Setelah acara makan dan melepas rindu, Laura tanpa sadar tertidur di sofa ruang tamu, Alex yang melihat itu pun bergegas, membopong dan membawanya ke kamar atas izin dari orang tua Laura."Jadi gimana Laura? tanya Rio serius sambil melihat Anita dan Dimas bergantian."Kami berdua minta maaf, karena telah gagal menjaga Laura," ucap Dimas pelan sambil menundukan kepalanya."Iya Sin, maafkan saya," ucap Anita lirih."Tak perlu minta maaf Anita, kamu dan Dimas tak bersalah, justru saya berterima kasih karena sudah mau menjaga Laura," jawab Sinta lembut sambil tersenyum ke arah Anita dan Dimas."Saya dan Sinta tak menyalahkan kalian berdua, mungkin memang sudah seharusnya seperti itu," ucap Rio maklum.Karena seharusnya yang menjaga Laura, adalah Rio dan Sinta sendiri bukan orang lain."Tapi siapa yang berani meneror Laura sampai seperti ini?" tanya Sinta penasaran."Tunggu Alex, biar dia yang menjelaskan semuanya," seru Dimas.Karena Dimas rasa Alex pun harus ikut andil dalam pembicaraan
Rio menatap Sinta yang kini sedang melihatnya juga."Bangunkan Laura, dia harus tau apa yang sedang terjadi padanya," perintah Rio pada Sinta."Tapi om," ucap Alex menyela."Tidak Alex, Saya berhak menentukan apa yang terbaik buat Laura," tolak Rio mentah-mentah.Sinta perlahan berdiri dengan ragu, dan berjalan menaiki anak tangga satu persatu.Alex yang melihat punggung Sinta semakin menghilang dari pandangan matanya, menghela nafas gusar, pandangannya tertunduk memainkan jari-jarinya satu sama lain."Aaakhhh," teriak Sinta dari lantai atas, membuat mereka semua yang berada di lantai bawah bergegas berlari memasuki kamar Laura."Kenapa bun?" tanya Rio khawatir.Sinta memberikan sebuah kertas pada Rio.Jangan lapor polisi atau Laura akan terbunuh di tangan ku, aku selalu memantau pergerakan kalian, kalau mau Laura selamat, bersikap lah dengan baik.Tulisan di kertas tersebut membuat semua orang terkejut bukan main, mereka melihat sekeling dan tak menemukan Laura di manapun.Padahal ta
"Lex lo mau ajakain gue kemana?" tanya Rafa pada Alex, pasalnya Alex secara tiba-tiba datang ke rumah Rafa dan cepat-cepat menyuruhnya berapa-siap karena Alex akan membawanya pergi."Mau kemana sih Lex?" tanya Rafa yang sejak tadi tak mendapat jawaban."Cepetan pake baju," perintah Alex tanpa menjawab pertanyaan Rafa."Cepetan pak baju, jangan sampai gue bawa lo pergi lo cuman pakai kolor sama singlet doang," kesal Alex pada Rafa yang malah diam memantung bak patung."Lo mau ngajakin gue diner Lex?" tanya Rafa ngaur."Gue sunat juga lo," kesal Alex sambil mengambil pisau buah yang berada di keranjang buah."Iya-iya gue pakai baju," pasrah Rafa sambil berjalan ke arah lemari dan memaki kaos serta celana panjang tak lupa hodie berwarna hitam.Melihat Rafa yang sudah selesai Alex menarik tangan Rafa dan menyeretnya ke luar kamar."Bentar elah," kesal Rafa pada Alex.Lagi enak-enak tidur, di gangguin oleh mahluk satu ini, terus main nyeret-nyeret aja."Mau kemana?" tanya Rafa untuk ke sek
Alex dan Rafa berhenti di depan sebuah rumah megah dan mewah, serta pagar yang menjulang tinggi."Lo bener ini rumahnya?" tanya Alex pada Rafa ragu.Pasalnya rumah yang di depannya ini terlihat sangat kotor serta gelap gulita belum lagi tanaman yang merambat ke pagar dan dinding seperti sudah lama tak di tempati."Yang gue tau si ini," jawab Rafa tak yakin.Ia melihat ke sekeliling dinding, "Tuh bener no 24," tunjuk Rafa pada nomor yang menempel di dinding walaupun sudah usang tapi pasti terlihat jelas."Mungkin dah lama dia pindah dari sini," seru Alex sambil turun dari motornya.Alex celingungkan melihat ke dalam rumah mewah tersebut, ia menyalakan senter lewat ponselnya dan melihat ke sekitar, hanya terlihat rumput yang menjulang tinggi serta halaman rumah yang terlihat berantakan sekali."Gak mungkin kalau mereka nyekap Laura di dalam," ucap Alex ragu."Heh kalian," teriak satpam sambil berlari ke arah Alex dan Rafa."Mau apa kalian?" tanya satpam tersebut galak."Gak pak kami cum
Setelah melihat Sinta dan Rio yang sudah masuk ke dalam kamar mereka, Anita menghampiri Dimas yang sedang berkirim pesan dengan seseorang.''Yah,'' panggil Anita sambil duduk di sebelah Dimas.Dimas yang merasa di panggil mengalihkan tatapannya ke arah Anita yang menatapnya dengan sorot mata tajam.''Kenapa?'' tanya Dimas was-was, apalagi melihat tatapan maut istrinya membuat dia merinding ketakutan.''Kenapa kamu gak bilang masalah ini ke aku?'' tanya Anita.Dari awal Anita merasa ada yang di sembunyikan dari mereka berdua, ia pikir itu hanya masalah para lelaki saja jadi ia tak mau ambil pusing, tapi dugaanya ternyata salah, mereka berdua menyembunyikan masalah besar bahkan Laura sendiri pun tak tau apa yang menimpa dirinya selama ini.Dimas menelan ludahnya berkali-kali, ini yang ia takutkan kalau ia bilang yang sebenarnya.''Maaf aku gak bermaksud nutupin semua ini, tapi aku takut kamu sedih sama apa yang menimpa Laura,'' ucap Dimas menjelaskan pada Anita dengan lembut.''Aku past
Suara motor yang mendekat ke arah Alex membuat Alex segera berdiri dan melambai ke arah suara motor, matanya yang masih perih membuat dia masih memejamkan matanya.''Tolong,'' teriak Alex.pengendara motor yang ternyata adalah Rafa dan Dimas, segera menghentikan motornya dan menghampiri Alex yang masih meringis perih.''Lo gak papa? tanya Rafa sambil berlari pelan ke arah Alex yang di susul oleh Dimas di belakang.Alex yang mengenali itu suara Rafa, berjalan pelan ke arahnya ''Mata gue perih,'' jawab Alex yang belum membuka matanya.''Nanti papa obatin sekarang pulang dulu,'' ucap Dimas sambil, menghampiri motor Alex yang tergeletak di aspal, ia mengangkat motor tersebut dan melihat bagian seblah kiri yang tergores cukup parah.Dimas menggelengkan kepalanya, padahal baru di beli ini motor tapi sudah ruksak lagi, untung saja Alex tak ada luka yang cukup parah, hanya matanya saja yang perih.Dimas menaiki motor Alex, dan menyuruh Alex naik di jok belakang, di bantu oleh Rafa agar menunt
"Jangan coba-coba buat kabur," ucap seseorang di belakang Laura membuat ia terkejut.Laura membalikan tubuhnya, dan melihat Ezra yang masuk sambil membawa nampan berisi makanan dan minuman."Kenapa lo kurung gue di sini?" tanya Laura sambil melangkah mendekat ke arah Ezra dengan langkah pelan."Mungkin karena dosa-dosa lo di masa lalu," ucap Ezra gamblang.Laura menyeritkan keningnya tak mengerti, dosa apa yang telah ia perbuat pada Ezra juga Bianca."Ngomong yang bener, gak usah setengah-setengah gitu," ucap Laura kesal.Ezra menatap Laura sekilas lalu menyenderkan tubuhnya ke dinding setelah menyimpan nampan yang berisi makanan di atas meja."Bianca yang akan ngasih tau lo,''"Ini di rumah Biancakan?" tanya Laura.Tak ada jawaban dari Ezra membuat Laura menghela nafas kecewa."Lepasin gue, gue mau pulang," ucap Laura memohon."Lo gak akan pernah pergi dari sini sebelum lo nebus semua dosa-dosa lo sama Bianca," jawab Ezra yang Laura tak paham sama sekali.Ezra melangkahkan kakinya be
"Kita tunggu reaksi obatnya selama 10 menit," ucap Bianca tiba-tiba, saat Ezra kembali ke dapur dan menyimpan piring serta gelas kotor ke wastapel, matanya tak lepas melihat ke arah laptop mengintai semua pergerakan Laura."Apa yang kamu berikan di makanan Laura Bi?" tanya Ezra penasaran, sambil mencuci piring kotor."Nanti juga kamu tau," jawab Bianca, sambil melihat ke arah Ezra sekilas.Bunyi ponsel Bianca membuat ia mengalihkan tatapannya pada laptop ke ponsel, tertulis di layar ponsel "papa".Bianca segera menggeser tombol hijau dan mengangkat panggilan dari papanya.Ezra yang melihat Bianca sedang menelepon dengan papanya hanya memperhatikan Bianca yang sesekali tertawa lepas, membuat Ezra mengangkat bibirnya.Ezra menatap ke arah layar laptop yang melihat Laura terus bergerak dengan gelisah, sambil sesekali mengibaskan bajunya.Ezra terheran dengan perilaku Laura, bukanya tadi Laura masih merasa kedinginan lalu sekarang.Apa jangan-jangan! Ezra menatap Bianca dengan penuh curig