Home / Lainnya / Teror Rumah Warisan / Menempati rumah baru

Share

Teror Rumah Warisan
Teror Rumah Warisan
Author: adi fadhil ibnu

Menempati rumah baru

last update Last Updated: 2022-02-25 15:01:06

“Kamu yakin ini rumahnya, Mas?” tanya Reyna pada Adit-suaminya-yang tengah susah payah membawa koper.

Pria berkulit putih itu pun menaruh koper di sampingnya, lalu mengambil secarik kertas yang berada di saku bajunya.

“Menurut alamatnya, sih bener, Dek. Nih, kamu liat aja!”

Reyna sedikit kesusahan saat meraih kertas yang disodorkan suaminya, sebab ia sedang menggendong putri semata wayangnya yang tertidur sejak di perjalanan. Setelah kertas itu berpindah ke tangan Reyna, ia pun mencocokkan alamat yang tertera di kertas dengan nomor yang ada di sisi kanan dekat pagar besi.

“Sama, Mas. Tapi, kok kayak sepi? Serem lagi!” seru Reyna sambil mengusap lengannya.

“Wajar sepi, kan emang udah lama kosong sejak kedua orang tua Mas meninggal. Lagi pula, menurut penjelasan Mas Aldi ada dua pekerja yang bertugas menjaga dan membersihkan rumah ini, ” jelas Adit sambil mengamati suasana rumah tersebut. “Tapi pada ke mana, ya? Sepi banget,” lanjut Adit sambil terus memencet bel yang berada di pojok kiri gerbang. Namun, tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalam sana.

Adit merasa lelah, sebab ia harus berjalan kaki dari depan kompleks sampai ke rumah itu. Ia dan sang istri memilih duduk di depan pintu gerbang untuk melepas penat. Sambil mengamati lingkungan sekitar, hanya terdapat lahan kosong yang dipenuhi rumput liar.

Mendapati rumah di blok paling ujung dan hanya tiga rumah dalam satu blok itu membuat Reyna merasa ragu. Ibu muda yang terbiasa hidup di kota besar dan lingkungan yang cukup ramai kini harus tinggal jauh dari hiruk pikuk suasana kota. Namun, ia tidak bisa menolak ataupun meminta rumah yang lain setelah mereka kehilangan semua harta yang dulu mereka miliki, membuat wanita yang berusia dua puluh tujuh tahun itu harus menerima dengan lapang dada.

Saat mereka tengah melamun, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki mendekat. Adit menoleh ke pintu gerbang yang catnya sudah mengelupas, tetapi tidak ada siapa pun di sana.

Ia kembali duduk di samping Reyna, tetapi kembali terdengar suara seseorang yang tengah terbatuk dari dalam rumah itu.

“Permisi! Apa ada orang di dalam?” Adit kembali berdiri sambil mengintip dari celah gerbang. Namun, lagi-lagi keheningan yang menyapanya.

Hingga sepasang suami istri itu sangat terkejut saat tiba-tiba ada seorang kakek-kakek sedang berdiri di belakangnya.

“Astagfirullah!” ucap Reyna dan Adit bersamaan.

“Kalian cari siapa?” tanya pria yang berpakaian serba hitam dan berambut putih itu.

Reyna merapatkan tubuhnya di belakang Adit, ia sangat ketakutan saat melihat mata kakek itu sangat tajam dan sedikit merah.

“Kami mencari penjaga rumah ini, Kek.” Adit menjawab dengan gugup.

“Memangnya kalian siapa dan dari mana?” Kakek itu kembali bertanya dengan suara serak.

“Saya anak Almarhum Pak Broto dan Bu Ajeng. Pemilik lama rumah ini,” sahut Adit.

Ajaibnya, setelah Adit menyebut nama mendiang orang tuanya, sikap dan ekspresi kakek tersebut berubah seketika.

“Owalah. Mari masuk, Den! Saya sudah menunggu dari tadi pagi. Mari, mari!” ucapnya seraya membukakan pintu gerbang dan membantu membawakan koper dan tas milik Adit.

Adit dan Reyna merasa heran, mereka saling menatap dengan ekspresi bingung. Namun, kebingungan mereka haus terhenti saat Kakek itu memanggil.

“Ayok, masuk! sebentar lagi Magrib. Sandekala untuk anak kecil yang masih ada di luar saat akan memasuki waktu Magrib.”

Mereka pun mengikuti langkah Kakek tersebut. Angin menerpa wajah Reyna saat ia baru saja menginjakkan kaki di halaman rumah itu. Seketika bulu kuduknya meremang seiring embusan angin yang membuat rambutnya terayun mengikuti tiupan angin.

Langkah kaki tiga orang, tetapi terdengar seperti banyak kaki yang turut berjalan menuju rumah itu.

Reyna menarik lengan Adit dan berbisik, “Mas, kayak ada yang ngikutin kita, ya?”

Adit pun terdiam sesaat, lalu ia berjalan dua langkah dan diikuti oleh Reyna.

“Bukan ada yang ngikutin, Sayang. Tapi, daun kering yang kita injak ini membuat suara kriuk kayak kerupuk.” Adit menyentuh lembut kepala Reyna sambil mengulum bibir menahan tawa.

***

Rumah dua lantai yang terlihat mewah dan megah. Meski dari depan terlihat seperti tak terurus, tetapi interior di dalamnya sangat terawat dan bersih. Reyna sampai terkagum-kagum melihat isi rumah itu, tetapi ia merasa ada hal lain saat memasuki pekarangan rumah ini. Meski sang suami menganggap feelingnya itu adalah lelucon.

"Selamat datang di rumah ini! Perkenalkan saya Pak Kasmo, bertugas sebagai keamanan di rumah ini. Untuk kebersihan ada Mbok Sundari, kebetulan dia istri saya,” tutur Kakek yang gemar memakai kupluk abu-abu itu sembari memperkenalkan wanita yang memakai kebaya serta kain jarik sebagai bawahan.

Wanita itu datang membawakan dua cangkir minuman serta dua stoples camilan, lalu meletakkannya di atas meja.

“Silakan di minum tehnya!” ucap wanita itu.

“Terima kasih, Mbok Sundari,” sahut Adit.

“Panggil saya Mbok Sun saja, Den.” Mbok Sun tersenyum ramah.

Melihat Reyna yang sudah kelelahan, Mbok Sun mengajak wanita muda itu serta anaknya untuk beristirahat.

“Terima kasih, Mbok. Aku nunggu Mas Adit saja, biar sama-sama.” Reyna merasa takut jika berjauhan dengan sang suami.

“Sudah kamu istirahat saja di kamar, Dek. kasihan Anindita, mungkin badannya sudah lelah di gendong terus.” Bukannya mengerti keinginan sang istri, justru Adit malah menyuruhnya ke kamar.

Dengan wajah murung, Reyna pun terpaksa mengikuti Mbok Sun ke kamar yang berada di lantai dua rumah itu.

selama menaiki tangga, Reyna banyak bertanya pada Mbok Sun. mulai dari pertanyaan tentang rumah hingga tentang kehidupan wanita paruh baya itu.

“Mbok udah punya anak?” tanya Reyna saat ia sudah berada di dalam kamar yang tak jauh dari tangga.

“Sudah.”

“Berapa, Mbok?”

“Satu.”

“Oh.” Reyna berhenti saat pandangannya tertuju pada lukisan berukuran besar yang terpajang di atas kepala ranjang.

Setelah menaruh sang putri di atas kasur yang beralaskan seprai putih, Reyna kembali mengamati tiap inci lukisan yang menurutnya sangat aneh.

Reyna merasa, mata wanita di dalam lukisan itu menyiratkan kesedihan yang teramat dalam. Perlahan Reyna makin mendekat, refleks tangannya terulur menyentuh lukisan itu, hingga ia kembali terkejut saat melihat cairan merah seperti darah mengalir dari mata wanita yang berada di dalam lukisan.

Reyna seketika menjerit histeris dan berbalik untuk meminta bantuan pada Mbok Sun. Namun, lagi-lagi ia terkejut saat ruangan itu sepi. Pintu yang semula terbuka kini tertutup, bahkan terkunci dari luar.

“Tolong aku!”

Jantung Reyna kian berdegup cepat saat mendengar suara yang seseorang meminta tolong dengan suara yang sangat menyayat hati. Ia pun memberanikan diri membalikkan tubuhnya, tetapi sosok wanita dengan wajah penuh luka sayatan tengah berdiri di hadapan ibu muda itu. Napasnya kian sesak, pandangan pun perlahan mengabur dan gelap.

Related chapters

  • Teror Rumah Warisan   Keanehan mulai terjadi

    Adit yang sedang asyik berbincang dengan Pak Kas sangat terkejut saat mendengar teriakkan sang istri dari lantai atas. Ia pun segera berlari menaiki tangga menuju kamar yang terdengar suara jeritan serta tangis dari sang buah hati. Namun sayang, pintu tersebut terkunci dari dalam. “Reyna! Buka pintunya, Sayang!” Adit berusaha mendorong pintu berwarna putih itu dan dibantu oleh Pak Kas. Setelah tiga kali entakkan, pintu yang terbuat dari kayu jati itu pun akhirnya berhasil didobrak. Adit segera berlari menghampiri Reyna yang tengah berada di atas ranjang. Tubuhnya terlihat gelisah, teriakkan pun kian mengeras membuat putri mereka ikut terbangun dan menangis. “Dek, kamu kenapa? Bangun, Dek!” Adit terus menepuk-nepuk kedua pipi Reyna, sedangkan Pak Kas menggendong Anindita yang menangis histeris. Lelaki yang suka olahraga lari itu terus membangunkan sang istri, hingga beberapa lama Reyna membuka matanya. Ketika membuka mata, wanita bermata b

    Last Updated : 2022-02-25
  • Teror Rumah Warisan   Kedatangan Aldi

    Suara rintihan Reyna yang berada di balik selimut membuat Adit makin kalut. Pasalnya sejak semalam Reyna kembali pingsan di dalam kamar, saat tersadar tubuh wanita muda itu demam tinggi. Semalaman Adit terjaga, sebab sang istri kerap menjerit histeris tiba-tiba.Pagi harinya, lelaki berbadan kurus itu segera menelepon sang kakak dan meminta datang ke rumah bersama dokter pribadi keluarga Pak Broto.“Kak, bisa cepat tidak? Istriku kondisinya makin parah!” Adit terus-menerus menghubungi Aldi, meski Aldi menjawab sudah sampai di depan kompleks tetap saja bagi Adit itu sangat lama.Adit terlihat gelisah menanti di teras, sambil sesekali meremas rambutnya yang sudah panjang. Tubuhnya pun lusuh tak terurus, sangat kontras dengan penampilannya beberapa bulan lalu.Suara klakson mobil terdengar dari arah gerbang, Pak Kas pun sigap membukakan pintu gerbang. Mobil Pajero hitam melesat membuat daun kering seketika berhamburan saat terkena embusan angin.

    Last Updated : 2022-02-25
  • Teror Rumah Warisan   Hantu di pohon rambutan

    Adit dan Aldi terus berlari sambil berteriak menuju ruang tamu, tanpa mereka sadari bahwa ada Siska yang sedang duduk santai sambil memainkan ponselnya. Mereka berdua berebut untuk bersembunyi di dekat wanita yang gemar mengoleksi berlian itu.“Kalian kenapa, sih? Udah kayak dikejar-kejar hantu aja.” Siska berdiri, melipat tangannya di depan dada sembari menatap kedua saudara yang tengah ketakutan.“Me-memang ada hantu di taman belakang, Sayang. Serem banget, hiii.” Aldi menjelaskan sambil bergidik ngeri saat mengingat apa yang ia lihat.Berbeda dengan Adit, ia tidak melihat, tetapi entah mengapa perasaannya mengatakan ada hal yang tidak baik di sana. Hingga ia ikut berlari saat Aldi berteriak.“Siang-siang gini mana ada hantu. Ngaco aja! Cemen banget, sih.” Bukannya simpatik, tetapi sikap Siska justru meremehkan pengakuan Aldi.“Terserah kamu mau percaya atau tidak. Aku sudah melihat dengan jelas bagaimana

    Last Updated : 2022-02-25
  • Teror Rumah Warisan   Pengakuan Reyna

    “Lama banget, sih cuma bikin kopi doang.” Aldi menggerutu saat melihat Adit baru tiba. Namun, lelaki yang selalu memakai pakaian rapi itu sedikit heran saat melihat wajah adiknya.“Kamu sehat, Dit? Kok, pucet banget mukanya?”Siska yang semula fokus dengan ponselnya pun turut melirik sang adik ipar saat mendengar ucapan Aldi. “Iya. Udah nggak usah banyak pikiran. Aku dan Aldi, bakalan nemenin kamu di rumah ini sementara buat jagain Reyna dan Anin,” ucap Siska sambil melirik Aldi. Pria itu pun hanya mengangguk sebagai jawaban.“Bukan gitu, Kak. A-aku—““Mas Adit!” Suara teriakan Reyna dari kamar membuat Adit menghentikan ucapannya. Ketiga orang itu pun kompak menoleh ke atas dan bergegas menuju ke sana.Sesampainya di dalam kamar, Adit tidak segera menghampiri Reyna. Ia hanya berdiri di ujung ranjang, begitu juga dengan Siska. Bayang-bayang sosok wanita yang mirip sang istri tak bisa

    Last Updated : 2022-02-25
  • Teror Rumah Warisan   hantu yang mulai jahil

    Pria berbadan kurus itu berjalan cepat menuruni tangga menuju ruang tamu. Ia segera meraih cangkir dan meneguk kopi yang sudah dingin, berharap hati yang panas bisa dingin kembali. Namun nyatanya, setelah minuman berwarna hitam itu tandas, hatinya tetap bergejolak menahan emosi. Aldi duduk di sebelah kanan adiknya itu pun meminum kopi tersebut. Menarik napas panjang agar ia pun tak ikut emosi dengan tingkah absurd adik iparnya itu. Mata elang itu menatap tajam pada wanita yang memakai dress berwarna krem, yang berdiri di ujung tangga dengan tubuh gemetar. Adit menyandarkan bahunya di sofa seraya memejamkan matanya.“Sepertinya Reyna sudah membaik, aku akan pulang sekarang,” ucap Aldi memecah keheningan di ruangan itu.“Sudah mau Magrib, Kak. Enggak sebaiknya menginap saja di sini?” Adit menoleh ke arah kakaknya masih dengan posisi bersandar.“Besok aku ada meeting dengan klien penting, jadi tidak bis ditunda. Sebaiknya kau bawa Reyna istiraha

    Last Updated : 2022-02-26
  • Teror Rumah Warisan   Dia kembali!

    Suara bising kendaraan yang melintas di jalan raya membuta hati Aldi kian gusar. Terhitung sejak kemarin ia menyambangi rumah Adit, Siska menghilang entah ke mana. Pria bergaya perlente itu sudah mencari sang istri ke semua tempat, tetapi tak kunjung menemukan hasil.“Sudah ketemu, Kak?” Adit tiba-tiba masuk membuyarkan lamunan pria yang memakai kacamata hitam itu.Terdengar embusan napas kasar dari Aldi, membuat Adit paham maksudnya. Pria yang mengenakan kemeja berwarna navy itu pun menarik salah satu kursi dan duduk di seberang sang kakak. Makanan lezat khas restoran bintang lima, sudah disajikan tiga puluh menit yang lalu pun hanya teronggok di atas meja bundar.“Kamu yakin tidak ada yang mencurigakan di rumah itu?” Aldi pun akhirnya bersuara setelah hampir satu jam bungkam. Adit hanya menggeleng sebagai jawaban.“Kamu ingat kapan terakhir kali Siska bersama kita?” lanjutnya dengan tatapan tajam pada Adit.Sejenak pikiran pria ber

    Last Updated : 2022-03-20
  • Teror Rumah Warisan   Firasat Adit

    Prang!Adit terkejut saat tangannya tak sengaja menyenggol sebuah gelas. Tiba-tiba ia teringat Reyna dan Anin di rumah. Bagaimana jika Reyna diganggu oleh makhluk tak kasat mata itu lagi? “Kenapa, Dit?” Aldi menyadari kegelisahan adiknya, ia pun menatap Adit penuh tanda tanya.“Entahlah, Kak. Tiba-tiba saja aku teringat Reyna dan Anin.”“Mungkin karena kamu sedang makan enak di sini, jadi teringat anak dan istri di rumah yang belum makan, kan?” Adit menoleh ke arah Aldi, ia merasa tersinggung dengan ucapan kakaknya itu, meski yang dia katakan memang benar adanya. Adit menatap tajam sang kakak yang tersenyum mengejek, ia pun meletakkan sendok di atas piring dan segera meneguk air putih yang sisa setengah. “Aku mau pulang dulu, Kak. Takut terjadi apa-apa dengan anak dan juga istriku.” Pria berbadan kurus itu menggeser kursi, lalu beranjak. Namun, Aldi mencoba menahannya.“Tenang

    Last Updated : 2022-03-29
  • Teror Rumah Warisan   ada apa dengan Anin?

    “Reyna! Anin!” Adit mendobrak pintu yang terkunci. Ia berlari tak tentu arah sambil berteriak memanggil nama anak dan istrinya.Keringat dingin bercucuran dari tubuh kurus itu, lelah karena berlari dari depan kompleks tak ia rasakan. Baginya yang terpenting adalah keselamatan Reyna dan Anin. Ia berlari menuju lantai dua, kamar yang ia tempati adalah tujuan akhir. Berharap orang yang dicari  ada di sana.Brak! Pintu ia buka secara kasar, terlihat Anin sedang terbaring di atas ranjang bersama Reyna. Hatinya terasa lega.“Reyna, Anin. Syukurlah,” lirih Adit seraya berjalan mendekati ranjang king size yang berbalt seprai berwarna biru.Reyna terlihat pulas, begitu juga Anin. Adit duduk di sisi ranjang dekat sang istri. Tangannya terulur menyibak rambut halus yang menutupi wajah cantiknya. Namun, ia merasakan kening istrinya sangat panas. Hatinya kembali dirundung gelisah, dengan pelan ia menepuk pipi Reyna agar wanita itu bangun. Namun, Reyn

    Last Updated : 2022-03-29

Latest chapter

  • Teror Rumah Warisan   Penyesalan Siska

    “Tidak! Jangan!” “Ayah, kenapa? Kok, teriak-teriak?” Adit menutup mata rapat dengan kedua tangannya, ia menepis tangan kecil nan mungil Anin saat menyentuh lengannya. “Mas, kamu kenapa?”Adit terdiam saat mendengar suara lembut sang istri, tetapi ia tidak mudah percaya begitu saja. Ia takut semua hanya ilusi saja. Pria berbadan kurus itu menutup telinganya dan kembali berteriak histeris.“Pergi kalian semua! Jangan ganggu aku. Pergi!” Reyna memeluk tubuh Anin yang ketakutan mendengar suara teriakkan Adit, tetapi ekspresi lain ditunjukkan oleh wanita yang memakai kebaya berwarna merah maroon. Bibir berisinya membentuk lengkungan, bersama dengan tatapan sinis dan tajam saat melihat anak dari mantan majikannya ketakutan.Mbok Sun perlahan pergi dari tempat itu, lalu merogoh ponselnya dan menghubungi seseorang, “Semua berjalan sesuai rencana, Tuan. Baiklah.”Setelah menelepon seseorang, wanita paruh ba

  • Teror Rumah Warisan   ada apa dengan Anin?

    “Reyna! Anin!” Adit mendobrak pintu yang terkunci. Ia berlari tak tentu arah sambil berteriak memanggil nama anak dan istrinya.Keringat dingin bercucuran dari tubuh kurus itu, lelah karena berlari dari depan kompleks tak ia rasakan. Baginya yang terpenting adalah keselamatan Reyna dan Anin. Ia berlari menuju lantai dua, kamar yang ia tempati adalah tujuan akhir. Berharap orang yang dicari  ada di sana.Brak! Pintu ia buka secara kasar, terlihat Anin sedang terbaring di atas ranjang bersama Reyna. Hatinya terasa lega.“Reyna, Anin. Syukurlah,” lirih Adit seraya berjalan mendekati ranjang king size yang berbalt seprai berwarna biru.Reyna terlihat pulas, begitu juga Anin. Adit duduk di sisi ranjang dekat sang istri. Tangannya terulur menyibak rambut halus yang menutupi wajah cantiknya. Namun, ia merasakan kening istrinya sangat panas. Hatinya kembali dirundung gelisah, dengan pelan ia menepuk pipi Reyna agar wanita itu bangun. Namun, Reyn

  • Teror Rumah Warisan   Firasat Adit

    Prang!Adit terkejut saat tangannya tak sengaja menyenggol sebuah gelas. Tiba-tiba ia teringat Reyna dan Anin di rumah. Bagaimana jika Reyna diganggu oleh makhluk tak kasat mata itu lagi? “Kenapa, Dit?” Aldi menyadari kegelisahan adiknya, ia pun menatap Adit penuh tanda tanya.“Entahlah, Kak. Tiba-tiba saja aku teringat Reyna dan Anin.”“Mungkin karena kamu sedang makan enak di sini, jadi teringat anak dan istri di rumah yang belum makan, kan?” Adit menoleh ke arah Aldi, ia merasa tersinggung dengan ucapan kakaknya itu, meski yang dia katakan memang benar adanya. Adit menatap tajam sang kakak yang tersenyum mengejek, ia pun meletakkan sendok di atas piring dan segera meneguk air putih yang sisa setengah. “Aku mau pulang dulu, Kak. Takut terjadi apa-apa dengan anak dan juga istriku.” Pria berbadan kurus itu menggeser kursi, lalu beranjak. Namun, Aldi mencoba menahannya.“Tenang

  • Teror Rumah Warisan   Dia kembali!

    Suara bising kendaraan yang melintas di jalan raya membuta hati Aldi kian gusar. Terhitung sejak kemarin ia menyambangi rumah Adit, Siska menghilang entah ke mana. Pria bergaya perlente itu sudah mencari sang istri ke semua tempat, tetapi tak kunjung menemukan hasil.“Sudah ketemu, Kak?” Adit tiba-tiba masuk membuyarkan lamunan pria yang memakai kacamata hitam itu.Terdengar embusan napas kasar dari Aldi, membuat Adit paham maksudnya. Pria yang mengenakan kemeja berwarna navy itu pun menarik salah satu kursi dan duduk di seberang sang kakak. Makanan lezat khas restoran bintang lima, sudah disajikan tiga puluh menit yang lalu pun hanya teronggok di atas meja bundar.“Kamu yakin tidak ada yang mencurigakan di rumah itu?” Aldi pun akhirnya bersuara setelah hampir satu jam bungkam. Adit hanya menggeleng sebagai jawaban.“Kamu ingat kapan terakhir kali Siska bersama kita?” lanjutnya dengan tatapan tajam pada Adit.Sejenak pikiran pria ber

  • Teror Rumah Warisan   hantu yang mulai jahil

    Pria berbadan kurus itu berjalan cepat menuruni tangga menuju ruang tamu. Ia segera meraih cangkir dan meneguk kopi yang sudah dingin, berharap hati yang panas bisa dingin kembali. Namun nyatanya, setelah minuman berwarna hitam itu tandas, hatinya tetap bergejolak menahan emosi. Aldi duduk di sebelah kanan adiknya itu pun meminum kopi tersebut. Menarik napas panjang agar ia pun tak ikut emosi dengan tingkah absurd adik iparnya itu. Mata elang itu menatap tajam pada wanita yang memakai dress berwarna krem, yang berdiri di ujung tangga dengan tubuh gemetar. Adit menyandarkan bahunya di sofa seraya memejamkan matanya.“Sepertinya Reyna sudah membaik, aku akan pulang sekarang,” ucap Aldi memecah keheningan di ruangan itu.“Sudah mau Magrib, Kak. Enggak sebaiknya menginap saja di sini?” Adit menoleh ke arah kakaknya masih dengan posisi bersandar.“Besok aku ada meeting dengan klien penting, jadi tidak bis ditunda. Sebaiknya kau bawa Reyna istiraha

  • Teror Rumah Warisan   Pengakuan Reyna

    “Lama banget, sih cuma bikin kopi doang.” Aldi menggerutu saat melihat Adit baru tiba. Namun, lelaki yang selalu memakai pakaian rapi itu sedikit heran saat melihat wajah adiknya.“Kamu sehat, Dit? Kok, pucet banget mukanya?”Siska yang semula fokus dengan ponselnya pun turut melirik sang adik ipar saat mendengar ucapan Aldi. “Iya. Udah nggak usah banyak pikiran. Aku dan Aldi, bakalan nemenin kamu di rumah ini sementara buat jagain Reyna dan Anin,” ucap Siska sambil melirik Aldi. Pria itu pun hanya mengangguk sebagai jawaban.“Bukan gitu, Kak. A-aku—““Mas Adit!” Suara teriakan Reyna dari kamar membuat Adit menghentikan ucapannya. Ketiga orang itu pun kompak menoleh ke atas dan bergegas menuju ke sana.Sesampainya di dalam kamar, Adit tidak segera menghampiri Reyna. Ia hanya berdiri di ujung ranjang, begitu juga dengan Siska. Bayang-bayang sosok wanita yang mirip sang istri tak bisa

  • Teror Rumah Warisan   Hantu di pohon rambutan

    Adit dan Aldi terus berlari sambil berteriak menuju ruang tamu, tanpa mereka sadari bahwa ada Siska yang sedang duduk santai sambil memainkan ponselnya. Mereka berdua berebut untuk bersembunyi di dekat wanita yang gemar mengoleksi berlian itu.“Kalian kenapa, sih? Udah kayak dikejar-kejar hantu aja.” Siska berdiri, melipat tangannya di depan dada sembari menatap kedua saudara yang tengah ketakutan.“Me-memang ada hantu di taman belakang, Sayang. Serem banget, hiii.” Aldi menjelaskan sambil bergidik ngeri saat mengingat apa yang ia lihat.Berbeda dengan Adit, ia tidak melihat, tetapi entah mengapa perasaannya mengatakan ada hal yang tidak baik di sana. Hingga ia ikut berlari saat Aldi berteriak.“Siang-siang gini mana ada hantu. Ngaco aja! Cemen banget, sih.” Bukannya simpatik, tetapi sikap Siska justru meremehkan pengakuan Aldi.“Terserah kamu mau percaya atau tidak. Aku sudah melihat dengan jelas bagaimana

  • Teror Rumah Warisan   Kedatangan Aldi

    Suara rintihan Reyna yang berada di balik selimut membuat Adit makin kalut. Pasalnya sejak semalam Reyna kembali pingsan di dalam kamar, saat tersadar tubuh wanita muda itu demam tinggi. Semalaman Adit terjaga, sebab sang istri kerap menjerit histeris tiba-tiba.Pagi harinya, lelaki berbadan kurus itu segera menelepon sang kakak dan meminta datang ke rumah bersama dokter pribadi keluarga Pak Broto.“Kak, bisa cepat tidak? Istriku kondisinya makin parah!” Adit terus-menerus menghubungi Aldi, meski Aldi menjawab sudah sampai di depan kompleks tetap saja bagi Adit itu sangat lama.Adit terlihat gelisah menanti di teras, sambil sesekali meremas rambutnya yang sudah panjang. Tubuhnya pun lusuh tak terurus, sangat kontras dengan penampilannya beberapa bulan lalu.Suara klakson mobil terdengar dari arah gerbang, Pak Kas pun sigap membukakan pintu gerbang. Mobil Pajero hitam melesat membuat daun kering seketika berhamburan saat terkena embusan angin.

  • Teror Rumah Warisan   Keanehan mulai terjadi

    Adit yang sedang asyik berbincang dengan Pak Kas sangat terkejut saat mendengar teriakkan sang istri dari lantai atas. Ia pun segera berlari menaiki tangga menuju kamar yang terdengar suara jeritan serta tangis dari sang buah hati. Namun sayang, pintu tersebut terkunci dari dalam. “Reyna! Buka pintunya, Sayang!” Adit berusaha mendorong pintu berwarna putih itu dan dibantu oleh Pak Kas. Setelah tiga kali entakkan, pintu yang terbuat dari kayu jati itu pun akhirnya berhasil didobrak. Adit segera berlari menghampiri Reyna yang tengah berada di atas ranjang. Tubuhnya terlihat gelisah, teriakkan pun kian mengeras membuat putri mereka ikut terbangun dan menangis. “Dek, kamu kenapa? Bangun, Dek!” Adit terus menepuk-nepuk kedua pipi Reyna, sedangkan Pak Kas menggendong Anindita yang menangis histeris. Lelaki yang suka olahraga lari itu terus membangunkan sang istri, hingga beberapa lama Reyna membuka matanya. Ketika membuka mata, wanita bermata b

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status