"Tuan memberikan izin pada anda untuk pergi keluar rumah walau tanpa pendampingan dari tuan," ujar Elma menyampaikan pesan yang sebelumnya Rex katakan di telepon.Mendengar itu, Jane pun mengangguk mengerti. Dia tak mengatakan apapun, tak bertanya kenapa Rex tak datang ataupun ke mana perginya Rex, dia hanya diam dan membiarkan Elma membantunya berpakaian dan menata rambutnya sampai rapi.Setelah selesai dengan tugasnya Elma pamit pergi, sedangkan Jane menatap pantulan dirinya di cermin meja rias. Dia menatap lekat-lekat pantulan dirinya dengan tatapan datar ketika menyadari wajah sampai ujung kakinya benar-benar membengkak karena pertambahan berat badan yang cukup banyak di masa awal kehamilannya ini."Perutku akan segera membesar dan tak bisa disembunyikan lagi. Apa yang harus aku lakukan saat hal itu terjadi? bagaimana caranya aku bisa menemui Dante?" ujar Jane sedih.Dia menghela napas berat beberapa kali, sebelum kemudian bangkit dan bersiap-siap untuk pergi mengunjungi Dante di
"Anda memanggil saya?" tanya seorang manager pemasaran yang kebingungan karena tiba-tiba saja dipanggil ke ruangan Rex. "Maaf tuan Milagro, apa saya membuat kesalahan?" lanjutnya risau.Rex menggelengkan kepalanya dan menatap karyawannya itu dengan serius. "Tidak sama sekali. Aku memanggilmu karena urusan lain," ujarnya."Urusan lain?""Aku dengar kau sudah menikah cukup lama dan punya 2 orang anak. Bisakah kau memberitahuku apa saja persiapan yang harus dilakukan calon ayah semasa kehamilan istri?"Karyawan itu sempat terperangah setelah mendengar pertanyaan tak terduga itu. Sejenak dia merasa gugup untuk menjawab, butuh beberapa detik baginya untuk bisa memikirkan jawabannya sampai akhirnya bisa berani dan percaya diri untuk berbicara serius dengan Rex."Saat pertama kali tahu akan jadi seorang ayah, saya lebih dulu mempersiapkan biaya untuk melahirkan nanti tapi karena anda sepertinya tidak perlu menyiapkannya anda bisa mengabaikan bagian ini. Kemudian saya mulai membeli perlengka
"Aku pulang," ujar Rex mengabarkan kepulangannya sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling untuk mencari keberadaan Jane. Lalu kemudian dia tersenyum ketika melihat Jane yang berjalan ke arahnya sambil mengulas senyuman yang sama."Kamu pasti sangat lelah, biar aku bantu meletakan jas dan tas kerjamu." Jane dengan ramah berbicara pada Rex, hendak meraih jas dan tas kerja pria itu, tapi sebelum tangannya menggapai kedua benda itu Rex sudah maju satu langkah dan lebih dulu meligkarkan tangannya untuk memeluk tubuh mungil Jane erat-erat."Senang akhirnya bisa kembali pulang kemari. Hari ini aku merasa sangat lelah," ucapnya sembari menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Jane. Hal itu membuat Jane merasa merinding beberapa kali ketika hangat napas Rex membelai lehernya."Kalau begitu ayo ke kamarmu, aku akan minta maid untuk menyiapkan air hangat."Untuk beberapa saat tak ada respon dari Rex, sampai kemudian terdengar helaan napas panjang dari Rex diiring
Jane merasakan Rex tak membalas ciumannya, sehingga dia mengernyit dan perlahan membuka matanya yang kemudian langsung bertatapan tepat dengan kedua mata elang Rex yang tengah menatapnya begitu intens pada jarak yang sedekat itu.Dia pun menyudahi ciuman itu dan menatap Rex dengan wajah bingung. "Apa kamu tak menyukainya?"Alih-alih memberikan jawaban, Rex justru tersenyum lebar dan beralih menangkup wajah Jane lalu kemudian memiringkan wajahnya dan mulai mencium Jane lebih intens dan lebih dalam. Lidahnya merangsek masuk, bermain dengan lidah Jane dan beberapa kali melumat dan menggigit bibir Jane dengan gemas."Aku ingin lebih dari sekedar ciuman, Ruby." Rex berucap dengan suara berat.Dari kedua mata Rex, Jane melihat api gairah yang menyala-nyala, walaupun tatapannya saat itu menatap ke arah Jane dengan sayu. Kemudian, Jane pun membuka dua kancing bagian atas dari kemeja longgar yang saat ini dipakainya dan dia pun merentangkan kedua tangannya."Lakukan saja jika anda menginginka
"Minumlah dan nikmati sarapanmu dengan nyaman. Kalau kau ingin makan sesuatu yang lain untuk makan malam, kau bisa mengatakannya padaku. Sepulang kerja aku akan membelikannya untukmu," ucap Rex seraya menaruh segelas susu khusus ibu hamil itu di hadapan Jane. Sejenak Jane menatap segelas susu hangat itu lalu kemudian beralih menatap Rex dengan tak enak hati. "Rex... kau sudah sangat sibuk dan lelah oleh urusan pekerjaan, kenapa repot-repot membuatkan susu untukku?" Rex mengangkat bahunya ringan lalu kemudian duduk di seberang Jane dan bertopang dagu menatap Jane lekat-lekat dengan senyuman hangat yang selalu merekah di wajahnya. "Aku tidak merasa kerepotan sama sekali. Mulai dari sekarang aku akan menyiapkan susu hangat dan juga vitamin untukmu," ujarnya enteng. "Kalau pun aku mengatakan untuk jangan melakukannya, kamu pasti akan tetap melakukannya kan?" Senyum di wajah Rex semakin merekah. "Tepat sekali. Karena waktuku bersamamu hanya sebentar, aku tak akan menyia-nyiakan satu
Ruby Jane, Perempuan muda berusia awal 20an itu tengah duduk berselonjor kaki di gudang pengap disebuah swalayan tempatnya bekerja. Keringat bercucuran di keningnya dan napasnya terenga-engah karena kelelahan selepas mengangkut dan menyusun puluhan box barang dan menyusunnya pada rak-rak tinggi di gudang itu."Apa tunanganmu sudah baik-baik saja, Jane?" tanya Fany, perempuan paruh baya pemilik toko swalayan sambil mengulurkan sekaleng soda dingin pada Jane.Jane menerima minuman itu, meneguknya dengan haus, lalu menggeleng pelan. "Sayangnya belum. Kecelakaan itu melukai jantungnya. Dia masih belum sadarkan diri dan kondisinya semakin memburuk. Dokter menyarankan untuk memindahkannya ke ICU," jawab Jane sedih dengan pandangan yang melayang jauh ke hari dimana dia menerima kabar kalau Dante, tunangannya terlibat kecelakaan dan pemandangan yang pertama kali dilihatnya saat tiba di rumah sakit adalah tubuh lunglai Dante yang berlumuran darah."Jika dokter menyarankan untuk pindah perawata
Rex ingin berbalik pergi, tapi tiba-tiba saja Jane bangkit dan mencekal pergelangan tangan Rex. "Aku mohon tuan... jangan pergi. Nyonya itu sudah berjanji akan membayar saya dengan nominal yang besar."Apa kau gila? Lepaskan tanganku!" bentaknya menepis kasar cekalan tangan Jane padanya. "Apa kau tahu alasan istriku sampai bisa membuatmu berada di dalam ruangan ini?"Dia tetap bersikeras untuk pergi dari sana tanpa memperdulikan panggilan dari Jane yang berusaha menahan kepergiannya. Namun, lagi-lagi sebelum dia bisa memegang handle pintu Jane sudah lebih dulu duduk di depan pintu untuk menghalangi langkah Rex."Aku juga tak menginginkan hal seperti ini, tuan... tapi aku tak punya pilihan lain. Aku benar-benar putus asa. Nyonya itu berjanji akan memberikan sejumlah uang yang aku butuhkan jika aku mematuhi keinginannya.""Apa kau begitu murahan sampai dengan mudahnya menjual tubuhmu hanya demi lembaran uang saja!" teriaknya murka. "Singkirkan tubuhmu dari pintu, aku ingin pergi seka"
Jane mendapatkan sejumlah uang dari istri Rex. Dengan tangan gemetar, dia memasukkan gepokan uang itu ke dalam tasnya. Matanya berair, air mata perlahan jatuh membasahi pipinya. Dia keluar dari klub malam itu, berjalan dengan langkah berat dan penuh beban. Sambil menangis, Jane memeluk tasnya erat-erat, seakan itu satu-satunya hal yang bisa memberinya kekuatan untuk melangkah.Wajahnya berurai air mata sepanjang jalan pulang. Setiap langkah terasa begitu berat, setiap napas terasa penuh dengan kesakitan dan penyesalan. Ketika dia sampai di tepi jalan, Jane mengangkat tangannya, berusaha menghentikan taksi yang lewat. Ketika sebuah taksi berhenti di depannya, dia hampir terjatuh ke dalamnya, menangis pilu di kursi belakang.Sopir taksi menoleh dengan cemas, tetapi Jane hanya memandang ke luar jendela, air mata terus mengalir tanpa henti. "Kemana, Nona?" tanya sopir itu dengan lembut."Ke... ke rumah saya," jawab Jane terisak, memberikan alamatnya dengan suara gemetar. Sopir itu mengang
"Minumlah dan nikmati sarapanmu dengan nyaman. Kalau kau ingin makan sesuatu yang lain untuk makan malam, kau bisa mengatakannya padaku. Sepulang kerja aku akan membelikannya untukmu," ucap Rex seraya menaruh segelas susu khusus ibu hamil itu di hadapan Jane. Sejenak Jane menatap segelas susu hangat itu lalu kemudian beralih menatap Rex dengan tak enak hati. "Rex... kau sudah sangat sibuk dan lelah oleh urusan pekerjaan, kenapa repot-repot membuatkan susu untukku?" Rex mengangkat bahunya ringan lalu kemudian duduk di seberang Jane dan bertopang dagu menatap Jane lekat-lekat dengan senyuman hangat yang selalu merekah di wajahnya. "Aku tidak merasa kerepotan sama sekali. Mulai dari sekarang aku akan menyiapkan susu hangat dan juga vitamin untukmu," ujarnya enteng. "Kalau pun aku mengatakan untuk jangan melakukannya, kamu pasti akan tetap melakukannya kan?" Senyum di wajah Rex semakin merekah. "Tepat sekali. Karena waktuku bersamamu hanya sebentar, aku tak akan menyia-nyiakan satu
Jane merasakan Rex tak membalas ciumannya, sehingga dia mengernyit dan perlahan membuka matanya yang kemudian langsung bertatapan tepat dengan kedua mata elang Rex yang tengah menatapnya begitu intens pada jarak yang sedekat itu.Dia pun menyudahi ciuman itu dan menatap Rex dengan wajah bingung. "Apa kamu tak menyukainya?"Alih-alih memberikan jawaban, Rex justru tersenyum lebar dan beralih menangkup wajah Jane lalu kemudian memiringkan wajahnya dan mulai mencium Jane lebih intens dan lebih dalam. Lidahnya merangsek masuk, bermain dengan lidah Jane dan beberapa kali melumat dan menggigit bibir Jane dengan gemas."Aku ingin lebih dari sekedar ciuman, Ruby." Rex berucap dengan suara berat.Dari kedua mata Rex, Jane melihat api gairah yang menyala-nyala, walaupun tatapannya saat itu menatap ke arah Jane dengan sayu. Kemudian, Jane pun membuka dua kancing bagian atas dari kemeja longgar yang saat ini dipakainya dan dia pun merentangkan kedua tangannya."Lakukan saja jika anda menginginka
"Aku pulang," ujar Rex mengabarkan kepulangannya sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling untuk mencari keberadaan Jane. Lalu kemudian dia tersenyum ketika melihat Jane yang berjalan ke arahnya sambil mengulas senyuman yang sama."Kamu pasti sangat lelah, biar aku bantu meletakan jas dan tas kerjamu." Jane dengan ramah berbicara pada Rex, hendak meraih jas dan tas kerja pria itu, tapi sebelum tangannya menggapai kedua benda itu Rex sudah maju satu langkah dan lebih dulu meligkarkan tangannya untuk memeluk tubuh mungil Jane erat-erat."Senang akhirnya bisa kembali pulang kemari. Hari ini aku merasa sangat lelah," ucapnya sembari menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Jane. Hal itu membuat Jane merasa merinding beberapa kali ketika hangat napas Rex membelai lehernya."Kalau begitu ayo ke kamarmu, aku akan minta maid untuk menyiapkan air hangat."Untuk beberapa saat tak ada respon dari Rex, sampai kemudian terdengar helaan napas panjang dari Rex diiring
"Anda memanggil saya?" tanya seorang manager pemasaran yang kebingungan karena tiba-tiba saja dipanggil ke ruangan Rex. "Maaf tuan Milagro, apa saya membuat kesalahan?" lanjutnya risau.Rex menggelengkan kepalanya dan menatap karyawannya itu dengan serius. "Tidak sama sekali. Aku memanggilmu karena urusan lain," ujarnya."Urusan lain?""Aku dengar kau sudah menikah cukup lama dan punya 2 orang anak. Bisakah kau memberitahuku apa saja persiapan yang harus dilakukan calon ayah semasa kehamilan istri?"Karyawan itu sempat terperangah setelah mendengar pertanyaan tak terduga itu. Sejenak dia merasa gugup untuk menjawab, butuh beberapa detik baginya untuk bisa memikirkan jawabannya sampai akhirnya bisa berani dan percaya diri untuk berbicara serius dengan Rex."Saat pertama kali tahu akan jadi seorang ayah, saya lebih dulu mempersiapkan biaya untuk melahirkan nanti tapi karena anda sepertinya tidak perlu menyiapkannya anda bisa mengabaikan bagian ini. Kemudian saya mulai membeli perlengka
"Tuan memberikan izin pada anda untuk pergi keluar rumah walau tanpa pendampingan dari tuan," ujar Elma menyampaikan pesan yang sebelumnya Rex katakan di telepon.Mendengar itu, Jane pun mengangguk mengerti. Dia tak mengatakan apapun, tak bertanya kenapa Rex tak datang ataupun ke mana perginya Rex, dia hanya diam dan membiarkan Elma membantunya berpakaian dan menata rambutnya sampai rapi.Setelah selesai dengan tugasnya Elma pamit pergi, sedangkan Jane menatap pantulan dirinya di cermin meja rias. Dia menatap lekat-lekat pantulan dirinya dengan tatapan datar ketika menyadari wajah sampai ujung kakinya benar-benar membengkak karena pertambahan berat badan yang cukup banyak di masa awal kehamilannya ini."Perutku akan segera membesar dan tak bisa disembunyikan lagi. Apa yang harus aku lakukan saat hal itu terjadi? bagaimana caranya aku bisa menemui Dante?" ujar Jane sedih.Dia menghela napas berat beberapa kali, sebelum kemudian bangkit dan bersiap-siap untuk pergi mengunjungi Dante di
Rex menarik dirinya dan berbaring di samping Claire dengan napas terengah-engah setelah percintaan mereka. Dia melirik ke arah Claire yang berbaring tanpa menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya, membuat kedua dadanya terekspos bebas di lihat oleh Rex."Apa kau tak merasa kedinginan?" ujarnya seraya menarik selimut sampai sebatas bahu Claire. Bagaimana pun juga dia masih belum terbiasa melihat tubuh polos Claire di situasi ini, rasanya cukup... canggung.Claire melirik sejenak dan memasang wajah datarnya. "Kita sudah bercinta dan kau sudah melihat semua sisi tubuhku, apa yang harus membuatku malu."Akan tetapi saat itu ucapan Claire berbanding terbalik dengan wajahnya yang terlihat merah padam. Jelas sekali Claire tersipu malu, tapi dia tetap berusaha memasang wajah tanpa ekspresi. Karena Claire mulai merasakan panas di pipinya, dia berjingkat bangun dari pembaringannya dan segera mengambil langkah lebar untuk pergi ke kamar mandi.Di dalam sana, Claire berdiri di depan cermin w
"Apa kau sudah gila!" bentak Rex. Dia berusaha mendorong Claire menjauh darinya ketika perempuan itu meraba bagian intimnya dan beralih meraba pinggangnnya untuk mencari letak kepala gesper dan berusaha membuka celananya.Namun, Claire tak sekalipun mengindahkan teguran dari Rex. Dengan wajah yang berurai air mata, Claire tetap melancarkan aksinya dan terus menepis bahkan menarik kasar tangan Rex ketika pria itu berusaha mencegahnya."Bukankah kau selalu menginginkan hal ini dariku sejak kau menikahiku, Rex? Jadi kau diam saja, kali ini aku akan melakukan hal yang kau inginkan selama ini," ujar Claire dengan suara paraunya.Rex benar-benar kebingungan dengan situasi ini, dia tak tahu harus bereaksi seperti apa. Perasaannya saat ini benar-benar tak karuan."Jangan bersikap keterlaluan, Claire. Menyingkirlah dariku, saat ini kita berada di tempat kerja.""AKU TIDAK MAU, REX!" bentak Claire dengan nada suara yang meninggi.Seketika Rex terdiam dan memandang Claire dengan tatapan tak perc
Claire berjalan memasuki sebuah gedung apartemen yang sepertinya cukup akrab dengannya. Dia terlihat begitu leluasa berjalan di lorong gedung itu, masuk ke dalam lift dan terlihat sudah tahu betul akan pergi ke lantai berapa dan ketika sampai di lantai yang ditujunya dia dengan santai berjalan di lorong lantai itu lalu kemudian berdiri di sebuah unit apartemen."Dia sepertinya ada di rumah," ujarnya berbicara sendiri lalu mulai menekan pasword pada pengunci pintu sehingga pintu apartemen itu pun bisa dibuka dan dia pun melangkah masuk ke dalam. Dia baru akan melangkah lebih jauh memasuki unit apartemen itu, tapi langkahnya terhenti ketika dia melihat sepatu laki-laki di rak sepatu.Kedua alis Claire langsung bertautan tajam saat melihat hal itu, dengan wajah kesal dia mengambil langkah lebar menuju kamar ketika suara-suara aneh dan suara seorang perempuan yang memanggil-manggil nama Rex mulai terdengar dan menganggunya."Mana muungkin ada Rex di apartemen ini," gumamnya marah. Segera
"Rex, aku akan berpura-pura tak mendengar apapun." Jane berusaha menyudahi suasana tak nyaman ini, tapi Rex bahkan tak mengindahkan ucapannya."Alih-alih bertemu dengan Dante... tolong temui aku lebih awal Ruby. Di kehidupan berikutnya aku benar-benar berharap pertemuan kita ada dalam waktu dan tempat yang tepat. Di kehidupan berikutnya aku harap yang berbagi kebahagiaan denganmu itu adalah aku," ujar Rex yang kian dalam memandang Jane.Jane melihat bahwa Rex benar-benar serius dengan ucapannya, membuat Jane berakhir tenggelam dalam indahnya mata Rex cukup lama sampai akhirnya tersadar dan menatap Rex dengan perasaan yang tak bisa dijabarkan. Dia kehingalangan kata-kata dan bingung harus bagaiamana menanggapi ucapan pria itu."Kenapa tiba-tiba?" cicit Jane. Hanya sepenggal kalimat itu yang bisa Jane katakan akhirnya.Rex mengulas senyum tipis. "Entahlah, tapi belakangan ini tiba-tiba aku mulai berandai-andai tentang situasi yang saat ini terjadi. Andai saja aku bertemu denganmu lebih