Ze tidak bisa tinggal diam melihat putrinya dirundung. Tanpa pikir panjang, ia membuka pintu gerbang dan masuk. Melangkah dengan pasti dan meraih tangan anak perempuan itu dengan keras, lalu mendorongnya. Kemudian, ia lekas menghentikan laju ayunan secara perlahan dan mengangkat tubuh putrinya."Tere baik-baik saja?" tanya Ze sambil menyeka air mata di wajah putrinya."Ti-tidak, Tere pusing," sahut Teressa sesenggukan sambil menggelengkan kepalanya."Sebentar, ya, nanti akan paman obati," kata Ze lembut.Dengan napas yang memburu, Ze beralih menatap anak perempuan yang terduduk di tanah. Melepas kacamata hitamnya dan meletakkannya di ujung baju bagian depan."Kau? Siapa orang tuamu sampai-sampai kau berani mengganggu putriku?" tanya Ze geram.Anak perempuan itu memberingsut ketakutan melihat sepasang manik mata tajam nan merah milik Ze. Ia menunduk sambil berteriak dan menangis seolah sedang meminta pertolongan. Benar saja, dalam hitungan detik seorang guru berjenis kelamin perempuan
Sementara Teressa mempertanyakan ekspresi wajahnya dan Hely dulu ketika menikah, pikiran Ze sibuk berlari ke masa lalu. Ia ingat betul betapa keras dirinya menolak pernikahan itu, tetapi keputusan ayahnya sudah tidak bisa diganggu gugat."Paman? Kenapa Paman diam saja?" panggil Teressa sambil mengguncang lengan ayahnya."Ah, iya. Kenapa Sayang?" tanya Ze terkejut dari lamunannya."Ini, kenapa Paman sama Bunda tidak tersenyum?" ulang Teressa bertanya."Oh itu ... mmm ... i-itu ... mmm ... Tere panggil paman dengan sebutan ayah dulu. Setelah itu, ayah akan menjelaskan, kenapa ayah sama Bunda tidak tersenyum ketika difoto dulu," sahut Ze meminta syarat.Semakin banyak berinteraksi dan mendengar putrinya memanggilnya paman membuat Ze merasa tidak nyaman. Jadi, sebelum menjawab ia ingin Teressa berhenti memanggilnya paman dan berubah menjadi ayah."Oke, Ayah. Bisakah Ayah jelaskan sekarang alasannya apa?" pinta Teressa agar sang ayah bergegas menjelaskan."Oke, anak ayah. Alasan kenapa aya
"Sebentar, ayah pikir-pikir dulu harus bagaimana." Ze fokus menatap lurus ke depan. "Ayo, Ayah! Tere takut Bunda marah lihat Tere di luar sekolah," ucap Teressa panik.Mendengar ucapan putrinya, Ze menoleh ke samping. Menatap putrinya penuh tekad dan meningkatkan laju mobilnya. Setelah tepat berhenti di depan sekolah, ia meraih topi berwarna putih dan kacamata hitam di laci."Ayo, Sayang! Nanti sembunyikan wajah Tere dan jangan sampai Bunda melihat. Oke?" ujar Ze menjelaskan sebelum benar-benar turun ."Oke, Ayah," sahut Teressa mantap.Setelah itu, Ze langsung turun dari mobil dan menoleh ke arah Hely. Lalu, ia langsung bergerak cepat sebelum sang istri semakin dekat. Mengangkat tubuh putrinya dan Teressa langsung menyembunyikan wajahnya di balik tubuh ayahnya."Ayo, Ayah, ayo!" bisik Teressa memberi semangat. Ze berjalan setengah berlari dan masuk melewati gerbang. Penjaga keamanan sempat curiga, tetapi Teressa langsung menyembulkan kepalanya sehingga penjaga keamanan itu kembali
Teressa menghentikan kalimatnya teringat akan janjinya pada sang ayah. Gadis kecil itu menoleh ke belakang. "Tapi 'kan Ayah hanya melarang Tere untuk menceritakannya pada Bunda dan tidak pada Papi Aka. Itu artinya Tere boleh cerita ke Papi Aka," bisiknya dalam hati."Tere habis bertemu siapa, Sayang?" tanya Draka penasaran."Ay-ayla, Papi. Ayla teman baru Tere," bohong gadis kecil itu. Tidak mungkin ia mengatakan kebenarannya di depan sang ibu. Jadi, ia akan menceritakannya nanti ketika sedang berdua saja dengan ayah angkatnya."Oh begitu. Ngomong-ngomong, Tere pindah rumah ke sebelah mana?" tanya Draka bingung."Tere tidak tahu, Papi. Tere belum hafal jalan soalnya. Coba deh, Papi, tanya sama Bunda," sahut Teressa sambil menoleh ke belakang."Depan belok kiri, Mas. Nanti ada rumah cat putih, nah itu rumah kami sekarang," timpal Hely menjelaskan."Baiklah. Berarti kita belok kiri, yah?" tanya Draka memastikan."Iya, Mas," balas Hely mengangguk.Tepat di tikungan, Draka membelokkan mo
Draka terlihat mengerutkan keningnya penasaran. Ia jadi ingin tahu tentang rahasia apa yang ingin Teressa ceritakan padanya. Bagaimana tidak? Gadis kecil itu selalu saja keceplosan dan ia yakin rahasia itu akan membuatnya terkejut."Ay? Apa ayah? Kalau Ayla, teman sekolah yang Tere maksud sebelumnya rasa-rasanya tidak mungkin. 'Kan mereka satu sekolah dan selalu bersama di sekolah," bisik Draka dalam hati. Pria utu berusaha menilai dan menimbang-nimbang keanehan sikap anak angkatnya. Sikapnya benar-benar aneh dan tidak seperti biasanya."Apa Ayla lagi?" tanya Hely tidak menaruh rasa curiga sedikitpun."I-iya, Bunda," jawab Teressa sambil tersenyum canggung."Apa Ayla baik seperti teman-teman Tere yang lain?" tanya Hely penasaran melihat betapa putrinya menyukai Ayla."Tidak, Bunda. Ayla sangat-sangat baik dan Tere ingin kita tinggal bersama Ayla," jawab gadis kecil itu mantap.Saat ini, Teressa sedang berkata jujur dengan ibunya. Ia benar-benar ingin tinggal bersama ayahnya juga. Han
Kepala sekolah nampak berpikir. Sebelumnya ketika memindahkan Teressa ke sekolah itu, Hely sudah menjelaskan tentang Ze. Jadi, ia tidak terkejut ketika Ze memperkenalkan diri. Meskipun demikian, Hely meminta agar ia merahasiakannya dari orang lain."Saya tidak tahu permasalahan apa yang Anda dan Ibu Hely hadapi. Saya hanya berharap agar Tere tidak menjadi korban atas permasalahan kedua orang tuanya. Dengan demikian, saya akan membantu rencana Anda," ujar kepala sekolah memutuskan.Selama ini, ia selalu memperhatikan sosok Teressa. Anak itu menjadi pendiam ketika berkumpul dengan teman-temannya, tetapi banyak berbicara jika ia ajak bicara. Mungkin hal itu terjadi karena trauma yang dialami di sekolah lamanya. Terlebih, ada beberapa anak yang tidak menyukainya di sekolah itu."Terimakasih banyak, Bu. Kalau begitu, berapa nomor rekening Ibu atau rekening sekolah agar saya bisa transfer sekarang juga," balas Ze bersemangat.Kepala sekolah langsung menyebutkan nomor rekening sekolah. Kemud
"Ada Oma sama Opa, Sayang. Bisakah Tere bersembunyi dulu di belakang ayah?" Ze melihat ayah dan Ibunya yang kian mendekat."Tapi, Ayah. Kenapa Tere harus bersembunyi? Bukankah Ayah ajak Tere ke sini untuk bertemu dengan Oma dan Opa?" tanya gadis kecil itu."Iya ayah tahu, tapi ayah mau buat kejutan untuk Oma dan Opa. Jadi, apa Tere bisa bersembunyi di balik tubuh ayah?" jelas Ze berharap putri kecilnya langsung bersembunyi karena kedua orang tuanya sudah semakin dekat."Tapi, Ayah ...."Teressa menelan mentah-mentah kalimatnya. Sang ayah hanya memintanya bersembunyi sebentar sekedar ingin memberi kejutan pada kakek dan neneknya. Jadi, ia hanya perlu bersabar sedikit meski melihat semua makanan yang tertata rapi di tikar membuat perutnya keroncongan."Kejutan apa yang ingin kau tunjukkan, Ze?" tanya Diana tidak sabaran.Ze tidak berencana untuk berdiri atau menghampiri kedua orang tuanya. Tentu saja karena ada Teressa di belakangnya yang akan dijadikan sebagai kejutan."Mama sama Papa
"Pak? Pak Ze? Pak Ze masih di sana, 'kan?" panggil kepala sekolah karena Ze tak kunjung menjawab.Wanita itu benar-benar bingung dan tidak tahu harus berkata apa pada Hely. Sebelumnya, ia sudah memberi alasan kalau Teressa sedang bercanda dengan teman-temannya, tetapi Hely bersikeras untuk berbicara dengan putrinya. Semakin kepala sekolah membuat alasan, semakin membuat Hely meminta untuk melakukan panggilan video."Iya. Angkat saja panggilan videonya. Ibu bersikap seolah tidak ada sinyal dan menjelaskan bahwa Tere baik-baik saja. Dengan begitu, Bunda Tere tidak akan khawatir," jawab Ze setelah beberapa saat berpikir."Baiklah, kalau begitu saya coba dulu," kata kepala sekolah sebelum akhirnya memutuskan panggilan."Siapa, Ze?" tanya Diana pemasaran."Tidak, bukan siapa-siapa," sahut Ze berbohong."Ayah mau sate buah, tidak?" tawar Teressa sambil meraih sate buah."Mau dong, tapi Tere suapi ayah," balas Ze bersemangat.Ia memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku dan kembali menikmat