“Terima kasih,” ucap Vanilla ketika dia melihat Arvy baru memasuki kamar yang kini resmi menjadi kamar mereka berdua.Arvy melihat ke arah Vanilla di balik temaramnya lampu kamar karena London sudah tidur dengan nyenyak di box bayinya.“Hmm, kau belum tidur?” tanya Arvy sedikit berbisik karena takut mengganggu tidur London.“Aku baru menyusui London dan aku ingin menemui Mommy dulu sebentar lagi. Apakah mereka sudah pulang?” tanya Vanilla.“Ya, mereka baru saja pulang dan besok mereka akan kembali kemari,” jawab Arvy menghampiri Vanilla.Arvy kemudian mengecup bibir Vanilla.“Tidurlah, aku tahu kau sangat lelah,” kata Arvy sembari mengusap pipi Vanilla dengan lembut.Vanilla menatap mata Arvy yang kini sangat berbeda jauh dengan ketika mereka pertama kali saling mengenal.“Kau boleh memintanya kapan pun padaku,” kata Vanilla dengan tulus karena dia tak pernah mempermainkan sebuah hubungan. Dan Arvy tahu dengan apa yang dimaksud oleh Vanilla.Arvy menatap lekat netra cantik itu lalu me
"It's oke. Biar aku yang memegangnya. Maaf, tadi bibi mengatakan padaku bahwa kau mencariku dan itulah mengapa aku masuk kemari karena aku berpikir kau sedang membutuhkan bantuanku," jawab Arvy tanpa mengalihkan pandangannya."Arvy, bisakah kau keluar dulu?" ucap Vanilla yang akhirnya duduk agar tubuhnya tertutupi oleh tubuh gemol London yang digendong di depannya."Kau tak membutuhkan bantuanku?" tanya Arvy."Aku akan membersihkan tubuhku dan London di bawah shower dulu lalu aku akan memanggilmu," jawab Vanilla."Baiklah," jawab Arvy dengan santai meskipun sebenarnya kini darahnya berdesir cepat karena melihat tubuh polos Vanilla yang sebenarnya masih tertutupi oleh London.Tapi meskipun begitu, Arvy bisa melihat dengan jelas lekuk tubuh Vanilla yang bagaikan gitar spanyol itu.Arvy kemudian keluar dari kamar mandi dan menunggu di balik pintu."Damn!" gumamnya tanpa bersuara dan hanya menggerakkan bibirnya saja.Tak sekali ini saja Arvy dibuat pening oleh hal-hal seperti ini karena m
Dengan langkah pelan setelah seharian bekerja, Arvy memasuki mansion megah yang selalu menunggu kedatangannya. Bangunan tersebut seolah menyambutnya dengan hangat, tetapi hatinya hanya memiliki ruang untuk dua wanita yang berarti segalanya baginya yaitu putrinya, London, dan istrinya, Vanilla.Tanpa ragu, Arvy mengarahkan langkahnya menuju kamar kecil yang didekorasi dengan beragam warna pastel. Di dalamnya, bayi kecil London tengah tertidur dengan wajah yang tak terbantahkan cantiknya. Wajah lucunya yang menawan dan bibirnya yang lembut mencairkan hati Arvy setiap kali dia melihatnya."Selalu membuatku merindukanmu, Honey," gumam Arvy berbisik dan kemudian menciumnya perlahan. Setiap hari dia meluangkan waktu setiap hari untuk bersama London, meyakinkan dirinya bahwa dia adalah ayah yang baik bagi sang putri.Kehidupan Arvy selalu berputar dalam lingkaran dua wanita ini, meskipun hubungannya dengan Vanilla belum seperti pasangan suami-istri biasa. Meskipun sudah dua bulan sejak pern
Keesokan harinya, Izzy datang ke mansion Vanilla setelah sebelumnya dia menemui Arvy di perusahaannya. Izzy mulai mengetahui dan mencerna masalah yang sebenarnya terjadi di antara Arvy dan Vanilla setelah Arvy menjelaskan hubungannya dengan Vanilla yang semakin membaik namun hanya seperti teman atau sahabat saja--tidak lebih.Dan kali ini Izzy akan campur tangan. Sebelum menuju ke mansion, tadi Izzy menyempatkan pergi ke sebuah rumah sakit di mana teman Glow memberikan obat pada Izzy atas perintah Glow tadi sore.Setelah itu, Izzy pun pergi ke mansion Arvy untuk bertemu Vanilla dan cucu tunggalnya--London.Setibanya di sana, Izzy langsung menemui Vanilla yang ternyata sedang makan malam sendirian."Mom?" ucap Vanilla ketika melihat Izzy tiba di mansionnya secara tiba-tiba tanpa pemberitahuan."Halo, Sayang. Bagaimana kabarmu?" tanya Izzy dan mencium pipi sang menantu."Aku sangat baik. Mommy tak bilang akan kemari," jawab Vanilla yang kemudian berdiri."Duduklah, ayo kita makan bersa
TOKTOKTOKPintu kamar mandi terketuk dari luar dan bisa dipastikan itu adalah Arvy.Vanilla menggigit gigit bibirnya sendiri dan masih mondar mandir di dalam kamar mandi dengan menggunakan pakaian dalamnya saja."Vanilla? Kau di dalam?" tanya Arvy dari luar pintu."Ya," jawab Vanilla dan tubuhnya semakin gelisah."Oke," sahut Arvy dan tak mengetuk pintunya lagi.Beberapa detik kemudian, Vanilla memutuskan untuk keluar karena dia sudah tak tahan lagi. Dia memilih untuk menuntaskannya bersama Arvy daripada berendam di dalam bathtub yang terisi air dingin.CEKLEKVanilla keluar dengan menggunakan handuk saja yang terlilit di dadanya. Vanilla melihat Arvy tampak sudah membuka bajunya dan membuat gairah Vanilla semakin tinggi dan tak tertahankan lagi. Ya, mungkin hanya dengan cara ini semuanya bisa dimulai tanpa ragu oleh Vanilla daripada memulainya dengan cara normal karena dia pasti akan sangat malu jika harus memulainya terlebih dulu.Vanilla menghampiri Arvy dan memegang tangannya.
ArvanArvy membuka matanya ketika dia mendengar suara tangis London dari kamar sebelah. Pria itu kemudian membuka matanya dan tak melihat Vanilla di sampingnya. Arvy berpikir mungkin Vanilla sudah berada di kamar putri mereka.Lalu Arvy beranjak dari ranjang dan berjalan menuju kamar London sembari mengusap wajahnya yang masih tampak mengantuk dan matanya berat untuk terbuka. Namun, Arvy tak melihat Vanilla di sana. Pria itu kemudian mengambil London dari box bayinya dan menggendongnya.Seperti biasa, London akan langsung tenang jika Arvy menggendong dan mengayunnya pelan. London tampak menutup matanya lagi dan sepertinya tadi Vanilla sudah menyusui London karena bibir bayi kecil itu tampak basah.Setelah London tertidur kembali, Arvy kembali meletakkan putrinya ke dalam box bayinya dan menyelimutinya lalu menciumnya.Arvy kemudian keluar dari kamar dan mencari keberadaan Vanilla. Pria itu berjalan ke arah dapur dan melihat Vanilla sedang meminum obat karena di meja yang ada depannya
Vanilla menghela panjang napasnya dan merasakan ketulusan dari ucapan Arvy.“Tidak, ini semua karena salahku.”“Jangan membahas hal itu lagi, oke?” kata Arvy dan Vanilla mengangguk.Arvy tak ingin melihat ke belakang dan hanya ingin menjalani masa depan yang indah bersama Vanilla dan juga London.Baru saja Arvy ingin kembali memagut bibir Vanilla, namun suara tangis London terdengar dari sebelah kamar.“Ups sorry,” kata Vanilla dan berbalik pergi mendatangi sang buah hati.Arvy menghela nafasnya dan menuju ke kamar London. Arvy melihat mata London kini sudah terbuka lebar.Arvy mengambil alih gendongan Vanilla dan menggendong London.“Hei, kau ingin tidur bersama Daddy?” Arvy menciumi wajah lucu London dan membawa putrinya itu ke kamarnya.Vanilla mengikuti langkah Arvy di belakangnya.“Aku akan mandi dulu,” kata Vanilla.“Hmm, aku akan menjaga London,” sahut Arvy yang tampaknya kegiatan ranjangnya terjeda iklan karena London.**Setengah jam kemudian, Vanilla keluar dari kamar man
Lima tahun berlalu ... "Honey, apakah tak ada negara lain yang lebih dekat?" tanya Arvy ketika Vanilla bersikeras ingin melahirkan di Sidney--hanya karena ingin anaknya yang kedua dinamai dengan nama Sidney.Dan kali ini anak mereka kembali berjenis kelamin perempuan."Kau keberatan menemaniku? Aku tak butuh ditemani jika kau tak mau, Sayang," jawab Vanilla dengan santai."Oh my God ... Tentu saja aku tak bisa meninggalkanmu sendirian di saat kau sedang hamil," sahut Arvy."Kandunganku sudah delapan bulan dan sebentar lagi aku tak bisa ke mana pun lagi naik pesawat jika tak sekarang. Jadi aku akan berangkat dulu ke Australia agar tak mengganggu pekerjaanmu. London akan bersamaku," kata Vanilla sembari memakai serealnya."Kau membuatku berada di posisi yang sulit, Honey," jawab Arvy.Vanilla melihat ke arah Arvy."Apakah aku hamil setiap tahun? Aku tak ingin merepotkanmu sama sekali, Sayang. Aku bisa pergi sendiri dan dulu aku juga sendirian ketika hamil London. Kau bahkan tak meneman
Lima tahun berlalu ... "Honey, apakah tak ada negara lain yang lebih dekat?" tanya Arvy ketika Vanilla bersikeras ingin melahirkan di Sidney--hanya karena ingin anaknya yang kedua dinamai dengan nama Sidney.Dan kali ini anak mereka kembali berjenis kelamin perempuan."Kau keberatan menemaniku? Aku tak butuh ditemani jika kau tak mau, Sayang," jawab Vanilla dengan santai."Oh my God ... Tentu saja aku tak bisa meninggalkanmu sendirian di saat kau sedang hamil," sahut Arvy."Kandunganku sudah delapan bulan dan sebentar lagi aku tak bisa ke mana pun lagi naik pesawat jika tak sekarang. Jadi aku akan berangkat dulu ke Australia agar tak mengganggu pekerjaanmu. London akan bersamaku," kata Vanilla sembari memakai serealnya."Kau membuatku berada di posisi yang sulit, Honey," jawab Arvy.Vanilla melihat ke arah Arvy."Apakah aku hamil setiap tahun? Aku tak ingin merepotkanmu sama sekali, Sayang. Aku bisa pergi sendiri dan dulu aku juga sendirian ketika hamil London. Kau bahkan tak meneman
Vanilla menghela panjang napasnya dan merasakan ketulusan dari ucapan Arvy.“Tidak, ini semua karena salahku.”“Jangan membahas hal itu lagi, oke?” kata Arvy dan Vanilla mengangguk.Arvy tak ingin melihat ke belakang dan hanya ingin menjalani masa depan yang indah bersama Vanilla dan juga London.Baru saja Arvy ingin kembali memagut bibir Vanilla, namun suara tangis London terdengar dari sebelah kamar.“Ups sorry,” kata Vanilla dan berbalik pergi mendatangi sang buah hati.Arvy menghela nafasnya dan menuju ke kamar London. Arvy melihat mata London kini sudah terbuka lebar.Arvy mengambil alih gendongan Vanilla dan menggendong London.“Hei, kau ingin tidur bersama Daddy?” Arvy menciumi wajah lucu London dan membawa putrinya itu ke kamarnya.Vanilla mengikuti langkah Arvy di belakangnya.“Aku akan mandi dulu,” kata Vanilla.“Hmm, aku akan menjaga London,” sahut Arvy yang tampaknya kegiatan ranjangnya terjeda iklan karena London.**Setengah jam kemudian, Vanilla keluar dari kamar man
ArvanArvy membuka matanya ketika dia mendengar suara tangis London dari kamar sebelah. Pria itu kemudian membuka matanya dan tak melihat Vanilla di sampingnya. Arvy berpikir mungkin Vanilla sudah berada di kamar putri mereka.Lalu Arvy beranjak dari ranjang dan berjalan menuju kamar London sembari mengusap wajahnya yang masih tampak mengantuk dan matanya berat untuk terbuka. Namun, Arvy tak melihat Vanilla di sana. Pria itu kemudian mengambil London dari box bayinya dan menggendongnya.Seperti biasa, London akan langsung tenang jika Arvy menggendong dan mengayunnya pelan. London tampak menutup matanya lagi dan sepertinya tadi Vanilla sudah menyusui London karena bibir bayi kecil itu tampak basah.Setelah London tertidur kembali, Arvy kembali meletakkan putrinya ke dalam box bayinya dan menyelimutinya lalu menciumnya.Arvy kemudian keluar dari kamar dan mencari keberadaan Vanilla. Pria itu berjalan ke arah dapur dan melihat Vanilla sedang meminum obat karena di meja yang ada depannya
TOKTOKTOKPintu kamar mandi terketuk dari luar dan bisa dipastikan itu adalah Arvy.Vanilla menggigit gigit bibirnya sendiri dan masih mondar mandir di dalam kamar mandi dengan menggunakan pakaian dalamnya saja."Vanilla? Kau di dalam?" tanya Arvy dari luar pintu."Ya," jawab Vanilla dan tubuhnya semakin gelisah."Oke," sahut Arvy dan tak mengetuk pintunya lagi.Beberapa detik kemudian, Vanilla memutuskan untuk keluar karena dia sudah tak tahan lagi. Dia memilih untuk menuntaskannya bersama Arvy daripada berendam di dalam bathtub yang terisi air dingin.CEKLEKVanilla keluar dengan menggunakan handuk saja yang terlilit di dadanya. Vanilla melihat Arvy tampak sudah membuka bajunya dan membuat gairah Vanilla semakin tinggi dan tak tertahankan lagi. Ya, mungkin hanya dengan cara ini semuanya bisa dimulai tanpa ragu oleh Vanilla daripada memulainya dengan cara normal karena dia pasti akan sangat malu jika harus memulainya terlebih dulu.Vanilla menghampiri Arvy dan memegang tangannya.
Keesokan harinya, Izzy datang ke mansion Vanilla setelah sebelumnya dia menemui Arvy di perusahaannya. Izzy mulai mengetahui dan mencerna masalah yang sebenarnya terjadi di antara Arvy dan Vanilla setelah Arvy menjelaskan hubungannya dengan Vanilla yang semakin membaik namun hanya seperti teman atau sahabat saja--tidak lebih.Dan kali ini Izzy akan campur tangan. Sebelum menuju ke mansion, tadi Izzy menyempatkan pergi ke sebuah rumah sakit di mana teman Glow memberikan obat pada Izzy atas perintah Glow tadi sore.Setelah itu, Izzy pun pergi ke mansion Arvy untuk bertemu Vanilla dan cucu tunggalnya--London.Setibanya di sana, Izzy langsung menemui Vanilla yang ternyata sedang makan malam sendirian."Mom?" ucap Vanilla ketika melihat Izzy tiba di mansionnya secara tiba-tiba tanpa pemberitahuan."Halo, Sayang. Bagaimana kabarmu?" tanya Izzy dan mencium pipi sang menantu."Aku sangat baik. Mommy tak bilang akan kemari," jawab Vanilla yang kemudian berdiri."Duduklah, ayo kita makan bersa
Dengan langkah pelan setelah seharian bekerja, Arvy memasuki mansion megah yang selalu menunggu kedatangannya. Bangunan tersebut seolah menyambutnya dengan hangat, tetapi hatinya hanya memiliki ruang untuk dua wanita yang berarti segalanya baginya yaitu putrinya, London, dan istrinya, Vanilla.Tanpa ragu, Arvy mengarahkan langkahnya menuju kamar kecil yang didekorasi dengan beragam warna pastel. Di dalamnya, bayi kecil London tengah tertidur dengan wajah yang tak terbantahkan cantiknya. Wajah lucunya yang menawan dan bibirnya yang lembut mencairkan hati Arvy setiap kali dia melihatnya."Selalu membuatku merindukanmu, Honey," gumam Arvy berbisik dan kemudian menciumnya perlahan. Setiap hari dia meluangkan waktu setiap hari untuk bersama London, meyakinkan dirinya bahwa dia adalah ayah yang baik bagi sang putri.Kehidupan Arvy selalu berputar dalam lingkaran dua wanita ini, meskipun hubungannya dengan Vanilla belum seperti pasangan suami-istri biasa. Meskipun sudah dua bulan sejak pern
"It's oke. Biar aku yang memegangnya. Maaf, tadi bibi mengatakan padaku bahwa kau mencariku dan itulah mengapa aku masuk kemari karena aku berpikir kau sedang membutuhkan bantuanku," jawab Arvy tanpa mengalihkan pandangannya."Arvy, bisakah kau keluar dulu?" ucap Vanilla yang akhirnya duduk agar tubuhnya tertutupi oleh tubuh gemol London yang digendong di depannya."Kau tak membutuhkan bantuanku?" tanya Arvy."Aku akan membersihkan tubuhku dan London di bawah shower dulu lalu aku akan memanggilmu," jawab Vanilla."Baiklah," jawab Arvy dengan santai meskipun sebenarnya kini darahnya berdesir cepat karena melihat tubuh polos Vanilla yang sebenarnya masih tertutupi oleh London.Tapi meskipun begitu, Arvy bisa melihat dengan jelas lekuk tubuh Vanilla yang bagaikan gitar spanyol itu.Arvy kemudian keluar dari kamar mandi dan menunggu di balik pintu."Damn!" gumamnya tanpa bersuara dan hanya menggerakkan bibirnya saja.Tak sekali ini saja Arvy dibuat pening oleh hal-hal seperti ini karena m
“Terima kasih,” ucap Vanilla ketika dia melihat Arvy baru memasuki kamar yang kini resmi menjadi kamar mereka berdua.Arvy melihat ke arah Vanilla di balik temaramnya lampu kamar karena London sudah tidur dengan nyenyak di box bayinya.“Hmm, kau belum tidur?” tanya Arvy sedikit berbisik karena takut mengganggu tidur London.“Aku baru menyusui London dan aku ingin menemui Mommy dulu sebentar lagi. Apakah mereka sudah pulang?” tanya Vanilla.“Ya, mereka baru saja pulang dan besok mereka akan kembali kemari,” jawab Arvy menghampiri Vanilla.Arvy kemudian mengecup bibir Vanilla.“Tidurlah, aku tahu kau sangat lelah,” kata Arvy sembari mengusap pipi Vanilla dengan lembut.Vanilla menatap mata Arvy yang kini sangat berbeda jauh dengan ketika mereka pertama kali saling mengenal.“Kau boleh memintanya kapan pun padaku,” kata Vanilla dengan tulus karena dia tak pernah mempermainkan sebuah hubungan. Dan Arvy tahu dengan apa yang dimaksud oleh Vanilla.Arvy menatap lekat netra cantik itu lalu me
Arvy menggenggam tangan Vanilla dengan hati yang penuh cinta. "Vanilla," katanya dengan lembut, "Aku tahu kau khawatir tentang pernikahan ini. Tapi aku ingin kita memulai hidup bersama dengan awal yang indah. Aku ingin semua orang tahu bagaimana kita akan menjadi keluarga yang luar biasa untuk London."Vanilla menatap mata Arvy, ekspresinya mencerminkan kebingungan. "Tapi, Arvy, London masih sangat kecil. Dia masih membutuhkanku setiap saat. Aku takut pernikahan besar ini akan membuatku terlalu sibuk dan membuat London kehilangan perhatian dariku," sahut Vanilla.Arvy mencium tangan Vanilla dengan lembut. "Kau tahu, aku dan keluargaku selalu mendukungmu. Dan mereka akan membantu kita," jawab Arvy."Aku tetap ingin pernikahan yang sederahan, Arvy," ucap Vanilla."Baiklah, kita bisa membuat pernikahan ini sesederhana yang kau inginkan. Yang terpenting adalah kita bersama, dan kita merayakan kebahagiaan kita. Jadi kita akan menikah di catatan sipil saja, hanya dengan keluarga dan te