Vanilla merasa lega ketika akhirnya bisa pulang setelah melahirkan secara caesar. Tapi ada rasa sedih yang dirasakannya karena sang bayi—London—masih tak bisa pulang bersamanya karena masih ada di inkubator dalam waktu sebulan ke depan untuk menstabilkan kondisinya yang lahir prematur.Vanilla ditemani oleh Izzy, mantan ibu mertuanya yang penuh perhatian, yang telah menjadi penopang utamanya selama masa pemulihan ini. Glow—adik iparnya— sudah kembali ke Spanyol kemarin lusa.Selama seminggu itu, Vanilla merasa terharu melihat bagaimana Izzy dengan sabar merawat cucunya dan membantunya menjalani fase awal kehidupan sebagai seorang ibu meskipun Vanilla hanya bisa melihat bayinya dari balik kaca saja.Vanilla rutin memberinya ASI-nya meskipun itu dengan cara diperas karena dia belum bisa memberikannya secara langsung.Namun, ada satu hal yang tak bisa dia hindari selama seminggu ini yaitu ketakutan akan bertemu dengan Arvy, mantan suaminya. Vanilla masih merasa cemas dan belum siap untuk
Hingga satu bulan berlalu, Vanilla merasa excited karena hari ini London diperbolehkan pulang. Sejak pagi wanita itu sudah ada di depan ruangan bayinya.Dia tak sabar ingin memberikan ASI-nya secara langsung pada sang bayi.Arvy duduk menjauh dari Vanilla dan Vanilla tak pernah mengetahui keberadaannya di sana. Izzy yang memerintahkan hal itu sampai Vanilla sudah sedikit lebih tenang dan menerima kehadiran Arvy.Setelah menunggu beberapa jam, akhirnya Vanilla pun menggendong bayinya dan membawanya pulang. Wanita itu sampai menangis karena moment haru itu.Arvy yang melihatnya dari jauhpun tampak ikut terharu dan hanya bisa melihat saja. Arvy sudah sering menggendong bayinya tanpa diketahui oleh Vanilla selama beberapa minggu dia menunggu putrinya di sana.Izzy dan Aiden mendampingi Vanilla sampai mereka pulang ke rumah hangat Vanilla."Dia sangat sehat, Mom. Dan dia sangat cantik.” Vanilla menyusuri wajah bayinya yang tertidur pulas."Ya, dia mirip Arvy," sahut Izzy.Vanilla tak men
Sementara itu, Arvy masih duduk sendirian di ruang tamu, merenungkan masa lalu dan masa depannya dengan Vanilla dan London. Dia tahu bahwa dia harus memberikan waktu pada Vanilla untuk memproses semuanya, tetapi dia berharap bahwa suatu hari mereka bisa duduk bersama dan berbicara, mungkin untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama."Kau juga istirahatlah, Sayang," kata Izzy pada Vanilla ketika baru saja meletakkan London di box bayi."Ya, Mom. Aku akan mandi terlebih dulu karena nanti aku akan menyusuinya langsung ketika London bangun.” "Baiklah, Mommy akan menemui Arvy dulu. Tenanglah dalam menghadapinya karena dia sudah menyesali semua perbuatannya padamu dulu. Dia sangat mencintai London dan kuharap kau bisa memberinya space untuknya bersama London," ucap Izzy dengan bijak.Vanilla terdiam sejenak lalu mengangguk."Terima kasih, Sayang.” Izzy mencium pipi Vanilla.Lalu Izzy keluar dari kamar dan Vanilla masuk ke kamar mandinya.**Izzy menemui sang putra sulungnya dan duduk di
Beberapa menit kemudian, Vanilla melepaskan alat pompa itu dan meletakkannya kembali ke meja."Apakah aku harus mengambil sendok?" tanya Vanilla pada Arvy."Tak perlu, cobalah lagi menyusuinya," jawab Arvy.Vanilla mengangguk dan mengambil London dan tangan Arvy.Arvy kemudian berbalik pergi."Tunggu, tunggulah di sini. Aku takut dia menangis lagi," kata Vanilla yang wajahnya masih terlihat khawatir.‘Oh God … Bagaimana bisa aku duduk di depan Vanilla yang sedang menyusui?’ Batin Arvy yang mau tak mau kemudian berbalik lagi dan berjalan menuju kursi sofa yang ada di dekat ranjang.**Vanilla terbangun dan dia langsung melihat ke arah tangannya. Dia tak melihat sang buah hati di dalam pelukannya.“Dia kupindah ke box bayi,” kata Arvy yang semalaman menunggu Vanilla dan bayinya di kamar itu.“Dia tak rewel?” tanya Vanilla dan beranjak dari kursi.Wanita itu berjalan ke arah box bayi dan melihat London tertidur sangat nyenyak.“Dia sudah kenyang, jadi kurasa dia akan tertidur nyenyak.”
Setelah mandi dan sudah segar kembali, Arvy pun pergi ke kamar Vanilla dan bayinya.CEKLEKArvy membuka pintu kamar dan dia melihat kamar itu masih agak gelap karena korden di kamar itu belum dibuka.Arvy melangkah perlahan menuju ranjang. Dia melihat sang bayi ada di dalam dekapan Vanilla.Arvy bingung bagaimana cara membangunkan Vanilla. Apalagi Vanilla masih memakai bathrobe yang sudah tersingkap sampai ke pahanya.‘Shiitt!!’ Umpat Arvy di dalam hatinya.Lalu Arvy mulai mengulurkan tangannya untuk memegang bahu Vanilla. Namun, bertepatan dengan itu, London tampak menggerakkan tubuh dan tangannya.Hal itu membuat Vanilla terbangun seketika. Wanita itu membuka matanya dan melihat ke arah sang bayi.“Sshh … ssshh … ssshh …” Vanilla mendesis untuk menenangkan London sembari menepuk lembut kaki London.Vanilla belum menyadari kehadiran Arvy yang kini sedang mengamatinya dengan seksama.“Kau lapar, Sayang?” tanya Vanilla dengan berbisik pada London.Lalu Vanilla menyingkap bathrobe-nya u
Sesampainya di rumah sakit, Vanilla pun langsung menuju ke ruangan dokter di mana Dokter yang dulu menangani London sudah menunggunya di sana setelah sebelumnya Vanilla sudah mengkonfirmasi kedatangannya terlebih dulu."Dia demam mungkin sekitar dua jam yang lalu dan semakin lama semakin panas tubuhnya," ucap Vanilla khawatir."Apakah dia masih aktif menyusu?" tanya Dokter."Ya, justru semakin banyak dan aku bahkan tak sempat memompa ASI-ku karena dia selalu menyusu," jawab Vanilla."Baiklah, letakkan di sana. Aku akan memeriksanya," ucap Dokter."Hmm.” Vanilla terlihat panik dan kemudian meletakkan London di atas ranjang dengan dibantu oleh perawat. Kemudian Dokter mulai memeriksa London yang kini tampaknya sudah tak terlalu rewel karena mengantuk dan lelah menangis sejak tadi.Beberapa menit kemudian, Dokter selesai memeriksa London dan Vanilla kembali menggendong London. "Dia baik-baik saja, hanya saja demamnya muncul karena dia sudah mulai banyak bergerak dan aktif. Jadi kau tak
Dan Vanilla sudah memaafkannya, tapi dia masih trauma dengan apa yang terjadi padanya dulu. Dia takut tiba-tiba Arvy berubah pikiran dan kembali menceraikannya meskipun dia melihat perubahan sikap Arvy yang semakin baik padanya sejak kehadiran London."Sudah kubilang, kita tak perlu menikah untuk bisa merawat London bersama," ucap Vanilla akhirnya."Tapi aku ingin menikah denganmu agar kita memiliki status yang sah untuk menjadi orang tua London," sahut Arvy."Ya, aku tahu kau masih sangat membenciku, tapi lakukanlah ini untuk London. Please, Vanilla.” Arvy memohon."Hidup kita hanya untuk London, bukan? Aku mohon, menikahlah denganku.” Arvy tak akan menyerah untuk meyakinkan Vanilla.Lalu Vanilla melepaskan tangan Arvy dan beranjak dari sofa."Aku akan memikirkannya, aku butuh waktu.” Vanilla kemudian berjalan kembali ke arah kamar."Aku menyukaimu, Vanilla," kata Arvy tiba-tiba dan membuat Vanilla menghentikan langkahnya."Ya, aku menyukaimu. Itu salah satu alasanku ingin menikahimu
Hanya pada awal-awal menyusui saja Arvy sering membantu Vanilla dan proses menyusui yang lumayan sulit bagi Vanilla. Tapi kini Vanilla sudah tak merasakan kesulitan lagi dalam menyusui London.Hanya saja kali ini tampaknya pria itu tak beranjak dari ranjang dan matanya mengekori gerak Vanilla yang berjalan menuju kursi santai di mana biasanya dia menyusui London di sana.Vanilla kemudian duduk dan melihat ke arah Arvy. Dia menatap Arvy yang memandanginya dari arah ranjang.“Keluarlah,” kata Vanilla.“Tidak, aku ingin di sini saja,” jawab Arvy.“Arvy,” ucap Vanilla.“Aku sudah pernah melihatnya, jadi jangan pedulikan aku dan berikanlah sumber makanan itu pada London,” jawab Arvy.“Arvy,” kata Vanilla lagi.London tampak memukul-mukul dada Vanilla karena tak sabar ingin menyusu.“Dia sudah kelaparan,” kata Arvy sembari melihat ke arah London.Vanilla kemudian sedikit berbalik dan mulai membuka kancing blousenya lalu menyusui London.Lalu Arvy beranjak dan berjalan ke arah Vanilla. Vanil