"Ze selalu memperlakukan Hely dengan baik, Pa," timpal Ze ketar-ketir. Ia takut Hely akan membuka mulut dan dirinya akan hancur."Papa tanya Hely dan bukan kau, Ze," sergah Asilas sewot.Entah sejak kapan putranya jadi suka menyela. Padahal sebelumnya, Ze akan berbicara di waktu yang tepat. "Tidak, Pa. Ze selalu bersikap baik, kok. Suka bantu-bantu masak sama beres-beres rumah," balas Hely."Ze?" terkejut Diana. Bagaimana bisa Hely memanggil suaminya hanya dengan nama saja? Terlebih, usianya dengan Ze berbeda tujuh tahun. Hely menoleh ke arah ibu mertuanya. "Ada apa, Ma?" tanyanya penasaran."Kau memanggil suamimu, Ze?" ulang Diana masih tidak percaya."I-iya, Ma," sahut Hely terbata."Astaga, Hely! Panggil suamimu Mas, Abang, atau Sayang," ujar Diana sambil menghempaskan tubuhnya ke belakang.Wanita itu benar-benar tidak habis pikir dengan menantunya. Haruskah hal sekecil itu ia ajari? Ze juga, kenapa pria itu tidak mengajari istrinya cara memanggilnya sebagai seorang suami?"M-m-
"Kau mau ke mana?" tanya Zeus melihat Hely mengambil bantal dan selimut.Hely menghentikan langkahnya dan menoleh. Lalu, ia menjawab, "Aku mau tidur di sofa. Kau tidak ingin aku bergerak sembarangan menimpa tubuhmu, bukan?""Tidak apa-apa. Aku rasa, kau harus belajar tidur bersama agar tidak bergerak ke sana kemari ketika sedang tidur. Setidaknya setelah kita bercerai nanti, kau tidak akan menendang suamimu ketika tidur," jelas Ze tiba-tiba mengungkit perceraian dengan Hely."Siapa yang mau bercerai?" tanya Hely terbelalak."Kita. Memangnya kau mau terus aku siksa?" sahut Ze balik bertanya.Mendengar Ze bertanya seperti itu membuat Hely menghela nafas berat. Tatapan mata wanita itu terlihat tidak fokus. Memikirkan bagaimana pemikirannya dulu tentang ibunya yang terus bertahan, meski selalu disiksa membuatnya tersenyum kecut. Apalagi saat ini ia berada di posisi sang ibu di mana menjadi seorang istri yang selalu disiksa."Ternyata ini yang ibu rasakan dulu. Aku yang dulu bersumpah akan
Berhubung Hely sudah sangat kelelahan dan tubuhnya terasa remuk redam, ia sama sekali tidak berniat untuk bangun. Rasanya ingin terus berlama-lama berada di atas tempat tidur dan bergelung dalam selimut. Namun sayangnya, Ze tidak tinggal diam. Pria itu mengangkatnya dan bahkan membantunya membersihkan diri."Tidak perlu, aku bisa sendiri," tolak Hely dengan mata yang terpejam. Sementara Ze hanya bisa tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Bagaimana bisa Hely menolak, tetapi justru tertidur meringkuk di dalam bathtub. Jadi meskipun wanita itu menolak, Ze tidak akan mendengar penolakannya. "Hely, Hely," lirih Ze sambil menggeleng.Mungkin sekitar tiga puluh menit, Ze dan Hely selesai membersihkan diri. Pria itu mengangkat tubuh Hely dan mengeringkannya. Kemudian, meletakkan wanita itu ke tempat tidur dan menyelimutinya. Setelah itu, ia pergi ke ruang ganti, memakai baju, dan mengambilkan pakaian santai untuk Hely. Ze cukup kesulitan membantu Hely memakai baju. "Akhirnya selesai ju
Bel terus saja berbunyi membuat Hely mematikan kompor. Ia lekas ke depan dan membukakan pintu. "Mas Aka? Ada apa Mas Aka ke sini?" terkejut Hely mendapati Draka memencet bel rumahnya. Padahal, ia tidak pernah memberitahu berapa nomor rumahnya."Tidak apa-apa. Sudah satu Minggu aku tidak melihatmu dan ketika aku telpon pun tidak aktif. Apa terjadi sesuatu padamu?" sahut Draka khawatir karena terakhir kali bertemu kondisi kesehatan Hely sedang kurang baik."Oh itu, ponselku rusak dan aku belum sempat membeli yang baru. Aku juga jarang keluar karena sibuk menonton drama," ujar Hely menjelaskan.Ponsel jadulnya jatuh dari nakas ketika ada panggilan dari Ze dan selama satu minggu ini juga ia tidak pernah keluar rumah karena asyik menonton drama romantis. Awal-awal menonton biasa saja dan lama-kelamaan mulai kecanduan."Sudah kuduga. Kalau begitu, ini untukmu." Draka menyerahkan paper bag pada Hely.Hely menerimanya dan memeriksa isinya. "Apa ini?""Ponsel baru. Aku pikir, ponselmu rusak d
Mendengar suara-suara itu membuat tubuh Hely serasa tidak memiliki tulang. Jatuh terduduk sambil bersandar pada daun pintu. Kedua tangannya diletakkan pada telinga agar tidak mendengar suara menjijikan itu. Air matanya mengerucuk deras diiringi rasa sakit di hatinya. Akhirnya, ia sadar bahwa dirinya telah mengabaikan peringatan Dokter Rani untuk tidak mencintai Ze. Buktinya, apa yang dokter itu katakan terbukti sekarang bahwa Hely hanya merasakan sakit. Tidak bisa menahan kekecewaan, Hely beranjak bangun dan berlari masuk ke dalam kamar yang sebelumnya pernah ia gunakan. Membanting pintu dan menguncinya, lalu melemparkan tubuhnya ke atas tempat tidur dan menyembunyikannya di dalam selimut.Sayangnya, suara-suara itu terus terdengar. Sesak di dadanya pun kian menyergap hingga suara tangisnya mulai terdengar kencang. Untuk menyamarkan semua suara itu, Hely berbaring dengan posisi telungkup dan menutup kepalanya dengan bantal."Entah aku yang terlalu bodoh atau Tuan Iblis yang terlalu
"Bagaimana? Kau benar hamil 'kan?" tanya Dokter Rani.Sampai di rumah sakit, Hely langsung menemui Dokter Rani. Ia menjelaskan keluhan-keluhan apa saja yang ia alami saat ini. Lalu, dokter itu mulai memeriksa kondisinya dan menebak tentang kemungkinan yang terjadi. Akhirnya, Dokter Rani menyarankan agar Hely pergi ke bagian dokter kandungan."Iya, aku hamil tiga .inggu," sahut Hely lesu."Kenapa? Hamil bukannya senang kenapa malah murung?" tanya Dokter Rani heran."Hey, kenapa? Ayo, cerita!" Dokter Rani kembali bertanya karena Hely hanya diam sambil mendesah."Sebenarnya, aku ingin menceraikan suamiku. Kalau aku hamil sekarang, bagaimana nasib anakku nanti? Aku tidak bisa membiarkan anakku lahir tanpa seorang ayah," jelas Hely sendu.Belum genap dua jam Hely berencana untuk menceraikan Ze dan ia sudah mendapat kabar bahwa saat ini ia tengah hamil. Padahal, ia sudah mantap ingin menceraikan suaminya dan sekarang justru dilanda kebingungan. Lalu, apa yang harus ia lakukan saat ini? "Ad
"Tidak, aku tidak menyembunyikan apa-apa," sangkal Hely dengan suara yang mulai bergetar.Sebenarnya, sebelum masuk kamar dan melihat foto janin yang ada di perutnya, Hely duduk di meja makan menunggu Ze pulang. Namun sayangnya, sampai pukul sebelas lewat sang suami tak kunjung pulang. Akhirnya, wanita itu memutuskan untuk pergi ke kamar dan mengganti bajunya dengan piyama. Lalu, ia menatap foto janinnya dan sialnya Ze tiba-tiba muncul."Jangan bohong." Ze melangkah maju membuat Hely melangkah mundur, "Apa yang kau sembunyikan di belakang tubuhmu, Hely?" geram Ze."Aku bilang, aku tidak menyembunyikan apa-apa," sangkal Helios lagi. Semakin mengelak, maka semakin membuat Ze percaya bahwa ia menyembunyikan sesuatu darinya. "Baiklah, tunjukan tanganmu," ujar Ze sambil berkacak pinggang.Mendengar permintaan sang suami, Hely mengulurkan tangan kanannya. Sedangkan tangan kirinya senantiasa ia sembunyikan di belakang tubuhnya. Tentu saja karena saat ini ia sedang memegang foto hasil USG."
"Cepat buka mulutmu!" seru Ze lagi yang kemudian dibalas dengan sebuah gelengan kepala oleh sang istri.Sambil tersenyum menyeringai, Ze mendorong tubuh Hely hingga jatuh terlentang di atas tempat tidur. Pria itu mengungkung tubuh Hely sambil mengapit kakinya agar tidak bisa bergerak. Kemudian, kedua tangannya berusaha menjauhkan tangan Hely dari mulut. Setelah berhasil, ia menyatukan tangan itu dan menahannya dengan satu tangan di atas."Aku mohon jangan, Mas. Aku mau ke rumah sakit. Aku sudah tidak tahan perutku sakit sekali," mohon Hely dengan sisa-sisa tenaganya yang hanya sedikit.Di tengah putus asanya Hely memohon, Ze mengambil kesempatan dengan memasukkan obat kontrasepsi ke dalam mulut Hely. Untuk sesaat, wanita itu terkejut dan hendak mengeluarkannya dari mulut. Namun sayang, Ze lekas membungkam bibirnya dan menjepitnya kuat-kuat.Sepersekian detik kemudian, rasa pahit mulai menyebar di seluruh rongga mulut. Hely terbatuk dan Ze menjepit hidungnya tiba-tiba. Sontak, obat itu