Adit yang sedang asyik berbincang dengan Pak Kas sangat terkejut saat mendengar teriakkan sang istri dari lantai atas. Ia pun segera berlari menaiki tangga menuju kamar yang terdengar suara jeritan serta tangis dari sang buah hati. Namun sayang, pintu tersebut terkunci dari dalam. “Reyna! Buka pintunya, Sayang!” Adit berusaha mendorong pintu berwarna putih itu dan dibantu oleh Pak Kas. Setelah tiga kali entakkan, pintu yang terbuat dari kayu jati itu pun akhirnya berhasil didobrak. Adit segera berlari menghampiri Reyna yang tengah berada di atas ranjang. Tubuhnya terlihat gelisah, teriakkan pun kian mengeras membuat putri mereka ikut terbangun dan menangis. “Dek, kamu kenapa? Bangun, Dek!” Adit terus menepuk-nepuk kedua pipi Reyna, sedangkan Pak Kas menggendong Anindita yang menangis histeris. Lelaki yang suka olahraga lari itu terus membangunkan sang istri, hingga beberapa lama Reyna membuka matanya. Ketika membuka mata, wanita bermata b
Suara rintihan Reyna yang berada di balik selimut membuat Adit makin kalut. Pasalnya sejak semalam Reyna kembali pingsan di dalam kamar, saat tersadar tubuh wanita muda itu demam tinggi. Semalaman Adit terjaga, sebab sang istri kerap menjerit histeris tiba-tiba.Pagi harinya, lelaki berbadan kurus itu segera menelepon sang kakak dan meminta datang ke rumah bersama dokter pribadi keluarga Pak Broto.“Kak, bisa cepat tidak? Istriku kondisinya makin parah!” Adit terus-menerus menghubungi Aldi, meski Aldi menjawab sudah sampai di depan kompleks tetap saja bagi Adit itu sangat lama.Adit terlihat gelisah menanti di teras, sambil sesekali meremas rambutnya yang sudah panjang. Tubuhnya pun lusuh tak terurus, sangat kontras dengan penampilannya beberapa bulan lalu.Suara klakson mobil terdengar dari arah gerbang, Pak Kas pun sigap membukakan pintu gerbang. Mobil Pajero hitam melesat membuat daun kering seketika berhamburan saat terkena embusan angin.
Adit dan Aldi terus berlari sambil berteriak menuju ruang tamu, tanpa mereka sadari bahwa ada Siska yang sedang duduk santai sambil memainkan ponselnya. Mereka berdua berebut untuk bersembunyi di dekat wanita yang gemar mengoleksi berlian itu.“Kalian kenapa, sih? Udah kayak dikejar-kejar hantu aja.” Siska berdiri, melipat tangannya di depan dada sembari menatap kedua saudara yang tengah ketakutan.“Me-memang ada hantu di taman belakang, Sayang. Serem banget, hiii.” Aldi menjelaskan sambil bergidik ngeri saat mengingat apa yang ia lihat.Berbeda dengan Adit, ia tidak melihat, tetapi entah mengapa perasaannya mengatakan ada hal yang tidak baik di sana. Hingga ia ikut berlari saat Aldi berteriak.“Siang-siang gini mana ada hantu. Ngaco aja! Cemen banget, sih.” Bukannya simpatik, tetapi sikap Siska justru meremehkan pengakuan Aldi.“Terserah kamu mau percaya atau tidak. Aku sudah melihat dengan jelas bagaimana
“Lama banget, sih cuma bikin kopi doang.” Aldi menggerutu saat melihat Adit baru tiba. Namun, lelaki yang selalu memakai pakaian rapi itu sedikit heran saat melihat wajah adiknya.“Kamu sehat, Dit? Kok, pucet banget mukanya?”Siska yang semula fokus dengan ponselnya pun turut melirik sang adik ipar saat mendengar ucapan Aldi. “Iya. Udah nggak usah banyak pikiran. Aku dan Aldi, bakalan nemenin kamu di rumah ini sementara buat jagain Reyna dan Anin,” ucap Siska sambil melirik Aldi. Pria itu pun hanya mengangguk sebagai jawaban.“Bukan gitu, Kak. A-aku—““Mas Adit!” Suara teriakan Reyna dari kamar membuat Adit menghentikan ucapannya. Ketiga orang itu pun kompak menoleh ke atas dan bergegas menuju ke sana.Sesampainya di dalam kamar, Adit tidak segera menghampiri Reyna. Ia hanya berdiri di ujung ranjang, begitu juga dengan Siska. Bayang-bayang sosok wanita yang mirip sang istri tak bisa
Pria berbadan kurus itu berjalan cepat menuruni tangga menuju ruang tamu. Ia segera meraih cangkir dan meneguk kopi yang sudah dingin, berharap hati yang panas bisa dingin kembali. Namun nyatanya, setelah minuman berwarna hitam itu tandas, hatinya tetap bergejolak menahan emosi. Aldi duduk di sebelah kanan adiknya itu pun meminum kopi tersebut. Menarik napas panjang agar ia pun tak ikut emosi dengan tingkah absurd adik iparnya itu. Mata elang itu menatap tajam pada wanita yang memakai dress berwarna krem, yang berdiri di ujung tangga dengan tubuh gemetar. Adit menyandarkan bahunya di sofa seraya memejamkan matanya.“Sepertinya Reyna sudah membaik, aku akan pulang sekarang,” ucap Aldi memecah keheningan di ruangan itu.“Sudah mau Magrib, Kak. Enggak sebaiknya menginap saja di sini?” Adit menoleh ke arah kakaknya masih dengan posisi bersandar.“Besok aku ada meeting dengan klien penting, jadi tidak bis ditunda. Sebaiknya kau bawa Reyna istiraha
Suara bising kendaraan yang melintas di jalan raya membuta hati Aldi kian gusar. Terhitung sejak kemarin ia menyambangi rumah Adit, Siska menghilang entah ke mana. Pria bergaya perlente itu sudah mencari sang istri ke semua tempat, tetapi tak kunjung menemukan hasil.“Sudah ketemu, Kak?” Adit tiba-tiba masuk membuyarkan lamunan pria yang memakai kacamata hitam itu.Terdengar embusan napas kasar dari Aldi, membuat Adit paham maksudnya. Pria yang mengenakan kemeja berwarna navy itu pun menarik salah satu kursi dan duduk di seberang sang kakak. Makanan lezat khas restoran bintang lima, sudah disajikan tiga puluh menit yang lalu pun hanya teronggok di atas meja bundar.“Kamu yakin tidak ada yang mencurigakan di rumah itu?” Aldi pun akhirnya bersuara setelah hampir satu jam bungkam. Adit hanya menggeleng sebagai jawaban.“Kamu ingat kapan terakhir kali Siska bersama kita?” lanjutnya dengan tatapan tajam pada Adit.Sejenak pikiran pria ber
Prang!Adit terkejut saat tangannya tak sengaja menyenggol sebuah gelas. Tiba-tiba ia teringat Reyna dan Anin di rumah. Bagaimana jika Reyna diganggu oleh makhluk tak kasat mata itu lagi? “Kenapa, Dit?” Aldi menyadari kegelisahan adiknya, ia pun menatap Adit penuh tanda tanya.“Entahlah, Kak. Tiba-tiba saja aku teringat Reyna dan Anin.”“Mungkin karena kamu sedang makan enak di sini, jadi teringat anak dan istri di rumah yang belum makan, kan?” Adit menoleh ke arah Aldi, ia merasa tersinggung dengan ucapan kakaknya itu, meski yang dia katakan memang benar adanya. Adit menatap tajam sang kakak yang tersenyum mengejek, ia pun meletakkan sendok di atas piring dan segera meneguk air putih yang sisa setengah. “Aku mau pulang dulu, Kak. Takut terjadi apa-apa dengan anak dan juga istriku.” Pria berbadan kurus itu menggeser kursi, lalu beranjak. Namun, Aldi mencoba menahannya.“Tenang
“Reyna! Anin!” Adit mendobrak pintu yang terkunci. Ia berlari tak tentu arah sambil berteriak memanggil nama anak dan istrinya.Keringat dingin bercucuran dari tubuh kurus itu, lelah karena berlari dari depan kompleks tak ia rasakan. Baginya yang terpenting adalah keselamatan Reyna dan Anin. Ia berlari menuju lantai dua, kamar yang ia tempati adalah tujuan akhir. Berharap orang yang dicari ada di sana.Brak! Pintu ia buka secara kasar, terlihat Anin sedang terbaring di atas ranjang bersama Reyna. Hatinya terasa lega.“Reyna, Anin. Syukurlah,” lirih Adit seraya berjalan mendekati ranjang king size yang berbalt seprai berwarna biru.Reyna terlihat pulas, begitu juga Anin. Adit duduk di sisi ranjang dekat sang istri. Tangannya terulur menyibak rambut halus yang menutupi wajah cantiknya. Namun, ia merasakan kening istrinya sangat panas. Hatinya kembali dirundung gelisah, dengan pelan ia menepuk pipi Reyna agar wanita itu bangun. Namun, Reyn