Sesampainya di rumah sakit, Vanilla pun langsung menuju ke ruangan dokter di mana Dokter yang dulu menangani London sudah menunggunya di sana setelah sebelumnya Vanilla sudah mengkonfirmasi kedatangannya terlebih dulu."Dia demam mungkin sekitar dua jam yang lalu dan semakin lama semakin panas tubuhnya," ucap Vanilla khawatir."Apakah dia masih aktif menyusu?" tanya Dokter."Ya, justru semakin banyak dan aku bahkan tak sempat memompa ASI-ku karena dia selalu menyusu," jawab Vanilla."Baiklah, letakkan di sana. Aku akan memeriksanya," ucap Dokter."Hmm.” Vanilla terlihat panik dan kemudian meletakkan London di atas ranjang dengan dibantu oleh perawat. Kemudian Dokter mulai memeriksa London yang kini tampaknya sudah tak terlalu rewel karena mengantuk dan lelah menangis sejak tadi.Beberapa menit kemudian, Dokter selesai memeriksa London dan Vanilla kembali menggendong London. "Dia baik-baik saja, hanya saja demamnya muncul karena dia sudah mulai banyak bergerak dan aktif. Jadi kau tak
Dan Vanilla sudah memaafkannya, tapi dia masih trauma dengan apa yang terjadi padanya dulu. Dia takut tiba-tiba Arvy berubah pikiran dan kembali menceraikannya meskipun dia melihat perubahan sikap Arvy yang semakin baik padanya sejak kehadiran London."Sudah kubilang, kita tak perlu menikah untuk bisa merawat London bersama," ucap Vanilla akhirnya."Tapi aku ingin menikah denganmu agar kita memiliki status yang sah untuk menjadi orang tua London," sahut Arvy."Ya, aku tahu kau masih sangat membenciku, tapi lakukanlah ini untuk London. Please, Vanilla.” Arvy memohon."Hidup kita hanya untuk London, bukan? Aku mohon, menikahlah denganku.” Arvy tak akan menyerah untuk meyakinkan Vanilla.Lalu Vanilla melepaskan tangan Arvy dan beranjak dari sofa."Aku akan memikirkannya, aku butuh waktu.” Vanilla kemudian berjalan kembali ke arah kamar."Aku menyukaimu, Vanilla," kata Arvy tiba-tiba dan membuat Vanilla menghentikan langkahnya."Ya, aku menyukaimu. Itu salah satu alasanku ingin menikahimu
Hanya pada awal-awal menyusui saja Arvy sering membantu Vanilla dan proses menyusui yang lumayan sulit bagi Vanilla. Tapi kini Vanilla sudah tak merasakan kesulitan lagi dalam menyusui London.Hanya saja kali ini tampaknya pria itu tak beranjak dari ranjang dan matanya mengekori gerak Vanilla yang berjalan menuju kursi santai di mana biasanya dia menyusui London di sana.Vanilla kemudian duduk dan melihat ke arah Arvy. Dia menatap Arvy yang memandanginya dari arah ranjang.“Keluarlah,” kata Vanilla.“Tidak, aku ingin di sini saja,” jawab Arvy.“Arvy,” ucap Vanilla.“Aku sudah pernah melihatnya, jadi jangan pedulikan aku dan berikanlah sumber makanan itu pada London,” jawab Arvy.“Arvy,” kata Vanilla lagi.London tampak memukul-mukul dada Vanilla karena tak sabar ingin menyusu.“Dia sudah kelaparan,” kata Arvy sembari melihat ke arah London.Vanilla kemudian sedikit berbalik dan mulai membuka kancing blousenya lalu menyusui London.Lalu Arvy beranjak dan berjalan ke arah Vanilla. Vanil
Arvy menggenggam tangan Vanilla dengan hati yang penuh cinta. "Vanilla," katanya dengan lembut, "Aku tahu kau khawatir tentang pernikahan ini. Tapi aku ingin kita memulai hidup bersama dengan awal yang indah. Aku ingin semua orang tahu bagaimana kita akan menjadi keluarga yang luar biasa untuk London."Vanilla menatap mata Arvy, ekspresinya mencerminkan kebingungan. "Tapi, Arvy, London masih sangat kecil. Dia masih membutuhkanku setiap saat. Aku takut pernikahan besar ini akan membuatku terlalu sibuk dan membuat London kehilangan perhatian dariku," sahut Vanilla.Arvy mencium tangan Vanilla dengan lembut. "Kau tahu, aku dan keluargaku selalu mendukungmu. Dan mereka akan membantu kita," jawab Arvy."Aku tetap ingin pernikahan yang sederahan, Arvy," ucap Vanilla."Baiklah, kita bisa membuat pernikahan ini sesederhana yang kau inginkan. Yang terpenting adalah kita bersama, dan kita merayakan kebahagiaan kita. Jadi kita akan menikah di catatan sipil saja, hanya dengan keluarga dan te
“Terima kasih,” ucap Vanilla ketika dia melihat Arvy baru memasuki kamar yang kini resmi menjadi kamar mereka berdua.Arvy melihat ke arah Vanilla di balik temaramnya lampu kamar karena London sudah tidur dengan nyenyak di box bayinya.“Hmm, kau belum tidur?” tanya Arvy sedikit berbisik karena takut mengganggu tidur London.“Aku baru menyusui London dan aku ingin menemui Mommy dulu sebentar lagi. Apakah mereka sudah pulang?” tanya Vanilla.“Ya, mereka baru saja pulang dan besok mereka akan kembali kemari,” jawab Arvy menghampiri Vanilla.Arvy kemudian mengecup bibir Vanilla.“Tidurlah, aku tahu kau sangat lelah,” kata Arvy sembari mengusap pipi Vanilla dengan lembut.Vanilla menatap mata Arvy yang kini sangat berbeda jauh dengan ketika mereka pertama kali saling mengenal.“Kau boleh memintanya kapan pun padaku,” kata Vanilla dengan tulus karena dia tak pernah mempermainkan sebuah hubungan. Dan Arvy tahu dengan apa yang dimaksud oleh Vanilla.Arvy menatap lekat netra cantik itu lalu me
"It's oke. Biar aku yang memegangnya. Maaf, tadi bibi mengatakan padaku bahwa kau mencariku dan itulah mengapa aku masuk kemari karena aku berpikir kau sedang membutuhkan bantuanku," jawab Arvy tanpa mengalihkan pandangannya."Arvy, bisakah kau keluar dulu?" ucap Vanilla yang akhirnya duduk agar tubuhnya tertutupi oleh tubuh gemol London yang digendong di depannya."Kau tak membutuhkan bantuanku?" tanya Arvy."Aku akan membersihkan tubuhku dan London di bawah shower dulu lalu aku akan memanggilmu," jawab Vanilla."Baiklah," jawab Arvy dengan santai meskipun sebenarnya kini darahnya berdesir cepat karena melihat tubuh polos Vanilla yang sebenarnya masih tertutupi oleh London.Tapi meskipun begitu, Arvy bisa melihat dengan jelas lekuk tubuh Vanilla yang bagaikan gitar spanyol itu.Arvy kemudian keluar dari kamar mandi dan menunggu di balik pintu."Damn!" gumamnya tanpa bersuara dan hanya menggerakkan bibirnya saja.Tak sekali ini saja Arvy dibuat pening oleh hal-hal seperti ini karena m
Dengan langkah pelan setelah seharian bekerja, Arvy memasuki mansion megah yang selalu menunggu kedatangannya. Bangunan tersebut seolah menyambutnya dengan hangat, tetapi hatinya hanya memiliki ruang untuk dua wanita yang berarti segalanya baginya yaitu putrinya, London, dan istrinya, Vanilla.Tanpa ragu, Arvy mengarahkan langkahnya menuju kamar kecil yang didekorasi dengan beragam warna pastel. Di dalamnya, bayi kecil London tengah tertidur dengan wajah yang tak terbantahkan cantiknya. Wajah lucunya yang menawan dan bibirnya yang lembut mencairkan hati Arvy setiap kali dia melihatnya."Selalu membuatku merindukanmu, Honey," gumam Arvy berbisik dan kemudian menciumnya perlahan. Setiap hari dia meluangkan waktu setiap hari untuk bersama London, meyakinkan dirinya bahwa dia adalah ayah yang baik bagi sang putri.Kehidupan Arvy selalu berputar dalam lingkaran dua wanita ini, meskipun hubungannya dengan Vanilla belum seperti pasangan suami-istri biasa. Meskipun sudah dua bulan sejak pern
Keesokan harinya, Izzy datang ke mansion Vanilla setelah sebelumnya dia menemui Arvy di perusahaannya. Izzy mulai mengetahui dan mencerna masalah yang sebenarnya terjadi di antara Arvy dan Vanilla setelah Arvy menjelaskan hubungannya dengan Vanilla yang semakin membaik namun hanya seperti teman atau sahabat saja--tidak lebih.Dan kali ini Izzy akan campur tangan. Sebelum menuju ke mansion, tadi Izzy menyempatkan pergi ke sebuah rumah sakit di mana teman Glow memberikan obat pada Izzy atas perintah Glow tadi sore.Setelah itu, Izzy pun pergi ke mansion Arvy untuk bertemu Vanilla dan cucu tunggalnya--London.Setibanya di sana, Izzy langsung menemui Vanilla yang ternyata sedang makan malam sendirian."Mom?" ucap Vanilla ketika melihat Izzy tiba di mansionnya secara tiba-tiba tanpa pemberitahuan."Halo, Sayang. Bagaimana kabarmu?" tanya Izzy dan mencium pipi sang menantu."Aku sangat baik. Mommy tak bilang akan kemari," jawab Vanilla yang kemudian berdiri."Duduklah, ayo kita makan bersa