Sura musik memenuhi ruang dengan volume maksimal yang bahkan membuat jantung ikut bergetar. Susana terasa heboh, tubuh-tubuh meliuk liar di atas lantar, tawa dan detingan gelas silih berganti mengantarkan gemerlap malam hari ini.Di ruangan yang di penuh manusia ada seseorang yang terlihat tak bersemangat. Ia duduk di sudut ruangan, menatap setiap orang yang berpesta bahagia, matanya liar melihat setiap penjuru tapi sampai akhir ia tetap tak bisa menemukannya."Hay, sudah lama Lo nunggu?" Seseorang menepuk pundaknya, membuat pria tadi tersentak kaget."Ya," ia menjawab singkat, lalu kembali meneguk minuman yang tinggal sedikit di gelasnya."Udah lama gue gak pernah lihat Lo lagi di sini." Dion mengangkat botol minuman lalu menuangkan kembali ke gelas sang teman. "Masih berusaha cari dia?"Jaya tersedak minumannya, "sok tahu Lo," meskipun dia berkata begitu tapi tatapan matanya yang liar sudah dapat di tebak. Dion terkekeh kecil, ia menyodorkan ponselnya memperlihatkan sebuah foto yan
Jika ada yang berubah itu sudah pasti akan ada yang terjadi, Amora yakin ia tak salah lagi. Melihat suaminya yang selalu pulang malam dari kerja, terkadang juga gak pulang-pulang membuat rasa curiganya semakin tinggi.Padahal ia sudah berjanji mau untuk memiliki anak, tapi sikap Devan tak berubah. Malah semakin dingin dan menjaga jarak darinya, pikiran hadirnya wanita lain dalam hidup suaminya semakin kuat."Ma,"Ratna yang sedang duduk menonton televisi segera mengalihkan perhatiannya pada sang menantu."Kenapa, Ra?""Aku mau tanya... Mas Devan pernah cerita sesuatu gak?""Hah? Cerita apa maksud kamu?"Amora memilin jari-jarinya gugup, ia tahu ini tak pantas di tanyakan pada mertuanya sendiri, tapi mau bagaimana lagi ia terlanjur penasaran."Itu... Mas Devan selalu pulang malam dan terkadang juga gak pulang sampai berhari-hari. Ma, apa mas Devan punya wanita lain ya di luar sana?"Diam. Ratna tidak menjawab dengan lekas, ia menatap menantu sesaat lalu menarik nafas panjang. "Dia tid
Sarah tidak tahu jika memeriksa kehamilan akan seperti ini, pengalaman pertama kali membuat ia begitu kaku saat pertama benda dingin itu menyentuh permukaan perutnya yang masih rata."Wah, ternyata bayinya sudah masuk Minggu ke 6 ya, sudah mulai terbentuk. Bayinya sangat sehat," dokter menunjukkan gambar hitam putih yang terlihat di layar sana. Devan benar-benar terharu melihat rupa calon anaknya. Rasa bahagia membuncah, bahkan ia tak malu meneteskan air mata bahagia di hadapan dokter dan suster di sana."Sepertinya tuan Devan sangat senang dengan kehamilan anda nona..." Dokter itu tersenyum penuh arti menatap Devan yang juga menatapnya. Sarah tak mengerti, ia hanya diam sepanjang pemeriksaan itu. Meskipun ia heran beberapa kali dokter terlihat mencoba mengobrol akrab dengan suaminya."Apa ada pantangan untuk anak kami, dok?" "Selagi sang ibu bisa memakannya semua boleh-boleh saja. Tapi kalau bisa jauhi dulu makanan dan minuman yang kurang sehat, seperti kopi dan makanan ringan. Le
Akhirnya ia bisa juga menikmati kembali kebebasan dan kembali bersenang-senang. Setelah dua jam merayu suaminya, akhirnya Devan mengizinkan ia keluar sendirian. Meskipun harus banyak mendapatkan pesan agar menjaga diri dan calon anak mereka dengan baik, tapi tak masalah karena ia juga pasti menjaga bayi di perutnya ini dengan baik tanpa di suruh."Enaknya beli apa ya?" Ia berjalan menyusuri toko yang menyediakan berbagai macam jenis makanan manis, tiba-tiba ia merasa tertarik dengan sebuah donat jumbo yang di hias dengan sangat cantik. Tiba-tiba ia merasa ngiler, jadi ia buru-buru ingin membelinya."Sarah?"DegBaru saja tangannya ingin menjangkau donat cantik itu, tapi suara cempreng seseorang membuat ia mengurungkan niatnya."Wah gak nyangka, ternyata hidup kamu lebih baik ya setelah menikah dengan suami orang. Gimana rasanya jadi pelakor?"Ucapan ini jelas menarik perhatian orang-orang yang lewat. Begitu juga dengan Sarah, ia bahkan sampai diam mematung mendengarnya. Orang-orang y
Amora tidak berhenti tersenyum setiap kali Devan memberinya hadiah-hadiah mewah. Berlahan, ia merasa suaminya telah kembali. Sikap Devan yang beberapa waktu lalu sempat dingin sekarang sudah menghilang dan menjadi suami penuh perhatian dan kasih sayang lagi.Amora sangat bahagia. Seperti saat ini mereka berdua kembali liburan ke Paris seperti yang di minta waktu lalu olehnya. Kegiatan liburan ini tiap kali pasti akan diliputi oleh awak media tanah air. Devan adalah pengusaha tersohor, tentu saja kehidupan pribadinya sering di cari-cari oleh media, apalagi Amora yang juga seorang model tentu saja hal seperti ini sudah biasa bagi mereka."Ada apa-apa? Apa mama yang menghubungi kamu mas?" Amora memeluk Devan yang masih tak mengenakan pakaian setelah melakukan sesi percintaan mereka yang panas."Ya,""Dia bilang apa?" Amora jadi kepo. Tak biasanya mertuanya itu mengangu waktu liburan mereka seperti ini."Bukan masalah besar, sayang. Ayo... Kamu tidur lagi. Istirahat yang cukup agar nanti
Ia mencoba menyakinkan dirinya sendiri, bahwa semua akan baik-baik saja. Tapi rasa takut juga tak hilang dari hatinya, bahkan sampai sekarang Devan juga belum kembali setelah tadi pagi meninggalkan kamar hotel mereka.Ada apa ini?Apa suaminya benar-benar tega membuangnya di sini? Semakin banyak ia berpikir semakin cemas dia. Amora mengambil ponselnya, mencoba menghubungi nomor Devan beberapa kali tapi tak kunjung di angkat."Apa dia benar-benar berubah?"Meskipun sudah seperti ini ia masih belum percaya Devan benar-benar marah padanya. Ia tau suaminya sangat mencintainya, bukankah masalah anak bisa di bicarakan lagi?Ngomong-ngomong soal anak, benar dia beberapa bulan ini tetap meminum pil KB. Meskipun dia pernah berkata siap menjadi seorang ibu, tapi sebenarnya dalam hati ia tidak pernah mau.Ada alasan di baliknya, dan ia tidak bisa menceritakan pada orang lain meskipun itu Suaminya sendiri. ....Pukul enam sore Devan kembali. Amora bernafas lega, ternyata pikiran buruknya tak be
Sarah tertegun. Ada rasa takut yang menekan dirinya saat berhadapan langsung dengan ibunda Devan. Bukan apa-apa, tapi tatapan benci dari wanita tua itu mampu membuat tubuhnya gemetar karena takut."Jangan cemas... Selama kamu menjadi gadis baik seperti sebelumnya tidak akan ada masalah. Kamu hanya perlu melahirkan cucu saya, setelah itu... Menjauh dari hidup putra saya." Sarah tersenyum kecut. Tanpa di suruh ia juga akan melakukan itu, lagi pula ia sudah sadar diri dari awal tidak mungkin bisa bersaing dan mengantikan tempat Amora si wanita kaya itu."Kamu mengerti?!" Sarah berusaha membalas tatapan Ratna yang mencoba menekannya, lalu ia berkata, "nyonya... Diantara aku dan Om Devan telah tertulis perjanjian hitam dia atas putih. Pergi atau tidaknya putra anda yang memutuskannya...." Mendengar ucapan Sarah, Ratna tersenyum senang. Tertulis hitam di atas putih, sepertinya akan lebih mudah menyingkirkan gadis ini kelak. Pada akhirnya ia sadar Devan tidak bodoh, dia benar-benar mencar
Memiliki segalanya bukan berarti ia merasa selalu bahagia. Amora meremas kertas di tangannya, lagi-lagi masalah ini datang tanpa di undang. Jika dulu ia bisa melabrak dan bersikap sombong pada setiap wanita yang mencoba merayu suaminya. Tapi sekarang ia seperti istri lemah yang tak bisa melakukan apa-apa, berdiam diri menatap setiap perubahan yang suaminya lakukan. Ia bahkan tidak bisa menebaknya apa saja yang telah hilang dari suaminya itu!"Bagaimana?" "Tuan hari ini benar-benar ke kantor, Nyonya. Tidak ada yang mencurigakan,"Amora mengertat giginya geram. Bagaimana bisa Devan begitu baik menyembunyikan selingkuhannya. "Bagaimana di vila?""Tidak mungkin nyonya. Kemarin saya bahkan melihat nyonya Ratna pergi ke Villa. Jika tuan benar-benar selingkuh, dia tidak mungkin menyembunyikannya disana."Masuk akal. Mertuanya sangat menyayangi dirinya, tidak mungkin dia menyembunyikan perselingkuhan Devan jika itu benar-benar terjadi."Mengapa nyonya begitu yakin tuan Devan memiliki wanit