Menyadari situasi sudah berbalik, Mery, Kyle dan Bobby memutuskan untuk kembali ke sel Mery di lantai dua."Panggil yang lain kesini, biar kalian semua tahu rasa!" Perintah Sylvi.Si Gimbal, Markijem dan Jamilap kembali ke sel mereka dan memberitahukan rekan-rekan nya untuk segera menemui Sylvi di ruang olahraga.Hanya bertemu dengannya, maka kita semua akan di maafkan. Begitu ucap Si Gimbal pada Saritem, Sutiwe, Maimuncrat dan Konipah. Mereka semua bergegas menuju ruang olahraga bergantian sesuai perintah Si Gimbal. Dan mereka kembali satu persatu ke sel dengan wajah memerah karena masing-masing mendapat satu tamparan keras.Kenapa Bos gak bilang kalau kita semua akan dapat tamparan? pikir mereka kesal.Di lantai dua..."Hhhhh....akhirnya, Sylvi sekarang sudah bisa mengendalikan situasi," ucap Mery sambil menghela nafas dalam setelah kembali ke selnya."Berarti, anda sudah siap kembali ke rumah Bos kan, Bu Mery?" Tanya Bobby.Kyle duduk santai di sofa tanpa menghiraukan yang lain. P
"Hmmmm, enak sekali aromanya. Pasti banyak pelanggannya, nih," ujar Bobby berusaha untuk mencairkan suasana yang mulai tegang.Bobby membuka nasi goreng miliknya dan memasukkan satu suapan ke mulutnya."Wah, bener-bener enak, Bu Mery. Rasanya tidak kalah dengan masakan restoran mewah," ujar Bobby lagi.Mery terdiam menyadari Bobby berusaha membuat Bosnya tenang. Wanita yang sudah menjadi pelayan di rumah Kyle sejak Tuan Muda nya itu lahir sudah mengetahui apa saja yang dia suka dan tidak suka.Setiap hari makanannya terjaga. Tuan Muda hanya makan makanan yang dia masak dari bahan-bahan masakan berkualitas tinggi dan hanya sesekali makan di restoran mewah jika sedang sibuk dan tak sempat pulang. Apalagi belakangan ini Mery berada di rumah tahanan, jadi Kyle semakin sering makan di restoran hotel berbintang. Yang ada di hadapannya saat ini hanya nasi goreng pinggir jalan yang sangat jauh dari standar makanan yang biasa di konsumsi oleh Kyle. Tentu saja CEO arogan itu tidak akan menyent
"Nona Sylvi sudah bisa di bebaskan, hanya saja masih berstatus bebas bersyarat, dan harus terus melaksanakan wajib lapor hingga masa tahanannya selesai," ucap Bobby senang.Mery yang mendengar hal itu langsung memeluk Sylvi yang terpaku. Gadis itu merasa tidak percaya dengan ucapan Bobby."Sylvi, akhirnya kita bebas. Kita bisa pulang sekarang," ujar Mery sambil memeluk erat tubuh Sylvi yang mulai berisi."Apa...apa yang terjadi?" Tanya Sylvi masih tak percaya. Tidak mungkin pengadilan membebaskan nya tanpa ada yang membantu. Apa Kyle yang membantuku? tanya nya dalam hati."Oh jadi begini, nona Sylvi. Kami...." "Tidak penting. Yang penting sudah bebas sekarang. Ayo cepat siap-siap untuk pulang," pungkas Kyle memotong ucapan Bobby yang hendak menjelaskan bahwa mereka lah yang membantu Sylvi diam-diam."Iya benar, yang terpenting kamu sudah bebas sekarang. Dan kita sudah bisa keluar dari rumah tahanan ini," ujar Mery setelah melepas pelukannya dan menatap haru ke arah Sylvi. "Tapi...ta
Setelah bersiap-siap dan mengurus semua surat izin yang di perlukan, Kyle, Bobby, Mery dan Sylvi menaiki mobil RR Phantom milik Kyle yang terparkir di depan gedung rumah tahanan.Dhani dan Sagi mengantar mereka hingga ke tempat parkir dengan senyum haru. Mereka senang, gadis yang selama ini berusaha mereka lindungi sudah bebas dari tahanan.Saat mobil RR Phantom itu mulai meninggalkan pelataran parkir rumah tahanan, senyum di wajah Dhani pun ikut menghilang dan berganti dengan raut kesedihan.Begitu pun Sagi. Laki-laki paruh baya itu ikut senang dengan bebasnya Mery dan Sylvi namun dia sudah mulai merasa kehilangan sejak satu detik yang lalu. Dhani dan Sagi menghela nafas bersamaan. Lega rasanya melihat orang yang mereka lindungi bisa bebas di luar sana. Tapi sedih karena tidak akan bertemu dengan mereka lagi. "Tadi Pak Dhani bilang apa, nona Sylvi?" Tanya Bobby yang sedang mengemudi saat mobil itu mulai bergerak di jalan raya yang tidak terlalu padat saat itu."Pak Bobby panggil s
Mereka bertiga bergegas masuk menyusul langkah kaki lebar Kyle yang sulit untuk di imbangi. Dan lagi-lagi, kekaguman terpancar di mata Mery, Sylvi dan Bobby.Bobby yang sudah hampir sepuluh tahun menjadi asisten CEO Kyle Knight itu tidak pernah menyangka bahwa Bos nya memiliki selera yang tinggi dalam memilih sebuah hunian termasuk semua isi di dalamnya. Kenapa aku tidak pernah tahu Bos membeli rumah ini? batinnya. Mereka tidak tahu sejak kapan Kyle masuk ke sebuah kamar berukuran besar di lantai dua, namun saat ini mereka menyaksikan penampilan seorang pria tampan sedang menuruni tangga selebar dua meter di tengah-tengah ruangan.Pesona CEO arogan itu melebihi pesona yang dimiliki oleh selebriti papan atas yang sedang berjalan di karpet merah. Wajah blasteran Jerman-Amerika, mata biru dengan hidung mancung, alis tebal dengan rambut kelimis, serta sedikit cambang yang menghiasi wajah berparas dingin itu, sangat terlihat macho dengan warna kulitnya yang terang.Dan yang pasti, pria
Di belakang pintu, Mery dan Sylvi terdiam tanpa berani membuka pintu. Sylvi bahkan mengedarkan pandangannya ke seluruh rumah tanpa berharap melihat penampakan apapun, tapi penasaran.Saat pikiran mereka diliputi keragu-raguan, bel kembali berbunyi dan membuat dua wanita itu melonjak kaget.Saking kagetnya, mereka sampai tidak sadar posisi mereka saling berpelukan saat ini.Tapi rasa penasaran juga menyelimuti Mery dan membuatnya perlahan-lahan menyentuh gagang pintu dengan gemetar lalu menariknya dengan ragu-ragu. Saat pintu terbuka, mereka tidak melihat siapapun di sana. Ketakutan semakin menerpa pikiran mereka berdua dan Mery pun bersiap untuk kembali menutup pintu berukuran besar dengan tinggi empat meter itu."Selamat malam," Suara tegas menggema di depan pintu dan hampir membuat Mery dan Sylvi terjatuh karena terkejut.Mery memberanikan diri untuk mengintip keluar dan melihat dua pria berpakaian serba hitam sedang berdiri di depan sisi pintu yang masih tertutup."SI SIAPA KALIAN
Pagi ini Sylvi terbangun di atas kasur empuk berukuran besar dengan busa yang sangat lembut. Selimut berbahan sutra dengan kualitas terbaik itu membuat tidurnya sangat nyaman di dalam kamar berukuran enam kali enam meter itu.Tubuhnya terasa segar sekali karena sudah melewati tidur berkualitas semalaman. Baru kali ini setelah hampir dua tahun berlalu di rumah tahanan, Sylvi merasakan kembali kenyamanan di dalam rumah seperti saat Ibunya masih hidup dulu.Gadis itu masih enggan untuk bangkit dari ranjang namun jam dinding yang menunjukkan pukul delapan pagi memaksanya untuk bangun. Dia sudah berjanji untuk membantu Mery merapihkan rumah, jadi dia tidak boleh terlalu memanjakan diri saat ini.Saat kakinya baru saja menginjak lantai, indera penciumannya langsung di serang aroma sedap yang berasal dari luar kamar."Atoma apa ini? Enak sekali," pikirnya.Seakan terhipnotis, Sylvi bangkit dari ranjang dan berjalan keluar dari kamar demi mengikuti aroma yang menusuk hidungnya dan membuat per
"Aku? Tapi, Aku...""Iya. Tadi Tuan Muda bilang kamu harus ke kantornya hari ini tepat di jam makan siang," sahut Mery menjelaskan.Berarti benar tadi dia bicara denganku? Tapi kenapa? Ada apa? Untuk apa aku datang ke kantornya?"Mungkin Tuan Muda mau kasih kamu pekerjaan," ucap Mery saat memahami jalan pikiran Sylvi yang tampak bingung itu."Pekerjaan?" gumam gadis itu pelan.Oh iya. Aku harus cari pekerjaan. Tidak mungkin aku menumpang hidup di sini selamanya tanpa mencari uang. Tapi aku tidak punya pakaian yang pantas.Hanya baju ini yang aku punya, pikirnya sambil melihat pakaian yang dikenakannya terakhir kali sebelum dia ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan seorang anak kecil dan akhirnya di jelaskan ke dalam penjara."Saya akan menemani kamu berbelanja. Tuan Muda menitipkan kartu hitamnya untukmu dan kamu boleh berbelanja sepuasnya hari ini," ucap Mery lagi yang melihat Sylvi menatap pakaian lusuhnya.