"Apa kau tak pernah sadar kalau bagiku kau seindah itu? Jika rasa cintaku hanya sekadar tertarik pada kecantikan dan keperluan biologis yang harus terpenuhi saja, aku tak akan bertahan selama ini bersamamu."
"Seindah apa aku bagimu?"
"Keindahan yang membuatku terus menerus jatuh cinta tiap kali memandangmu. Keindahan yang membuatku tetap bertahan walau tahu kau tak mencintaiku. Jika saja situasinya berbeda pasti kita akan jadi pasangan yang bahagia dan-"
"Setelah anakku lahir, mari kita bercerai, Rex." Claire tiba-tiba memotong ucapan dan mengatakan kalimat itu tanpa tedeng aling-aling. Dia bahkan tak sekalipun memperdulikan bagaimana perasaan Rex saat itu.
Senyum dan ekspresi penuh hatap di wajah Rex seketika lenyap, berganti dengan ekspresi terkejut dan juga kecewa.
"Kenapa?" cicit Rex tak habis pikir.
"Karena kita bukan pasangan. Lebih tepatnya kita tak bisa lagi berlama-lama hidup sebagai pasangan suami istri karena kau lebih banyak diru
"Hari ini anda akan pulang ke rumah utama atau...?" tanya supir pribadi Rex sengaja mengantungkan pertanyaannya. Dia melirik Rex melalui spion dan menunggu jawaban dari tuannya itu.Saat itu Rex hanya duduk melamun di kursi belakang dengan tablet di tangannya sedangkan pandangannya justru terus terpaku pada luar jendela."Tuan Milagro," panggilnya lagi ketika melihat Rex tetap bergeming dan tak mengindahkan pertanyaannya.Kali ini Rex melirik sekilas lalu kembali memusatkan pandangannya pada pemandangan di luar jendela. "Hari ini aku merasa benar-benar kacau. Aku tak bisa bertemu dengan Claire dulu. Jadi, aku ingin menenangkan diri di rumah ibuku," jawab Rex akhirnya.Tanpa kata, supir pribadi Rex itu pun mengubah rute jalannya. Selama perjalanan itu Rex tetap melamun dan terlihat begitu murung."Sepertinya anda selalu mencari rasa tenang pada nona Jane, tuan. Apakah saya perlu menghubunginya untuk memintanya bersiap-siap atas kunjungan
"Jadi dia tunanganmu?" tanya Rex sembari berdiri di samping Jane dan melihat keadaan Dante yang masih terbaring tak sadarkan diri di dalam ruangan dengan kaca besar di hadapan mereka."Iya, dia tunangan saya. Dante namanya," jawab Jane.Saat itu Rex menoleh ke samping untuk sekadar menemukan Jane yang terpaku menatap sedih, penuh rindu, dan juga penuh cinta pada Dante yang ada di dalam sana.Melihat Jane seperti itu, Rex hanya terdiam untuk beberapa saat lalu kemudian berpaling dan kembali mengamati Dante. Dia memasukan kedua telapak tangannya ke dalam saku celananya."Kau punya tunangan yang sangat tampan."Jane mengulum senyumnya dan mengangguk. Saat itu air mata mengalir ke pipinya dan buru-buru dia menyekanya. "Iya Dante memang pria yang paling tampan yang saya temui, dan dia bahkan bersedia bertunangan dengan perempuan seperti saya."Rex mengerutkan keningnya bingung. "Memangnya kau perempuan seperti apa, Ruby. Kau pun punya kecantikan
"Aku ingin membeli kue lebih dulu," perintah Claire pada supir pribadinya itu tanpa memandang ke arahnya sama sekali. Claire hanya sibuk pada ipadnya tanpa peduli siapapun orang di sekitarnya termasuk sang supir."Baik Nyonya." Tanpa banyak bicara lagi dia langsung memutar arah untuk ke toko kue yang biasa Claire kunjungi, walaupun saat itu posisinya mobil sudah dekat menuju kediaman Claire.Lama perjalanan yang mereka tempuh akhirnya, mereka pun sampai di toko kue yang Claire inginkan. Tanpa kata Claire langsung keluar dari mobil meninggalkan supirnya yang hanya bisa menghela napas lelah.Senyuman ramah dari pemilik toko itu menyambut Claire ketika berjalan menuju etalase untuk memilih kuenya."Aku pikir anda akan melewatan hari untuk membeli kue. Jadi, kue cheese cake seperti biasa?" sapanya sambil mengambil satu kue cheese cake dan memasukannya ke dalam kotak kue untuk Claire bawa pulang."Mana mungkin aku melewatkan hari tanpa makan kue dari si
"Jangan terus-menerus memanggilnya dengan panggilan kasar seperti itu, Claire... dia bisa mendengarnya," tegur Rex."Aku tak peduli. Dia memang harus mendengar dengan seksama kalau dia tak lebih dari peliharaan yang dibeli mahal olehku dan dirawat terlalu spesial olehmu. Aku harus membuatnya sadar pada posisinya sendiri," ujar Claire arogan."Kenapa kau sangat berhati dingin?""Kalau kau iba padanya, lakukan saja sendiri. Aku tak peduli sama sekali dengan kisah sedihnya juga tak peduli sekalipun kalian sampai jatuh cinta... asal kau tak membawanya ke tempat-tempat kesukaanku. Kehadirannya membuat tempat istimewaku jadi tercemar, sialan."Rex hampir hilang kesabaran, sehingga sekali lagi dia menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan untuk menenangkan dirinya."Baiklah aku akan ingat perkataanmu. Sekarang ayo masuk ke dalam mobilmu," ujar Rex masih dengan sikap tenangnya dan menggandeng Claire untuk pergi menuju mobilnya.Dia mem
Walau Jane sendiri yang meminta Rex terlebih dulu untuk mengantarnya ke dokter kandungan, tapi selama perjalanan menuju ke sana dia terus saja merasa resah.Buku-buku jarinya memerah karena dia yang meremas resah tangannya sedari tadi. Di satu sisi dia merasa sangat ingin semua ini segera berakhir, dia ingin segera hamil dan menuntaskan kewajibannya, tapi di sisi lain dia juga takut.Seperti apa rasanya mengandung anak dari orang asing? Sedangkan tiap kali selesai menghabiskan malam yang panjang dengan Rex, Jane masih saja merasa jijik pada dirinya sendiri."Kita bisa meminta sopirku untuk memutar arah dan kembali ke rumah kalau kau merasa kurang sehat," ujar Rex yang meraih tangan Jane dan menggenggamnya untuk sekadar membuat perempuan itu berhenti meremas tangannya sendiri karena resah.Jane terdiam sejenak karena merasa bingung untuk beberapa saat sebelum kemudian menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "Saya baik-baik saja. Lebih cepat melakukan pemeriksaa
"Dia bukan siapa-siapa. Tolong jangan mencari tahu ataupun menemuinya, anggap saja apa yang kau lihat hari ini tidak pernah terjadi," mohonJane. Dengan kasar dia menyeka air matanya . "Aku menangis karena merasa senang karena Dante melalui proses operasinya dengan baik. Usaha kerasku akan segera membuahkan hasil karena Dante akan sembuh, iya kan?"Fany terdiam sejenak, dia memandangi wajah Jane lekat-lekat karena merasa bingung dengan sikap Jane juga perubahan suasa hati perempuan itu yang tiba-tiba berhenti menangis dan mengulas senyum kepadanya."Iya, aku pun ikut merasa lega. Kau sudah mengusahakan banyak hal demi tunanganmu, kau hebat." Pada akhirnya Fany memilih tak ambil pusing dengan kejanggalan yang dia rasakan demi menghargai Jane.Segera, Jane terlihat mulai ceria. Seolah kesedihan mendalam yang dia rasakan sebelumnya tak pernah terjadi. Untuk sesaat dia juga berusaha melupakan berbagai ketakutannya demi tetap terlihat tenang.Dia bangkit berdir
"Bisakah kau berjanji satu hal padaku, Claire?""Tidak mau, jika itu adalah hal bodoh dan merugikanku." Claire menolak segaligus tanpa membiarkan Rex mengutarakan terlebih dahulu janji seperti apa yang dia inginkan."Setidaknya dengarkkan dulu ucapanku, Claire. Kau tidak bisa langsung menolaknya seperti itu.""Sejak tadi aku sudah berusaha mendengarkanmu, tapi kau terlalu bertele-tele. Sekarang katakan dengan jelas janji seperti apa yang kau inginkan dariku?""Berjanjilah padaku untuk membiarkan Ruby hidup tenang dan bahagia dengan tunangannya. Setelah Anak itu lahir, kau harus berjanji untuk bersikap layaknya seorang ibu dan menyayanginya dengan sepenuh hatimu, setelah hari itu tiba berjanjilah untuk bersikap seolah kesepakatan antara kita dan Ruby tidak pernah ada dan kita tak pernah mengenalnya di kehidupan mana pun."Mendengar semua kalimat itu, Claire menyipitkan matanya dan menatap Rex penuh curiga. "Ada apa dengan klausa yang kau ajukan pada
"Papaku akan datang ke rumah, kenapa kau berkata kalau kau tak akan pulang? Apa kau gila!"Suara teriakan kesal dari Claire terdengar dari seberang telepon sana. Rex sempat sedikit menjauhkan ponsel itu dari telinganya saat Claire berteriak marah padanya."Aku punya agenda untuk pergi ke luar kota, Claire... maafkan aku. Aku akan menghubungi Papa Max sekarang untuk memberitahunya agar kau tak terkena masalah, bisakah kau tutup sambungan teleponnya sekarang.""Baiklah. Aku tak akan membiarkanmu hidup tenang kalau sampai membuatku terkena masalah," sahutnya sambil memberikan ancaman. Lantas, dia benar-benar memutus sambungan telepon itu secara sepihak.Rex menghela napas dan menatap ponselnya dengan tatapan sebal. "Darimana dia dapat sifat menyebalkan ini, padahal ayah dan ibunya tak semenyebalkan dia."Tanpa sadar, Rex menatap ponselnya sambil menggerutu. Kemudian, dia pun kembali ke dalam kamar dan menutup pintu balkon dengan hati-hati.
"Entah kenapa, tapi rasanya hari ini kau sedang berusaha bersikap manis padaku." Rex bertopang dagu menatap Jane dengan tatapan jenaka. "Ada apa, jangan bilang kalau ini adalah cara yang kamu lakukan karena merasa bersalah?"Jane hanya menunduk malu. "Tak sepenuhnya begitu, tapi aku juga tak bisa mengelak bahwa aku sedang bersikap manis padamu.""Jadi, jika tak sepenuhnya didasari oleh rasa bersalah lantas apa alasanmu bersikap manis padaku?""Karena ingin saja. Apa kamu merasa tidak nyaman dengan sikapku yang tiba-tiba begini? Jika iya, aku tidak akan-""Aku menyukainya. Aku merasa kita lebih akrab jika kau bersikap manis seperti ini, jadi teruskan saja." Rex menyudahi ucapannya dengan meneguk habis jeruk di gelasnya dan menyelesaikan sarapannya dengan senyuman senang. "Hari ini aku mengambil waktu cutiku sampai besok. Setelah aku selesai mandi, mau bersantai denganku di taman belakang?""Iya," jawab Jane singkat. Pembicaraan mereka sebelumnya benar-benar membuat Jane mendadak kehila
"Kau pergilah istirahat. Aku akan kembali ke kantor karena ada pekerjaan yang harus ku kerjakan," ujar Rex berpamitan sambil mengusap sayang puncak kepala Jane terlebih dahulu sebelum kemudian pergi.Jane melihat kepergian Rex untuk beberapa saat lalu akhirnya mengikuti langkah Elma yang menemaninya untuk menuju kamar tidurnya. Selama Elma membantunya menaiki tangga, selama itu pula Elma memandangi wajahnya lekat-lekat."Ada apa, Elma... apa ada hal yang ingin kau katakan padaku?""Apa anda baik-baik saja?" tanya Elma akhirnya."Iya aku baik-baik saja. Apa ada masalah yang tidak kuketahui?" jawab Jane yang kemudian balik bertanya."Sebenarnya beberapa jam yang lalu tuan pulang dengan panik mencari anda karena pihak rumah sakit berkata kalau anda hilang. Tuan tampak sangat panik mencari anda, supirnya bilang kalau kepanikan itu terjadi karena tuan mendapati darah di kamar rawat anda tapi tak menemukan keberadaan anda di sekitar rumah sakit. Kepanikannya kian menggila ketika dia tak men
Suara teriakan tertahan itu terdengar jadi Dante ketika selang bantu napas itu ditarik keluar dari mulutnya, membuat rasa perih seketika mendera tenggorokannya. Saat itu, hanya lelehan air mata yang bisa menjabarkan betapa tersiksanya Dante saat itu.Jane yang mendengarnya hanya bisa meringis sedih. Dia menatap Fany dengan bimbang, menebak-nebak apa kiranya yang terjadi di dalam sana dalam waktu yang cukup lama dan sampai-sampai terdengar suara jeritan."Kau mendengarnya kan, Fany? Apa Dante baik-baik saja di dalam sana? Suara jeritan yang tertahan itu terdengar seperti sedang sangat kesakitan ya kan?" tanya Jane bertubi-tubi.Fany tersenyum hangat lalu mengulurkan tangannya untuk mengusap lembut punggung Jane. "Tenanglah. Dokter sedang memeriksa kondisi vital Dante, mereka tak mungkin gegabah dalam melakukan tindakan. Dante pasti baik-baik saja," ucapnya.Helaan napas berat terdengar dari Jane yang kini memandang ruangan ICU yang ditempati Dante dengan perasaan yang semakin resah. Na
Jane pikir yang harus dia khawatirkan hanyalah kemarahan Claire saja lalu kemudian dia bisa menjalani kehamilannya dengan nyaman. Namun, ternyata tak semudah itu kemarahan Claire kali ini lebih buruk dari sebelum-sebelumnya."Jangan pernah merebut kebahagiaanku," tegas Claire yang menatap Jane dengan benci. "Ada apa dengan semua orang belakangan ini? Kenapa kau menyukai Rex, temanku menyukai Rex, lalu siapa lagi dan berapa banyak lagi orang yang akan menyukainya? Menyebalkan!"Mendengar semua kemarahan itu Jane hanya bisa menunduk, tak bisa mengatakan apapun. Walau jauh di dalam hatinya Jane ingin sekali menjawab dan mengutarakan pembelaannya bahwa dia tak sedang menyukai Rex. Kecurigaan Claire itu salah."Hanya aku yang boleh dicintai oleh Rex. Kau seharusnya bersikap tahu diri untuk tak melibatkan Rex terlalu jauh bersamamu. Bukankah kau punya calon suami? Apa kau sangat murahan sampai-sampai kau berharap bisa mendapatkan dua pria sekaligus?" Claire menc
"Aku tahu anda ingin melindungiku dan bayi di dalam perutku, tapi tolong... jangan bersikap terlalu manis padaku. Sebab, kamu punya istri dan aku punya calon suami. Kita harus fokus pada tujuan utama kerja sama di antara kita dibangun," ujar Jane tenang, tapi sarat akan ketegasan.Rex tampak tertegun sejenak, sebelum kemudian tersenyum hangat dan mengangkat kedua bahunya ringan."Aku tak peduli dengan semua kekhawatiranmu tentang hal yang terjadi di antara kita. Aku akan tetap bersikap seperti ini selagi kontrak di antara kita masih berlaku," tandasnya sembari dengan santainya menyuapkan potongan kimbab dan ayam tepung itu ke dalam mulut Jane. Seolah-olah saja dia sengaja melakukannya untuk membuat Jane berhenti protes."Makanlah dengan nyaman, jangan memikirkan apapun yang membuat dirimu terbebani. Kau tak perlu khawatir aku akan jatuh cinta padamu dan memperumit urusan di antara kita, bukankah aku sudah berjanji akan memastikan hidupmu bersama tunanganmu
"Jangan menatap pada tanganmu, kau akan ketakutan." Dengan lembut Rex menahan wajah Jane agar tak menatap ke arah tangannya yang sedang dibantu dipasangkan infus oleh seorang perawat.Rex membuat Jane hanya menatap ke arahnya. Jane hanya bisa diam menurut dan menatap Rex dengan tatapan sayu, sedangkan Rex melayangkan tatapan teduhnya pada Jane yang membuatnya merasa lebih tenang.Jane meringis ketika jarum infus mulai menembus pembuluh vena di tangannya, tapi segera Rex membelai pipinya lembut dan terus mengatakan kalimat penenang untuk Jane agar rasa sakitnya sedikit teralihkan.Infus pun selesai dipasang dan Rex pun tersenyum hangat pada Jane. "Kau hebat sekali karean sudah menahan rasa sakitmu dengan baik.""Tapi jika aku di rawat di rumah sakit, aku akan jadi sangat merepotkanmu dan para maid.""Itu bukan masalah besar.""Maaf," cicit Jane."Permintaan maaf untuk apa?""Karena tubuhku yang lemah dan merepotkanmu sampai sejauh ini, ketika banyak sekali perempuan di luar sana yang h
Claire duduk termenung di balkon, tubuhnya diselimuti cahaya temaram dari lampu-lampu kota yang berpendar di kejauhan. Angin malam berembus lembut, membawa aroma tembakau dari rokok yang dihisapnya. Tangan kirinya menggantung lemas di sisi kursi, sementara tangan kanannya memegang rokok yang hampir habis terbakar. Wajahnya tampak kosong, tetapi ada kedalaman emosi yang sulit terbaca.Dari dalam kamar, suara langkah ringan mendekat. Selly, dengan tubuh yang hanya dibalut handuk putih, muncul di ambang pintu balkon. Dia bersandar sejenak di kusen pintu sebelum berjalan menghampiri Claire. Dengan gerakan santai, dia mengambil sebatang rokok dari kotak yang tergeletak di meja kecil di dekat Claire."Kau terlihat aneh malam ini," ujar Selly sambil menyalakan rokoknya. Matanya menyipit menatap Claire, mencoba membaca pikirannya. "Apa kau bertengkar lagi dengan suamimu?"Claire menghela napas panjang sebelum menoleh sekilas ke arah Selly. "Tidak," jawabnya singkat. "Kami baik-baik saja. Aku h
"Apa perasaanmu sekarang sudah lebih baik?" tanya Rex di perjalanan pulang.Jane yang sedari tadi lebih banyak diam daripada biasanya itu pun hanya menoleh dan mengangguk lesu. "Sedikit lebih tenang setelah melihat sendiri kalau kondisi Dante sudah lebih stabil.""Syukurlah. Dia pasti akan segera pulih, buktinya dia sudah bertahan sampai sejauh ini karena tahu kau tetap menunggunya.""Kamu benar," sahut Jane dengan suara seraknya karena terlalu banyak menangis. Dia mengangguk setuju sekaligus mengaminkan ucapan Rex. "Aku harap Dante bisa segera sadar dari koma dan kembali pulih. Aku melakukan semua ini agar bisa melihatnya kembali sehat seperti dulu, walaupun aku juga tak tahu apa dia akan menerimaku kembali jika tahu apa yang sudah kulakukan saat dia terbaring koma."Jane menatap kosong jalanan di depannya. Pikirannya melayang jauh entah kemana, sebab ternyata rasa lega yang dia rasakan sebelumnya tak serta merta menghilangkan rasa kekhawatirannya tentang masa depan."Tenang saja, Ru
Rex melihat puluhan panggilan telepon dari Ruby dan juga maid. Dia meringis membayangkan betapa kalutnya Jane saat itu sampai dia meneleponnya sebanyak itu.Dengan gelisah, Rex pun menambah kecepatan mobilnya agar bisa segera pergi menemui Jane. Jalanan perbukitan yang kosong membuat Rex bisa leluasa mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi sehingga akhirnya dia sampai di mansion dan segera berlari masuk."Ruby," panggilnya tergesa-gesa melangkah masuk.Dia hendak pergi ke kamar saat dia melihat maid yang memberikan kode dengan menunjuk ke arah sofa, sehingga Rex tahu kalau Jane ada di sana. Tanpa banyak bicara Rex melangkah menuju sofa untuk sekadar menemukan pemandangan Jane yang berbaring di sofa dengan wajah yang terlihat gelisah."Ruby," panggil Rex lembut. Dia sedikit merunduk untuk membangunkan Jane."Nona Jane tertidur setelah lelah menangis, tuan." Suara Elma memberitahu Rex.Rex semakin merasa bersalah karena membiarkan Jane kalut dalam waktu yang sangat lama. Dia pun ke