Dengan sedikit kasar, Langit langsung merebut kotak makan itu. "E-eh ... itu punyaku." Revan berpura-pura kaget. Tanpa mau menggubrisnya, lelaki berkemeja hitam itu mulai memakan nasi goreng tersebut. Sehingga membuat Revan hanya bisa mendengus kesal padanya."Katanya tadi gak mau. Eh, sekarang malah main nyerobot aja tuh nasi goreng," sungutnya merasa jengkel dengan Langit.Namun, lelaki berkulit putih itu tampak acuh. Ia terus saja melanjutkan makannya. "Em ... ternyata nasi goreng ini beneran enak banget." ujarnya membatin."E-eh, Lang! Itu jangan dihabisin dong! Aku juga masih mau." Dengan iseng Revan ingin mengambil kotak makan itu. Namun, dengan cepat Langit menghalanginya dengan sebelah tangan."Ih ... Lang! Kau ini gimana sih? Jadi orang jangan plin-plan dong! Itu tadi nasi goreng, 'kan udah kau kasih ke aku. Kok, malah kau minta lagi. Sini dong, Lang! Aku masih laper nih!" Tangan lelaki itu ingin menggapai kotak makan tersebut.Sudah layaknya anak kecil, dengan wajah memela
Dengan tanpa sisa, pada akhirnya pria berkemeja hitam dengan lengan yang digulung sebawah siku itu melahap habis semua nasi goreng buatan Cahaya. Sehingga membuat laki-laki yang duduk di sebelahnya itu menggelengkan kepala melihat temannya yang begitu lahap menyantap makanan tersebut.Namun, tiba-tiba saja pandangan matanya kini terpaku pada tangan Langit yang dibalut oleh perban. Ia baru menyadari kalau tangan lekaki itu sedang terluka. Sehingga membuatnya merasa keheranan. Lalu dengan mengerutkan dahi Ia pun bertanya, "Eh tunggu tunggu! Itu tanganmu kenapa?" Langit langsung melihat telapak tangannya sendiri. "Oh, nggak papa kok. Cuma kegores kaca dikit," jawabnya santai."Apa?! Kegores kaca? kok bisa?" sontak lelaki berkulit sawo matang itu merasa syok dan kebingungan. "Memangnya kau habis ngapain? Kok bisa sampai terluka kayak gitu?" Setelah menyelesaikan makannya, terlihat Langit menyapu bibirnya dengan tisu terlebih dahulu. Setelahnya ia pun menyambar gelas air putih yang ada
Dengan wajah yang menunduk, wanita berkulit sawo matang itu memilin jarinya merasa sedikit gusar. Dirinya kini masih tetap berdiri di depan meja sang CEO muda yang terkenal dengan sikap dingin dan tak tersentuh itu.Mungkin bila sedang bersama keluarga dan orang terdekat, sikap laki-laki tampan berkulit putih dan berhidung mancung itu akan terlihat ramah dan selalu hangat. Akan tetapi, bila berhadapan dengan orang lain maka sikapnya akan berbanding terbaik 180 derajat. Lelaki itu akan terlihat dingin, acuh dan agak sedikit angkuh. Hingga membuat para karyawan yang bekerja di kantornya pun merasa sangat berhati-hati dalam menjaga sikap apabila sedang berhadapan ataupun berinteraksi dengan pria tersebut. Hampir tak ada satu pun karyawati yang berani untuk mendekatinya apalagi menggodanya. Karena mereka tau kalau sang Ceo tersebut sudah mempunyai seorang kekasih yang cantik jelita bak artis korea, yang bila dibandingkan dengan semua karyawan di sana, mereka tidaklah ada apa-apanya. Se
Tanpa terasa 1 bulan telah berlalu. Dan selama itu pula Langit semakin bersikap dingin, acuh tak acuh kepada Cahaya. Bagai dua orang asing yang tak saling mengenal, walaupun tinggal dalam satu atap yang sama, tetapi mereka jarang sekali bertegur sapa. Dan bahkan mereka masih tetap tidur terpisah. Dengan Langit yang lebih memilih tidur di ruang kerjanya. Sedangkan Cahaya hanya bisa pasrah menerima itu semua.Walaupun Langit selalu bersikap dingin, kasar dan acuh padanya, namun gadis cantik itu tetap berusaha untuk menjadi seorang istri yang baik untuknya.Di setiap paginya ia akan selalu menyiapkan semua kebutuhan dari laki-laki tersebut. Mulai dari menyiapkan pakaian dan segala hal kebutuhan yang lainnya juga. Terkecuali kebutuhan di atas ranjang. Karena memang mereka tidur terpisah sehingga selama mereka tinggal di apartemen itu, keduanya pun tidak pernah melakukan hubungan suami istri.Tapi tak masalah baginya. Yang terpenting bagi Cahaya, ia sudah berusaha melakukan hal yang terbai
Di tempat lain, Langit datang ke sebuah cafe tempat langganan untuk berkumpul dengan teman-temannya. Di tempat tersebut tampak ada dua orang pria yang sebaya dengannya tengah duduk menunggunya di sebuah sofa panjang yang ada di sudut ruangan.Setelah beberapa saat ia mengedarkan pandangan ke seluruh ruang, pada akhirnya kedua manik kecoklatan miliknya menangkap di mana posisi kedua temannya kini berada. Lalu tanpa menunggu lama dengan segera lelaki itu menghampiri keduanya."Noh, dia udah datang," ucap Revan ketika melihat Langit yang sedang berjalan menuju ke arahnya.Sehingga membuat pria yang duduk bersenden di sebelahnya pun ikut menoleh ke arahnya."Hai, Bro! Udah lama?" ucap Langit menyapa kedua temannya.Lalu kedua pria itu langsung berdiri dan memeluk Langit secara bergantian."Nggak, belum lama, kok. Kami juga tadi baru datang." Pria bernama lengkap Aditya Wirakusuma itu menjatuhkan kembali bokongnya di atas sofa."Tumben nih, sekarang bisa kumpul sama kita di sini? Biasanya,
Cahaya diam mematung dan terpaku menatap mobil itu dengan rasa kebingungan. Mobil itu terlihat bukanlah mobil biasa, terkesan mewah dan berkelas. Ya walaupun dirinya tidak begitu mengerti soal merek-merek mobil. Tetapi, siapa saja yang melihat mobil tersebut pasti bisa langsung menilai kalau mobil itu adalah sebuah mobil sport keluaran terbaru dengan harga yang cukup fantastis. Dan sudah pasti sang pemilik mobil tersebut bukanlah orang biasa melainkan orang kaya yang banyak duwit yang tak jauh berbeda dengan suaminya yaitu Langit.Kemudian di tengah-tengah rasa kebingungan yang sedang melanda hatinya kini, tiba-tiba saja kaca mobil itu terbuka, dan tampaklah sosok laki-laki tampan, dengan wajah kebule-bulean yang berada di dalam mobil tersebut tengah tersenyum manis kepadanya."Hay!" ucap pria itu menyapanya.Sontak dahi Cahaya mengerut, semakin keheranan menatapnya. Karena ia merasa tidak mengenali pria tersebut. Namun, sepertinya ia pernah melihatnya, tapi di mana? Ia pun lupa.Lak
"Em ... ke jalan Melati blok B, Kak," jawab Cahaya memberikan alamat rumah pamanya tinggal. Ya, gadis bergaun pink itu akhirnya memutuskan ingin pulang ke rumah Pamannya saja. "Ok, kita akan langsung menuju ke sana sekarang!" kata Aditya."Eh, iya. Kalau boleh tau, kenapa kamu bisa berada di depan rumah itu?" Pria berkemeja hitam itu mulai kepo."Oh ... i-itu," Seketika itu Cahaya langsung tergagap panik dan juga kebingungan harus menjawab apa. "Duh ... bagaimana ini? Aku harus jawab apa? Gak mungkin, 'kan kalau aku bilang bahwa aku adalah menantu di rumah itu," batinnya resah. "Yang ada nih cowok pasti gak akan percaya. Dan bisa jadi dia malah mengangapku telah gila, karena ngaku-ngaku menjadi menantu dari keluarga yang kaya dan terhormat seperti keluarga Pak Santoso.""Aku bekerja di rumah itu. " Cahaya menjawab sekenannya. Dengan terpaksa Ia harus merahasiakan soal pernikahannya dengan Langit."Oh begitu." Aditya mengangguk-anggukan kepalanya. "Terus berarti ini kamu baru pulang,
"Sekarang ceritakan sama Paman! Apakah kamu bahagia? Si Langit tidak berbuat kasar lagi, 'kan sama kamu?" Dengan penuh kasih sayang, lelaki paruh baya itu menatap lembut gadis cantik yang sedang terduduk di hadapannya kini. Sebagai pengganti orang tua ataupun wali dari Cahaya, ia merasa cukup khawatir jika gadis malang itu tidak bahagia ataupun merasa tersiksa dengan pernikahannya dengan Langit.Sehingga pria yang kini telah berumur sekitar 47 tahunan ini merasa sedih dan juga takut jika Langit telah menyakitinya lagi. Dan, apabila itu benar terjadi. Dirinya tak akan tinggal diam saja. Ia akan membuat perhitungan dan meminta pertanggung jawaban kepada anak majikannya yang kini telah berstatus sebagai menantunya juga.Sembari memasang senyum manis di bibir, gadis itu menggeleng pelan. "Enggak, kok, Paman. Kak Langit sekarang sudah berubah. Dia udah mulai bisa bersikap baik sama aku. Dan bahkan dia tadi yang mengantarku ke sini." Dengan sangat terpaksa gadis bermata bening itu harus b
Di saat melihat pintu terbuka, Langit yang baru saja sampai di apartemen, ingin segera masuk. Namun, tanpa terduga ia malah melihat sebuah adegan mesra istrinya yang tengah berpelukan dengan Aditya. Sontak saja membuat sangat marah. Matanya terasa panas, darahnya pus seolah langsung mendidih seketika. "Apa-apaan ini?" teriaknya geram. Dengan mendorong kasar ia memisahkan keduanya. Tentu, dua orang itu langsung tampak sangat syok melihatnya. "Kak Langit!" "La-langit!" pekik keduanya secara bersamaan. "Oh, jadi ini kelakuan kalian di belakang aku, huh?" "Tidak, bukan-bukan seperti itu." Dengan wajah panik, jelas keduanya langsung gelagapan dan menggelengkan kepala membantahnya. "Ini hanyalah salah paham, Lang! A-a-ku tadi cuma--" "Cuma apa, huh?" Seraya tersenyum sinis, Langit memotong ucapan Aditya. "Kau memang sengaja mengambil kesempatan ini buat ngedeketin Nayla 'kan?" tuduhnya, dengan mata berapi-api, penuh amarah ia mendorong pundak Aditya kasar. Hingga Aditya
Keesokan paginya. Dengan rasa pusing di kepala, perlahan Langit mulai terbangun. Seraya memegangi kepala, tiba-tiba saja perutnya terasa seperti diaduk-aduk. Hingga membuatnya langsung berlari menuju ke kamar mandi, dan memuntahkan isi perut di sana. "Huek-huek!" Otomatis Revan yang semalam terpaksa harus tidur di apartemen milik lelaki itu jadi terbangun dan merasa terheran-heran melihatnnya. "Lah, kenapa lagi tuh, si Langit? Pakai acara muntah-muntah segala? Udah kaya orang yang lagi hamil aja deh, dia," ocehnya membatin. Sesudah isi perutnya telah terkuras habis, dengan wajah pucat dan lesu, Langit berjalan lunglai keluar dari kamar mandi. "Kau ini kenapa, Lang?" tanya Revan. Sontak membuat Langit yang tak menyadari akan kehadirannya di sana pun jadi terjingkat kaget menoleh ke arahnya. "Revan! Ngapain kau di sini?" Dengan dahi mengerut, lelaki bermanik kecoklatan itu merasa keheranan. "Hais kau ini!" Seraya memutar bola mata malas, Revan langsung mendengkus kesal.
Sudah sekitar 5 hari yang lalu, Langit tak pernah lagi masuk kerja. Membuat Revan mulai khawatir dan ingin tahu bagaimana keadaannya sekarang. Sehingga sepulangnya dari kantor, ia berniat untuk mengunjunginya di apartemen. Dengan mengendarai mobil putih miliknya, lelaki berkumis tipis itu kini sedang berada di perjalanan menuju sana. Namun, ketika ia baru saja akan membelokkan laju mobilnya ke arah gedung apartemen yang ditinggali oleh Langit, tiba-tiba saja ia melihat sebuah mobil hitam milik temannya itu keluar dari area parkir apartemen. Sontak saja ia merasa keheranan dibuatnya. "Lah, itu 'kan mobilnya Langit. Mau ke mana dia?" gumamnya pelan. Seraya mengerutkan dahi, tatapannya terus menyorot ke arah mana mobil itu melaju. Lalu tanpa pikir panjang lagi, ia bergegas mengikuti mobil tersebut. Mobil mewah berlogo sapi jantan itu melaju dengan kecepatan tinggi menyalip mobil lainnya. Sehingga membuat orang yang mengikuti dari belakang, cukup kesusahan untuk mengejarnya. B
Dengan memantapkan hati, lelaki tampan yang kini memakai kemeja hitam itu, mulai melangkah untuk memasuki Club. Begitu masuk, dirinya langsung disambut dengan bisingnya suara musik yang memekakkan telinga. Bagai menemukan mangsa yang empuk, dengan mata berbinar, para wanita seksi berbaju terbuka itu melihatnya lapar. Lalu dengan berlomba-lomba mereka ingin mendekatinya. "Hay, Tuan tampan. Bolehkah aku menemanimu?" ucap salah satu wanita bergaun merah terang, tersenyum genit menggodanya. "Iya, Tuan. Pilihlah di antara kami untuk bisa menemanimu malam ini!" sahut satu wanita bergaun maroon mulai lancang mengusap lengan laki-laki itu dengan gerakan sensual. Namun, bukannya senang. Pandangan lelaki berwajah dingin itu tampak langsung melotot tajam ke arah wanita itu. Pertanda kalau lelaki tersebut tidak suka. Otomatis nyali para wanita nakal itu langsung menciut dan tak berani lagi untuk mendekatinya. Lalu, dengan mendengkus kesal, lelaki tegap bertubuh atletis itu langsung saj
Sudah tiga hari Cahaya mengurung diri di apartemennya Aditya. Dan selama itu pula Langit selalu berusaha menghubungi Cahaya lewat telepon. Namun, gadis itu selalu saja menolak ataupun merejek telepon tersebut. Dia masih merasa sangat malas dan tak ingin berbicara terlebih dahulu dengannya. Ia masih butuh waktu untuk bisa menenangkan pikirannya sendiri, dan berusaha agar bisa memanfaatkan suaminya. Akan tetapi, ini semua terasa sangatlah berat, dan ia pun mulai tampak ragu untuk melanjutkan pernikahan ini. Karena sudah dua kali lelaki yang masih berstatus sebagai suaminya itu telah berbohong dan mengkhianatinya lagi. Bahkan hingga saat ini, dirinya masih sangat-sangatlah mengingat dengan jelas. Di mana di depan matanya sendiri, ia melihat adegan mesra, suaminya yang sedang berciuman dengan Cellina. Betapa sakit dan hancur hatinya kini. Bagai tersayat oleh sembilu, rasa cintanya pun telah koyak, dengan serpihan hati yang telah hancur hingga berkeping-keping. Bulir bening seper
"Ya, baik, Kak." Cahaya mengangguk patuh. Lalu dengan sangat terpaksa lelaki itu pergi meninggalkan Cahaya hanya seorang diri berada di apartemen. Dan ternyata laki-laki berjambang dan berkumis tipis itu pergi untuk menemui Revan. Dirinya memang sengaja sudah janjian buat ketemuan dengannya di sebuah kafe. Tak butuh waktu lama, lelaki berkemeja krem tersebut kini telah sampai di tempat tujuan. Begitu telah sampai dirinya langsung saja mengedarkan pandangan mencari keberadaan temannya tersebut. "Hai, Dit! Aku di sini." Revan yang melihat kedatangannya langsung melambaikan tangan ke arahnya. Aditya yang tengah berdiri di depan pintu masuk coffee shop itu, langsung mematikan handphone. Ia segera mendekatinya dan langsung duduk di kursi yang berhadapan dengan lelaki tersebut. Kemudian Revan memanggil pelayan dan memesankan minuman untuk mereka berdua. "Gimana Langit?" tanya Aditya to the poin. "Ya, gitu deh. Dia masih kacau banget. Kan kau tau sendiri gimana keras kepala
Bragk! Dengan sangat kasar Langit membanting pintu. Sehingga membuat semua orang yang sedang berada di luar ruangan langsung terjingkat kaget dan sontak menoleh ke arah sumber suara. Sedangkan Cellina yang berdiri di depan pintu, kini mulai menggedor pintu dan terus memohon padanya. "Lang, aku minta maaf! Aku mohon beri aku kesempatan untuk memperbaiki ini semua, Lang!" bujuknya sedikit memelas. Dengan keheranan semua karyawan yang ada di depan ruang itu pun otomatis melihat ke arahnya dan mulai berkasak kusuk membicarakannya. Kemudian Revan mendekatinya. "Sudahlah, Lin! Sebaiknya kamu pergi dari sini sekarang juga! Kamu sudah puas, 'kan melihat Langit dan Cahaya jadi salah paham? Dan kau telah berhasil membuat mereka berdua bertengkar seperti tadi?" tukasnya. "Kamu ngusir aku?" sahut Cellina sewot. "Bukan aku, tapi Langit yang ingin kamu pergi dari sini, Cellina! Apa kamu nggak malu? Tuh kamu dilihatin banyak orang!" "Ya ya, oke baiklah. Kali ini aku akan pergi dari s
Karena merasa bingung, tak tahu harus membawa Cahaya ke mana. Pada akhirnya Aditya memutuskan untuk mengantarkan gadis itu ke apartemennya saja. "Ayo masuk, Ya!" ajaknya sambil membuka pintu apartemen. Cahaya masih tampak bingung dan merasa ragu, di antara mau masuk apartemen itu atau tidak. Aditya yang melihatnya hanya diam berdiri di depan pintu pun menghampirinya dan lalu menuntunnya untuk masuk ke dalam. "Kamu tenang saja! Dan nggak usah khawatir. Aku nggak tinggal di sini, Kok. Aku jarang tinggal di sini, cuma kalau lagi mau aja sekali-kali baru akan tidur di sini," terangnya. Kemudian keduanya pun mulai memasuki apartemen. "Ayo duduk dulu, Cahaya!" Sembari menganggukan kepala, gadis itu mulai mengedarkan pandangan mengamati keadaan di sekitar. Lalu ia duduk di sofa yang ada di ruang tersebut. "Em ... biar aku ambilkan minuman buat kamu ya?" tawar Aditya. Cahaya kembali mengangguk. Tak lama kemudian lelaki tampan itu sudah membawa 2 gelas air minum untuk mereka b
"Beraninya kamu bawa pergi Cahaya, huh?" ucap Langit sembari terus memukuli wajah tampan sahabatnya itu. Aditya pun tak mau kalah, dia membalasnya juga. Sontak saja baik Cahaya yang masih berada di dalam mobil dan begitu juga Revan, langsung terlihat panik dan kebingungan melihat kedua pria itu yang kini sedang beradu jotos itu. Tentu saja Dengan segera keduanya pun berlari mendekat mereka berdua. Lalu mereka berusaha untuk melerai perkelahian itu dan juga memisahkan keduanya. "Berhenti, udah stop! Kenapa kalian ini jadi seperti anak kecil gini sih? Semuanya kan bisa bicara dengan baik-baik!" Dengan sebisa mungkin Revan yang kini berdiri di tengah-tengah Langit dan Aditya berusaha memisahkan keduanya. Akan tetapi, tidak berhasil. Ia malah ikut terkena bogem mentah dari mereka berdua dan terombang-ambing di antara kedua orang tersebut. "E-eh ... aduh-aduh- duh! Lang, Dit, udah jangan berantem lagi!" serunya lagi. "Sudah cukup, berhenti!" Akhirnya Cahaya berteriak dengan sa