"Peliharaan?" Sepeninggalnya Claire, Jane mengulangi satu kata itu dengan sedih. "Ternyata bagi tuan Rex aku hanya seekor peliharaan," lanjutnya nelangsa.
Dengan langkah gontai dia berjalan menuju lantai dua dimana kamarnya berada. Dari jarak beberapa langkah dia bisa melihat kalau pintu kamarnya terbuka, sehingga pada detik itu juga dia mengarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahaan. Dia berusaha menetralkan perasaan yang berkecamuk di dadanya dan berusaha memupuk keberaniannya sebelum masuk ke dalam kamarnya itu. Saat melangkah masuk ke dalam kamar, Jane tertegun di tempatnya untuk beberapa saat saat melihat pemandangan di hadapannya. "Tuan... apa yang telah terjadi pada anda?" cicitnya. Dia sedikit terkejut melihat keadaan Rex yang kini terbaring di atas tempat tidur dengan keadaan tangan dan kepala yang dibebat perban. Mendengar pertanyaan dari Jane, perlahan Rex pun membuka matanya dan sedikit bergerak melirik ke arah perempuan muda itu. Lantas ia mun meringis dan merasa kikuk sendiri. "Aku terlibat kecelakaan kecil." Dengan sedikit iba Jane pun mengambil langkah lebar untuk menghampiri Rex dan duduk di tepian ranjang tepat di samping Rex. "Apa sakit? Maaf karena saya baru pulang di jam segini," sesal Jane merasa tak enak hati. Rex tersenyum maklum. "Kau menjenguk tunanganmu?" "Iya tuan." Jane mengangguk mengiyakan. "Tak apa, aku memakluminya. Tapi lain kali kau bisa mengunjunginya hanya bersamaku," ujarnya lembut tapi anehnya Jane merasa hatinya tertusuk oleh kalimat itu. Mungkin karena setelah mendengar ungkapan 'peliharaan' yang Claire katakan untuknya, Jane jadi merasa benar-benar terikat dan ucapan Rex kali ini jadi ia definisikan bahwa 'peliharaan memang tak boleh pergi sebebas itu', ia merasa seperti peliharaan yang harus pergi kemana pun bersama tuannya. "Baik, tuan. Maafkan saya." "Tak apa." Rex berhenti melirik ke arah Jane dan memilih kembali memejamkan matanya, sebab rasa berdenyut di kepalanya benar-benar membuatnya merasa ngilu tiap kali matanya terbuka. "Apa ada hal yang anda inginkan, tuan? Makanan atau minuman? Saya akan membawakannya untuk anda." "Tidak ada. Aku hanya ingin kau berbaring di sampingku dan menemaniku," pintanya yang tentunya terdengar seperti perintah bagi Jane. Sempat tertegun untuk beberapa detik, Jane pun mengangguk mengiyakan. "Baik, tuan." Walau ragu dan canggung, Jane bangkit dan pergi menuju sisi lain tempat tidur dan beringsut berbaring tepat di samping Rex. Tak lupa, dia pun menarik selimut untuk menyelimuti tubuh mereka sampai sebatas dada. Pada momen itu, tiba-tiba saja Rex bergerak mengubah posisi berbaringnya jadi menghadap Jane. "Kemarilah, biarkan aku memelukmu... Ruby." Jane tertegun sejenak karena terkejut dan canggung karena Rex memanggilnya dengan nama depannya. Akhirnya tanpa kata, dia pun segera menuruti permintaan Rex. Dia beringsut mendekat pada Rex dan membiarkan pria itu memeluknya. Seketika itu pula Jane merinding. Pelukan erat dari tangan Rex yang melingkar di pinganggnya, membuatnya tak nyaman. Namun mau bagaimana lagi dia tak dalam situasi bebas melakukan banyak hal sesuka hatinya. "Ruby," panggil Rex serak. Hangat napas pria itu ketika memanggilnya membelai kulit leher dan daun telinga Jane, membuatnya kian merinding. Namun, anehnya aroma harum yang menguar dari tubuh Rex yang kini mendekapnya, membuat Jane merasa tenang. Aroma maskulin yang harum dan... Jane menyukainya. Sebab Jane tak pernah menemukan aroma parfum seperti ini di siapapun yang pernah Jane temui. "Iya tuan." "Apa tunanganmu terbaring di rumah sakit sejak dulu sekali? maksudku apa kalian bertunangan saat keadaannya sedang tak sakit?" "Tidak, tuan. Tunanganku baru sakit selama 2 tahun ini karena kecelakaan yang menimpanya," jawab Jane menjelaskan dengan tenang. "Begitukah." Jane diam. "Apa menyenangkan hidup berdua dengan seseorang yang kau cintai dan mencintaimu?" Rex sedikit mengurai pelukannya untuk melihat bagaimana ekspresi Jane ketika memberikan jawaban atas pertanyaannya itu. Sementara Jane tersenyum lembut. Membayangkan sosok Dante yang begitu teduh dan penyayang membuatnya benar-benar merasa jadi perempuan paling beruntung di dunia ini. "Iya sangat menyenangkan." Di kedua mata Jane, Rex bisa melihat perasaan cinta Jane yang meletup-letup. Membuatnya tersenyum kecut. "Aku sangat iri padamu dan tunanganmu itu, sebab aku jatuh cinta sendirian. Claire tak akan pernah mencintaiku dan tak akan bisa. Bahkan dalam beberapa tahun pernikahan kami, dia menganggapku sahabat dan hanya kolega untuk memenuhi tujuannya." Jane diam mendengarkan, tak berani memberikan komentar apapun pada cerita Rex. "Saat kau berpelukan dengan tunanganmu bagaimana perasaanmu, kau merasa hangat atau justru merasa kosong dan hampa?" Kali ini pikiran Jane melayang jauh ke waktu dimana Dante masih sangat sehat. Momen-momen manis yang mereka lalui tentu sedikit banyak diwarnai dengan pelukan hangat. Tanpa sadar, lagi-lagii Jane pun mengulas senyuman di wajahnya. Dan hal itu pun tak luput dari pandangan Rex. "Yang saya rasakan adalah perasaan hangat, nyaman dan perasaan aman yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Tak ada perasaan hampa sama sekali. Mungkin karena Dante adalah pria yang saya cintai dan satu-satunya keluarga yang saya punya." "Apa artinya jika pelukan itu terasa hampa dan biasa saja, itu artinya tak ada perasaan cinta apapun di antara kedua orang yang berpelukan itu?" "Mungkin saja. Karena jika saling mencintai, rasanya terlalu mustahil merasa hampa atau bahkan biasa saja." "Aku mengerti." Rex pun kembali merengkuh Jane ke dalam pelukannya, kali ini kian erat dari sebelumnya. Pada momen itu dia menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Jane dan menghidu aroma tubuh perempuan itu dalam-dalam. *** "Anda tampak kesal nyonya," ujar supir pribadi Rex yang kini menyetir mobil Claire untuk mengantarkannya pulang. "Aku? Tidak sama sekali." "Wajah anda menunjukan kekesalan yang begitu jelas. Apa ini karena tadi saat diperjalanan pulang selepas dari rumah sakit tiba-tiba saja tuan Milagro meminta diantarkan ke mansion mendiang ibunya alih alih pulang ke mansion anda?" "Jadi kau berpikir aku kesal karena merasa cemburu pada perempuan yang Rex pelihara?" "Apa perkiraan saya salah?" Claire tertawa sumbang. "Kau pikir aku cemburu pada perempuan itu? Tentu saja tidak. Aku tak peduli sekalipun Rex jatuh cinta padanya, kau lupa kalau aku tak akan mungkin punya perasaan seperti itu pada Rex atau pria manapun. Lagipula untuk apa merasa kesal, itu justru menguntungkanku, aku hanya butuh objek untuk memudahkanku mewujudkan tujuanku." Supir pribadi Rex itu pun mengangguk mengerti. "Syukurlah kalau anda merasa demikian. Karena jika anda punya perasaan pada tuan Milagro, itu akan menyakitkan. Sebab antara pria dan wanita yang sudah melakukan hubungan intim, pasti selalu ada ikatan tak terlihat." "Ikatan macam apa itu yang kau maksud?" "Ikatan yang tak bisa diungkapkan oleh kata-kata. Jika anda tahu, sepasang suami istri selalu punya firasat pada satu sama lain jika salah satu di antara mereka mengalami sesuatu yang buruk, berselingkuh dan lain-lain. Dan yang mendasari hal itu adalah ikatan tak terlihat selepas terjadinya penyatuan yang intens dan didasari hasrat."Rex terbangun dari tidurnya karena rasa berdenyut di kepalanya. Saat pertama kali membuka mata, wajah cantik Jane yang tengah terlelap tidur jadi pemandangan yang menyambutnya."Kau masih sangat muda," gumam Rex seraya mengulurkan tangannya untuk membelai lembut pipi Jane.Cukup lama dia memandangi wajah cantik yang tengah terlelap itu. Dia terpesona berkali-kali melihat indahnya bentuk mata, hidung dan bibir Jane."Aku baru teringat kalau kau punya warna mata yang sangat indah." Jemari Rex membelai mata, hidung, pipi lalu kemudian berhenti di bibir ranum perempuan itu.Ingatannya tentang ciuman di hari pertama pertemuan mereka, membuat sesuatu di dalam dirinya bergejolak sehingga tanpa sadar membuatnya bergerak mendekatkan wajahnya pada wajah Jane dan perlahan mencium bibir perempuan itu dengan lembut.Ciuman itu membuat Jane terlihat gelisah dalam tidurnya dan Rex yang menyadari hal itu pun segera menyudahi ciumannya dan bergegas pergi
Dengan napas terengah-engah, Rex beringsut menarik dirinya menjauh dari Jane dan terbaring tepat di samping perempuan itu. Untuk waktu yang lama, Rex terus memandangi wajah Jane yang merah padam karena lelah dan juga...malu. Lantas kemudian Rex pun mengulurkan jemarinya untuk menyelipkan anak-anak rambut yang menghalangi wajah cantik Jane."Apa aku menyakitimu," tanya Rex dengan suara lembutnya. Dia kian intens memandangi wajah Jane untuk menunggu jawabannya.Jane menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak," cicitnya.Lantas tanpa kata, Rex menarik selimut untuk menutupi tubuh polos mereka berdua lalu kemudian dia pun merengkuh Jane ke dalam pelukannya dan memeluknya erat-erat. Hal itu sempat membuat Jane terkejut untuk beberapa detik karena sadar bahwa saat ini kepalanya menekan lengan pria itu yang sedang terluka."Tuan, tangan anda...""Tak apa, Ruby. Biarkan aku tetap berada dalam posisi ini," ucapnya membuat Jane tak lagi mengeluarkan komentar apap
"Hari ke berapa ini Rex? Kau tampaknya sangat betah sekali di sana sampai-sampai lupa jalan pulang," ujar Claire penuh sindiran begitu melihat Rex melangkah masuk ke dalam rumah."Hari ke 20," jawab Rex singkat dan dengan santainya dia duduk di hadapan Claire untuk ikut makan malam dengan istrinya itu.Suara tawa kecil terdengar dari Claire yang kini menatap Rex dengan tatapan mengejek. "Rupanya kau sangat menyukai perempuan itu. Apa hubungan pria dewasa dan perempuan dewasa secandu itu bagimu? apa bagusnya hubungan seperti itu?""Aku pikir kau akan mengerti seperti apa ikatanku dengan Jane saat ini karena kau pun menjalani ikatan hubungan yang sedikit... sama walaupun tak wajar.""Kalau begitu apa peliharaanmu itu sudah menunjukan tanda kehamilan? Pastikan dia segera hamil."Rex benar-benar benci tiap kali Claire menggunakan istilah kasar itu untuk memanggil Jane. Namun kali ini Rex memilih untuk pura-pura tak mendengar pada bagian itu."Na
"Apa kau tak pernah sadar kalau bagiku kau seindah itu? Jika rasa cintaku hanya sekadar tertarik pada kecantikan dan keperluan biologis yang harus terpenuhi saja, aku tak akan bertahan selama ini bersamamu.""Seindah apa aku bagimu?""Keindahan yang membuatku terus menerus jatuh cinta tiap kali memandangmu. Keindahan yang membuatku tetap bertahan walau tahu kau tak mencintaiku. Jika saja situasinya berbeda pasti kita akan jadi pasangan yang bahagia dan-""Setelah anakku lahir, mari kita bercerai, Rex." Claire tiba-tiba memotong ucapan dan mengatakan kalimat itu tanpa tedeng aling-aling. Dia bahkan tak sekalipun memperdulikan bagaimana perasaan Rex saat itu.Senyum dan ekspresi penuh hatap di wajah Rex seketika lenyap, berganti dengan ekspresi terkejut dan juga kecewa."Kenapa?" cicit Rex tak habis pikir."Karena kita bukan pasangan. Lebih tepatnya kita tak bisa lagi berlama-lama hidup sebagai pasangan suami istri karena kau lebih banyak diru
"Hari ini anda akan pulang ke rumah utama atau...?" tanya supir pribadi Rex sengaja mengantungkan pertanyaannya. Dia melirik Rex melalui spion dan menunggu jawaban dari tuannya itu.Saat itu Rex hanya duduk melamun di kursi belakang dengan tablet di tangannya sedangkan pandangannya justru terus terpaku pada luar jendela."Tuan Milagro," panggilnya lagi ketika melihat Rex tetap bergeming dan tak mengindahkan pertanyaannya.Kali ini Rex melirik sekilas lalu kembali memusatkan pandangannya pada pemandangan di luar jendela. "Hari ini aku merasa benar-benar kacau. Aku tak bisa bertemu dengan Claire dulu. Jadi, aku ingin menenangkan diri di rumah ibuku," jawab Rex akhirnya.Tanpa kata, supir pribadi Rex itu pun mengubah rute jalannya. Selama perjalanan itu Rex tetap melamun dan terlihat begitu murung."Sepertinya anda selalu mencari rasa tenang pada nona Jane, tuan. Apakah saya perlu menghubunginya untuk memintanya bersiap-siap atas kunjungan
"Jadi dia tunanganmu?" tanya Rex sembari berdiri di samping Jane dan melihat keadaan Dante yang masih terbaring tak sadarkan diri di dalam ruangan dengan kaca besar di hadapan mereka."Iya, dia tunangan saya. Dante namanya," jawab Jane.Saat itu Rex menoleh ke samping untuk sekadar menemukan Jane yang terpaku menatap sedih, penuh rindu, dan juga penuh cinta pada Dante yang ada di dalam sana.Melihat Jane seperti itu, Rex hanya terdiam untuk beberapa saat lalu kemudian berpaling dan kembali mengamati Dante. Dia memasukan kedua telapak tangannya ke dalam saku celananya."Kau punya tunangan yang sangat tampan."Jane mengulum senyumnya dan mengangguk. Saat itu air mata mengalir ke pipinya dan buru-buru dia menyekanya. "Iya Dante memang pria yang paling tampan yang saya temui, dan dia bahkan bersedia bertunangan dengan perempuan seperti saya."Rex mengerutkan keningnya bingung. "Memangnya kau perempuan seperti apa, Ruby. Kau pun punya kecantikan
"Aku ingin membeli kue lebih dulu," perintah Claire pada supir pribadinya itu tanpa memandang ke arahnya sama sekali. Claire hanya sibuk pada ipadnya tanpa peduli siapapun orang di sekitarnya termasuk sang supir."Baik Nyonya." Tanpa banyak bicara lagi dia langsung memutar arah untuk ke toko kue yang biasa Claire kunjungi, walaupun saat itu posisinya mobil sudah dekat menuju kediaman Claire.Lama perjalanan yang mereka tempuh akhirnya, mereka pun sampai di toko kue yang Claire inginkan. Tanpa kata Claire langsung keluar dari mobil meninggalkan supirnya yang hanya bisa menghela napas lelah.Senyuman ramah dari pemilik toko itu menyambut Claire ketika berjalan menuju etalase untuk memilih kuenya."Aku pikir anda akan melewatan hari untuk membeli kue. Jadi, kue cheese cake seperti biasa?" sapanya sambil mengambil satu kue cheese cake dan memasukannya ke dalam kotak kue untuk Claire bawa pulang."Mana mungkin aku melewatkan hari tanpa makan kue dari si
"Jangan terus-menerus memanggilnya dengan panggilan kasar seperti itu, Claire... dia bisa mendengarnya," tegur Rex."Aku tak peduli. Dia memang harus mendengar dengan seksama kalau dia tak lebih dari peliharaan yang dibeli mahal olehku dan dirawat terlalu spesial olehmu. Aku harus membuatnya sadar pada posisinya sendiri," ujar Claire arogan."Kenapa kau sangat berhati dingin?""Kalau kau iba padanya, lakukan saja sendiri. Aku tak peduli sama sekali dengan kisah sedihnya juga tak peduli sekalipun kalian sampai jatuh cinta... asal kau tak membawanya ke tempat-tempat kesukaanku. Kehadirannya membuat tempat istimewaku jadi tercemar, sialan."Rex hampir hilang kesabaran, sehingga sekali lagi dia menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan untuk menenangkan dirinya."Baiklah aku akan ingat perkataanmu. Sekarang ayo masuk ke dalam mobilmu," ujar Rex masih dengan sikap tenangnya dan menggandeng Claire untuk pergi menuju mobilnya.Dia mem
"Minumlah dan nikmati sarapanmu dengan nyaman. Kalau kau ingin makan sesuatu yang lain untuk makan malam, kau bisa mengatakannya padaku. Sepulang kerja aku akan membelikannya untukmu," ucap Rex seraya menaruh segelas susu khusus ibu hamil itu di hadapan Jane. Sejenak Jane menatap segelas susu hangat itu lalu kemudian beralih menatap Rex dengan tak enak hati. "Rex... kau sudah sangat sibuk dan lelah oleh urusan pekerjaan, kenapa repot-repot membuatkan susu untukku?" Rex mengangkat bahunya ringan lalu kemudian duduk di seberang Jane dan bertopang dagu menatap Jane lekat-lekat dengan senyuman hangat yang selalu merekah di wajahnya. "Aku tidak merasa kerepotan sama sekali. Mulai dari sekarang aku akan menyiapkan susu hangat dan juga vitamin untukmu," ujarnya enteng. "Kalau pun aku mengatakan untuk jangan melakukannya, kamu pasti akan tetap melakukannya kan?" Senyum di wajah Rex semakin merekah. "Tepat sekali. Karena waktuku bersamamu hanya sebentar, aku tak akan menyia-nyiakan satu
Jane merasakan Rex tak membalas ciumannya, sehingga dia mengernyit dan perlahan membuka matanya yang kemudian langsung bertatapan tepat dengan kedua mata elang Rex yang tengah menatapnya begitu intens pada jarak yang sedekat itu.Dia pun menyudahi ciuman itu dan menatap Rex dengan wajah bingung. "Apa kamu tak menyukainya?"Alih-alih memberikan jawaban, Rex justru tersenyum lebar dan beralih menangkup wajah Jane lalu kemudian memiringkan wajahnya dan mulai mencium Jane lebih intens dan lebih dalam. Lidahnya merangsek masuk, bermain dengan lidah Jane dan beberapa kali melumat dan menggigit bibir Jane dengan gemas."Aku ingin lebih dari sekedar ciuman, Ruby." Rex berucap dengan suara berat.Dari kedua mata Rex, Jane melihat api gairah yang menyala-nyala, walaupun tatapannya saat itu menatap ke arah Jane dengan sayu. Kemudian, Jane pun membuka dua kancing bagian atas dari kemeja longgar yang saat ini dipakainya dan dia pun merentangkan kedua tangannya."Lakukan saja jika anda menginginka
"Aku pulang," ujar Rex mengabarkan kepulangannya sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling untuk mencari keberadaan Jane. Lalu kemudian dia tersenyum ketika melihat Jane yang berjalan ke arahnya sambil mengulas senyuman yang sama."Kamu pasti sangat lelah, biar aku bantu meletakan jas dan tas kerjamu." Jane dengan ramah berbicara pada Rex, hendak meraih jas dan tas kerja pria itu, tapi sebelum tangannya menggapai kedua benda itu Rex sudah maju satu langkah dan lebih dulu meligkarkan tangannya untuk memeluk tubuh mungil Jane erat-erat."Senang akhirnya bisa kembali pulang kemari. Hari ini aku merasa sangat lelah," ucapnya sembari menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Jane. Hal itu membuat Jane merasa merinding beberapa kali ketika hangat napas Rex membelai lehernya."Kalau begitu ayo ke kamarmu, aku akan minta maid untuk menyiapkan air hangat."Untuk beberapa saat tak ada respon dari Rex, sampai kemudian terdengar helaan napas panjang dari Rex diiring
"Anda memanggil saya?" tanya seorang manager pemasaran yang kebingungan karena tiba-tiba saja dipanggil ke ruangan Rex. "Maaf tuan Milagro, apa saya membuat kesalahan?" lanjutnya risau.Rex menggelengkan kepalanya dan menatap karyawannya itu dengan serius. "Tidak sama sekali. Aku memanggilmu karena urusan lain," ujarnya."Urusan lain?""Aku dengar kau sudah menikah cukup lama dan punya 2 orang anak. Bisakah kau memberitahuku apa saja persiapan yang harus dilakukan calon ayah semasa kehamilan istri?"Karyawan itu sempat terperangah setelah mendengar pertanyaan tak terduga itu. Sejenak dia merasa gugup untuk menjawab, butuh beberapa detik baginya untuk bisa memikirkan jawabannya sampai akhirnya bisa berani dan percaya diri untuk berbicara serius dengan Rex."Saat pertama kali tahu akan jadi seorang ayah, saya lebih dulu mempersiapkan biaya untuk melahirkan nanti tapi karena anda sepertinya tidak perlu menyiapkannya anda bisa mengabaikan bagian ini. Kemudian saya mulai membeli perlengka
"Tuan memberikan izin pada anda untuk pergi keluar rumah walau tanpa pendampingan dari tuan," ujar Elma menyampaikan pesan yang sebelumnya Rex katakan di telepon.Mendengar itu, Jane pun mengangguk mengerti. Dia tak mengatakan apapun, tak bertanya kenapa Rex tak datang ataupun ke mana perginya Rex, dia hanya diam dan membiarkan Elma membantunya berpakaian dan menata rambutnya sampai rapi.Setelah selesai dengan tugasnya Elma pamit pergi, sedangkan Jane menatap pantulan dirinya di cermin meja rias. Dia menatap lekat-lekat pantulan dirinya dengan tatapan datar ketika menyadari wajah sampai ujung kakinya benar-benar membengkak karena pertambahan berat badan yang cukup banyak di masa awal kehamilannya ini."Perutku akan segera membesar dan tak bisa disembunyikan lagi. Apa yang harus aku lakukan saat hal itu terjadi? bagaimana caranya aku bisa menemui Dante?" ujar Jane sedih.Dia menghela napas berat beberapa kali, sebelum kemudian bangkit dan bersiap-siap untuk pergi mengunjungi Dante di
Rex menarik dirinya dan berbaring di samping Claire dengan napas terengah-engah setelah percintaan mereka. Dia melirik ke arah Claire yang berbaring tanpa menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya, membuat kedua dadanya terekspos bebas di lihat oleh Rex."Apa kau tak merasa kedinginan?" ujarnya seraya menarik selimut sampai sebatas bahu Claire. Bagaimana pun juga dia masih belum terbiasa melihat tubuh polos Claire di situasi ini, rasanya cukup... canggung.Claire melirik sejenak dan memasang wajah datarnya. "Kita sudah bercinta dan kau sudah melihat semua sisi tubuhku, apa yang harus membuatku malu."Akan tetapi saat itu ucapan Claire berbanding terbalik dengan wajahnya yang terlihat merah padam. Jelas sekali Claire tersipu malu, tapi dia tetap berusaha memasang wajah tanpa ekspresi. Karena Claire mulai merasakan panas di pipinya, dia berjingkat bangun dari pembaringannya dan segera mengambil langkah lebar untuk pergi ke kamar mandi.Di dalam sana, Claire berdiri di depan cermin w
"Apa kau sudah gila!" bentak Rex. Dia berusaha mendorong Claire menjauh darinya ketika perempuan itu meraba bagian intimnya dan beralih meraba pinggangnnya untuk mencari letak kepala gesper dan berusaha membuka celananya.Namun, Claire tak sekalipun mengindahkan teguran dari Rex. Dengan wajah yang berurai air mata, Claire tetap melancarkan aksinya dan terus menepis bahkan menarik kasar tangan Rex ketika pria itu berusaha mencegahnya."Bukankah kau selalu menginginkan hal ini dariku sejak kau menikahiku, Rex? Jadi kau diam saja, kali ini aku akan melakukan hal yang kau inginkan selama ini," ujar Claire dengan suara paraunya.Rex benar-benar kebingungan dengan situasi ini, dia tak tahu harus bereaksi seperti apa. Perasaannya saat ini benar-benar tak karuan."Jangan bersikap keterlaluan, Claire. Menyingkirlah dariku, saat ini kita berada di tempat kerja.""AKU TIDAK MAU, REX!" bentak Claire dengan nada suara yang meninggi.Seketika Rex terdiam dan memandang Claire dengan tatapan tak perc
Claire berjalan memasuki sebuah gedung apartemen yang sepertinya cukup akrab dengannya. Dia terlihat begitu leluasa berjalan di lorong gedung itu, masuk ke dalam lift dan terlihat sudah tahu betul akan pergi ke lantai berapa dan ketika sampai di lantai yang ditujunya dia dengan santai berjalan di lorong lantai itu lalu kemudian berdiri di sebuah unit apartemen."Dia sepertinya ada di rumah," ujarnya berbicara sendiri lalu mulai menekan pasword pada pengunci pintu sehingga pintu apartemen itu pun bisa dibuka dan dia pun melangkah masuk ke dalam. Dia baru akan melangkah lebih jauh memasuki unit apartemen itu, tapi langkahnya terhenti ketika dia melihat sepatu laki-laki di rak sepatu.Kedua alis Claire langsung bertautan tajam saat melihat hal itu, dengan wajah kesal dia mengambil langkah lebar menuju kamar ketika suara-suara aneh dan suara seorang perempuan yang memanggil-manggil nama Rex mulai terdengar dan menganggunya."Mana muungkin ada Rex di apartemen ini," gumamnya marah. Segera
"Rex, aku akan berpura-pura tak mendengar apapun." Jane berusaha menyudahi suasana tak nyaman ini, tapi Rex bahkan tak mengindahkan ucapannya."Alih-alih bertemu dengan Dante... tolong temui aku lebih awal Ruby. Di kehidupan berikutnya aku benar-benar berharap pertemuan kita ada dalam waktu dan tempat yang tepat. Di kehidupan berikutnya aku harap yang berbagi kebahagiaan denganmu itu adalah aku," ujar Rex yang kian dalam memandang Jane.Jane melihat bahwa Rex benar-benar serius dengan ucapannya, membuat Jane berakhir tenggelam dalam indahnya mata Rex cukup lama sampai akhirnya tersadar dan menatap Rex dengan perasaan yang tak bisa dijabarkan. Dia kehingalangan kata-kata dan bingung harus bagaiamana menanggapi ucapan pria itu."Kenapa tiba-tiba?" cicit Jane. Hanya sepenggal kalimat itu yang bisa Jane katakan akhirnya.Rex mengulas senyum tipis. "Entahlah, tapi belakangan ini tiba-tiba aku mulai berandai-andai tentang situasi yang saat ini terjadi. Andai saja aku bertemu denganmu lebih