"Pa-paman!" pekik Cahaya kaget.Begitu juga dengan Selly. Gadis itu tampak syok saat melihat ayahnya yang tiba-tiba saja sudah berada di depan pintu kamar. Raut wajahnya kini terlihat panik, takut ketahuan kalau ia sedang memalak Cahaya. Sehingga dengan cepat ia segera memasukan uang itu ke dalam saku bajunya. Kemudian dengan memasang senyum cengir kuda ia membalikkan badan menghadap ke arahnya sambil berkata, "Eh, Bapak!""Selly, kamu mau ngapain lagi di sini sih, Nduk? Ini udah malam, sebaiknya kalian tidur sekarang! Dan jangan ganggu Cahaya lagi, ya!" tukas Pak Hadi yang tampak sangat kesal melihat anak gadisnya yang tengah ribut dengan Cahaya."Ih, siapa juga yang ganggu? Orang kita cuma lagi ngobrol aja kok. Iya, 'kan, Cahaya?" Dengan senyum yang dipaksakan, wanita berpiama biru dongker itu melirik tajam dan merangkul pundak Cahaya.Lalu dengan mencengkram pundak, wanita licik itu setengah berbisik pada Cahaya, "Awas saja kalau kamu berani ngadu sama Bapak! Akan kubuat perhitung
Keesokan paginya di apartemen. Langit bangun kesiangan, karena ia lupa tidak menyalakan alarm di ponselnya. Dan biasanya Cahaya lah yang akan membangunkannya untuk melakukan sholat subuh dan menyiapkan segala keperluannya.Namun, kali ini berbeda. Kenapa gadis itu tidak membangunkanya?"Ah ... sial! Aku bangun kesiangan!" umpatnya kesal, saat ia menyadari waktu sudah menunjukkan pukul jam 7 pagi.Lelaki itu segera beranjak dari tempat tidurnya. Lalu dengan tergesa-gesa ia langsung berlari masuk ke dalam kamar yang ditempati oleh Cahaya. Tanpa menperdulikan keadaan di sekitar sana, ia bergegas menuju ke kamar mandi. Setelah 15 menit berlalu pria itu telah selesai mandi. Kini ia sudah berada di dekat ranjang. Akan tetapi, ia tidak mendapati ada pakaiannya di sana. Sehingga dengan sangat kesal, pria berbadan atletis itu segera menuju depan lemari pakaian dan hendak memilih baju yang akan ia kenakan."Ah ... kenapa si Cahaya tidak membangunkanku? Dan kenapa pula dia tidak menyiapkan semu
"Ya, masuk!" Ceklikk!Sembari memicingkan kedua mata, lelaki berkeja hitam itu menoleh ke arah pintu. Dan, dari pintu itu ia melihat ada seorang pria berkulit sawo matang sedang membuka pintu. Lalu, dengan cengengesan pria itu berjalan mendekatinya."Hay, Bro!" sapanya renyah.Sedangkan Langit hanya memutar bola matanya malas menanggapinya. "Hem!"Lalu, tanpa disuruh duduk lelaki itu langsung menjatuhkan bokongnya di atas sofa empuk yang berada di tengah ruangan. Kemudian dengan santainya lekaki itu duduk bersenden di sofa tersebut."Tumben banget kamu datangnya telat, Lang?" ucap Revan mulai menatap curiga."Iya, tadi aku bangun kesiangan, tau!" jawab Langit ketus."Em ... aku tau. Pasti ini gara-gara Cahaya ya, kamu sampai bangun kesiangan kek gini?" Dengan senyum mengejek, Revan sedang membayangkan hal yang telah kedua orang itu lakukan semalam.Namun, Langit tak menyadarinya. Ia malah mengangguk dan menjawabnya dengan lesu, "Iya.""Oh ... jadi karena itu." Seraya mengangguk-anggu
Sementara di Rumah Pak Hadi.Seperti kebiasaannya dulu saat ia tinggal di rumah pamannya itu. Setelah sholat subuh, Cahaya langsung pergi menuju ke dapur untuk membantu Bibinya memasak makanan untuk mereka sarapan."Pagi, Bik," sapanya, ketika melihat wanita paruh baya itu sudah berada di dapur.Irma yang tengah sibuk memasak langsung menoleh ke arahnya. "Eh, pagi juga, Aya?"Gadis cantik itu berjalan mendekat ke arahnya. "Sedang masak apa, Bik?" tanyanya. Tatapan matanya kini tertuju pada wajan yang berada atas kompor depan Bibiknya."Nih, Paman mu minta nasi goreng Ayam, tapi sayang ayam nya gak ada. Ya udah terpaksa deh, Bibik ganti dengan terasi dan telur saja." Sembari terus mengaduk nasi goreng yang sedang dimasaknya, perempuan paruh baya mulai berakting memasang wajah sedih."Tapi kayaknya ini enak banget, Bik. Dari aromanya aja udah kecium baunya gurih dan wangi khas nasi goreng terasi, gitu," celetuk Cahaya sambil mengendus aroma masakan sang bibik."Iya, tapi masih kurang le
Langit masih saja terus terdiam. Batinnya mulai merasa resah dan gelisah memikirkan di mana keberadaan Cahaya kini. Sebenarnya ia merasa seneng-senang saja ketika tau kalau gadis itu tak lagi berada di apartemennya lagi. Akan tetapi, kenapa ada perasaan yang berbeda di hatinya? Dia merasa ada perasaan aneh. Namun dia sendiri tidak mengetahui perasaan apa itu."Woy, Lang! Malah bengong lagi?" tegur Revan. Bergantian ia balas melempar bantal padanya. Sontak membuat laki-laki berambut klimis itu terlonjak kaget dan tersadar dari lamunannya."Cih ... apaan sih, bikin kaget aja! Udah sana buruan suruh Bella pesen makanan buatku sekarang! Aku lapar tau!" titah Langit. Dengan wajah garang ia melotot kesal padanya."Ya-ya, ok, baik, Bos! Siap laksanakan!" Dengan gaya hormat polisi, Revan menempelkan tangan kanannya di dahi. Kemudian ia segera bangkit dari tempat duduknya dan bergegas menuju ke meja sang sekertaris cantik yang berada tepat ada di depan ruangan tersebut."Bella!" panggil Revan
Tanpa terasa, sudah selama tiga hari Cahaya menginap di rumah pamannya. Selama itu pula Langit selalu dibuat kelabakan karena harus menyiapkan segala keperluannya sendiri. Selain itu pula dirinya juga merasa kebingungan karena tidak mengetahui di mana istrinya itu berada.Kini pria bermata coklat itu baru menyadari kalau keberadaan Cahaya di apartemennya ini ternyata sangat membantu dirinya.Terlebih lagi soal makanan. Semenjak ditinggal oleh Cahaya, entah mengapa selera makan pria tersebut jadi menurun. Karena menurutnya semua makanan yang ia makan terasa hambar dan tak ada yang seenak masakannya.Sebenarnya ia ingin sekali menghubunginya untuk menanyakan di mana gadis itu berada sekarang. Namun, rasa gengsinya itu lebih tinggi sehingga ia pun malu untuk menanyakannya. Karena selama ini ia selalu cuek dan tidak perduli padanya. Jika ia tiba-tiba menelfonnya pasti gadis itu akan merasa aneh, bukan?"Namun, kira-kira di mana ya, gadis itu sekarang? Aku harus bisa menyelidiki siapa-siap
Setelah 3 hari gadis itu menghilang. Langit dibuat cukup kelimpungan mencarinya. Sampai-sampai pria itu menyuruh seseorang untuk mencari keberadaannya. Hingga akhirnya dari orang suruhanya itulah ia pun bisa mengetauhui kalau gadis tersebut ternyata sedang menginap di rumah pamannya yang berstatus sebagai sopir pribadi ayahnya.Bukannya ia peduli dengan gadis itu. Tetapi, ia hanya takut jika sampai kedua orang tuanya tau kalau gadis itu tak lagi ada di apartemennya, yang ada nanti urusunnya bakal panjang. Belum lagi, ia juga kepikiran dengan ucapan Revan kemarin. Ia takut jika gadis itu benar-benar minggat karena sudah tak tahan denga sikap dingin dan acuhnya selama ini padanya. Sehingga sebelum itu terjadi, ia pun berinisiatif untuk mencarinya dan ingin segera membawanya pulang ke apartemen. Sebenarnya ia merasa cukup kesal padanya. Karena dengan tanpa seizinnya gadis itu malah main pergi dan lebih parahnya lagi sampai menginap pula di rumah Pamannya. Jika sampai gadis itu mengadu
Sembari memegangi perutnya yang terasa sakit, Langit terlihat berjalan sempoyongan akan menuju ruang kerjanya.Bertepatan dengan itu, karena Cahaya merasa penasaran dengan apa yang sedang dilakukan oleh suaminya sekarang. Sehingga ia pun berniat membuka pintu untuk mengintip pria tersebut.Namun di luar dugaan, betapa terkejutnya ia ketika melihat Langit yang sedang berjalan sempoyongan sambil merintih kesakitan memegangi perutnya. Sontak membuatnya sangat panik, dengan segera ia keluar dan langsung berlari menghampirinya."Kak Langit kenapa?" tanyanya sembari mengaitkan tangan laki-laki itu ke bahunya. Lalu ia memapah pria itu untuk bisa berjalan."Perutku sakit banget, Ya. Mungkin penyakit maag ku kambuh lagi. Karena berapa hari ini aku selalu telat makan," jawabnya dengan sangat lemah. Wajah pria itu kini terlihat pucat dan sedikit merintih, seperti sedang menahan kesakitan.Sehingga membuat Cahaya tak tega dan merasa sedikit bersalah padanya."Duh ... ini semua pasti gara-gara aku