Kyle dan Bobby kembali ke kantor mereka dengan wajah menegang. Selama di perjalanan, tidak ada sepatah kata pun keluar dari mulut CEO muda itu. Wajah arogan nya terpampang jelas dan membuat Bobby tak berkutik. Dia hanya terdiam sambil mengemudikan mobil RR Phantom milik Bos nya itu."Selamat siang, CEO Kyle, Asisten Bobby, ada berkas penting yang harus di tanda tangani siang ini," sapa Wenny, sekretaris CEO. Kyle tak melihat ke arahnya sedikitpun. Pemilik wajah datar dengan tatapan dingin itu terus berjalan masuk ke ruangannya. Bobby menyambut berkas yang di sodorkan Wenny dan menyuruh wanita itu kembali ke mejanya dengan isyarat tangan.Wenny yang tidak mengerti apa yang terjadi hanya menuruti isyarat Bobby. Bukan pertama kalinya sekretaris CEO itu melihat penampakan arogan sang CEO yang bertubuh tinggi, atletis dengan kulit putihnya itu.Namun dia tidak pernah tahu apa yang terjadi. Hanya Bobby yang paling tahu tentang semua hal mengenai Kyle
Sylvi kembali ke sel khususnya di lantai dua setelah satu jam kemudian. "Dari mana saja kamu Sylvi?" Tanya Mery gemetar.Dia takut Tuan Mudanya menemukan gadis itu dan berbuat kasar pada Sylvi."Aku dari tempat olahraga. Sudah dua hari aku tidak memukul dan menendang samsak. Lumayanlah hari ini terlampiaskan," sahut Sylvi sambil menyeka keringatnya dengan ujung lengan bajunya."Syukurlah kamu tidak apa-apa, nak," ujar Mery sambil menarik nafas lega."Memangnya kenapa, Bu Mery?" Tanya Sylvi. "Tuan Muda itu sangat keras kepala. Jangan ulangi lagi sikapmu seperti tadi, ya? Aku takut, dia marah besar dan memindahkan kamu ke sel lain," ujar Mery lagi dengan mata mulai terlihat berkaca-kaca. "Aku kesal. Dia keterlaluan. Tidak seharusnya dia...""Dia yang kamu maksud itu adalah anak majikan saya yang artinya dia itu adalah majikan saya. Dan hanya dia yang mau membantu saya saat ini, bukan yang lain. Tanpa dia, saya
Saritem maju dua langkah sambil menggeretakkan tulang lehernya."Ayo lu duluan dah. Kalo gue yang duluan tar sekali pukul mati lu," ujar Saritem sombong sambil mengusap ujung hidungnya dengan jari jempol tangan kanannya.Kedua tangannya di lipat di depan dada dengan pandangan mata lurus ke depan tanpa mempedulikan gadis itu.Sylvi mengepalkan tangan kanannya sekuat tenaga. Tanpa membuang waktu, gadis itu setengah berlari menghampiri Saritem dan langsung melayangkan tinjunya dengan cepat.Saritem yang lengah dengan kesombongan nya jatuh ke samping dengan tubuh kaku tak bergerak. Matanya melotot tajam saat menyadari bahwa dia berhasil tumbang dengan sekali pukulan dari gadis pembunuh kerempeng itu.Tidak. Tidak mungkin. Tidak mungkin dia sekuat itu. Walau tubuhnya tidak kerempeng lagi, tapi tetap saja tidak mungkin dia punya kekuatan sebesar itu. Selama ini gadis itu bahkan tidak pernah melawan sekali pun karena terlalu lemah saat berhadapan dengan mereka. Si Gimbal, Sutiwe dan Markije
KrekkSutiwe terjatuh ke belakang tubuh Sylvi dengan kepala mendarat di tanah pertama kali.Suara yang sangat nyaring itu berasal dari leher Sutiwe yang bengkok. Lidahnya menjulur keluar dan tak bisa berbicara meski dia berusaha untuk mengatakan sesuatu.Pemandangan itu tampak mengerikan di mata Si Gimbal dan Markijem. Mana mungkin gadis itu bisa mengalahkan lima orang dalam waktu kurang dari lima belas menit?Markijem tampak ketakutan dan berdiri di belakang Si Gimbal yang masih terbelalak tak percaya.Lidahnya kelu tak bisa bicara.Sejak awal mereka semua sudah meremehkan gadis kerempeng itu. Tapi kini keadaan berbalik. Gadis itu tampak menatap remeh ke arah mereka berdua yang tersisa.Si Gimbal mulai gentar namun tetap ingin menampakkan taringnya."Gw kasih penawaran untuk yang terakhir kalinya, kalo lu gabung di tim kami, lu bakal jadi tangan kanan gue menggantikan Sutiwe. Apa lu gak tertarik?" ujarnya santai.Melihat Sylvi tak bereaksi sama sekali, si Gimbal kembali berkata, "Gw
Enam bulan sudah Kyle tidak pernah datang ke sel Mery dan Sylvi. Selama enam bulan ini, dia hanya berkomunikasi dengan Dhani melalui ponsel untuk menanyakan kondisi Mery dan juga mengirim sejumlah uang untuk keperluan Kepala Pelayannya itu. Tentu saja termasuk Sylvi.Meskipun CEO tampan nan arogan itu masih kesal dengan gadis bertubuh kurus itu, tapi dia tetap memasukkan nama Sylvi dalam anggaran bulanan untuk Mery."Mr. Kyle, semuanya sudah beres, semua berkas sudah dikirim ke pengadilan dan sedang di investigasi ulang oleh pihak pengadilan, saya yakin beberapa hari lagi Bu Mery akan bebas," ucap Bobby yang berdiri di samping meja Kyle.Kyle mendengarkan dengan seksama namun semua ucapan Bobby tak mampu merubah mimik wajahnya yang datar.CEO berdarah dingin itu hanya membolak-balik berkas yang diletakkan oleh Bobby di atas mejanya."Bagaimana dengan tugas yang satunya lagi?" Tanya Kyle datar tanpa ekspresi. "Pengacara yang kami tunjuk sedang mempelajarinya dan tim kuasa hukum untuk
Ponsel Bobby berdering dan sejenak menghentikan percakapan itu.Bobby berbicara di telepon dengan wajahnya tampak senang. Setelah memutuskan sambungan telepon, Bobby bergegas melapor pada Kyle."Mr. Kyle, Bu Mery sudah bisa di bebaskan besok pagi," ucap Bobby senang.Pandangan Kyle berpindah dari Bobby ke Mery, lalu menatap sebentar ke arah Sylvi lalu kemudian membuang pandangannya ke arah Dhani."Malam ini kami selesaikan urusan surat izin dan besok pagi Bu Mery akan di bawa pulang," ucapnya pada Dhani.Dhani mengangguk mantap. Dia merasa senang karena Bu Mery sudah mendapatkan keadilan, tapi bagaimana dengan..."Tidak, saya tidak mau pulang. Saya tidak mau meninggalkan Sylvi sendirian di sini," ucap Mery tegas.Dhani tercekat mendengar suara ketulusan dari bibir Mery. Meski begitu, tidak ada yang bisa dia perbuat untuk membantu Sylvi keluar dari tahanan "Bu Mery tenang saja. Saya akan menjaga mba Sylvi di sin
"Seperti yang pernah saya sampaikan, William Neil, pengacara Sylvi Anugrah, awalnya memang sungguh-sungguh akan membantu memenangkan kasus Sylvi. Tapi entah kenapa, di tengah jalan William seperti tidak ingin lagi meneruskan kasus itu," ucap Bobby pada Kyle keesokan paginya. "Karena dia menerima suap dari James Singgih?" Tanya Kyle."Ya. Benar sekali," jawab Bobby serius."Pasal pembunuhan yang awalnya di tujukan pada Sylvi berubah menjadi pasal pembunuhan tidak terencana karena kelalaian, setelah william mengajukan beberapa bukti seperti rekaman CCTV dan saksi mata di tempat kejadian, yaitu petugas keamanan Cluster rumah gadis itu."Bobby menghela nafas sejenak, dan kembali melanjutkan. "Di persidangan berikutnya, sikap William mulai berubah acuh tak acuh. Dia seperti tidak tertarik lagi untuk menjadi pengacara Sylvi Anugrah. Pengacara itu tidak nampak lagi di rumah tahanan tempat Sylvi ditahan untuk berkunjung membahas kelanjutan sidang seperti biasanya, malah William diketahui me
Kyle dan Bobby datang ke rumah tahanan untuk menjemput Mery. Namun seperti yang dikatakan Mery kemarin, dia tidak mau pergi kemana pun tanpa Sylvi."Maafkan saya Tuan Muda, saya akan tetap disini sampai Sylvi keluar dari penjara," ujarnya tegas.Kyle dan Bobby menghela nafas kasar. Ternyata Mery keras kepala juga. Sejak kemarin, pendiriannya tidak berubah sedikitpun."Dimana gadis itu?" Tanya Kyle sambil menghempaskan tubuhnya di atas sofa."Dia, dia sedang berolahraga," sahut Mery sedikit cemas.Baru kemarin Sylvi kembali ke sel mereka dengan beberapa luka di tubuhnya, tapi gadis itu tetap pergi berolahraga sore ini.Sementara itu di ruang olahraga..."Ngapain lagi kalian datang kesini? Mau ngajak berantem lagi," ucap Sylvi kesal.Setelah kejadian kemarin, dia tidak menyangka para wanita begundal itu kembali menemuinya di ruang olahraga."Kami...kami cuma..." sahut Jamilap gugup.Di belakangnya tampak si Gimbal menggunakan tongkat untuk berjalan karena tulang kakinya retak setelah di