Cahaya diam mematung dan terpaku menatap mobil itu dengan rasa kebingungan. Mobil itu terlihat bukanlah mobil biasa, terkesan mewah dan berkelas. Ya walaupun dirinya tidak begitu mengerti soal merek-merek mobil. Tetapi, siapa saja yang melihat mobil tersebut pasti bisa langsung menilai kalau mobil itu adalah sebuah mobil sport keluaran terbaru dengan harga yang cukup fantastis. Dan sudah pasti sang pemilik mobil tersebut bukanlah orang biasa melainkan orang kaya yang banyak duwit yang tak jauh berbeda dengan suaminya yaitu Langit.Kemudian di tengah-tengah rasa kebingungan yang sedang melanda hatinya kini, tiba-tiba saja kaca mobil itu terbuka, dan tampaklah sosok laki-laki tampan, dengan wajah kebule-bulean yang berada di dalam mobil tersebut tengah tersenyum manis kepadanya."Hay!" ucap pria itu menyapanya.Sontak dahi Cahaya mengerut, semakin keheranan menatapnya. Karena ia merasa tidak mengenali pria tersebut. Namun, sepertinya ia pernah melihatnya, tapi di mana? Ia pun lupa.Lak
"Em ... ke jalan Melati blok B, Kak," jawab Cahaya memberikan alamat rumah pamanya tinggal. Ya, gadis bergaun pink itu akhirnya memutuskan ingin pulang ke rumah Pamannya saja. "Ok, kita akan langsung menuju ke sana sekarang!" kata Aditya."Eh, iya. Kalau boleh tau, kenapa kamu bisa berada di depan rumah itu?" Pria berkemeja hitam itu mulai kepo."Oh ... i-itu," Seketika itu Cahaya langsung tergagap panik dan juga kebingungan harus menjawab apa. "Duh ... bagaimana ini? Aku harus jawab apa? Gak mungkin, 'kan kalau aku bilang bahwa aku adalah menantu di rumah itu," batinnya resah. "Yang ada nih cowok pasti gak akan percaya. Dan bisa jadi dia malah mengangapku telah gila, karena ngaku-ngaku menjadi menantu dari keluarga yang kaya dan terhormat seperti keluarga Pak Santoso.""Aku bekerja di rumah itu. " Cahaya menjawab sekenannya. Dengan terpaksa Ia harus merahasiakan soal pernikahannya dengan Langit."Oh begitu." Aditya mengangguk-anggukan kepalanya. "Terus berarti ini kamu baru pulang,
"Sekarang ceritakan sama Paman! Apakah kamu bahagia? Si Langit tidak berbuat kasar lagi, 'kan sama kamu?" Dengan penuh kasih sayang, lelaki paruh baya itu menatap lembut gadis cantik yang sedang terduduk di hadapannya kini. Sebagai pengganti orang tua ataupun wali dari Cahaya, ia merasa cukup khawatir jika gadis malang itu tidak bahagia ataupun merasa tersiksa dengan pernikahannya dengan Langit.Sehingga pria yang kini telah berumur sekitar 47 tahunan ini merasa sedih dan juga takut jika Langit telah menyakitinya lagi. Dan, apabila itu benar terjadi. Dirinya tak akan tinggal diam saja. Ia akan membuat perhitungan dan meminta pertanggung jawaban kepada anak majikannya yang kini telah berstatus sebagai menantunya juga.Sembari memasang senyum manis di bibir, gadis itu menggeleng pelan. "Enggak, kok, Paman. Kak Langit sekarang sudah berubah. Dia udah mulai bisa bersikap baik sama aku. Dan bahkan dia tadi yang mengantarku ke sini." Dengan sangat terpaksa gadis bermata bening itu harus b
"Ekhem-hem!"Cahaya yang tengah terduduk di depan meja rias terjingkat kaget dan langsung tersadar dari lamunannya. Lalu dengan segera ia menyeka sisa air mata yang masih mengalir di kedua pipinya. Setelah itu ia baru menoleh ke arah sumber suara. Di mana ia melihat ada seorang wanita yang tengah melipat tangan berdiri di depan pintu kamarnya yang belum sempat ia tutup tadi."Eh, M-mbak Selly," ucapnya terbata.Tanpa menjawab, wanita yang kini telah memakai piama tidurnya itu dengan gaya sok angkuhnya mulai berjalan mendekati Cahaya.Sehingga membuat gadis yang masih duduk terdiam di kursi kayu itu mulai was-was dan takut jika sampai sepupunya itu akan berbuat sesuatu padanya lagi. Dalam benaknya pun berpikir dan mengira-ngira apa yang akan dikakukan sepupunya tersebut.Masih dengan melipat tangan, wanita berambut pendek seleher itu tersenyum sinis dan menatap tak suka pada Cahaya. "Heh, benalu! Ngomong-ngomong ngapain kamu ke sini, hah?" Seperti orang yang sedang mengintrogasi, deng
"Pa-paman!" pekik Cahaya kaget.Begitu juga dengan Selly. Gadis itu tampak syok saat melihat ayahnya yang tiba-tiba saja sudah berada di depan pintu kamar. Raut wajahnya kini terlihat panik, takut ketahuan kalau ia sedang memalak Cahaya. Sehingga dengan cepat ia segera memasukan uang itu ke dalam saku bajunya. Kemudian dengan memasang senyum cengir kuda ia membalikkan badan menghadap ke arahnya sambil berkata, "Eh, Bapak!""Selly, kamu mau ngapain lagi di sini sih, Nduk? Ini udah malam, sebaiknya kalian tidur sekarang! Dan jangan ganggu Cahaya lagi, ya!" tukas Pak Hadi yang tampak sangat kesal melihat anak gadisnya yang tengah ribut dengan Cahaya."Ih, siapa juga yang ganggu? Orang kita cuma lagi ngobrol aja kok. Iya, 'kan, Cahaya?" Dengan senyum yang dipaksakan, wanita berpiama biru dongker itu melirik tajam dan merangkul pundak Cahaya.Lalu dengan mencengkram pundak, wanita licik itu setengah berbisik pada Cahaya, "Awas saja kalau kamu berani ngadu sama Bapak! Akan kubuat perhitung
Keesokan paginya di apartemen. Langit bangun kesiangan, karena ia lupa tidak menyalakan alarm di ponselnya. Dan biasanya Cahaya lah yang akan membangunkannya untuk melakukan sholat subuh dan menyiapkan segala keperluannya.Namun, kali ini berbeda. Kenapa gadis itu tidak membangunkanya?"Ah ... sial! Aku bangun kesiangan!" umpatnya kesal, saat ia menyadari waktu sudah menunjukkan pukul jam 7 pagi.Lelaki itu segera beranjak dari tempat tidurnya. Lalu dengan tergesa-gesa ia langsung berlari masuk ke dalam kamar yang ditempati oleh Cahaya. Tanpa menperdulikan keadaan di sekitar sana, ia bergegas menuju ke kamar mandi. Setelah 15 menit berlalu pria itu telah selesai mandi. Kini ia sudah berada di dekat ranjang. Akan tetapi, ia tidak mendapati ada pakaiannya di sana. Sehingga dengan sangat kesal, pria berbadan atletis itu segera menuju depan lemari pakaian dan hendak memilih baju yang akan ia kenakan."Ah ... kenapa si Cahaya tidak membangunkanku? Dan kenapa pula dia tidak menyiapkan semu
"Ya, masuk!" Ceklikk!Sembari memicingkan kedua mata, lelaki berkeja hitam itu menoleh ke arah pintu. Dan, dari pintu itu ia melihat ada seorang pria berkulit sawo matang sedang membuka pintu. Lalu, dengan cengengesan pria itu berjalan mendekatinya."Hay, Bro!" sapanya renyah.Sedangkan Langit hanya memutar bola matanya malas menanggapinya. "Hem!"Lalu, tanpa disuruh duduk lelaki itu langsung menjatuhkan bokongnya di atas sofa empuk yang berada di tengah ruangan. Kemudian dengan santainya lekaki itu duduk bersenden di sofa tersebut."Tumben banget kamu datangnya telat, Lang?" ucap Revan mulai menatap curiga."Iya, tadi aku bangun kesiangan, tau!" jawab Langit ketus."Em ... aku tau. Pasti ini gara-gara Cahaya ya, kamu sampai bangun kesiangan kek gini?" Dengan senyum mengejek, Revan sedang membayangkan hal yang telah kedua orang itu lakukan semalam.Namun, Langit tak menyadarinya. Ia malah mengangguk dan menjawabnya dengan lesu, "Iya.""Oh ... jadi karena itu." Seraya mengangguk-anggu
Sementara di Rumah Pak Hadi.Seperti kebiasaannya dulu saat ia tinggal di rumah pamannya itu. Setelah sholat subuh, Cahaya langsung pergi menuju ke dapur untuk membantu Bibinya memasak makanan untuk mereka sarapan."Pagi, Bik," sapanya, ketika melihat wanita paruh baya itu sudah berada di dapur.Irma yang tengah sibuk memasak langsung menoleh ke arahnya. "Eh, pagi juga, Aya?"Gadis cantik itu berjalan mendekat ke arahnya. "Sedang masak apa, Bik?" tanyanya. Tatapan matanya kini tertuju pada wajan yang berada atas kompor depan Bibiknya."Nih, Paman mu minta nasi goreng Ayam, tapi sayang ayam nya gak ada. Ya udah terpaksa deh, Bibik ganti dengan terasi dan telur saja." Sembari terus mengaduk nasi goreng yang sedang dimasaknya, perempuan paruh baya mulai berakting memasang wajah sedih."Tapi kayaknya ini enak banget, Bik. Dari aromanya aja udah kecium baunya gurih dan wangi khas nasi goreng terasi, gitu," celetuk Cahaya sambil mengendus aroma masakan sang bibik."Iya, tapi masih kurang le
Dengan sangat terburu-buru Cellina terlebih dahulu masuk ke dalam kantor dan ia ingin segera menuju ke ruang kerjanya Langit. Sementara Cahaya yang sedang berjalan ingin memasuki kantor. Tiba-tiba saja ada yang memanggilnya dari belakang. "Hay, Cahaya!" Panggil Revan yang kebetulan baru saja datang di kantor itu. Karena merasa ada yang memanggil, gadis itu pun menoleh ke arah sumber suara. "Eh, Revan! Kamu juga kerja di sini bareng Kak Langit, ya?" jawab Cahaya. "Enggak, kok. Kalau aku kerjanya di kantor cabang yang ada di Kebon Jeruk. Biasa aku ke sini karena ada meeting gitu. Nanti setelah meetingnya selesai aku balik lagi deh ke kantor cabang." "Kalau kamu kok tumben datang ke sini mau ketemu sama Langit, ya?" tebaknya. "Oh ini, tadi Kak Langit hp-nya ketinggalan. Jadi aku mau anterin HP ini ke dia." Gadis cantik bergaun putih tulang itu menunjukkan ponsel yang ada di tangan kanannya. "Oh gitu." Revan tampak manggut-mangut. "Ya udah, ayo biar aku antar ke ruangan Lan
Begitu mendengar ucapan Aditya tadi, dengan memasang wajah garang, Cahaya langsung melotot ke arah Langit. "Oh, jadi Kakak masih suka ketemuan sama Mbak Cellina?" tanyanya sewot. "E-eh ... enggak enggak kok!" Dengan gelagapan pria berkemeja hitam itu langsung menggelengkan kepala. "Itu tadi si Aditya berbohong, Sayang. Dia memang sengaja ingin ngerjain aku. Agar kamu marah sama aku. Jadi, jangan percaya ya sama dia! Dan lagi pula mana mungkin aku janjian sama Cellina, sementara ada kamu di sini," lanjutnya lagi. "Oh ... berarti kalau nggak ada aku di sini, Kakak masih suka ketemuan sama dia, gitu?" sahut Cahaya jutek. Lalu dengan terlihat sangat kesal, gadis itu langsung saja melangkah pergi meninggalkan lelaki tersebut. "Ya-ya ... bu-bukan begitu, Sayang. Kok kamu malah jadi marah begini, sih! Ah ... sialan! Ini gara-gara si Aditya rese nih. Eh, tunggu!" Dengan terlihat panik, lelaki itu gegas mengejarnya. "Aya, jangan marah begini, dong! Kan, kamu tahu sendiri. Semenjak
Dengan terus menatap tajam ke arah sepasang suami istri itu, tiba-tiba Cellina terdiam dan menghentikan langkahnya. Sehingga membuat kedua temannya merasa keheranan dan juga ikut menoleh ke arah Langit dan Cahaya. Dengan mata yang membola, kedua wanita itu cukup tercengang ketika melihat Langit yang sedang berjalan sambil bergandengan mesra dengan seorang wanita. "Loh, Itu bukanya si Langit? Kok malah lagi jalan sama si cewek kampungan itu, sih? Bukannya kamu bilang kalau dia masih cinta mati sama kamu. Tapi, kenapa dia malah terlihat sangat mesra dengan cewek udik itu?" ujar Alena merasa keheranan. "Diam! Aku juga kesel tau! Ternyata Langit benar-benar sudah terpikat dengan gadis kampungan itu. Sehingga dia rela meninggalkanku demi cewek murahan itu. Tapi, aku gak akan diam saja seperti ini. Lihat saja akan kuberi pelajaran dia nanti. Karena telah berani merebut Langit dariku," jawab Cellina dengan kesal terus menyorot tajam ke arah sepasang suami istri tersebut. "Terus sek
"Em ... kira-kira siapa, ya? Orang yang aku sukai itu adalah ... Kakak," ucapnya sangat pelan dan nyaris tak terdengar. "Hah! Siapa tadi? Aku nggak dengar, Aya." Langit berpura-pura tidak mendengar. "Ah ... tau, ah!" Karena kesal, gadis itu ingin mendorong tubuh laki-laki itu untuk menjauh. Namun kedua tangannya itu langsung di tahan oleh Langit. "Ayo dong, Aya! Katakan sekali lagi. Aku nggak dengar tadi," bujuknya. Pada akhirnya dengan wajah yang bersemu merah, gadis cantik itu pun menjawab pertanyaannya lagi. "Aku ... sukanya ... sama Kak Langit." Lelaki itu langsung tersenyum sumringah ketika mendengar pengakuannya. Lalu sedetik kemudian pria tersebut menyambar bibir ranum gadis itu dan mulai mengechupnya dengan lembut. Cahaya hanya pasrah memejamkan mata dan membalas ciumannya juga. Dan tidak cukup sampai di situ saja. Sepasang suami istri itu pun melanjutkan aksinya hingga sampai tengah malam. Merasakan surga dunia sebagai sepasang suami istri. Dan itulah hal yang te
"Ya, nggak gimana-gimana dong, Sayang." Sembari tersenyum manis, lelaki itu menoel hidungnya gemas. Kemudian ia menakup kedua pipinya dan menatap dalam dua bola mata bening milik gadis itu. "Dengarkan aku, Aya! Yang terpenting, 'kan aku sekarang cuma cintanya sama kamu. Jadi, kamu nggak usah khawatir. Karena mau sampai kapanpun juga, aku berjanji nggak akan pernah mau tinggalin kamu," tukasnya terlihat dengan sangat sungguh-sungguh berusaha untuk meyakinkan sang istri. Sehingga membuat gadis itu tersenyum bahagia mendengar ucapannya. "Tapi ... seumpamanya Mbak Cellina masih pengen balik lagi sama Kakak gimana?" "Hahaha ...." Sontak saja Langit malah tertawa geli, karena nampaknya saat i i sedangmerasa cembur."Hem ... kelihatannya Istriku yang cantik ini lagi cemburu ya? Tapi nggak papa, aku malah seneng kok kalau kamu cemburu kayak gini, itu tandanya kamu cinta banget sama aku." Dengan terseyum tengil, ia malah mengejeknya. "Cih, siapa juga yang cemburu?" elak Cahaya. "Orang
Setelah selesai sarapan, Langit pun kembali lagi masuk ke dalam kamar. Hari ini ia sengaja tidak masuk kerja. Karena ingin menunggu Cahaya yang sedang sakit dan sekaligus ingin segera menyelesaikan kesalah pahaman di antara mereka berdua. Lelaki bertubuh atletis itu membawa laptop ke dalam kamar. Ia ingin melanjutkan pekerjaannya dari rumah. Sembari menunggu istrinya yang masih tertidur karena pengaruh obat yang diminumnya tadi, jari-jemarinya terlihat sibuk mengotak-atik kaybort laptop yang ada di pangkuannya. Lelaki itu kini duduk di atas kasur bersebelahan dengan Cahaya. Dengan sesekali Ia melihat ke arah gadis itu untuk memastikan kalau istrinya itu dalam keadaan baik-baik saja. Lalu tak berapa lama wanita cantik yang ada di sebelahnya itu mulai terbangun. Ia mendapati kalau suaminya kini berada di sampingnya terlihat sedang sibuk dengan laptopnya. Sehingga membuatnya merasa sedikit senang dan terharu padanya. "Oh, ternyata sedari tadi dia nungguin aku, ya? Sampai nggak
"Apaa?!" Sontak saja Langit langsung membelalakan mata menatap tidak percaya pada Cahaya. Sungguh ia sangat syok ketika mendengar kata cerai yang keluar dari bibir gadis itu. Lalu dengan segera lelaki itu kembali menggelengkan kepala. "Tidak, aku mohon jangan berkata seperti itu, Aya!" Kini pria itu memeluk erat tubuh gadis yang sedang terduduk di hadapannya kini. Sedangkan gadis itu hanya terdiam seperti patung tidak mau membalas pelukannya. "Aku mohon dengarkan penjelasanku dulu, Aya! Akan aku jelaskan dengan yang sejujur-jujurnya kalau semua ini hanyalah salah paham saja. Jadi, please jangan berburuk sangka dulu, ok?" Lelaki itu menengadahkan wajahnya menatap gadis itu dengan sayu. "Ya ya memang benar kalau selama ini aku sering pergi menemuinya. Akan tetapi kami tidak pernah melakukan apa pun juga, Aya. Ya, aku pun terpaksa melakukan ini, karena aku sudah terlanjur berjanji kepadanya kalau aku akan menemaninya dalam waktu sebulan ini saja." Dengan sangat gugup dan terbat
Pukul jam 03.00 dini hari, tiba-tiba saja Cahaya terbangun. Dengan perlahan gadis itu mulai mengerjapkan mata dan membukanya dengan lebar. Dirinya kini mulai mengingat-ingat kejadian yang semalam. Seketika itu ia pun menoleh ke arah samping dan mendapati tempat itu dalam keadaan kosong tanpa adanya sosok suaminya di sana. Kemudian ia menoleh ke arah jam dinding yang menunjukkan waktu masih jam 03.00 pagi. Lalu sembari tersenyum kecut ia berkata, "Ternyata ini semua bukanlah mimpi. Dan tidur di mana dia sekarang?" Raut wajah gadis itu kembali murung. Pada awalnya ia berharap semua kejadian tadi adalah hanya sebuah mimpi buruk saja. Namun, semua ini nyata. Lagi-lagi ia tertawa miris. "Hahaha ... bodoh sekali kamu, Cahaya! Palingan juga dia pergi ke tempatnya si Cellina. Mending sekarang aku sholat tahajud saja." Tanpa berpikir panjang lagi, kemudian gadis yang sedang dilanda kesedihan itu pun beranjak dari tempat tidurnya. Ia berniat untuk pergi ke kamar mandi dan akan mengamb
"A-apa?! Ca-cahaya istri kamu?" Sontak saja Aditya terpekik kaget melotot ke arah Langit. "Kamu jangan bercanda deh, Lang!" lanjutnya sambil terkekeh canggung. "Siapa juga yang sedang bercanda? Kalau kamu tidak percaya tanyakan saja pada Cahaya," jawab Langit dingin. Pria berkemeja krem itu menoleh ke arah gadis yang sedang dicekal tangannya oleh Langit. "Apakah itu benar, Cahaya? Kalau kamu ini adalah istrinya Langit?" tanyanya merasa tak percaya. Cahaya yang masih tetap terdiam menganggukkan kepalanya dengan pelan. Sebagai tanda kalau apa yang diucapkan oleh sahabatnya itu adalah benar. Sehingga membuat Langit kini tersenyum sinis padanya. "Sudah jelas, 'kan? Jadi, mulai sekarang tolong jauhi Cahaya!" tukasnya tegas. Lalu sembari menarik tangan Cahaya, lelaki itu langsung meninggalkan Aditya yang masih diam mematung karena merasa sangat syok ketika mengetahui bahwa wanita yang ia sukai selama ini sudah mempunyai suami. Dan lebih parahnya lagi suaminya itu ternyata ada