Raisa rencananya akan mengunjungi adiknya Rangga di rumah sakit. Kondisi Rangga sekarang sudah semakin membaik. Dia meminta izin pada Gibran untuk mengizinkannya keluar rumah karena bagaimanapun Gibran adalah suaminya.
"Mas aku boleh kerumah sakit? " tanya Raisa saat mereka ada di meja makan."Boleh tapi ingat jangan pulang larut malam" jawab Gibran. Raisa senang karena dia bisa mengunjungi Rangga. Dia sudah memasak makanan kesukaan Rangga yaitu ayam goreng lengkuas dan sayur sop ayam. Tak lupa Raisa juga memberikan bekal pada suaminya."Apa ini? " tanya Gibran menatap kotak makan yang diberikan oleh Raisa."Bekal makan siang mas" jawab Raisa. Selama ini Gibran tak pernah membawa bekal karena Ayudia istrinya tidak pandai memasak. Gibran lebih suka membelinya di restoran yang sudah memiliki sertifikasi. Dengan ragu Gibran membawanya.Devan menatap tidak suka saat Raisa hanya perhatian pada papanya. Sama halnya dengan Ayudia dan Vallery mereka berpikir jika Raisa hanya caper pada Gibran. Sebelum Gibran pergi Raisa tak lupa mencium punggung tangannya. Timbul rasa hangat di dada Gibran karena selama ini dia tidak pernah diperlakukan seperti ini. Devan memutar bola matanya malas. Rasanya hatinya bergemuruh melihatnya."Hati-hati mas" ucap Raisa. Gibran tak menjawab dan langsung pergi bersama Devan ke kantor. Raisa masuk kembali ke rumah tapi dihadang oleh Ayudia dan Vallery."Eh wanita caper!! mau kemana kamu?! ini cuciin baju-baju kita!! jangan pakai mesin cuci harus pakai tangan!! awas ya kalau kamu pakai mesin cuci!! " Vallery melempar baju-baju miliknya ke wajah Raisa. Ayudia maju dan mencengkram dagu Raisa hingga mendongak ke atas."Denger ya, sampai kapanpun mas Gibran gak akan mencintai kamu. Kamu harus ingat kamu hanya pemuas nafsu semata gak lebih!! " Ayudia melepas cengkraman di dagu Raisa hingga meninggalkan jejak kemerahan disana. Mereka berdua tertawa setelah puas merundung Raisa lalu pergi begitu saja sambil meyenggol bahu Raisa dengan kasar. Raisa hanya bisa pasrah diperlakukan semena-mena oleh mereka. Ayudia benar dia hanyalah pemuas nafsu saja tidak akan pernah menjadi Cinderella. Raisa berharap Gibran segera bosan dan membuangnya.Di kantor Gibran melihat kotak makan yang diberikan oleh Raisa. Dia membukanya tanpa minat. Hanya ada lauk ayam goreng dan sayur sop. Biasanya Gibran akan makan di restoran western di seberang kantor. Tapi bau makanannya sungguh menggugah selera. Dia cicipi sedikit rasanya tidak buruk. Padahal ini hanyalah makanan sederhana."Pa, mau aku pesankan makanan seperti biasa? " tanya Devan saat masuk ke dalam ruangannya."Tidak perlu. Papa cukup makan ini saja" tolak Gibran. Devan melihat kotak bekal yang diberikan oleh Raisa pagi tadi. Perasaan kesal kembali melandanya. Dia memilih pergi dan makan diluar sendiri.Sedangkan dirumah Raisa sudah selesai berberes-beres dan mencuci baju Vallery dan Ayudia yang menggunung. Sebenarnya dia sudah merasa lelah tapi dia harus menemui Rangga. Dia ambil rantang makanan dan tas bututnya lalu pergi ke rumah sakit naik grab karena Ayudia tidak mengizinkan dia untuk memakai supir. Kartu yang diberikan oleh Gibran belum Raisa pakai. Dia masih ada uang gaji saat kerja di cafe dulu.Sesampainya dirumah sakit Raisa menemui Rangga yang tertidur di bangsal rumah sakit. Rangga membuka matanya saat melihat Raisa datang menjenguknya."Kakak!!" Rangga senang sekali melihat kakaknya datang berkunjung. Dia sekarang sudah semakin sehat dan sebentar lagi akan keluar dari rumah sakit."Rangga maaf ya kakak telat, tadi kakak banyak sekali pekerjaan. Kamu sudah makan? " tanya Raisa."Belum kak Rangga gak suka makanan rumah sakit. Rangga kangen masakan buatan kakak" masakan Raisa mengingatkan Rangga pada masakan ibu mereka yang sudah tiada. Rasanya benar-benar mirip."Ini kebetulan kakak buat untuk kamu. Makan yang banyak ya" Raisa membuka rantang yang berisi lauk ayam goreng lengkuas dan sop ayam kesukaan Rangga. Mata Rangga berbinar saat melihatnya dan tak sabar untuk segera mencicipinya."Ehmm enak banget kak persis kayak buatan mama!! " puji Rangga."Sudah nanti saja ngomongnya. Kamu makan dulu yang banyak" Raisa senang melihat Rangga makan dengan lahap. Setelah makan dan asyik berbincang Raisa pamit pulang kerumah. Dia mendengar Ayudia marah-marah di dalam rumah. Tiba-tiba saja Ayudia menampar wajah Raisa hingga pipinya terasa kebas."Dasar pencuri!! mana kalungku?!! cepat kembalikan!! " tuduh Ayudia."Mbak kalung apa? aku gak pernah mencuri mbak" Raisa memegang pipinya yang terasa perih. Sepertinya sudut bibirnya robek akibat tamparan yang dilayangkan oleh Ayudia."Alah ma mana ada maling mau ngaku. Kalau ngaku yang pasti penjara bakal penuh" timpal Vallery. Di dalam hatinya Vallery tertawa karena dialah pelaku yang sebenarnya. Dia sengaja mengkambinghitamkan Raisa agar Raisa disiksa oleh mamanya."Ada apa ini?! " Gibran pulang lebih cepat bersama Devan."Pa dia mencuri kalungku pa!! " tuduh Ayudia. Raisa hanya menggelengkan kepalanya sambil menangis. Dia memang tidak pernah mencurinya. Devan melirik tajam pada Vallery pasti adiknya itu yang sudah berulah."Benar kamu mencuri? " tanya Gibran. Gibran bukan orang yang pemaaf. Dia tidak suka kalau ada tikus yang berada di dalam rumahnya."Tidak mas aku gak pernah mencuri" bantah Raisa."Bagaimana kalau kita periksa CCTV siapa tau pencurinya sebenarnya akan terungkap" sambung Devan. Wajah Vallery memucat. Dia takut perbuatannya akan diketahui kedua orang tuanya."Tidak perlu!! mama yakin Raisa pelakunya!! sejak dia kemari barang mama banyak yang hilang" tolak Ayudia."Sudahlah berapa harga kalung itu aku akan menggantinya" Devan tidak mau masalah ini jadi kacau balau."Tidak mau!! kalung itu dijual terbatas!! mama mau kalungnya sekarang!! " Ayudia masih dalam pendiriannya. Raisa benar-benar terpojok sekarang. Gibran percaya saja kalau Raisa memang mencuri kalung itu. Dia menyeret Raisa masuk kedalam kamar. Ayudia tersenyum puas saat melihat Gibran begitu marah pada Raisa.Di dalam kamar Gibran melempar tubuh Raisa di atas ranjang. Raisa takut saat melihat sorot mata Gibran yang menakutkan."Aku sudah memberimu kartu blackcard tapi rupanya masih kurang hem? katakan dimana kalung milik Ayudia atau aku akan menghukummu!! " ancam Gibran."Mas sumpah demi Tuhan mas aku gak tau. Aku gak pernah mencurinya mas!! " Raisa mengiba di bawah kaki suaminya. Tapi Gibran malah menendangnya hingga terjatuh. Baru kali ini Gibran berbuat kasar padanya.Gibran membuka ikat pinggang miliknya dan langsung mencambuknya. Raisa menangis setiap Gibran melepas cambukannya. Dia tidak bisa lari dan terus disiksa hingga pingsan. Banyak yang tidak tau sisi kejam Gibran. Dulunya papa Gibran kerap menyiksa mamanya hingga meninggal. Hal itu berpengaruh dalam sisi psikolologis dirinya.Gibran membawa Raisa ke atas ranjang. Tidak ada penyesalan di dalam hatinya saat melihat luka-luka cambukan yang sudah membiru itu. Gibran segera menelpon dokter untuk datang kerumahnya. Dia tidak ingin Raisa mati karena masih membutuhkan tubuhnya.Dokter datang dan melihat semua tubuh Raisa membiru. Kebetulan dokter itu adalah teman Gibran. Namanya adalah Simon. Simon geleng-geleng kepala melihat kelakuan Gibran yang menyiksa istri keduanya. "Dasar sadis" gumam Simon tapi bisa didengar oleh Gibran. "Aku membayarmu bukan untuk mengataiku tapi untuk memeriksa dirinya" balas Gibran skakmat. "Iya bawel. Udah tua masih gak tobat-tobat. Anak orang ini jangan kejam amat. Kalau mati gimana? " tanya Simon kesal. "Terserah aku ngapain dia bukan urusanmu!!" Gibran marah saat Simon mencampuri urusan pribadinya. "Awas loh kalau kamu jatuh cinta sama dia bakal menyesal seumur hidup sudah menyakiti wanita secantik dan seseksi ini" goda Simon sambil melihat tubuh Raisa yang benar-benar menggairahkan dan mengguncang iman. "Akan kucongkel matamu jika kamu berani melihat istriku lagi!! " ancam Gibran tak main-main. "Just kidding bro. Dasar posesif!!" setelah Simon selesai memeriksa dan memberikan obat untuk Raisa, Simon pulang karena sudah
Raisa sedang memasak di dapur. Devan melihat sekitarnya tidak ada siapapun disana. Dengan lancang Devan malah memeluk Raisa dari belakang. "Ahkk Devan lepaskan!! " Raisa kaget saat Devan memeluknya. "Sebentar saja" Devan mencium aroma sampo yang begitu wangi menguar dari rambut Raisa. "Tidak lepaskan!! " Raisa menyikut perut Devan agar melepaskan dirinya. Devan meringis saat perutnya disikut oleh Raisa. Kuat juga tenaga wanita ini. "Apa yang kalian lakukan?" tanya Ayudia curiga. Dia mendengar suara ribut-ribut dari dapur ternyata ada Raisa dan Devan. "Ini ma, Raisa minta bantuin ambil mangkok di atas sana" Devan selalu pintar beralibi. Ayudia masih menatap curiga pada keduanya. Tapi saat melihat Gibran turun Ayudia langsung menghampiri suaminya itu. "Sayang.. " Ayudia ingin memeluk Gibran tapi kali ini Gibran enggan untuk menerima pelukan dari Ayudia. Ayudia merasa heran kenapa Gibran tiba-tiba dingin kepadanya. "Mas kamu... " belum sempat Ayudia bicara Gibran malah menghampiri
Gibran berjalan-jalan bersama Ayudia setelah ia selesai meeting bersama rekan bisnisnya. Mereka mampir ke sebuah mall untuk makan disana. Mata Gibran melihat sebuah tas branded berwarna hitam. Seketika dia mengingat Raisa dirumah. Sudah berulang kali Gibran menyuruhnya membeli barang-barang yang diinginkan oleh istri mudanya itu. Tapi sampai saat ini Raisa tidak membeli satupun bahkan tidak ada riwayat pembelian dan penarikan di rekening miliknya. Gibran kira wanita suka uang tapi Raisa berbeda. "Mas kamu mau kemana? kamu mau beliin aku tas? " tanya Ayudia dengan mata berbinar. Gibran tak menjawab, Ayudia mengikutinya dari belakang. Ia senang karena Gibran akan membelikan dia tas mewah. "Mbak saya mau tas ini" Gibran menunjuk tas hitam yang ia lihat tadi lalu membayarnya di kasir. Ayudia senang sekali dan saat ia ingin mengambil tas itu Gibran tak memperbolehkannya. "Ini milik Raisa" ucap Gibran. Wajah Raisa langsung berubah marah. Kenapa suaminya itu repot-repot mau membelikan Rais
Rangga sudah diperbolehkan pulang oleh dokter hanya saja Raisa bingung apakah dia harus membawa Rangga ke rumah Gibran atau kerumah kontrakannya. Kalau dia membawa Rangga ke kontrakan, disana dia tidak bisa memantau dan menjaga adiknya. Raisa menemui suaminya yang sedang bekerja di ruang kerjanya. Dia membuatkan suaminya itu segelas kopi agar ada alasan untuk masuk kedalam sana. "Mas... Raisa mau ngomong sesuatu" Raisa tampak ragu tapi dia harus secepatnya berbicara. "Apa yang ingin kamu bicarakan? " tanya Gibran dengan mata yang tak lepas dari laptopnya. "Rangga adik saya sudah diperbolehkan pulang. Apakah dia boleh tinggal disini? " tanya Raisa. "Boleh rumah ini kan besar banyak kamar yang kosong. Tapi maaf aku tidak bisa ikut menjemputnya. Banyak pekerjaan yang harus aku urus. Kalau kau mau Devan bisa mengantarmu" saran Gibran. "Tidak aku bisa sendiri mas, makasih ya mas sudah mau mengizinkan Rangga tinggal disini" Raisa senang sekali karena dia bisa tinggal bersama dengan Ra
Raisa berlari ke rumah sakit tempat dimana adiknya Rangga dirawat. Rangga harus segera dioperasi sekarang juga kalau tidak nyawanya yang akan menjadi taruhan. Adiknya itu harus mendapatkan donor sumsum tulang belakang karena Leukimia yang dideritanya. Raisa sampai menjual seluruh harta dan aset keluarganya. Orang tua Raisa sudah meninggal 5 tahun yang lalu akibat kecelakaan pesawat. "Kak maafin Rangga ya sudah nyusahin kakak, biar Rangga menyusul mama dan papa di surga agar kak Raisa gak kesusahan mengurus Rangga" ucap Rangga sambil menahan sakitnya."Tidak! kamu harus bertahan Rangga demi kakak!! kakak akan segera membawa uang yang banyak untuk kesembuhan kamu. Kamu harus bertahan sayang" Raisa memeluk adiknya itu sambil menangis. Setelah menjenguk adiknya, Raisa keluar dari rumah sakit untuk mencari uang. Rencananya ia akan meminta bantuan pada Naura sahabatnya. Raisa menelpon Naura tapi saat telepon itu diangkat hanya ada suara desahan yang terdengar dari balik telepon itu. "Ahh
Tibalah di hari pernikahan Raisa dan Gibran yang dilaksanakan di apartemen mewah milik Gibran. Ayudia istri pertama Gibran juga ikut hadir dalam acara pernikahan itu. Pernikahannya digelar sederhana dan ala kadarnya. Bukan karena tidak mampu untuk menggelar pesta mewah tapi Gibran tidak ingin orang-orang tau jika dia menikah lagi. Raisa ia nikahi hanya untuk menjadi pemuas nafsunya saja. "Saya nikahkan dan kawinkan engkau Gibran Wijaya bin Hadi Wijaya dengan Raisa Anggraini binti Alm. Reza Ardiansyah dengan mas kawin uang 100 ribu dibayar tunai!! " ucap penghulu. "Saya nikahkan Raisa Anggraini binti Alm. Reza Ardiansyah dengan mas kawin uang 100ribu dibayar tunai!! " ucap Gibran dengan lantang. "Bagaimana para saksi? " tanya penghulu. "SAH!! " seru para saksi yang hadir disana. "Alhamdulillahi rabbil alamin" ucap mereka bersamaan. Raisa mencium tangan Gibran dan Gibran mencium kening Raisa. Hal itu tak luput dari penglihatan Ayudia yang terlihat cemburu dan marah. Tapi dia harus
Setelah puas berbulan madu di hotel, Gibran memboyong Raisa kerumahnya. Raisa hanya membawa beberapa potong baju didalam tasnya yang sudah usang. Gibran melirik tas itu begitu kusam dan hampir putus talinya. "Apa kau semiskin itu hingga tas plastik saja tidak punya? " cemooh Gibran membuat Raisa malu dan menyembunyikan tali tasnya yang penuh peniti yang hampir putus itu. "Tas ini berharga bagi saya tuan. Ini kado pemberian papa saya dulu saat saya berulang tahun" Raisa tidak memiliki banyak uang untuk membeli tas baru. Dia sering dibully dan diejek oleh teman-temannya. Semua yang dipakai Raisa sudah kusam dan kebanyakan dikasih orang. Raisa hanya memikirkan bagaimana bisa makan sehari-hari dan bayar kontrakan. Ia juga kerja paruh waktu di sebuah cafe menjadi seorang pelayan dan kadang pagi-pagi dia menjadi penjual koran. Apapun pekerjaannya yang penting halal dan bisa menyambung hidupnya. Sejak Rangga sakit, Raisa berhenti kuliah. Dia bekerja dari pagi sampai tengah malam untuk me
Devan sangat terkejut karena Raisa adalah mantan kekasihnya dulu saat kuliah. Dulu dia mencampakkan Raisa karena dia hanya menjadikan Raisa sebagai bahan taruhan bersama teman-temannya. Flashback On"Kalian tau cewek cantik yang duduk sendirian disana? namanya Raisa Anggraini anak fakultas sastra. Dia terkenal cantik dan dingin. Semua yang nembak dia selalu ditolak. Siapa yang bisa menaklukkan dirinya maka akan mendapatkan uang 100 juta dariku dan bisa kencan dengan Naura adikku." tantang Rio teman dekat Devan. Devan awalnya tidak mau ikut tapi karena dia naksir sama Naura makanya dia mau ikutan. "Serius kamu jadikan Naura hadiah taruhan ini? " tanya Aldo tak pecaya. Aldo juga naksir dengan Naura dan selama ini Naura acuh padanya. "Serius!! jadi waktunya hanya sebulan jika kalian kalah kalian tidak akan dapat hadiahnya. Mulai hari ini kalian coba dekati gadis sombong itu" ucap Rio yang menyimpan kekesalan pada Raisa karena wanita itu menolak dirinya minggu lalu. "Oke siapa takut"
Rangga sudah diperbolehkan pulang oleh dokter hanya saja Raisa bingung apakah dia harus membawa Rangga ke rumah Gibran atau kerumah kontrakannya. Kalau dia membawa Rangga ke kontrakan, disana dia tidak bisa memantau dan menjaga adiknya. Raisa menemui suaminya yang sedang bekerja di ruang kerjanya. Dia membuatkan suaminya itu segelas kopi agar ada alasan untuk masuk kedalam sana. "Mas... Raisa mau ngomong sesuatu" Raisa tampak ragu tapi dia harus secepatnya berbicara. "Apa yang ingin kamu bicarakan? " tanya Gibran dengan mata yang tak lepas dari laptopnya. "Rangga adik saya sudah diperbolehkan pulang. Apakah dia boleh tinggal disini? " tanya Raisa. "Boleh rumah ini kan besar banyak kamar yang kosong. Tapi maaf aku tidak bisa ikut menjemputnya. Banyak pekerjaan yang harus aku urus. Kalau kau mau Devan bisa mengantarmu" saran Gibran. "Tidak aku bisa sendiri mas, makasih ya mas sudah mau mengizinkan Rangga tinggal disini" Raisa senang sekali karena dia bisa tinggal bersama dengan Ra
Gibran berjalan-jalan bersama Ayudia setelah ia selesai meeting bersama rekan bisnisnya. Mereka mampir ke sebuah mall untuk makan disana. Mata Gibran melihat sebuah tas branded berwarna hitam. Seketika dia mengingat Raisa dirumah. Sudah berulang kali Gibran menyuruhnya membeli barang-barang yang diinginkan oleh istri mudanya itu. Tapi sampai saat ini Raisa tidak membeli satupun bahkan tidak ada riwayat pembelian dan penarikan di rekening miliknya. Gibran kira wanita suka uang tapi Raisa berbeda. "Mas kamu mau kemana? kamu mau beliin aku tas? " tanya Ayudia dengan mata berbinar. Gibran tak menjawab, Ayudia mengikutinya dari belakang. Ia senang karena Gibran akan membelikan dia tas mewah. "Mbak saya mau tas ini" Gibran menunjuk tas hitam yang ia lihat tadi lalu membayarnya di kasir. Ayudia senang sekali dan saat ia ingin mengambil tas itu Gibran tak memperbolehkannya. "Ini milik Raisa" ucap Gibran. Wajah Raisa langsung berubah marah. Kenapa suaminya itu repot-repot mau membelikan Rais
Raisa sedang memasak di dapur. Devan melihat sekitarnya tidak ada siapapun disana. Dengan lancang Devan malah memeluk Raisa dari belakang. "Ahkk Devan lepaskan!! " Raisa kaget saat Devan memeluknya. "Sebentar saja" Devan mencium aroma sampo yang begitu wangi menguar dari rambut Raisa. "Tidak lepaskan!! " Raisa menyikut perut Devan agar melepaskan dirinya. Devan meringis saat perutnya disikut oleh Raisa. Kuat juga tenaga wanita ini. "Apa yang kalian lakukan?" tanya Ayudia curiga. Dia mendengar suara ribut-ribut dari dapur ternyata ada Raisa dan Devan. "Ini ma, Raisa minta bantuin ambil mangkok di atas sana" Devan selalu pintar beralibi. Ayudia masih menatap curiga pada keduanya. Tapi saat melihat Gibran turun Ayudia langsung menghampiri suaminya itu. "Sayang.. " Ayudia ingin memeluk Gibran tapi kali ini Gibran enggan untuk menerima pelukan dari Ayudia. Ayudia merasa heran kenapa Gibran tiba-tiba dingin kepadanya. "Mas kamu... " belum sempat Ayudia bicara Gibran malah menghampiri
Dokter datang dan melihat semua tubuh Raisa membiru. Kebetulan dokter itu adalah teman Gibran. Namanya adalah Simon. Simon geleng-geleng kepala melihat kelakuan Gibran yang menyiksa istri keduanya. "Dasar sadis" gumam Simon tapi bisa didengar oleh Gibran. "Aku membayarmu bukan untuk mengataiku tapi untuk memeriksa dirinya" balas Gibran skakmat. "Iya bawel. Udah tua masih gak tobat-tobat. Anak orang ini jangan kejam amat. Kalau mati gimana? " tanya Simon kesal. "Terserah aku ngapain dia bukan urusanmu!!" Gibran marah saat Simon mencampuri urusan pribadinya. "Awas loh kalau kamu jatuh cinta sama dia bakal menyesal seumur hidup sudah menyakiti wanita secantik dan seseksi ini" goda Simon sambil melihat tubuh Raisa yang benar-benar menggairahkan dan mengguncang iman. "Akan kucongkel matamu jika kamu berani melihat istriku lagi!! " ancam Gibran tak main-main. "Just kidding bro. Dasar posesif!!" setelah Simon selesai memeriksa dan memberikan obat untuk Raisa, Simon pulang karena sudah
Raisa rencananya akan mengunjungi adiknya Rangga di rumah sakit. Kondisi Rangga sekarang sudah semakin membaik. Dia meminta izin pada Gibran untuk mengizinkannya keluar rumah karena bagaimanapun Gibran adalah suaminya. "Mas aku boleh kerumah sakit? " tanya Raisa saat mereka ada di meja makan. "Boleh tapi ingat jangan pulang larut malam" jawab Gibran. Raisa senang karena dia bisa mengunjungi Rangga. Dia sudah memasak makanan kesukaan Rangga yaitu ayam goreng lengkuas dan sayur sop ayam. Tak lupa Raisa juga memberikan bekal pada suaminya. "Apa ini? " tanya Gibran menatap kotak makan yang diberikan oleh Raisa. "Bekal makan siang mas" jawab Raisa. Selama ini Gibran tak pernah membawa bekal karena Ayudia istrinya tidak pandai memasak. Gibran lebih suka membelinya di restoran yang sudah memiliki sertifikasi. Dengan ragu Gibran membawanya. Devan menatap tidak suka saat Raisa hanya perhatian pada papanya. Sama halnya dengan Ayudia dan Vallery mereka berpikir jika Raisa hanya caper pada G
Setelah selesai makan bersama Raisa disuruh untuk mencuci piring oleh Ayudia. Padahal dirumah ini sudah ada pembantu. Bi ijah berulang kali meminta Raisa untuk duduk saja tapi Raisa masih bersikeras mau membereskan ini semua. Setelah mencuci piring tangan Raisa ditarik oleh Devan yang sedari tadi menunggunya. Devan membawa Raisa ke kamarnya. Raisa berulang kali memberontak tapi tenaga Devan lebih kuat darinya. "Lepaskan!! lepaskan Devan!!" seru Raisa marah. Devan memasukkan Raisa ke kamarnya dan mengunci pintunya dengan cepat. Dia dekati Raisa hingga tubuh Raisa membentur dinding di belakangnya. "Kenapa kamu menikah dengan papaku?!! " tanya Devan dengan mata memerah. Dia marah sekali saat tau Raisa adalah mama tirinya. "Bukan urusan kamu!! " Raisa enggan memberitahu Devan mengapa dia sampai menikah dengan Gibran. "Aku tau kau menikah dengan papaku hanya demi uang kan?!! untung dulu aku sudah meninggalkanmu. Kau ternyata hanya wanita murahan!! " hina Devan membuat Raisa naik pita
Devan sangat terkejut karena Raisa adalah mantan kekasihnya dulu saat kuliah. Dulu dia mencampakkan Raisa karena dia hanya menjadikan Raisa sebagai bahan taruhan bersama teman-temannya. Flashback On"Kalian tau cewek cantik yang duduk sendirian disana? namanya Raisa Anggraini anak fakultas sastra. Dia terkenal cantik dan dingin. Semua yang nembak dia selalu ditolak. Siapa yang bisa menaklukkan dirinya maka akan mendapatkan uang 100 juta dariku dan bisa kencan dengan Naura adikku." tantang Rio teman dekat Devan. Devan awalnya tidak mau ikut tapi karena dia naksir sama Naura makanya dia mau ikutan. "Serius kamu jadikan Naura hadiah taruhan ini? " tanya Aldo tak pecaya. Aldo juga naksir dengan Naura dan selama ini Naura acuh padanya. "Serius!! jadi waktunya hanya sebulan jika kalian kalah kalian tidak akan dapat hadiahnya. Mulai hari ini kalian coba dekati gadis sombong itu" ucap Rio yang menyimpan kekesalan pada Raisa karena wanita itu menolak dirinya minggu lalu. "Oke siapa takut"
Setelah puas berbulan madu di hotel, Gibran memboyong Raisa kerumahnya. Raisa hanya membawa beberapa potong baju didalam tasnya yang sudah usang. Gibran melirik tas itu begitu kusam dan hampir putus talinya. "Apa kau semiskin itu hingga tas plastik saja tidak punya? " cemooh Gibran membuat Raisa malu dan menyembunyikan tali tasnya yang penuh peniti yang hampir putus itu. "Tas ini berharga bagi saya tuan. Ini kado pemberian papa saya dulu saat saya berulang tahun" Raisa tidak memiliki banyak uang untuk membeli tas baru. Dia sering dibully dan diejek oleh teman-temannya. Semua yang dipakai Raisa sudah kusam dan kebanyakan dikasih orang. Raisa hanya memikirkan bagaimana bisa makan sehari-hari dan bayar kontrakan. Ia juga kerja paruh waktu di sebuah cafe menjadi seorang pelayan dan kadang pagi-pagi dia menjadi penjual koran. Apapun pekerjaannya yang penting halal dan bisa menyambung hidupnya. Sejak Rangga sakit, Raisa berhenti kuliah. Dia bekerja dari pagi sampai tengah malam untuk me
Tibalah di hari pernikahan Raisa dan Gibran yang dilaksanakan di apartemen mewah milik Gibran. Ayudia istri pertama Gibran juga ikut hadir dalam acara pernikahan itu. Pernikahannya digelar sederhana dan ala kadarnya. Bukan karena tidak mampu untuk menggelar pesta mewah tapi Gibran tidak ingin orang-orang tau jika dia menikah lagi. Raisa ia nikahi hanya untuk menjadi pemuas nafsunya saja. "Saya nikahkan dan kawinkan engkau Gibran Wijaya bin Hadi Wijaya dengan Raisa Anggraini binti Alm. Reza Ardiansyah dengan mas kawin uang 100 ribu dibayar tunai!! " ucap penghulu. "Saya nikahkan Raisa Anggraini binti Alm. Reza Ardiansyah dengan mas kawin uang 100ribu dibayar tunai!! " ucap Gibran dengan lantang. "Bagaimana para saksi? " tanya penghulu. "SAH!! " seru para saksi yang hadir disana. "Alhamdulillahi rabbil alamin" ucap mereka bersamaan. Raisa mencium tangan Gibran dan Gibran mencium kening Raisa. Hal itu tak luput dari penglihatan Ayudia yang terlihat cemburu dan marah. Tapi dia harus