menyuapkan sesendok penuh sup daging ke dalam mulutnya, tanpa sekalipun memperdulikan ekspresi tak suka dari Rex.
"Bukankah sudah cukup lama kau berhubungan dengannya? Menyediakan tempat istimewa yang khusus untuk peliharaanmu seharusnya bisa membuahkan hasil yang cepat bukan?" ujarnya menambahkan.
Kali ini Rex benar-benar terganggu dengan ucapan kasar istrinya itu. "Kau merusak selera makanku dengan ucapan kasarmu. Bisakah kau memperbaiki sikap burukmu itu? Kau jadi sangat menyebalkan," tegurnya dengan terang-terangan menunjukan ekspresi kesalnya.
"Sikapku sudah seburuk ini sejak dulu dan kau mencintaiku, kenapa kau mempermasalahkannya sekarang? Apa karena perempuan itu perasaanmu padaku jadi berubah, hm?"
"Jangan bicara omong kosong, Claire... ketika kau sendiri yang membuatku harus tidur dengan perempuan lain demi seorang anak. Aku sedang berusaha mewujudkan keinginan gilamu kalau kau lupa," cibir Rex.
Sudut bibir Claire berkedut membentuk sekilas senyuman miring yang tampak begitu sinis. "Begitukah. Kalau begitu seharusnya kau cukup menjawab pertanyaanku dengan benar, kenapa pula kau harus menggerutu."
Rex menghembuskan napas kasar dan kembali melanjutkan makannya tanpa menanggapi ucapan Claire dengan mendebatnya lagi. "Mana mungkin Jane langsung menunjukan tanda kehamilan dalam kurun waktu yang bahkan kurang dari enam hari."
"Kalau begitu kau harus lebih rajin mengunjunginya agar dia bisa cepat hamil. Menunggu sembilan bulan sampai melahirkan saja sudah waktu yang lama, jadi jangan me nunda-nunda kehamilannya. Aku tak mau tahu, dalam satu tahun aku harus sudah mempunyai bayiku."
"Aku muak dengan pembicaraan ini. Aku sudah selesai makan," ucapnya. Dia bangkit berdiri dan melenggang pergi ke kamarnya meninggalkan Claire sendirian di meja makan menikmati makan malamnya.
Tak lama kemudian, Rex terlihat keluar dari kamarnya sudah mengenakan mantelnya. "Aku harus ke kantor, ada pekerjaan yang harus aku cek sekarang juga."
Dengan terburu-buru dia pergi keluar dan melajukan mobilnya meninggalkan area rumahnya. Sedangkan Claire melihat kepergian Rex itu dengan tatapan kosong.
"Apa gunanya kau pamit seperti itu padaku. Kau memang selalu seperti itu, selalu meninggalkanku sendirian di rumah karena selalu sibuk dengan pekerjaanmu. Padahal aku pikir menikahi pria yang mencintaiku bisa membuatku tak merasa kesepian lagi. Aku pikir... kita bisa jadi teman akrab, tapi suasana diantara kami malah terasa semakin menyebalkan," gumam Claire berbicara sendiri.
Dia bergegas menyelasaikan makannya dan dengan lelah berjalan menuju kamarnya. Kamar yang berjarak 2 ruangan dari kamar Rex.
Saat berada di depan kamar Rex, Claire terdiam sejenak dan membuka sedikit pintu kamar itu sehingga membuat aroma parfum khas milik Rex menguar keluar. Harum yang Claire sukai. Dia akan senang hati mengatakan hal itu jika saja hubungan mereka berjalan cukup baik.
"Sepertinya memang kami harus bercerai setelah aku memastikan bahwa semua harta ayahku benar-benar aman jadi milikku. Setelah anakku lahir... aku mungkin akan mulai mempertimbangkannya," gumam Claire lagi-lagi berbicara sendiri. Seolah ada seseorang di dalam kepalanya yang memberi segala pertanyaan itu padanya.
Kemudian dia pun kembali menutup rapat pintu kamar Rex dan bergegas menuju kamarnya. Di sana dia buru-buru melepas seluruh pakaiannya dan berlarian kecil masuk ek dalam kamar mandi untuk sekadar berendam di bathtub yang dipenuhi busa beraroma vanila... kesukaannya.
Dia bersenandung kecil lalu kemudian tiba-tiba saja terdiam saat sayup-sayup ia mendengar dering ponselnya. Dengan berat hati dia pun beranjak dan segera keluar dari kamar mandi tanpa memakai handuk, membuat lantai kamarnya basah.
Nama Rex tertera di layar ponselnya sebagai penelepon, sehingga tanpa pikir panjang Claire pun segera menerima panggilan itu.
"Ada apa Rex? kau mengganggu waktu santaiku," gerutunya. Namun, di detik berikutnya ekspresi kesal itu berubah jadi ekspresi khawatir. "Tolong kirimkan alamat rumah sakitnya. Aku ke sana sekarang."
Dengan napas terengah-engah karena berlarian dari parkiran mobil sampai ke IGD. Disana dia mencari keberadaan Rex dan langsung terpaku di tempatnya untuk beberapa detik ketika perawat mengantarkanya pada salah satu bangsal yang dibuka tirainya.Di sana Rex terlihat berbaring tak sadarkan diri dengan kepala yang dibebat perban dan tangan yang penuh goresan. Darah bahkan masih terlihat di perban dan pada luka di tangan pria itu."Bodoh," gerutunya saat melangkahkan kakinya menghampiri Rex. "Tak ada yang lebih bodoh dari kau, Rex. Bisa-bisa baru sebentar keluar rumah kau langsung masuk rumah sakit," tambahnya.Raut kesal dan khawatir memenuhi wajah cantik Claire. Tak lama kemudian dokter yang ditemani perawat pun datang menghampiri dan menjelaskan kondisii Rex."Luka di kepala sudah mendapat jahitan, pendarahannya sudah berhenti. Mungkin anda harus menunggu beberapa waktu sampai pasien sadarkan diri," jelasnya.Claire mengangguk. "Apa kondis
"Peliharaan?" Sepeninggalnya Claire, Jane mengulangi satu kata itu dengan sedih. "Ternyata bagi tuan Rex aku hanya seekor peliharaan," lanjutnya nelangsa.Dengan langkah gontai dia berjalan menuju lantai dua dimana kamarnya berada. Dari jarak beberapa langkah dia bisa melihat kalau pintu kamarnya terbuka, sehingga pada detik itu juga dia mengarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahaan. Dia berusaha menetralkan perasaan yang berkecamuk di dadanya dan berusaha memupuk keberaniannya sebelum masuk ke dalam kamarnya itu.Saat melangkah masuk ke dalam kamar, Jane tertegun di tempatnya untuk beberapa saat saat melihat pemandangan di hadapannya. "Tuan... apa yang telah terjadi pada anda?" cicitnya.Dia sedikit terkejut melihat keadaan Rex yang kini terbaring di atas tempat tidur dengan keadaan tangan dan kepala yang dibebat perban.Mendengar pertanyaan dari Jane, perlahan Rex pun membuka matanya dan sedikit bergerak melirik ke arah perempua
Rex terbangun dari tidurnya karena rasa berdenyut di kepalanya. Saat pertama kali membuka mata, wajah cantik Jane yang tengah terlelap tidur jadi pemandangan yang menyambutnya."Kau masih sangat muda," gumam Rex seraya mengulurkan tangannya untuk membelai lembut pipi Jane.Cukup lama dia memandangi wajah cantik yang tengah terlelap itu. Dia terpesona berkali-kali melihat indahnya bentuk mata, hidung dan bibir Jane."Aku baru teringat kalau kau punya warna mata yang sangat indah." Jemari Rex membelai mata, hidung, pipi lalu kemudian berhenti di bibir ranum perempuan itu.Ingatannya tentang ciuman di hari pertama pertemuan mereka, membuat sesuatu di dalam dirinya bergejolak sehingga tanpa sadar membuatnya bergerak mendekatkan wajahnya pada wajah Jane dan perlahan mencium bibir perempuan itu dengan lembut.Ciuman itu membuat Jane terlihat gelisah dalam tidurnya dan Rex yang menyadari hal itu pun segera menyudahi ciumannya dan bergegas pergi
Dengan napas terengah-engah, Rex beringsut menarik dirinya menjauh dari Jane dan terbaring tepat di samping perempuan itu. Untuk waktu yang lama, Rex terus memandangi wajah Jane yang merah padam karena lelah dan juga...malu. Lantas kemudian Rex pun mengulurkan jemarinya untuk menyelipkan anak-anak rambut yang menghalangi wajah cantik Jane."Apa aku menyakitimu," tanya Rex dengan suara lembutnya. Dia kian intens memandangi wajah Jane untuk menunggu jawabannya.Jane menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak," cicitnya.Lantas tanpa kata, Rex menarik selimut untuk menutupi tubuh polos mereka berdua lalu kemudian dia pun merengkuh Jane ke dalam pelukannya dan memeluknya erat-erat. Hal itu sempat membuat Jane terkejut untuk beberapa detik karena sadar bahwa saat ini kepalanya menekan lengan pria itu yang sedang terluka."Tuan, tangan anda...""Tak apa, Ruby. Biarkan aku tetap berada dalam posisi ini," ucapnya membuat Jane tak lagi mengeluarkan komentar apap
"Hari ke berapa ini Rex? Kau tampaknya sangat betah sekali di sana sampai-sampai lupa jalan pulang," ujar Claire penuh sindiran begitu melihat Rex melangkah masuk ke dalam rumah."Hari ke 20," jawab Rex singkat dan dengan santainya dia duduk di hadapan Claire untuk ikut makan malam dengan istrinya itu.Suara tawa kecil terdengar dari Claire yang kini menatap Rex dengan tatapan mengejek. "Rupanya kau sangat menyukai perempuan itu. Apa hubungan pria dewasa dan perempuan dewasa secandu itu bagimu? apa bagusnya hubungan seperti itu?""Aku pikir kau akan mengerti seperti apa ikatanku dengan Jane saat ini karena kau pun menjalani ikatan hubungan yang sedikit... sama walaupun tak wajar.""Kalau begitu apa peliharaanmu itu sudah menunjukan tanda kehamilan? Pastikan dia segera hamil."Rex benar-benar benci tiap kali Claire menggunakan istilah kasar itu untuk memanggil Jane. Namun kali ini Rex memilih untuk pura-pura tak mendengar pada bagian itu."Na
"Apa kau tak pernah sadar kalau bagiku kau seindah itu? Jika rasa cintaku hanya sekadar tertarik pada kecantikan dan keperluan biologis yang harus terpenuhi saja, aku tak akan bertahan selama ini bersamamu.""Seindah apa aku bagimu?""Keindahan yang membuatku terus menerus jatuh cinta tiap kali memandangmu. Keindahan yang membuatku tetap bertahan walau tahu kau tak mencintaiku. Jika saja situasinya berbeda pasti kita akan jadi pasangan yang bahagia dan-""Setelah anakku lahir, mari kita bercerai, Rex." Claire tiba-tiba memotong ucapan dan mengatakan kalimat itu tanpa tedeng aling-aling. Dia bahkan tak sekalipun memperdulikan bagaimana perasaan Rex saat itu.Senyum dan ekspresi penuh hatap di wajah Rex seketika lenyap, berganti dengan ekspresi terkejut dan juga kecewa."Kenapa?" cicit Rex tak habis pikir."Karena kita bukan pasangan. Lebih tepatnya kita tak bisa lagi berlama-lama hidup sebagai pasangan suami istri karena kau lebih banyak diru
"Hari ini anda akan pulang ke rumah utama atau...?" tanya supir pribadi Rex sengaja mengantungkan pertanyaannya. Dia melirik Rex melalui spion dan menunggu jawaban dari tuannya itu.Saat itu Rex hanya duduk melamun di kursi belakang dengan tablet di tangannya sedangkan pandangannya justru terus terpaku pada luar jendela."Tuan Milagro," panggilnya lagi ketika melihat Rex tetap bergeming dan tak mengindahkan pertanyaannya.Kali ini Rex melirik sekilas lalu kembali memusatkan pandangannya pada pemandangan di luar jendela. "Hari ini aku merasa benar-benar kacau. Aku tak bisa bertemu dengan Claire dulu. Jadi, aku ingin menenangkan diri di rumah ibuku," jawab Rex akhirnya.Tanpa kata, supir pribadi Rex itu pun mengubah rute jalannya. Selama perjalanan itu Rex tetap melamun dan terlihat begitu murung."Sepertinya anda selalu mencari rasa tenang pada nona Jane, tuan. Apakah saya perlu menghubunginya untuk memintanya bersiap-siap atas kunjungan
"Jadi dia tunanganmu?" tanya Rex sembari berdiri di samping Jane dan melihat keadaan Dante yang masih terbaring tak sadarkan diri di dalam ruangan dengan kaca besar di hadapan mereka."Iya, dia tunangan saya. Dante namanya," jawab Jane.Saat itu Rex menoleh ke samping untuk sekadar menemukan Jane yang terpaku menatap sedih, penuh rindu, dan juga penuh cinta pada Dante yang ada di dalam sana.Melihat Jane seperti itu, Rex hanya terdiam untuk beberapa saat lalu kemudian berpaling dan kembali mengamati Dante. Dia memasukan kedua telapak tangannya ke dalam saku celananya."Kau punya tunangan yang sangat tampan."Jane mengulum senyumnya dan mengangguk. Saat itu air mata mengalir ke pipinya dan buru-buru dia menyekanya. "Iya Dante memang pria yang paling tampan yang saya temui, dan dia bahkan bersedia bertunangan dengan perempuan seperti saya."Rex mengerutkan keningnya bingung. "Memangnya kau perempuan seperti apa, Ruby. Kau pun punya kecantikan
"Entah kenapa, tapi rasanya hari ini kau sedang berusaha bersikap manis padaku." Rex bertopang dagu menatap Jane dengan tatapan jenaka. "Ada apa, jangan bilang kalau ini adalah cara yang kamu lakukan karena merasa bersalah?"Jane hanya menunduk malu. "Tak sepenuhnya begitu, tapi aku juga tak bisa mengelak bahwa aku sedang bersikap manis padamu.""Jadi, jika tak sepenuhnya didasari oleh rasa bersalah lantas apa alasanmu bersikap manis padaku?""Karena ingin saja. Apa kamu merasa tidak nyaman dengan sikapku yang tiba-tiba begini? Jika iya, aku tidak akan-""Aku menyukainya. Aku merasa kita lebih akrab jika kau bersikap manis seperti ini, jadi teruskan saja." Rex menyudahi ucapannya dengan meneguk habis jeruk di gelasnya dan menyelesaikan sarapannya dengan senyuman senang. "Hari ini aku mengambil waktu cutiku sampai besok. Setelah aku selesai mandi, mau bersantai denganku di taman belakang?""Iya," jawab Jane singkat. Pembicaraan mereka sebelumnya benar-benar membuat Jane mendadak kehila
"Kau pergilah istirahat. Aku akan kembali ke kantor karena ada pekerjaan yang harus ku kerjakan," ujar Rex berpamitan sambil mengusap sayang puncak kepala Jane terlebih dahulu sebelum kemudian pergi.Jane melihat kepergian Rex untuk beberapa saat lalu akhirnya mengikuti langkah Elma yang menemaninya untuk menuju kamar tidurnya. Selama Elma membantunya menaiki tangga, selama itu pula Elma memandangi wajahnya lekat-lekat."Ada apa, Elma... apa ada hal yang ingin kau katakan padaku?""Apa anda baik-baik saja?" tanya Elma akhirnya."Iya aku baik-baik saja. Apa ada masalah yang tidak kuketahui?" jawab Jane yang kemudian balik bertanya."Sebenarnya beberapa jam yang lalu tuan pulang dengan panik mencari anda karena pihak rumah sakit berkata kalau anda hilang. Tuan tampak sangat panik mencari anda, supirnya bilang kalau kepanikan itu terjadi karena tuan mendapati darah di kamar rawat anda tapi tak menemukan keberadaan anda di sekitar rumah sakit. Kepanikannya kian menggila ketika dia tak men
Suara teriakan tertahan itu terdengar jadi Dante ketika selang bantu napas itu ditarik keluar dari mulutnya, membuat rasa perih seketika mendera tenggorokannya. Saat itu, hanya lelehan air mata yang bisa menjabarkan betapa tersiksanya Dante saat itu.Jane yang mendengarnya hanya bisa meringis sedih. Dia menatap Fany dengan bimbang, menebak-nebak apa kiranya yang terjadi di dalam sana dalam waktu yang cukup lama dan sampai-sampai terdengar suara jeritan."Kau mendengarnya kan, Fany? Apa Dante baik-baik saja di dalam sana? Suara jeritan yang tertahan itu terdengar seperti sedang sangat kesakitan ya kan?" tanya Jane bertubi-tubi.Fany tersenyum hangat lalu mengulurkan tangannya untuk mengusap lembut punggung Jane. "Tenanglah. Dokter sedang memeriksa kondisi vital Dante, mereka tak mungkin gegabah dalam melakukan tindakan. Dante pasti baik-baik saja," ucapnya.Helaan napas berat terdengar dari Jane yang kini memandang ruangan ICU yang ditempati Dante dengan perasaan yang semakin resah. Na
Jane pikir yang harus dia khawatirkan hanyalah kemarahan Claire saja lalu kemudian dia bisa menjalani kehamilannya dengan nyaman. Namun, ternyata tak semudah itu kemarahan Claire kali ini lebih buruk dari sebelum-sebelumnya."Jangan pernah merebut kebahagiaanku," tegas Claire yang menatap Jane dengan benci. "Ada apa dengan semua orang belakangan ini? Kenapa kau menyukai Rex, temanku menyukai Rex, lalu siapa lagi dan berapa banyak lagi orang yang akan menyukainya? Menyebalkan!"Mendengar semua kemarahan itu Jane hanya bisa menunduk, tak bisa mengatakan apapun. Walau jauh di dalam hatinya Jane ingin sekali menjawab dan mengutarakan pembelaannya bahwa dia tak sedang menyukai Rex. Kecurigaan Claire itu salah."Hanya aku yang boleh dicintai oleh Rex. Kau seharusnya bersikap tahu diri untuk tak melibatkan Rex terlalu jauh bersamamu. Bukankah kau punya calon suami? Apa kau sangat murahan sampai-sampai kau berharap bisa mendapatkan dua pria sekaligus?" Claire menc
"Aku tahu anda ingin melindungiku dan bayi di dalam perutku, tapi tolong... jangan bersikap terlalu manis padaku. Sebab, kamu punya istri dan aku punya calon suami. Kita harus fokus pada tujuan utama kerja sama di antara kita dibangun," ujar Jane tenang, tapi sarat akan ketegasan.Rex tampak tertegun sejenak, sebelum kemudian tersenyum hangat dan mengangkat kedua bahunya ringan."Aku tak peduli dengan semua kekhawatiranmu tentang hal yang terjadi di antara kita. Aku akan tetap bersikap seperti ini selagi kontrak di antara kita masih berlaku," tandasnya sembari dengan santainya menyuapkan potongan kimbab dan ayam tepung itu ke dalam mulut Jane. Seolah-olah saja dia sengaja melakukannya untuk membuat Jane berhenti protes."Makanlah dengan nyaman, jangan memikirkan apapun yang membuat dirimu terbebani. Kau tak perlu khawatir aku akan jatuh cinta padamu dan memperumit urusan di antara kita, bukankah aku sudah berjanji akan memastikan hidupmu bersama tunanganmu
"Jangan menatap pada tanganmu, kau akan ketakutan." Dengan lembut Rex menahan wajah Jane agar tak menatap ke arah tangannya yang sedang dibantu dipasangkan infus oleh seorang perawat.Rex membuat Jane hanya menatap ke arahnya. Jane hanya bisa diam menurut dan menatap Rex dengan tatapan sayu, sedangkan Rex melayangkan tatapan teduhnya pada Jane yang membuatnya merasa lebih tenang.Jane meringis ketika jarum infus mulai menembus pembuluh vena di tangannya, tapi segera Rex membelai pipinya lembut dan terus mengatakan kalimat penenang untuk Jane agar rasa sakitnya sedikit teralihkan.Infus pun selesai dipasang dan Rex pun tersenyum hangat pada Jane. "Kau hebat sekali karean sudah menahan rasa sakitmu dengan baik.""Tapi jika aku di rawat di rumah sakit, aku akan jadi sangat merepotkanmu dan para maid.""Itu bukan masalah besar.""Maaf," cicit Jane."Permintaan maaf untuk apa?""Karena tubuhku yang lemah dan merepotkanmu sampai sejauh ini, ketika banyak sekali perempuan di luar sana yang h
Claire duduk termenung di balkon, tubuhnya diselimuti cahaya temaram dari lampu-lampu kota yang berpendar di kejauhan. Angin malam berembus lembut, membawa aroma tembakau dari rokok yang dihisapnya. Tangan kirinya menggantung lemas di sisi kursi, sementara tangan kanannya memegang rokok yang hampir habis terbakar. Wajahnya tampak kosong, tetapi ada kedalaman emosi yang sulit terbaca.Dari dalam kamar, suara langkah ringan mendekat. Selly, dengan tubuh yang hanya dibalut handuk putih, muncul di ambang pintu balkon. Dia bersandar sejenak di kusen pintu sebelum berjalan menghampiri Claire. Dengan gerakan santai, dia mengambil sebatang rokok dari kotak yang tergeletak di meja kecil di dekat Claire."Kau terlihat aneh malam ini," ujar Selly sambil menyalakan rokoknya. Matanya menyipit menatap Claire, mencoba membaca pikirannya. "Apa kau bertengkar lagi dengan suamimu?"Claire menghela napas panjang sebelum menoleh sekilas ke arah Selly. "Tidak," jawabnya singkat. "Kami baik-baik saja. Aku h
"Apa perasaanmu sekarang sudah lebih baik?" tanya Rex di perjalanan pulang.Jane yang sedari tadi lebih banyak diam daripada biasanya itu pun hanya menoleh dan mengangguk lesu. "Sedikit lebih tenang setelah melihat sendiri kalau kondisi Dante sudah lebih stabil.""Syukurlah. Dia pasti akan segera pulih, buktinya dia sudah bertahan sampai sejauh ini karena tahu kau tetap menunggunya.""Kamu benar," sahut Jane dengan suara seraknya karena terlalu banyak menangis. Dia mengangguk setuju sekaligus mengaminkan ucapan Rex. "Aku harap Dante bisa segera sadar dari koma dan kembali pulih. Aku melakukan semua ini agar bisa melihatnya kembali sehat seperti dulu, walaupun aku juga tak tahu apa dia akan menerimaku kembali jika tahu apa yang sudah kulakukan saat dia terbaring koma."Jane menatap kosong jalanan di depannya. Pikirannya melayang jauh entah kemana, sebab ternyata rasa lega yang dia rasakan sebelumnya tak serta merta menghilangkan rasa kekhawatirannya tentang masa depan."Tenang saja, Ru
Rex melihat puluhan panggilan telepon dari Ruby dan juga maid. Dia meringis membayangkan betapa kalutnya Jane saat itu sampai dia meneleponnya sebanyak itu.Dengan gelisah, Rex pun menambah kecepatan mobilnya agar bisa segera pergi menemui Jane. Jalanan perbukitan yang kosong membuat Rex bisa leluasa mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi sehingga akhirnya dia sampai di mansion dan segera berlari masuk."Ruby," panggilnya tergesa-gesa melangkah masuk.Dia hendak pergi ke kamar saat dia melihat maid yang memberikan kode dengan menunjuk ke arah sofa, sehingga Rex tahu kalau Jane ada di sana. Tanpa banyak bicara Rex melangkah menuju sofa untuk sekadar menemukan pemandangan Jane yang berbaring di sofa dengan wajah yang terlihat gelisah."Ruby," panggil Rex lembut. Dia sedikit merunduk untuk membangunkan Jane."Nona Jane tertidur setelah lelah menangis, tuan." Suara Elma memberitahu Rex.Rex semakin merasa bersalah karena membiarkan Jane kalut dalam waktu yang sangat lama. Dia pun ke