Braakkk
Kyle memukul meja dengan keras dan berdiri."Kamu pikir kami tertarik dengan penawaranmu itu? Kamu membayar iklan premium dengan perusahaan bobrok yang di jadikan sebagai jaminan hutang. Kamu pikir perusahaan kami ini perusahaan kelas teri?" bentak Kyle emosi.James yang terkejut saat Kyle memukul meja, kembali dikejutkan dengan penolakan kyle secara terang-terangan."Bubu bu kan begitu, CEO Kyle. Saya tahu, perusahaan ini adalah perusahaan periklanan nomer satu di negara ini. Dan perusahaan ini adalah satu-satunya perusahaan advertising yang teringetrasi dengan perusahaan-perusahaan asing di beberapa negara."James menghentikan ucapannya yang penuh kegugupan dan menghela nafas berulangkali karena dadanya sesak, lalu melanjutkan."Singgih Properti sebagai perusahaan properti ternama di negara ini dan sebentar lagi akan Go Internasional, tentu saja sanggup membayar berapa pun biaya yang ditentukan oleh perusahaan anda, KPagi ini, berbekal roti dan selai yang sudah disediakan, Mery dan Sylvi membuat roti bakar dengan mesin pembakar roti yang juga susah tersedia. Beberapa lembar roti mereka keluarkan dari plastik pembungkus nya dan di olesi selai coklat dan kacang, kemudian mulai membakarnya.Mery membuka laci di bawah meja panjang dan menemukan banyak peralatan makan sudah tersedia disana seperti, piring, gelas, sendok, garpu dan juga dua buah teko berbahan kaca.Air yang baru saja mendidih di ketel listrik dituang ke dalam teko berisi teh celup. Beberapa buah gelas kaca juga di susun rapih di atas meja."Wah sarapan kita hari ini sudah seperti di rumah sendiri ya, Bu Mery," ucap Sylvi senang."Iya, Syukurlah kita bisa makan dengan nyaman mulai sekarang," Sahut Mery dengan senyum lembutnya.Tok tok tokSuara ketukan di pintu menghentikan pembicaraan mereka berdua.Mery membuka pintu dan tersenyum saat melihat Dhani dan Sagi berada di depan pintu dengan kedua tangan mereka masing-masing menjinjing sat
"Tapi, untuk apa Bos? Biar saja James Singgih menjual perusahaan itu dan setelah itu dia akan datang ke perusahaan kita untuk membayar iklan perusahaannya," sahut Bobby tak mengerti dengan pola pikir Kyle kali ini.Untuk pertama kalinya mereka berbeda pendapat. Sebelumnya, dalam banyak hal mereka selalu satu pemikiran. itulah sebabnya Kyle mempercayakan banyak pekerjaan pada asistennya itu. Sementara sekretaris CEO hanya mengerjakan hal-hal kecil."Kau pilih, mau potong gaji atau lakukan perintahku sekarang juga!" hardik Kyle sambil melempar sebuah pulpen ke arah Bobby. "Siap, Bos," teriak asisten CEO itu sambil berlari ke mejanya. Bobby meraih ponselnya di atas meja dan mencari nama-nama sahabatnya yang sering membantu pekerjaannya.Setelah menemukan sebuah nama yang menurutnya cocok untuk pekerjaan ini, dia langsung menghubungi dan menjelaskan secara terinci semua yang harus dilakukan saat telepon tersambung.Bobby menutup telpon dan duduk di kursinya dengan nafas terengah-engah. D
Kyle dan Bobby kembali ke kantor mereka dengan wajah menegang. Selama di perjalanan, tidak ada sepatah kata pun keluar dari mulut CEO muda itu. Wajah arogan nya terpampang jelas dan membuat Bobby tak berkutik. Dia hanya terdiam sambil mengemudikan mobil RR Phantom milik Bos nya itu."Selamat siang, CEO Kyle, Asisten Bobby, ada berkas penting yang harus di tanda tangani siang ini," sapa Wenny, sekretaris CEO. Kyle tak melihat ke arahnya sedikitpun. Pemilik wajah datar dengan tatapan dingin itu terus berjalan masuk ke ruangannya. Bobby menyambut berkas yang di sodorkan Wenny dan menyuruh wanita itu kembali ke mejanya dengan isyarat tangan.Wenny yang tidak mengerti apa yang terjadi hanya menuruti isyarat Bobby. Bukan pertama kalinya sekretaris CEO itu melihat penampakan arogan sang CEO yang bertubuh tinggi, atletis dengan kulit putihnya itu.Namun dia tidak pernah tahu apa yang terjadi. Hanya Bobby yang paling tahu tentang semua hal mengenai Kyle
Sylvi kembali ke sel khususnya di lantai dua setelah satu jam kemudian. "Dari mana saja kamu Sylvi?" Tanya Mery gemetar.Dia takut Tuan Mudanya menemukan gadis itu dan berbuat kasar pada Sylvi."Aku dari tempat olahraga. Sudah dua hari aku tidak memukul dan menendang samsak. Lumayanlah hari ini terlampiaskan," sahut Sylvi sambil menyeka keringatnya dengan ujung lengan bajunya."Syukurlah kamu tidak apa-apa, nak," ujar Mery sambil menarik nafas lega."Memangnya kenapa, Bu Mery?" Tanya Sylvi. "Tuan Muda itu sangat keras kepala. Jangan ulangi lagi sikapmu seperti tadi, ya? Aku takut, dia marah besar dan memindahkan kamu ke sel lain," ujar Mery lagi dengan mata mulai terlihat berkaca-kaca. "Aku kesal. Dia keterlaluan. Tidak seharusnya dia...""Dia yang kamu maksud itu adalah anak majikan saya yang artinya dia itu adalah majikan saya. Dan hanya dia yang mau membantu saya saat ini, bukan yang lain. Tanpa dia, saya
Saritem maju dua langkah sambil menggeretakkan tulang lehernya."Ayo lu duluan dah. Kalo gue yang duluan tar sekali pukul mati lu," ujar Saritem sombong sambil mengusap ujung hidungnya dengan jari jempol tangan kanannya.Kedua tangannya di lipat di depan dada dengan pandangan mata lurus ke depan tanpa mempedulikan gadis itu.Sylvi mengepalkan tangan kanannya sekuat tenaga. Tanpa membuang waktu, gadis itu setengah berlari menghampiri Saritem dan langsung melayangkan tinjunya dengan cepat.Saritem yang lengah dengan kesombongan nya jatuh ke samping dengan tubuh kaku tak bergerak. Matanya melotot tajam saat menyadari bahwa dia berhasil tumbang dengan sekali pukulan dari gadis pembunuh kerempeng itu.Tidak. Tidak mungkin. Tidak mungkin dia sekuat itu. Walau tubuhnya tidak kerempeng lagi, tapi tetap saja tidak mungkin dia punya kekuatan sebesar itu. Selama ini gadis itu bahkan tidak pernah melawan sekali pun karena terlalu lemah saat berhadapan dengan mereka. Si Gimbal, Sutiwe dan Markije
KrekkSutiwe terjatuh ke belakang tubuh Sylvi dengan kepala mendarat di tanah pertama kali.Suara yang sangat nyaring itu berasal dari leher Sutiwe yang bengkok. Lidahnya menjulur keluar dan tak bisa berbicara meski dia berusaha untuk mengatakan sesuatu.Pemandangan itu tampak mengerikan di mata Si Gimbal dan Markijem. Mana mungkin gadis itu bisa mengalahkan lima orang dalam waktu kurang dari lima belas menit?Markijem tampak ketakutan dan berdiri di belakang Si Gimbal yang masih terbelalak tak percaya.Lidahnya kelu tak bisa bicara.Sejak awal mereka semua sudah meremehkan gadis kerempeng itu. Tapi kini keadaan berbalik. Gadis itu tampak menatap remeh ke arah mereka berdua yang tersisa.Si Gimbal mulai gentar namun tetap ingin menampakkan taringnya."Gw kasih penawaran untuk yang terakhir kalinya, kalo lu gabung di tim kami, lu bakal jadi tangan kanan gue menggantikan Sutiwe. Apa lu gak tertarik?" ujarnya santai.Melihat Sylvi tak bereaksi sama sekali, si Gimbal kembali berkata, "Gw
Enam bulan sudah Kyle tidak pernah datang ke sel Mery dan Sylvi. Selama enam bulan ini, dia hanya berkomunikasi dengan Dhani melalui ponsel untuk menanyakan kondisi Mery dan juga mengirim sejumlah uang untuk keperluan Kepala Pelayannya itu. Tentu saja termasuk Sylvi.Meskipun CEO tampan nan arogan itu masih kesal dengan gadis bertubuh kurus itu, tapi dia tetap memasukkan nama Sylvi dalam anggaran bulanan untuk Mery."Mr. Kyle, semuanya sudah beres, semua berkas sudah dikirim ke pengadilan dan sedang di investigasi ulang oleh pihak pengadilan, saya yakin beberapa hari lagi Bu Mery akan bebas," ucap Bobby yang berdiri di samping meja Kyle.Kyle mendengarkan dengan seksama namun semua ucapan Bobby tak mampu merubah mimik wajahnya yang datar.CEO berdarah dingin itu hanya membolak-balik berkas yang diletakkan oleh Bobby di atas mejanya."Bagaimana dengan tugas yang satunya lagi?" Tanya Kyle datar tanpa ekspresi. "Pengacara yang kami tunjuk sedang mempelajarinya dan tim kuasa hukum untuk
Ponsel Bobby berdering dan sejenak menghentikan percakapan itu.Bobby berbicara di telepon dengan wajahnya tampak senang. Setelah memutuskan sambungan telepon, Bobby bergegas melapor pada Kyle."Mr. Kyle, Bu Mery sudah bisa di bebaskan besok pagi," ucap Bobby senang.Pandangan Kyle berpindah dari Bobby ke Mery, lalu menatap sebentar ke arah Sylvi lalu kemudian membuang pandangannya ke arah Dhani."Malam ini kami selesaikan urusan surat izin dan besok pagi Bu Mery akan di bawa pulang," ucapnya pada Dhani.Dhani mengangguk mantap. Dia merasa senang karena Bu Mery sudah mendapatkan keadilan, tapi bagaimana dengan..."Tidak, saya tidak mau pulang. Saya tidak mau meninggalkan Sylvi sendirian di sini," ucap Mery tegas.Dhani tercekat mendengar suara ketulusan dari bibir Mery. Meski begitu, tidak ada yang bisa dia perbuat untuk membantu Sylvi keluar dari tahanan "Bu Mery tenang saja. Saya akan menjaga mba Sylvi di sin