Di belakang pintu, Mery dan Sylvi terdiam tanpa berani membuka pintu. Sylvi bahkan mengedarkan pandangannya ke seluruh rumah tanpa berharap melihat penampakan apapun, tapi penasaran.Saat pikiran mereka diliputi keragu-raguan, bel kembali berbunyi dan membuat dua wanita itu melonjak kaget.Saking kagetnya, mereka sampai tidak sadar posisi mereka saling berpelukan saat ini.Tapi rasa penasaran juga menyelimuti Mery dan membuatnya perlahan-lahan menyentuh gagang pintu dengan gemetar lalu menariknya dengan ragu-ragu. Saat pintu terbuka, mereka tidak melihat siapapun di sana. Ketakutan semakin menerpa pikiran mereka berdua dan Mery pun bersiap untuk kembali menutup pintu berukuran besar dengan tinggi empat meter itu."Selamat malam," Suara tegas menggema di depan pintu dan hampir membuat Mery dan Sylvi terjatuh karena terkejut.Mery memberanikan diri untuk mengintip keluar dan melihat dua pria berpakaian serba hitam sedang berdiri di depan sisi pintu yang masih tertutup."SI SIAPA KALIAN
Pagi ini Sylvi terbangun di atas kasur empuk berukuran besar dengan busa yang sangat lembut. Selimut berbahan sutra dengan kualitas terbaik itu membuat tidurnya sangat nyaman di dalam kamar berukuran enam kali enam meter itu.Tubuhnya terasa segar sekali karena sudah melewati tidur berkualitas semalaman. Baru kali ini setelah hampir dua tahun berlalu di rumah tahanan, Sylvi merasakan kembali kenyamanan di dalam rumah seperti saat Ibunya masih hidup dulu.Gadis itu masih enggan untuk bangkit dari ranjang namun jam dinding yang menunjukkan pukul delapan pagi memaksanya untuk bangun. Dia sudah berjanji untuk membantu Mery merapihkan rumah, jadi dia tidak boleh terlalu memanjakan diri saat ini.Saat kakinya baru saja menginjak lantai, indera penciumannya langsung di serang aroma sedap yang berasal dari luar kamar."Atoma apa ini? Enak sekali," pikirnya.Seakan terhipnotis, Sylvi bangkit dari ranjang dan berjalan keluar dari kamar demi mengikuti aroma yang menusuk hidungnya dan membuat per
"Aku? Tapi, Aku...""Iya. Tadi Tuan Muda bilang kamu harus ke kantornya hari ini tepat di jam makan siang," sahut Mery menjelaskan.Berarti benar tadi dia bicara denganku? Tapi kenapa? Ada apa? Untuk apa aku datang ke kantornya?"Mungkin Tuan Muda mau kasih kamu pekerjaan," ucap Mery saat memahami jalan pikiran Sylvi yang tampak bingung itu."Pekerjaan?" gumam gadis itu pelan.Oh iya. Aku harus cari pekerjaan. Tidak mungkin aku menumpang hidup di sini selamanya tanpa mencari uang. Tapi aku tidak punya pakaian yang pantas.Hanya baju ini yang aku punya, pikirnya sambil melihat pakaian yang dikenakannya terakhir kali sebelum dia ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan seorang anak kecil dan akhirnya di jelaskan ke dalam penjara."Saya akan menemani kamu berbelanja. Tuan Muda menitipkan kartu hitamnya untukmu dan kamu boleh berbelanja sepuasnya hari ini," ucap Mery lagi yang melihat Sylvi menatap pakaian lusuhnya.
"Kamu harus ke salon," ujar Mery santai.Mery merasa sudah tidak cukup waktu untuk berbelanja alat kosmetik lagi, jadi sebaiknya langusng ke salon saja. Sylvi mau tidak mau mengikuti langkah kaki Mery dengan enggan. Pakaian, sepatu, salon. Semua itu sudah menghabiskan uang sekitar dua puluh lima juta. Memangnya aku bisa dapat pekerjaan apa saat ini?Kalau dulu saat dia memimpin perusahaannya sendiri, dia mematok gajinya hanya lima puluh juta perbulan. Dengan bonus tahunan sebesar apapun, dia akan gunakan untuk menambah aset perusahaannya.Dari sisa uang gaji bulanan yang dia terima, Sylvi bisa menyimpan hampir tiga puluh juta perbulan setelah digunakan untuk biaya hidupnya yang cukup sederhana, biaya perawatan dan keamanan apartemen yang dia tempati, dan juga uang bulanan untuk Marina sebanyak lima juta selama tiga tahun terakhir sebelum dia di penjara.Setelah berbicara dengan beberapa orang pekerja salon, Mery menyuruh Sylvi duduk di s
Bobby membuka pintu dan mempersilahkan Sylvi untuk masuk."Masuk, Vi," ujar Bobby santai. Karena yakin yang datang adalah Sylvi, asisten CEO Kyle Knight itu mempersilahkan tanpa melihat ke arah orang yang berdiri di depan pintu.Sylvi sedikit terkejut dengan panggilan itu. Sepertinya mereka sudah mulai akrab sekarang, pikirnya.Sementara itu Kyle merasa geram dengan ucapan Bobby yang seakan-akan sangat lemah lembut pada Sylvi dan memanggilnya dengan nama panggilan yang akan terdengar lebih akrab dari sebelumnya."Pintar cari muka," gerutu Kyle dalam hati.Namun kekesalan di hatinya terhenti seketika saat menatap seorang gadis yang tampak berbeda dari Sylvi. Gadis itu seperti seorang wanita karir yang akan menegosiasikan kerja sama dengannya dan tidak seperti Sylvi yang biasa dia lihat sebelumnya. Di belakang pintu yang sudah tertutup, Bobby pun sedang menatap ke arah gadis yang sama dengan mulut menganga dan mata melotot.Dia yakin tadi dia mendengar suara sekretaris menyebut nama Sy
Suasana ruangan CEO itu kini tampak mencekam. Sylvi yang sedang menangis sesenggukan, Kyle yang sedang menatap tajam ke arah gadis yang bersimbah air mata dan Bobby yang panik berada di antara mereka berdua. "Duhhhh..." ucap asisten CEO itu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Tiba-tiba Sylvi bangkit dari sofa dan berjalan ke arah pintu keluar."Saya permisi," pamitnya sambil mengusap airmata di wajahnya.Bobby kembali tercengang dengan situasi saat ini. Kyle pun terkejut dengan sikap Sylvi yang tidak masuk akal."Perusahaanmu sekarang sudah jadi milikku. Sekarang kau kembali bekerja di perusahaan itu dan tetap sebagai presiden direktur disana," teriak Kyle kesal.Sontak langkah kaki Sylvi terhenti. Tangannya yang sudah menggenggam gagang pintu terlepas begitu saja saat mendengar teriakan Kyle."Apa?" Tanya Sylvi tak percaya.Kyle menghembuskan nafas kasar dan menyandarkan punggungnya di sandaran kursi kebesarannya.Bobby pun terlihat bernafas lega. Melihat Sylvi tak jadi me
Sepanjang perjalanan pulang, Sylvi bungkam tanpa sepatah kata pun keluar dari bibir mungilnya.Mery dan Kahar ternyata menunggunya di tempat parkir sedari tadi. Setelah mendapat pesan dari Bobby, Kahar bergegas mengemudikan kendaraannya dan menghampiri gadis itu tepat di depan lobby perusahaan Knight World itu.Sylvi yang tergesa-gesa meninggalkan perusahaan itu karena kesal dengan tawaran Kyle, baru menyadari bahwa mobil yang dikendarai Kahar sudah berada tepat di hadapannya.Bahkan Mery yang menyapanya saat gadis itu masuk ke dalam mobil tak dihiraukan nya sedikitpun pun."Apa yang dia maksud? Kenapa aku harus menikah dengannya agar perusahaan itu kembali menjadi milikku? Aku bahkan sempat lupa bahwa aku pernah memiliki perusahaan property yang ku bangun dengan jerih payah sendiri selama lima tahun.""Awalnya dia bilang aku harus membayar 700 miliar untuk menembus perusahaan itu. Tapi pada akhirnya, dia malah menawarkan untuk menikah dengannya dengan kompensasi selama satu tahun per
Tepat jam tujuh malam, Mery sudah menyiapkan hidangan makan malam di atas meja makan. Kyle dan Sylvi duduk bersebrangan di meja makan berukuran besar itu.Tak ada pembicaraan selain suara denting sendok dan piring yang saling bercengkrama selama hampir tiga puluh menit lamanya.Mery memperhatikan mereka berdua dari balik kulkas besar yang terletak di samping kitchen set di dapur."Kenapa mereka berdua diam saja? Memang Tuan Muda tidak suka bicara saat sedang makan, tapi kenapa wajahnya seperti sedang marah besar? Wajah Sylvi juga aneh, tidak biasanya dia cemberut seperti itu. Dari tadi siang dia bahkan tidak bicara sepatah kata pun padaku," gumam Mery dalam hatinya."Apa kau sudah memikirkan ucapanku tadi?" Tanya Kyle tiba-tiba setelah dia menghabiskan makan malamnya.Sylvi yang sejak tadi berusaha mengunyah makanan langsung menghentikan kegiatannya. Tenggorokannya terasa pahit dan lidahnya kelu. Dia mendadak jadi pendiam semenjak bertemu Kyle di kantornya tadi.Lima menit tanpa jawab