“Loh Dek kok bermalam di rumah sakit. Memangnya ada keluarga yang sakitkah. Apa besok tidak masuk sekolah.” Tiba-tiba ada dua suster yang tengah jaga malam. Lewat depan Agung dan Raja yang sedang bersantai. Duduk di kursi panjang samping pintu ruang rawat inap dimanah Santi dirawat. “Eh ganteng banget sih itu cowok dua. Kasih tahu teman yang lain yuk ada cowok ganteng, hehe.” Dua suster itu langsung lewat saja. Menuju ke arah ruangan kerjanya sambil lari-lari kecil. Sambil terus membicarakan Agung dan Raja. Hahaha, Raja dan Agung tiba-tiba saling menatap satu sama lain. Lalu mereka tertawa geli cekikikan, sampai-sampai Ibu Juariah keluar untuk mengingatkan mereka. “Eh ini anak dua malah tertawa, jangan rame-rame ini rumah sakit loh.” Tiba-tiba Bu Juariah mengintip dari balik pintu. Hanya nongol terlihat kepalanya saja. “Astagfirullah Ibu kaget aku!” Raja tampak terenyak kaget seketika. Saat Bu Juariah mengintip dan terlihat hanya kepalanya saja yang keluar pintu. Ibu Juariah
Sitz, Roda mobil dua yang melaju kencang ke arah Rindu. Terlihat terus mengerem dan berusaha untuk menghentikan laju kecepatan mobilnya. “Tidak tolong Mas Raja!” Teriakan Rindu begitu kerasnya, tetapi Raja berada agak jauh darinya. Raja dan Rindu terpisah dua sisi lajur jalan raya. Raja sudah kadung di dalam kafe dengan jendela kaca tebal. Sehingga ia tak mendengar jeritan Rindu. “Woi awas Mbak mau mati apa!” teriak pemilik mobil yang sedang mengemudi. Tapi roda mobil yang mengarah ke arah Rindu sudah terlanjur melaju kencang. Pengemudinya juga tak mampu mengendalikan. Rindu hanya bisa pasrah menyerah dan seakan sudah tak memiliki hati. Dalam hatinya sudahlah berkata pasti detik ini aku akan mati. “Maaf Ayah, Maaf Bapak dan Ibuku, maaf Ayah dan Ibu Mertuaku. Aku selalu menyusahkan kalian selama ini.” Rindu sudahlah menghalangi wajahnya dari sorot lampu mobil itu dengan lengannya. Sebab Rindu dalam posisi terjatuh agak di tengah jalan. Sitz, *** “Eh ke mana Agung rupanya di
“Alhamdulillah masih sempat, maaf Nona tidak apa-apa kah? Loh, eh sebentar. Kamu Rindu bukan, kamu Rindu temanku masa SMA dahulu.” Agus datang begitu saja dengan tepat waktu. Sekilas Rindu sudah pasti tertabrak mobil yang mengarah ke arahnya. Beruntung Rindu lekas tertolong oleh gerak cepat Agus. Sebenarnya Agus kebetulan lewat sambil jalan kaki sekitar rumah sakit Harapan Bunda. Saat ia berjalan di sisi trotoar depan rumah sakit Harapan Bunda. Agus melihat seorang wanita yang terjatuh agak ke tengah jalan dan hampir tertabrak mobil. Agus adalah teman Rindu kala masih SMA. Bahkan Agus bisa dibilang mantan terindah dari Rindu di masa sekolah. “Woi hati-hati kalau menyeberang dong!” teriak pengemudi mobil yang hampir saja menabrak Rindu. “Maaf Pak, maaf ya Pak, sudah membuat berkendara Anda jadi tak nyaman dan terhambat.” Agus memohon maaf sambil melihat pengemudi mobil yang tak berhenti. Terus melanjutkan perjalanan sambil terus mengomel tak jelas. Sedangkan Rindu yang kinu ada
“Ibu dimanah aku?” Santi perlahan membuka matanya. Walau tak sempurna akan terbuka dengan jelas. Tapi cukup untuk melihat beberapa orang di sekitarnya. “Ibu di sini Nak, kami semua di sini untukmu sayang. Sementara anak manis bobok di rumah sakit dahulu ya. Tapi kata dokter besok boleh pulang kok.” Ibu Juariah tampak menggenggam tangan Santi. Duduk di samping Santi penuh dengan rasa haru. “Ibu Santi kenapa, kok Santi di rumah sakit?” Santi masih belum sadar benar akan apa yang terjadi dengan dirinya. Pandangannya mencoba melihat satu-satu orang yang berada di sekitarnya. “Santi apa kau tak mengingat yang terjadi pada dirimu sebelumnya. Apa kamu tak mengingat sedikit saja kejadian naas yang menimpamu sayang?” Rindu mencoba mendekat untuk mengakrabi Santi. Menunjukkan rasa simpati akan rasa persaudaraan yang erat. Santi masih terdiam dan mulai kembali menangis. Kali ini Santi tampak begitu menyesali apa yang telah terjadi. “Ayah, Ibu, Kakak Raja, Maafkan Santi. Maafkan Santi su
“Asallamualaikum maaf semua saya mengganggu canda dan tawa salam suasana bahagia keluarga kalian. Kami dari pihak rumah sakit memohon maaf atas kekeliruan diagnosa atas Nona Santi.” Agus secara tiba-tiba memasuki ruangan rawat inap pasien dimanah Santi dirawat. Membuat semua orang yang ada di sana tampak kaget dan langsung gelisah. “Dokter apa maksud Anda dengan salah diagnosa. Apa ada satu hal yang serius tentang Adik saya?” Raja langsung menarik lengan Dokter agak emosi. “Ayah tahan emosimu sayang. Pasti ada satu alasan untuk Pak Dokter ini mengatakan hal seperti itu. Loh Mas Agus?” Rindu mencegah Raja agar tak lagi emosi. Tapi Rindu juga keceplosan bertanya seolah ia mengenal Dokter di samping Raja dan memang Rindu mengenalnya. “Loh Rindu, oh jadi Mas Raja suaminya Rindu? Salam kenal Mas Raja. Saya temannya Rindu saat masih SMA dulu. Tidak usah heran kalau saya mengenal satu-satu dari kalian. Saya membaca biodata yang diisi oleh Nona Santi.” Ucap Agus menjelaskan tentang baga
“Hai Nona Ana aku sudah ke mari menepati janji untuk menemuimu. Lalu apa maumu sebenarnya? Aku berharap kau tak berencana menyelakai keluargaku,” ucap Raja datang di kediaman Nona Ana. “Santai saja dahulu Ganteng jangan terburu nafsu. Duduk dahulu kita minum dahulu menikmati malam ini. Kamu juga baru datang biar aku buatkan es teh dahulu untukmu. Tunggu sebentar jangan tegang seperti itu,” Nona Ana berdiri dari sofa menuju belakang untuk membuatkan minum Raja. Sebab hari memang sedang panas-panasnya siang ini. Raja datang seorang diri tanpa ditemani Agung. Bahkan ia tak menggunakan mobil untuk pergi ke kediaman Nona Ana. Raja memakai motor Agung dan Agung masih di rumah sakit. Bersama yang lain menunggu kepastian dari Dokter akan sakitnya Santi.Raja sengaja memenuhi panggilan Nona Ana yang ia layangkan melalui pesan pendek di ponselnya Raja. Bahkan Nona Ana mengancam akan memberitahu Rindu tentang pertemuannya malam kemarin. Bila Raja tak datang memenuhi panggilannya. Pertemuannya
“Mas Raja ini ke mana ya dari tadi menelepon atau cat whatsup begitu. Enggak ada kabar sama sekali loh sampean ini Mas. Memangnya semalam kalian ke mana sih Mas Agung?” Rindu tampak kesal dan uring-uringan. Tanpa menyadari jikalau Agung sudah pergi dari sisinya beberapa menit yang lalu. Bahkan sekarang di sampingnya sudah berganti yang duduk. Rindu tak menyadari kalau Dokter Agus sudah duduk di sampingnya. Rindu hanya fokus pada ponsel miliknya. Mencoba membuka layarnya kembali dan lagi. Berharap ada pesan singkat atau telepon dari Raja. Sedangkan Dokter Agus terus memperhatikannya dengan penuh kekaguman. Tanpa berkedip terus memandangi paras ayu Rindu yang kini telah dibalut hijab. “Sekarang kamu lebih baik lagi ya Rindu. Lebih Muslimah berhijab dan terlihat lebih ayu. Beruntung sekali Raja itu mendapatkan cintamu. Kamu sekarang sungguh sangat berbeda dari waktu dulu. Saat hari-harimu masih bersamaku dan tanpa hijab,” celetuk Dokter Bagus membuat Rindu sempat terperanjat kaget.
“Apa yang telah kamu lakukan kepadaku Mas Agus. Kenapa kamu begitu jahat kepadaku, apa salahku padamu. Bukankah aku sudah menjadi suami orang lain dan sudah aku katakan padamu. Kenapa kamu melakukannya? Aku tak menyangka kamu sebejat ini,” ucap Rindu menangis di pojok tempat tidur pasien. Sambil menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut putih bergaris hitam. Rindu tengah bersendiku menempel dinding terus meneteskan air mata. Tidak mengira hari ini akan terjadi menimpanya. Bahkan kali ini tidak ada yang menolongnya sama sekali. Rindu menatap Agus dengan mata marah dan kecewa. Tetapi Agus terlihat santai duduk di balik meja kerjanya. Sambil menyeruput segelas kopi hitam dan menghisap sebatang rokok di bibirnya. Agus tampak terlihat begitu puas di wajahnya yang semringah. Puas akan kesampaiannya terlaksananya keinginan terbesar dalam hidupnya yang selama ini belum terwujud. Hari ini telah terwujud dan Agus sangat menikmati. Saat-saat ia terus menjelajahi tubuh Rindu jengkal demi jengka