Tak di sangka di rumah sakit ini ia malah tak sengaja bertemu dengan Mbak Yuni. Wanita itu tampak baru keluar dari ruang pemeriksaan dokter kandungan.Ada apa ini?Sarah tersenyum miring, secara garis besar sepertinya ia bisa menebak. Tak di sangka gadis yang dulu berteriak mengatai dirinya wanita kotor hari ini malah menjilat ludah sendiri."Apa yang kamu senyum kan?" "Gak ada. Aku hanya merasa heran, bukannya kamu masih belum menikah ya, kenapa bisa dan di ruang pemeriksaan ini?" Tebakan Sarah membuat wajah sinis Yuni seketika memucat. Ia terkejut saat tahu Sarah melihat ia keluar dari ruang pemeriksaan"Kamu bicara apa, jangan sembarang!""Sembarangan atau tidak itu kamu yang tahu, Mbak. Lagi pula lihat lah, perutmu yang menonjol itu, apa karena ini kamu sengaja memfitnah aku?" Sarah ingat sebelum ia terusir dari kosan ia sempat menemukan benda kecil yang di buang ke tempat sampah oleh Yuni. Saat ia bertanya Yuni lekas mengambil benda itu kembali.Jadi... Bisa jadi sih karena ra
Hari-hari berlalu begitu cepat, sudah hampir dua Minggu seja menikah. Sarah sudah menentukan kapan operasinya di lakukan, dokter sudah memberi jadwal padanya.Sedangkan suaminya? Ia tidak meminta izin, karena sejak terakhir kali Amora datang ke Vila, sejak itu pula Devan tak pernah datang lagi padanya. "Bi Asih," Sarah memangil wanita tau itu."Iya, Non Sarah. Ada apa panggil bibi?""Aku mau bicara, Bi."Sarah butuh izin, ia tidak bisa pergi begitu saja tanpa izin dari orang rumah. Satu-satunya pilihan ya memberi tahu Bibi Asih selaku orang kepercayaan suaminya."Ada apa, Non? Butuh sesuatu ya, biar bibi carikan.""Bukan, Bi. Sarah cuma mau bilang... Beberapa hari mungkin Sarah akan pergi," Wanita tua itu tentu saja terkejut. Mau kemana memangnya gadis ini, bagaimana pun ia di tugaskan menjaga istri majikannya ini. Ia yang bertanggung jawab selama Devan tidak ada, jadi ia harus"Non Sarah mau kemana?"Sarah mengeluarkan kertas pemeriksaan yang butuh izin dari keluarga. " Ini... Sara
Devan tidak tahu ia senang atau harus sedih sekarang. Saat ajakan yang dari dulu sangat ia inginkan hari ini datang, tapi ia sudah terlanjur memilih jalan lain, jalan yang mungkin membuat banyak orang terluka.Devan mengusap wajah kasar. Sekarang bagaimana cara menyelesaikannya? Bagaimana cara ia memberi tahu ada rahim lain yang lebih ingin ia isi sekarang di bandingkan rahim istri sahnya sendiri Apa Amora bisa terima?Amora yang melihat suaminya tak menanggapi merasa kecewa, ia pikir Devan akan berbinar bahagia. Tapi siapa sangka pria itu malah terlihat lesu tak bersemangat. Amora menyentuh tangan suaminya, mencoba menarik perhatian Devan. Tapi lagi-lagi ia di tepis, Devan malah membuang muka membuat Amora sangat sedih."Mas... Kamu gak senang dengan keputusan aku?""Bukan,""Lalu mengapa kamu begini. Aku tahu wajah kamu gak menunjukkan kebahagiaan, kamu untuk gak cinta aku lagi? Gak mau anak dariku lagi?" "Hentikan, Ra. Lebih baik sekarang fokus aja pada kesembuhan kamu.""Mas, k
Cedera pada kakinya berangsur mulai membaik. Sedangkan di kepala, dokter mengatakan Amora hanya mengalami geger otak ringan, dua hari di rawat ia sudah di bolehkan pulang.Untuk sementara waktu Amora terpaksa harus duduk di kursi roda, sedangkan Devan dengan setia mendorongnya keluar rumah sakit. Mobil mereka telah menunggu di depan, Devan secara pribadi datang menjemput istrinya. "Mas, kenapa papa aku gak pernah jenguk ya? Selama dua hari ia tidak pernah datang. Apa kamu tidak memberi tahu dia?"Devan mengeleng, "tidak. Papa sedang melakukan perjalanan bisnis ke Singapura, aku gak mau membuat dia hawatir di sana."Melakukan perjalanan bisnis bukan hal yang mudah, butuh konsentrasi dan pikiran yang jernih untuk mengatur strategi agar bisa menarik minat investor. Devan tahu itu, jadi ia tidak mau menganggu waktu papa mertuanya dalam bekerja, lagi pula Amora juga tidak terluka parah."Sayang sekali, padahal aku sangat rindu sama Papa. Mas, bagaimana setelah aku sembuh kita liburan lagi
Sura musik memenuhi ruang dengan volume maksimal yang bahkan membuat jantung ikut bergetar. Susana terasa heboh, tubuh-tubuh meliuk liar di atas lantar, tawa dan detingan gelas silih berganti mengantarkan gemerlap malam hari ini.Di ruangan yang di penuh manusia ada seseorang yang terlihat tak bersemangat. Ia duduk di sudut ruangan, menatap setiap orang yang berpesta bahagia, matanya liar melihat setiap penjuru tapi sampai akhir ia tetap tak bisa menemukannya."Hay, sudah lama Lo nunggu?" Seseorang menepuk pundaknya, membuat pria tadi tersentak kaget."Ya," ia menjawab singkat, lalu kembali meneguk minuman yang tinggal sedikit di gelasnya."Udah lama gue gak pernah lihat Lo lagi di sini." Dion mengangkat botol minuman lalu menuangkan kembali ke gelas sang teman. "Masih berusaha cari dia?"Jaya tersedak minumannya, "sok tahu Lo," meskipun dia berkata begitu tapi tatapan matanya yang liar sudah dapat di tebak. Dion terkekeh kecil, ia menyodorkan ponselnya memperlihatkan sebuah foto yan
Jika ada yang berubah itu sudah pasti akan ada yang terjadi, Amora yakin ia tak salah lagi. Melihat suaminya yang selalu pulang malam dari kerja, terkadang juga gak pulang-pulang membuat rasa curiganya semakin tinggi.Padahal ia sudah berjanji mau untuk memiliki anak, tapi sikap Devan tak berubah. Malah semakin dingin dan menjaga jarak darinya, pikiran hadirnya wanita lain dalam hidup suaminya semakin kuat."Ma,"Ratna yang sedang duduk menonton televisi segera mengalihkan perhatiannya pada sang menantu."Kenapa, Ra?""Aku mau tanya... Mas Devan pernah cerita sesuatu gak?""Hah? Cerita apa maksud kamu?"Amora memilin jari-jarinya gugup, ia tahu ini tak pantas di tanyakan pada mertuanya sendiri, tapi mau bagaimana lagi ia terlanjur penasaran."Itu... Mas Devan selalu pulang malam dan terkadang juga gak pulang sampai berhari-hari. Ma, apa mas Devan punya wanita lain ya di luar sana?"Diam. Ratna tidak menjawab dengan lekas, ia menatap menantu sesaat lalu menarik nafas panjang. "Dia tid
Sarah tidak tahu jika memeriksa kehamilan akan seperti ini, pengalaman pertama kali membuat ia begitu kaku saat pertama benda dingin itu menyentuh permukaan perutnya yang masih rata."Wah, ternyata bayinya sudah masuk Minggu ke 6 ya, sudah mulai terbentuk. Bayinya sangat sehat," dokter menunjukkan gambar hitam putih yang terlihat di layar sana. Devan benar-benar terharu melihat rupa calon anaknya. Rasa bahagia membuncah, bahkan ia tak malu meneteskan air mata bahagia di hadapan dokter dan suster di sana."Sepertinya tuan Devan sangat senang dengan kehamilan anda nona..." Dokter itu tersenyum penuh arti menatap Devan yang juga menatapnya. Sarah tak mengerti, ia hanya diam sepanjang pemeriksaan itu. Meskipun ia heran beberapa kali dokter terlihat mencoba mengobrol akrab dengan suaminya."Apa ada pantangan untuk anak kami, dok?" "Selagi sang ibu bisa memakannya semua boleh-boleh saja. Tapi kalau bisa jauhi dulu makanan dan minuman yang kurang sehat, seperti kopi dan makanan ringan. Le
Akhirnya ia bisa juga menikmati kembali kebebasan dan kembali bersenang-senang. Setelah dua jam merayu suaminya, akhirnya Devan mengizinkan ia keluar sendirian. Meskipun harus banyak mendapatkan pesan agar menjaga diri dan calon anak mereka dengan baik, tapi tak masalah karena ia juga pasti menjaga bayi di perutnya ini dengan baik tanpa di suruh."Enaknya beli apa ya?" Ia berjalan menyusuri toko yang menyediakan berbagai macam jenis makanan manis, tiba-tiba ia merasa tertarik dengan sebuah donat jumbo yang di hias dengan sangat cantik. Tiba-tiba ia merasa ngiler, jadi ia buru-buru ingin membelinya."Sarah?"DegBaru saja tangannya ingin menjangkau donat cantik itu, tapi suara cempreng seseorang membuat ia mengurungkan niatnya."Wah gak nyangka, ternyata hidup kamu lebih baik ya setelah menikah dengan suami orang. Gimana rasanya jadi pelakor?"Ucapan ini jelas menarik perhatian orang-orang yang lewat. Begitu juga dengan Sarah, ia bahkan sampai diam mematung mendengarnya. Orang-orang y