Jika ada yang berubah itu sudah pasti akan ada yang terjadi, Amora yakin ia tak salah lagi. Melihat suaminya yang selalu pulang malam dari kerja, terkadang juga gak pulang-pulang membuat rasa curiganya semakin tinggi.Padahal ia sudah berjanji mau untuk memiliki anak, tapi sikap Devan tak berubah. Malah semakin dingin dan menjaga jarak darinya, pikiran hadirnya wanita lain dalam hidup suaminya semakin kuat."Ma,"Ratna yang sedang duduk menonton televisi segera mengalihkan perhatiannya pada sang menantu."Kenapa, Ra?""Aku mau tanya... Mas Devan pernah cerita sesuatu gak?""Hah? Cerita apa maksud kamu?"Amora memilin jari-jarinya gugup, ia tahu ini tak pantas di tanyakan pada mertuanya sendiri, tapi mau bagaimana lagi ia terlanjur penasaran."Itu... Mas Devan selalu pulang malam dan terkadang juga gak pulang sampai berhari-hari. Ma, apa mas Devan punya wanita lain ya di luar sana?"Diam. Ratna tidak menjawab dengan lekas, ia menatap menantu sesaat lalu menarik nafas panjang. "Dia tid
Sarah tidak tahu jika memeriksa kehamilan akan seperti ini, pengalaman pertama kali membuat ia begitu kaku saat pertama benda dingin itu menyentuh permukaan perutnya yang masih rata."Wah, ternyata bayinya sudah masuk Minggu ke 6 ya, sudah mulai terbentuk. Bayinya sangat sehat," dokter menunjukkan gambar hitam putih yang terlihat di layar sana. Devan benar-benar terharu melihat rupa calon anaknya. Rasa bahagia membuncah, bahkan ia tak malu meneteskan air mata bahagia di hadapan dokter dan suster di sana."Sepertinya tuan Devan sangat senang dengan kehamilan anda nona..." Dokter itu tersenyum penuh arti menatap Devan yang juga menatapnya. Sarah tak mengerti, ia hanya diam sepanjang pemeriksaan itu. Meskipun ia heran beberapa kali dokter terlihat mencoba mengobrol akrab dengan suaminya."Apa ada pantangan untuk anak kami, dok?" "Selagi sang ibu bisa memakannya semua boleh-boleh saja. Tapi kalau bisa jauhi dulu makanan dan minuman yang kurang sehat, seperti kopi dan makanan ringan. Le
Akhirnya ia bisa juga menikmati kembali kebebasan dan kembali bersenang-senang. Setelah dua jam merayu suaminya, akhirnya Devan mengizinkan ia keluar sendirian. Meskipun harus banyak mendapatkan pesan agar menjaga diri dan calon anak mereka dengan baik, tapi tak masalah karena ia juga pasti menjaga bayi di perutnya ini dengan baik tanpa di suruh."Enaknya beli apa ya?" Ia berjalan menyusuri toko yang menyediakan berbagai macam jenis makanan manis, tiba-tiba ia merasa tertarik dengan sebuah donat jumbo yang di hias dengan sangat cantik. Tiba-tiba ia merasa ngiler, jadi ia buru-buru ingin membelinya."Sarah?"DegBaru saja tangannya ingin menjangkau donat cantik itu, tapi suara cempreng seseorang membuat ia mengurungkan niatnya."Wah gak nyangka, ternyata hidup kamu lebih baik ya setelah menikah dengan suami orang. Gimana rasanya jadi pelakor?"Ucapan ini jelas menarik perhatian orang-orang yang lewat. Begitu juga dengan Sarah, ia bahkan sampai diam mematung mendengarnya. Orang-orang y
Amora tidak berhenti tersenyum setiap kali Devan memberinya hadiah-hadiah mewah. Berlahan, ia merasa suaminya telah kembali. Sikap Devan yang beberapa waktu lalu sempat dingin sekarang sudah menghilang dan menjadi suami penuh perhatian dan kasih sayang lagi.Amora sangat bahagia. Seperti saat ini mereka berdua kembali liburan ke Paris seperti yang di minta waktu lalu olehnya. Kegiatan liburan ini tiap kali pasti akan diliputi oleh awak media tanah air. Devan adalah pengusaha tersohor, tentu saja kehidupan pribadinya sering di cari-cari oleh media, apalagi Amora yang juga seorang model tentu saja hal seperti ini sudah biasa bagi mereka."Ada apa-apa? Apa mama yang menghubungi kamu mas?" Amora memeluk Devan yang masih tak mengenakan pakaian setelah melakukan sesi percintaan mereka yang panas."Ya,""Dia bilang apa?" Amora jadi kepo. Tak biasanya mertuanya itu mengangu waktu liburan mereka seperti ini."Bukan masalah besar, sayang. Ayo... Kamu tidur lagi. Istirahat yang cukup agar nanti
Ia mencoba menyakinkan dirinya sendiri, bahwa semua akan baik-baik saja. Tapi rasa takut juga tak hilang dari hatinya, bahkan sampai sekarang Devan juga belum kembali setelah tadi pagi meninggalkan kamar hotel mereka.Ada apa ini?Apa suaminya benar-benar tega membuangnya di sini? Semakin banyak ia berpikir semakin cemas dia. Amora mengambil ponselnya, mencoba menghubungi nomor Devan beberapa kali tapi tak kunjung di angkat."Apa dia benar-benar berubah?"Meskipun sudah seperti ini ia masih belum percaya Devan benar-benar marah padanya. Ia tau suaminya sangat mencintainya, bukankah masalah anak bisa di bicarakan lagi?Ngomong-ngomong soal anak, benar dia beberapa bulan ini tetap meminum pil KB. Meskipun dia pernah berkata siap menjadi seorang ibu, tapi sebenarnya dalam hati ia tidak pernah mau.Ada alasan di baliknya, dan ia tidak bisa menceritakan pada orang lain meskipun itu Suaminya sendiri. ....Pukul enam sore Devan kembali. Amora bernafas lega, ternyata pikiran buruknya tak be
Sarah tertegun. Ada rasa takut yang menekan dirinya saat berhadapan langsung dengan ibunda Devan. Bukan apa-apa, tapi tatapan benci dari wanita tua itu mampu membuat tubuhnya gemetar karena takut."Jangan cemas... Selama kamu menjadi gadis baik seperti sebelumnya tidak akan ada masalah. Kamu hanya perlu melahirkan cucu saya, setelah itu... Menjauh dari hidup putra saya." Sarah tersenyum kecut. Tanpa di suruh ia juga akan melakukan itu, lagi pula ia sudah sadar diri dari awal tidak mungkin bisa bersaing dan mengantikan tempat Amora si wanita kaya itu."Kamu mengerti?!" Sarah berusaha membalas tatapan Ratna yang mencoba menekannya, lalu ia berkata, "nyonya... Diantara aku dan Om Devan telah tertulis perjanjian hitam dia atas putih. Pergi atau tidaknya putra anda yang memutuskannya...." Mendengar ucapan Sarah, Ratna tersenyum senang. Tertulis hitam di atas putih, sepertinya akan lebih mudah menyingkirkan gadis ini kelak. Pada akhirnya ia sadar Devan tidak bodoh, dia benar-benar mencar
Memiliki segalanya bukan berarti ia merasa selalu bahagia. Amora meremas kertas di tangannya, lagi-lagi masalah ini datang tanpa di undang. Jika dulu ia bisa melabrak dan bersikap sombong pada setiap wanita yang mencoba merayu suaminya. Tapi sekarang ia seperti istri lemah yang tak bisa melakukan apa-apa, berdiam diri menatap setiap perubahan yang suaminya lakukan. Ia bahkan tidak bisa menebaknya apa saja yang telah hilang dari suaminya itu!"Bagaimana?" "Tuan hari ini benar-benar ke kantor, Nyonya. Tidak ada yang mencurigakan,"Amora mengertat giginya geram. Bagaimana bisa Devan begitu baik menyembunyikan selingkuhannya. "Bagaimana di vila?""Tidak mungkin nyonya. Kemarin saya bahkan melihat nyonya Ratna pergi ke Villa. Jika tuan benar-benar selingkuh, dia tidak mungkin menyembunyikannya disana."Masuk akal. Mertuanya sangat menyayangi dirinya, tidak mungkin dia menyembunyikan perselingkuhan Devan jika itu benar-benar terjadi."Mengapa nyonya begitu yakin tuan Devan memiliki wanit
Mata Devan membulat sempurna. Ia mendadak berbalik, menatap Sarah dengan tajam menantikan jawab yang pasti."Kamu bercanda kan? Bagaimana bisa mama tau tentang kamu?"Sarah hanya menggeleng. Ia sendiri juga sedang ketakutan sekarang, pembicaraan mereka hari itu masih membekas di benaknya. Apa setelah anak ini lahir ia akan di usir dengan kejam?"Ahh... Sial! Kenapa jadi begini!" Devan meremas rambutnya frustasi. "Dia tanya apa saja sama kamu?""Gak ada, Om. Cuman sebentar..." Sarah engan mengatakan pembicaraan yang di katakan Ratna. Bagaimana pun juga ia akan sakit kembali jika mengulang bertapa kasar wanita itu kemarin.Devan tidak bertanya lagi. Ia pergi meninggalkan ruang rawat dengan wajah frustasinya. Kali ini ia tidak ingin mengurus pelayan yang bernama mawar, tapi ia harus menemui ibunya."Jika Mama tahu apa dia juga memberi tahu Amora? Sialan! Aku bahkan belum menyiapkan alasan yang baik." gumam Devan dalam hati.****Devan lekas kembali ke rumah dengan terburu-buru. Bahkan ia
"Kenapa kamu masih mau menuruti ucapan dia? Sarah apa dia mengancam mu?" Jaya datang pagi-pagi sekali, membuat kehebohan di Vila Devan ingin menemui Sarah.Untungnya devan sedang tak di sana, jadi Sarah bisa menemuinya sekarang. Jika tidak ia takut Devan berubah pikiran dan kembali melarang dirinya bertemu dengan anaknya. Sarah gak mau!"Aku kembali karena kemauan ku, Bang. Aku rasa ini yang terbaik,aku gak mau menyusahin kamu. Uang 500 juta bukanlah mudah di cari. Usahamu masih butuh modal yang banyak, Lagi pula om Devan berjanji akan membiarkan ku selalu bersama anakku, ini sudah cukup."Jaya mengeleng. "Tapi bagaimana dengan ku? Sarah, aku mencintaimu. Biar aku membayar hutang mu, setelah itu kita menikah dan hidup bahagia berdua." Pintanya.Sarah menolak. Bersama dengan Jay sekarang bukan waktu yang baik, meskipun uang telah di kembalikan ia tak yakin devan dengan mudah membuat anaknya bersama dengannya. Pria itu kaya, dia bisa berbuat apa saja. Lagi pula mereka berdua masih saumi
"Sar? Bagaimana, apa lebih baik?" "Mm... Sakitnya sudah berkurang. Aku gak tahu efek dari operasi sesar seperti ini. Huh... Bikin cemas aja.."Bagaimana tidak. Tiba-tiba bekas lukanya merasa nyeri hebat. Padahal ia hanya mencoba mengangkat air dengan ember tadi, siapa sangka akan jadi begini."Makanya kalau dilarang itu mengerti, Sar. Sakit gini siapa yang rugi, kamu juga kan." Tak lama suster datang lagi untuk Menganti infus. Sarah terpaksa dirawat dua hari kedepan, kata dokternya ada luka yang kembali terbuka. Untungnya tidak parah, hanya butuh penanganan dokter sebentar sampai luka itu menyatu kembali."Bang Jay, gimana kabar anakku disana ya?" "Sudahlah, Sar. Tunggu kamu pilih dulu, setelah itu aku janji akan bawa kamu menemui tuan kaya itu." Sarah menarik nafas lelah, "aku bahkan tidak berani berpikir seperti itu, Bang. Apa dia mau dengan kehadiran ku? Bagaimana kalau Nyonya Amora tak senang dan berbuat hal gila. Aku tidak ingin kemarahannya akan ia balas pada anakku." Jaya
Untuk berucap saja Malik sudah tak mampu. Ia sungguh malu setelah mendengar ucapan dokter tadi. Bagaimana bisa putranya yang telah ia besarkan dengan penuh kasih sayang bisa menjadi seperti ini. Sungguh picik sekali dia sebagai wanita tega membunuh anaknya sendiri hanya demi tubuh yang indah."Ayah benar-benar malu, Bun. Bagaimana bisa....ya tuhan. Kenapa dia bisa begitu kejam."Mayang yang telah mendengar penjelasan tentang putrinya tak henti menangis. Sebagai seorang ibu ia merasa sakit hati dengan melakukan putrinya sendiri, tapi sebagai ibunya tentu saja ia masih mencoba membela sang putri."Yah, lebih baik kita tanyakan dulu padanya. Dia pasti punya alasan melakukan itu," Melihat mertuanya masih mencoba membela putri mereka, Devan menjadi tak tertarik lagi. Ada hal penting yang lebih ingin ia lakukan, jadi ia segera berdiri "Ayah, Bunda. Dokter bilang Amora harus melakukan operasi secepatnya, jika tidak akan sangat muruk untuk dia. Masalah ini aku rasa kalian lebih baik yang m
Gila! Ini benar-benar gila. Bagaimana ia tidak bisa tahu ini semua pernah terjadi, dan ia seperti orang bodoh mempercayai Istrinya selama ini. apa sebegitu tak ingin Amora mengandung anaknya?"Aborsi? Kureta? Gila!! Ini hanya mimpi, sial!" Meskipun ia mencoba menolak, tapi ucapan dokter tadi sudah cukup membuat ia mau gila. Bagaimana bisa istri yang ia percayai selam ini pernah hamil? Apalagi sampai mengugurkan kandungannya, ia benar-benar tak bisa percaya."Devan, ada apa dengan mu, nak? Kenapa menarik rambutmu seperti itu?" Ratna sangat cemas melihat kelakuan putranya yang aneh. Ada apa?"Dokter bilang apa? Kenapa kamu jadi begini hah?" Tanya Ratna lagi. Tapi devan masih bungkam dengan mata yang telah memerah."Devan jawab Mama! Kamu kenapa sih, kok kamu aneh begini. Dan Amora... Apa kata dokter?"Devan tak tahu harus menjelaskan bagaimana. Air matanya berjatuhan, untuk pertama kalinya ia menangis setelah dewasa seperti ini. Ternyata kebohongan Amora benar-benar melukai harga dir
"Apa kamu bilang? Kenapa bisa pergi!!" Devan mencengkram erat pegangannya di meja, bagaimana bisa dia tiba-tiba hilang.Lama ini mendengar balasan orang di luar sana. Devan meremas ponselnya kuat, sial! Kenapa jadi begini."Tolong kamu Carikan dia!" Perintah Devan. Tidak sekarang. Ia dan bayinya masih membutuhkan gadis itu, jika dia pergi lalu ia pergi kemana. Sedangkan keluarga tak punya, ayahnya pun tak peduli dengan kehidupan gadis itu Tiba-tiba devan merasa cemas. Sarah sendirian di dunia ini, apalagi ia sedang sakit pasca operasi melahirkan malah pergi sendirian. "Ini salahku, seharusnya aku pergi ke rumah sakit setiap hari menjaganya. Ya Allah, apa yang terjadi pada gadis itu?"Devan lekas meningalkan kantor. Ia ingin menuju rumah sakit dan mencari sendiri keberadaan Istrinya. Untung-untung jika ia mendapatkan jejak, meskipun gadis itu tak mau kembali ia akan tetap memaksa.****"Apa? Dia sudah pergi?" Amora tidak bisa tidak bahagia mendengar kabar ini. "Kalau begitu bagus. K
Bagaikan bunga yang telah layu semua meningalkan dirinya. Sarah membuka mata pertama kali, ia berharap pertama kali yang ia lihat adalah Devan sang suami, tapi siapa sangka malah Jaya yang tengah tertidur di sampingnya.Saat ia ingat bergerak pria itu terbangun lebih dulu, ia terlihat bahagia mendapati Sarah telah bangun."Ya Allah... Kamu udah bangun. Tunggu sebentar, biar ku panggilkan dokter sekarang." Sarah menatap miris. Tak percaya malah mantan kekasihnya yang menjaganya, sedangkan suaminya dimana?"Dimana suamiku?"Jaya membeku saat suara kecil Sarah menanyai keberadaan suaminya. Ia harus jawab apa?Sedangkan Devan sudah beberapa hari tak datang ke sini menjaga Istrinya. Pria itu sepertinya masih terlalu sibuk dengan bayinya, sampai melupakan Sarah begitu saja."Kenapa kamu tak menjawab? Ahhh.... Kenapa perutku sakit sekali!!" Sarah merteriak perih saat merasakan perutnya sakit bercampur ngilu. "Astaghfirullah... Jangan gerak dulu, Sar. Luka operasi mu belum sembuh, tunggu do
"apa maksud, Mama? Bukankan dia baik-baik saja tadi pagi. Lalu kenapa sekarang malah operasi sesar secepat ini?"Padahal tadi pagi mereka masih berbicara seperti biasa. Lalu kenapa tiba-tiba istrinya malah kembali drop dan harus melakukan operasi sekarang?"Baiklah, aku akan datang sekarang." Lekas Devan mengambil kunci mobil, meningalkan kantor meskipun sebentar lagi sebenarnya harus menghadiri rapat, tapi ia tak peduli lagi.Perjalanan ternyata begitu tidak mulus, terjebak macet membuka Devan frustasi. Pikiran buruk telah memenuhi otaknya, bagaimana kalau anaknya kenapa-napa? Lalu sarah?"Hey! Lebih cepat lagi nyetirnya!" Teriaknya tak sabaran."Baik tuan..." Untungnya Lim menit kemudian mereka sampai di rumah sakit. Devan sudah lebih dulu meloncat sebelum mobil benar-benar berhenti, sepertinya ia benar-benar hawatir sekarang "Mama!!!" Ratna yang melihat kedatangan sang anak lekas berlari memeluknya. "Devan... Mama hawatir. Bagaimana kalau cucu Mama kenapa-napa?" Tangisan Ratna
POV DevanAku tau aku adalah lelaki yang egois. Demi memenuhi impian aku rela mengorbankan dua wanita, demi seorang anak aku rela membagi rasa dan mengorbankan perasaan mereka hanya untuk kesenangan ku.Aku melakukan ini karena terpaksa. Diumurku yang sudah hampir kepala empat ini impian punya anak sendiri membuat ku melupakan segalanya. Bermain di sore hari bersama anakku, berbelanja diakhiri pekan, pulang kerja ada yang berlari manyambutku dengan kaki kecilnya, impian demi impian ini sayangnya Amora tak bisa berikan.Kenapa?Aku juga tak mengerti. Dia selalu bilang tak siap hamil karena takut tubuhnya rusak, tapi entah mengapa aku tak mempercayai alasan itu seratus persen. Apa yang sebenarnya istriku sembunyikan?Meskipun sudah menikah delapan tahun lebih, tapi aku tak merasakan Amora benar-benar mencintai ku. Dia selalu senang saat diberikan materi, barang mewah dan liburan keluar negeri. Hanya sekedar itu. Lalu apa dia melakukan tugasnya sebagai seorang istri?Ya, hanya sebatas
"Ma, kenapa mama ninggalin Mas Devan sama wanita itu? Aku gak rela ya mereka berduaan di sana." Ratna memijit dahinya. Sungguh ia pusing menghadapi Amora yang tidak mau mengerti, bukan salah dia juga sih karena seorang istri pasti akan merasakan sakit hati melihat suaminya memiliki wanita lain. Ratna tahu itu. Karena dia juga pemerasannya dulu. Saat suaminya berkhianat bahkan ia sampai pergi meninggalkan rumah, untung Amora ini lebih kuat."Ra, mama minta tolong ya. Sabar sedikit lagi," pinta Ratna. "Kamu bilang tidak mau hamil kan, tidak mau tubuhmu rusak kan karena mengandung?"Deg! Amora dibuat mati kutu mendengarkan ucapan mertuanya."Dari mana mama tahu tentang ini?"Ratna tersenyum kecil, "Devan sudah cerita tadi saat kami di musholla rumah sakit. Jadi benar yang Devan bilang itu?" Amora tidak punya kesempatan lagi untuk berbohong, jadi ia mengangguk membenarkannya ucapan suaminya itu. "Maaf, ma. Dari dulu sampai sekarang aku takut hamil, aku gak tahu mengapa tapi aku benar-