"Ra itu leher kamu kenapa merah?" tanya Anita, matanya menyipit menatap dengan seksama seperti tanda, ah gak mungkin!Laura langsung gelagapan, ia menatap Anita was-was, sementara Alex yang sedang mengunyah makanan terdiam sejenak, lalu melihat tanda yang Alex berikan semalam.Alex menelan makanannya susah payah, lalu minum segelas air putih hingga habis tak tersisa menghilangkan rasa was-wasnya."Oh ini," ucap Laura, matanya melihat kemana-mana mencari ide untuk menjawab pertanyaan dari Anita."Ah iya ini di gigit semut," elak Laura."Oh di gigit semut," ucap Anita mangut-mangut.Laura tersenyum kikuk pada Anita, lalu menatap Alex tajam, Alex yang di tatap oleh Laura langsung mengalihkan tatapannya dengan pura-pura mengaduk-ngaduk nasi gorengnya."Laura berangkat dulu yah ma," pamit Laura, sambil menyalimi tangan Laura."Gak bareng sana Alex Ra?" tanya Anita heran.Alex pun sama menatap Laura bertanya-tanya."Gak ma, aku bareng sama Ezra," jawab Laura, lalu berjalan pergi ke luar rum
Pulang sekolah telah tiba, sejak pertengkaran Alex dan Ezra yang tak penting, Laura memilih mendiamkan mereka berdua sampai ketika di kelas Alex terus mencoba berbicara dengan Laura tapi selalu tak ada tanggapan darinya, belum lagi Ezra yang terus menghubunginya lewat telepon dan chat yang membuat Laura kesal dan mematikan ponselnya tersebut.Laura kini sedang berjalan mencari angkutan umum, sejak bubar tadi Laura berlari ke gerbang sekolah sebelum Alex atau Ezra mencarinya dan meminta Laura untuk pulang bersama mereka berdua, dan membuat drama lagi."Laura," panggil seseorang di belakang tubuh Laura sambil menepuk tangannya.Laura lantas berbalik dan tak melihat siapapun tapi saat ia melihat ke bawah, matanya terbelak sempurna."Bianca," ucap Laura kaget sambil menutup mulutnya.Laura terkejut melihat Bianca yang berada di atas kursi roda, ada apa dengan Bianca? padahal terakhir kali melihat Bianca dia masih sehat-sehat saja.Laura tak menyangka bisa bertemu dengan mantan sahabatnya
Sesampainya di halaman rumah, Laura bergegas turun dari motor Alex dan berlari memasuki rumah, terlihat di ruang tamu sudah ada kedua orang tua Laura serta orang tua Alex."Ahhh bunda Laura kangen banget tau," teriak Laura sambil memeluk erat Sinta, yang langsung di balas pelukannya oleh Sinta."Sama bunda juga kangen tau," ucap Sinta lirihSementara Rio, ayah Laura tersenyum melihat mereka berdua."Sama ayah gak kangen?" tanyanya sambil melihat ke arah Sinta dan Laura.Laura melepaskan pelukannya dan langsung berhambur ke dalam pelukan Rio."Kangen banget," teriak Laura.Rio tersenyum senang dan membalas pelukan putrinya yang sudah tak berjumpa selama sebulan ini.Alex yang berdiri di ambang pintu, tersenyum simpul melihat kehangat keluarga Laura, lalu berjalan dan duduk di sebelah Dimas."Kamu jagain Laura dengan baikkan Lex?" tanya Sinta, melihat ke arah Alex."Pasti dong bun, Laura di jagain sama Alex mah, aman-aman aja," ucap Alex menggebu-gebu.Laura yang masih berpelukan dengan
Setelah acara makan dan melepas rindu, Laura tanpa sadar tertidur di sofa ruang tamu, Alex yang melihat itu pun bergegas, membopong dan membawanya ke kamar atas izin dari orang tua Laura."Jadi gimana Laura? tanya Rio serius sambil melihat Anita dan Dimas bergantian."Kami berdua minta maaf, karena telah gagal menjaga Laura," ucap Dimas pelan sambil menundukan kepalanya."Iya Sin, maafkan saya," ucap Anita lirih."Tak perlu minta maaf Anita, kamu dan Dimas tak bersalah, justru saya berterima kasih karena sudah mau menjaga Laura," jawab Sinta lembut sambil tersenyum ke arah Anita dan Dimas."Saya dan Sinta tak menyalahkan kalian berdua, mungkin memang sudah seharusnya seperti itu," ucap Rio maklum.Karena seharusnya yang menjaga Laura, adalah Rio dan Sinta sendiri bukan orang lain."Tapi siapa yang berani meneror Laura sampai seperti ini?" tanya Sinta penasaran."Tunggu Alex, biar dia yang menjelaskan semuanya," seru Dimas.Karena Dimas rasa Alex pun harus ikut andil dalam pembicaraan
Rio menatap Sinta yang kini sedang melihatnya juga."Bangunkan Laura, dia harus tau apa yang sedang terjadi padanya," perintah Rio pada Sinta."Tapi om," ucap Alex menyela."Tidak Alex, Saya berhak menentukan apa yang terbaik buat Laura," tolak Rio mentah-mentah.Sinta perlahan berdiri dengan ragu, dan berjalan menaiki anak tangga satu persatu.Alex yang melihat punggung Sinta semakin menghilang dari pandangan matanya, menghela nafas gusar, pandangannya tertunduk memainkan jari-jarinya satu sama lain."Aaakhhh," teriak Sinta dari lantai atas, membuat mereka semua yang berada di lantai bawah bergegas berlari memasuki kamar Laura."Kenapa bun?" tanya Rio khawatir.Sinta memberikan sebuah kertas pada Rio.Jangan lapor polisi atau Laura akan terbunuh di tangan ku, aku selalu memantau pergerakan kalian, kalau mau Laura selamat, bersikap lah dengan baik.Tulisan di kertas tersebut membuat semua orang terkejut bukan main, mereka melihat sekeling dan tak menemukan Laura di manapun.Padahal ta
"Lex lo mau ajakain gue kemana?" tanya Rafa pada Alex, pasalnya Alex secara tiba-tiba datang ke rumah Rafa dan cepat-cepat menyuruhnya berapa-siap karena Alex akan membawanya pergi."Mau kemana sih Lex?" tanya Rafa yang sejak tadi tak mendapat jawaban."Cepetan pake baju," perintah Alex tanpa menjawab pertanyaan Rafa."Cepetan pak baju, jangan sampai gue bawa lo pergi lo cuman pakai kolor sama singlet doang," kesal Alex pada Rafa yang malah diam memantung bak patung."Lo mau ngajakin gue diner Lex?" tanya Rafa ngaur."Gue sunat juga lo," kesal Alex sambil mengambil pisau buah yang berada di keranjang buah."Iya-iya gue pakai baju," pasrah Rafa sambil berjalan ke arah lemari dan memaki kaos serta celana panjang tak lupa hodie berwarna hitam.Melihat Rafa yang sudah selesai Alex menarik tangan Rafa dan menyeretnya ke luar kamar."Bentar elah," kesal Rafa pada Alex.Lagi enak-enak tidur, di gangguin oleh mahluk satu ini, terus main nyeret-nyeret aja."Mau kemana?" tanya Rafa untuk ke sek
Alex dan Rafa berhenti di depan sebuah rumah megah dan mewah, serta pagar yang menjulang tinggi."Lo bener ini rumahnya?" tanya Alex pada Rafa ragu.Pasalnya rumah yang di depannya ini terlihat sangat kotor serta gelap gulita belum lagi tanaman yang merambat ke pagar dan dinding seperti sudah lama tak di tempati."Yang gue tau si ini," jawab Rafa tak yakin.Ia melihat ke sekeliling dinding, "Tuh bener no 24," tunjuk Rafa pada nomor yang menempel di dinding walaupun sudah usang tapi pasti terlihat jelas."Mungkin dah lama dia pindah dari sini," seru Alex sambil turun dari motornya.Alex celingungkan melihat ke dalam rumah mewah tersebut, ia menyalakan senter lewat ponselnya dan melihat ke sekitar, hanya terlihat rumput yang menjulang tinggi serta halaman rumah yang terlihat berantakan sekali."Gak mungkin kalau mereka nyekap Laura di dalam," ucap Alex ragu."Heh kalian," teriak satpam sambil berlari ke arah Alex dan Rafa."Mau apa kalian?" tanya satpam tersebut galak."Gak pak kami cum
Setelah melihat Sinta dan Rio yang sudah masuk ke dalam kamar mereka, Anita menghampiri Dimas yang sedang berkirim pesan dengan seseorang.''Yah,'' panggil Anita sambil duduk di sebelah Dimas.Dimas yang merasa di panggil mengalihkan tatapannya ke arah Anita yang menatapnya dengan sorot mata tajam.''Kenapa?'' tanya Dimas was-was, apalagi melihat tatapan maut istrinya membuat dia merinding ketakutan.''Kenapa kamu gak bilang masalah ini ke aku?'' tanya Anita.Dari awal Anita merasa ada yang di sembunyikan dari mereka berdua, ia pikir itu hanya masalah para lelaki saja jadi ia tak mau ambil pusing, tapi dugaanya ternyata salah, mereka berdua menyembunyikan masalah besar bahkan Laura sendiri pun tak tau apa yang menimpa dirinya selama ini.Dimas menelan ludahnya berkali-kali, ini yang ia takutkan kalau ia bilang yang sebenarnya.''Maaf aku gak bermaksud nutupin semua ini, tapi aku takut kamu sedih sama apa yang menimpa Laura,'' ucap Dimas menjelaskan pada Anita dengan lembut.''Aku past