“Ibu dimanah aku?” Santi perlahan membuka matanya. Walau tak sempurna akan terbuka dengan jelas. Tapi cukup untuk melihat beberapa orang di sekitarnya. “Ibu di sini Nak, kami semua di sini untukmu sayang. Sementara anak manis bobok di rumah sakit dahulu ya. Tapi kata dokter besok boleh pulang kok.” Ibu Juariah tampak menggenggam tangan Santi. Duduk di samping Santi penuh dengan rasa haru. “Ibu Santi kenapa, kok Santi di rumah sakit?” Santi masih belum sadar benar akan apa yang terjadi dengan dirinya. Pandangannya mencoba melihat satu-satu orang yang berada di sekitarnya. “Santi apa kau tak mengingat yang terjadi pada dirimu sebelumnya. Apa kamu tak mengingat sedikit saja kejadian naas yang menimpamu sayang?” Rindu mencoba mendekat untuk mengakrabi Santi. Menunjukkan rasa simpati akan rasa persaudaraan yang erat. Santi masih terdiam dan mulai kembali menangis. Kali ini Santi tampak begitu menyesali apa yang telah terjadi. “Ayah, Ibu, Kakak Raja, Maafkan Santi. Maafkan Santi su
“Asallamualaikum maaf semua saya mengganggu canda dan tawa salam suasana bahagia keluarga kalian. Kami dari pihak rumah sakit memohon maaf atas kekeliruan diagnosa atas Nona Santi.” Agus secara tiba-tiba memasuki ruangan rawat inap pasien dimanah Santi dirawat. Membuat semua orang yang ada di sana tampak kaget dan langsung gelisah. “Dokter apa maksud Anda dengan salah diagnosa. Apa ada satu hal yang serius tentang Adik saya?” Raja langsung menarik lengan Dokter agak emosi. “Ayah tahan emosimu sayang. Pasti ada satu alasan untuk Pak Dokter ini mengatakan hal seperti itu. Loh Mas Agus?” Rindu mencegah Raja agar tak lagi emosi. Tapi Rindu juga keceplosan bertanya seolah ia mengenal Dokter di samping Raja dan memang Rindu mengenalnya. “Loh Rindu, oh jadi Mas Raja suaminya Rindu? Salam kenal Mas Raja. Saya temannya Rindu saat masih SMA dulu. Tidak usah heran kalau saya mengenal satu-satu dari kalian. Saya membaca biodata yang diisi oleh Nona Santi.” Ucap Agus menjelaskan tentang baga
“Hai Nona Ana aku sudah ke mari menepati janji untuk menemuimu. Lalu apa maumu sebenarnya? Aku berharap kau tak berencana menyelakai keluargaku,” ucap Raja datang di kediaman Nona Ana. “Santai saja dahulu Ganteng jangan terburu nafsu. Duduk dahulu kita minum dahulu menikmati malam ini. Kamu juga baru datang biar aku buatkan es teh dahulu untukmu. Tunggu sebentar jangan tegang seperti itu,” Nona Ana berdiri dari sofa menuju belakang untuk membuatkan minum Raja. Sebab hari memang sedang panas-panasnya siang ini. Raja datang seorang diri tanpa ditemani Agung. Bahkan ia tak menggunakan mobil untuk pergi ke kediaman Nona Ana. Raja memakai motor Agung dan Agung masih di rumah sakit. Bersama yang lain menunggu kepastian dari Dokter akan sakitnya Santi.Raja sengaja memenuhi panggilan Nona Ana yang ia layangkan melalui pesan pendek di ponselnya Raja. Bahkan Nona Ana mengancam akan memberitahu Rindu tentang pertemuannya malam kemarin. Bila Raja tak datang memenuhi panggilannya. Pertemuannya
“Mas Raja ini ke mana ya dari tadi menelepon atau cat whatsup begitu. Enggak ada kabar sama sekali loh sampean ini Mas. Memangnya semalam kalian ke mana sih Mas Agung?” Rindu tampak kesal dan uring-uringan. Tanpa menyadari jikalau Agung sudah pergi dari sisinya beberapa menit yang lalu. Bahkan sekarang di sampingnya sudah berganti yang duduk. Rindu tak menyadari kalau Dokter Agus sudah duduk di sampingnya. Rindu hanya fokus pada ponsel miliknya. Mencoba membuka layarnya kembali dan lagi. Berharap ada pesan singkat atau telepon dari Raja. Sedangkan Dokter Agus terus memperhatikannya dengan penuh kekaguman. Tanpa berkedip terus memandangi paras ayu Rindu yang kini telah dibalut hijab. “Sekarang kamu lebih baik lagi ya Rindu. Lebih Muslimah berhijab dan terlihat lebih ayu. Beruntung sekali Raja itu mendapatkan cintamu. Kamu sekarang sungguh sangat berbeda dari waktu dulu. Saat hari-harimu masih bersamaku dan tanpa hijab,” celetuk Dokter Bagus membuat Rindu sempat terperanjat kaget.
“Apa yang telah kamu lakukan kepadaku Mas Agus. Kenapa kamu begitu jahat kepadaku, apa salahku padamu. Bukankah aku sudah menjadi suami orang lain dan sudah aku katakan padamu. Kenapa kamu melakukannya? Aku tak menyangka kamu sebejat ini,” ucap Rindu menangis di pojok tempat tidur pasien. Sambil menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut putih bergaris hitam. Rindu tengah bersendiku menempel dinding terus meneteskan air mata. Tidak mengira hari ini akan terjadi menimpanya. Bahkan kali ini tidak ada yang menolongnya sama sekali. Rindu menatap Agus dengan mata marah dan kecewa. Tetapi Agus terlihat santai duduk di balik meja kerjanya. Sambil menyeruput segelas kopi hitam dan menghisap sebatang rokok di bibirnya. Agus tampak terlihat begitu puas di wajahnya yang semringah. Puas akan kesampaiannya terlaksananya keinginan terbesar dalam hidupnya yang selama ini belum terwujud. Hari ini telah terwujud dan Agus sangat menikmati. Saat-saat ia terus menjelajahi tubuh Rindu jengkal demi jengka
“Maaf Ndok Rindu, Bapak terlambat untuk menyelamatkanmu. Sehingga kau mengalami nasib seperti ini. Bapak sebenarnya sudah menangkap gelagat tidak baik dari Dokter Agus padamu. Saat pertama kita bertemu dengannya. Matanya seakan melihatmu dari atas sampai bawah,” ucap Pak Khotim duduk di samping Rindu yang terbaring. “Loh Ayah mertua, aku ada dimanah. Kenapa bisa ada Ayah Mertua, bukankah aku sedang berada di dalam kamar mandi rumah sakit?” Rindu terbangun kaget. Rindu terbangun dan sudah ada Pak Khotim yang duduk di samping ranjang ia terbaring. Bahkan di kening Rindu sudah ada kain basah untuk mengompres. Rindu juga tak mengenali ia sedang berada dimanah kini. Tapi Ayah mertuanya tampak tersenyum pada Rindu. Seakan ia ingin mengisyaratkan jikalau Rindu aman bersamanya. Ayah Mertuanya telah membawanya kembali pulang ke rumah. Namun Rindu di bawa pulang ke rumah lama yang ada di depan rumah mewah keluarga Khotim. Rindu diistirahatkan di kamar utama milik Pak Khotim dan Ibu Juariah.
Prak, prok, buk, “Aduh, Argtz, kurang ajar ahli juga Pak Tua ini!” teriak salah satu preman yang menjaga depan rumah Nona Ana. Berteriak kesakitan saat terkena pukulan dari Pak Khotim. “Usiaku memang sudah tua Nak. Tapi energiku dan semangatku menolak untuk tua. Ayo kita lakukan sekali lagi dan anggap saja kita sedang berolah raga,” ucap Pak Khotim terus menyerang lima belas orang yang menghadangnya untuk menemui Nona Ana. Pak Khotim memang sudah berusia kepala lima. Tetapi dialah orang dibalik kesuksesan pasangan emas Raja dan Agung. Dalam menjuarai kejuaraan MMA di kota Bangzo. Sampai tiga kali berturut-turut bahkan hingga level nasional. Walau lima belas orang yang menghadangnya bertubuh lebih besar darinya. Bahkan sepuluh dari lima belas orang tersebut adalah bule. Mereka nyatanya tak mampu menandingi keahlian Pak Khotim dalam bertarung. Sehingga mereka terkapar semua berserakan di halaman rumah yang disewa Nona Ana. Tak mau dianggap remeh oleh orang Indonesia. Apalagi yang m
“Apa ini, ada apa ini? Rasanya aku mendapatkan rasa yang sama. Seperti dahulu saat Mas Danang hendak pergi meninggalkan kami untuk selamanya,” Raja berjalan pelan menyusuri lorong rumah sakit. Riuh dan ramai para suster dan beberapa keluarga pasien. Tak bisa mengusik keheningan di mata dan hati Raja. Dia seakan mengulangi rasa ketika Danang hendak pergi untuk selamanya. Kakinya memang tetap melangkah menuju ruang rawat inap pasien dimanah Santi dirawat. Tapi hatinya seakan hilang arah bagai jatuh copot dari wadahnya. Matanya agak berair menangis tanpa tahu apa yang harus ditangisi. Sampai pada depan pintu ruang rawat inap dimanah Santi dirawat. Agung menyambutnya langsung dengan memeluknya. Menenangkan Raja agar tetap sabar menghadapi semua masalah dihidup ini. “Ada apa Bro, kenapa dengan Santi?” ucap Raja mencoba bertanya pada Agung. “Santi tidak apa-apa Bro dan kata pihak rumah sakit tadi pagi. Mereka meminta maaf atas kekeliruan diagnosa dan tak tahu kalau ada Dokter Agus seor