"Whoa ... Hantu!" teriak Rio.
Tanpa peduli dengan Thomas, ia dengan cepat berlari dari tempat itu. Sementara Thomas masih terpaku di tempat semula. Tubuhnya kaku seperti sedang membeku. Di depannya, sosok wanita berwajah hancur dan penuh darah telah terlihat dengan sempurna.
Tangannya yang masih setia memegang motor pun semakin lama semakin melemas. Rasa takutnya bertambah di kala sosok hantu itu menyeringai sembari perlahan mendekatinya. Sudah tidak ada pilihan lagi bagi dia selain lari. Namun, tubuhnya telah memberikan sebuah penolakan yang sangat mengesalkan.
"Hihihihi."
Suara tawa itu terdengar menakutkan di telinganya. Ia terus berusaha untuk menggerakkan tubuhnya. Dan pada akhirnya ia bisa melakukannya. Tak peduli dengan keadaan motornya, ia pun langsung melarikan diri dari sana.
Selama berlari, tak sedikitpun ia berani menoleh ke belakang. Sampai tiba saatnya ketika ia melihat seseorang yang berada di depan sana. Seseorang yang terlihat kelelahan. Dia adalah Rio.
"Rio," panggilnya dari kejauhan. Rio pun menoleh.
Dengan napas yang tersengal-sengal, Thomas berusaha untuk berbicara. Wajahnya terlihat sangat panik. Seperti ada sesuatu yang ingin ia katakan tapi sangat sulit untuk ia lakukan.
"Motorku," ucap Thomas sembari menunjuk-nunjuk.
"Jangan pikirkan dulu soal itu. Itu hal nanti. Yang penting kunci motor ada sama kamu kan?" tanya Rio.
Thomas diam tak menjawab. Itu yang membuat Rio penasaran dan bertanya-tanya dalam hati.
"Thomas," ucap Rio.
"Kuncinya masih ada di motor," ucap Thomas.
"Apa? Bodoh sekali kau. Kenapa tidak diambil?" tanya Rio.
"Daripada bertanya soal itu, kenapa gak kamu tanyakan tentang kenapa kamu malah lari meninggalkan aku. Kalau sampai terjadi apa-apa sama aku tadi gimana?" tanya Thomas.
"Hehehe ... Itu cuma refleks. Maaf," kata Rio.
"Ya sudahlah. Mending kita ke rumahmu dulu. Soal motormu, nanti kita ajak ayah kamu aja untuk datang mengambil motor kamu di sana. Setidaknya kalau rame-rame, rasa takutnya akan sedikit mereda," ucap Rio lagi.
Thomas hanya mengangguk. Tentu, hanya itu yang bisa ia lakukan. Mau mengambil sendiri sama saja dengan menantang hantu tersebut. Dan mereka bukanlah para manusia pemberani. Bahkan baru melihat penampakan hantu dari jarak yang lumayan jauh saja sudah cukup untuk membuat mereka takut dan lari.
Dengan sedikit berlari, mereka segera menuju ke arah rumah Thomas yang jaraknya sudah tidak terlalu jauh. Masih banyak cahaya yang terlihat, terutama cahaya dari lampu rumah milik para penduduk. Akan tetapi suasananya hampir bisa disamakan dengan desa mati. Sepi sekali.
"Ibu. Buka pintunya, Bu!" ucap Thomas sambil mengetuk pintu rumahnya.
"Cepat, Bu!" lanjutnya.
Terdengar bunyi seperti orang berjalan dari dalam rumah. Ah, tidak. Sepertinya suara itu berasal dari samping rumahnya. Ketika Thomas dan Rio menyadari hal tersebut, keduanya pun kembali merasakan apa yang namanya ketakutan.
"Rio, siapa itu?" tanya Thomas sambil merapatkan tubuhnya ke Rio.
"Entahlah," kata Rio.
Suara berisik seperti langkah kaki seseorang itu tiba-tiba berhenti. Bukannya meredakan rasa takut mereka, hal itu malah membuat ketakutannya semakin menjadi-jadi. Tak ada yang berbicara. Semuanya terfokus ke arah sana.
Cklek!
Sial! Mereka melompat secara bersamaan karena saking terkejutnya. Pintu rumah tiba-tiba terbuka dan menampilkan sosok wanita muda yang tak lain dan tidak bukan adalah ibunya Thomas. Menyadari hal itu, mereka berdua pun segera lari masuk ke dalam rumah.
"Ada apa dengan kalian? Thomas, di mana motormu?" tanya ibunya.
"Itu, Bu. Ada hantu, Bu. Dan motorku aku tinggal di sana," jawab Thomas sambil menunjuk.
"Hantu?" tanya ibunya pelan.
Thomas mengangguk sambil mengusap keringatnya yang tak henti-hentinya menetes. Rasanya keberanian yang ia punya sudah hilang semuanya. Seumur hidup, baru kali ini dia melihat secara langsung wujud sosok yang disebut dengan hantu. Sangat menyeramkan. Itulah yang ia pikirkan.
Ia menenangkan dirinya sendiri. Wanita muda itupun menyuruh Thomas dan Rio untuk segera duduk. Dia juga pastinya sudah tahu tentang cerita penampakan hantu yang akhir-akhir ini menghebohkan desa.
"Hantu perempuan itu datang lagi?"
"Iya, Bu. Wajahnya hancur. Serem banget," jawab Thomas.
"Sekarang, kami harus kembali ke sana. Tapi kami tidak berani kalau cuma berdua," ucap Thomas.
"Ayah sudah pulang kan, Bu?" tanya Thomas selanjutnya.
"Sudah, Thomas."
Dari arah lain, tiba-tiba terdengar suara yang sangat familiar di telinga Thomas. Ya, itu adalah suara ayahnya. Ayahnya berjalan mendekati posisi dia dan yang lain, kemudian ikut duduk.
"Ada masalah apa?"
"Ayah, tolong kami! Kami habis melihat hantu. Dan karena itu, aku meninggalkan motorku di jalanan sana. Tolong temenin kami buat ambil motor itu," kata Thomas.
Seperti yang lain, tentunya ada rasa takut yang nampak dari raut wajah ayahnya. Namun, sebagai seorang ayah, lelaki paruh baya itu tak mungkin akan membiarkan anaknya pergi tanpa pengawasannya. Apalagi pergi untuk menjemput bahaya.
Ia memang takut. Tapi di hadapan anaknya, ia bersikap seolah dia adalah lelaki paling berani yang tidak sedikitpun takut terhadap hantu. Jadi, ia pun menyanggupi permintaan anaknya.
"Di mana motormu? Kita ambil sekarang," kata Ayah Thomas.
"Ayo, Yah! Ayah bawa motor aja ke sananya. Biar kami berdua jalan kaki," kata Thomas.
"Ibu gak apa-apa di rumah sendirian?" tanya Thomas setelahnya.
"Gak apa-apa. Tenang aja," jawab ibunya.
Singkatnya, mereka pun pergi ke tempat di mana motor itu berada. Ayahnya Thomas berkendara pelan, sedangkan Thomas dan Rio berjalan di sampingnya. Tak butuh waktu lama, akhirnya mereka pun sampai di tempat tujuan.
"Syukurlah, motorku masih ada," kata Thomas.
"Cepetan ambil! Kita langsung pulang," ucap ayahnya.
Thomas mengangguk, kemudian ia dan Rio segera berlari kecil menuju sana. Thomas ingat bahwa ada masalah dengan motornya. Namun anehnya, semuanya berbeda dari sebelumnya. Sekarang motornya sudah bisa digunakan kembali.
"Eh, bisa," kata Thomas.
"Baguslah. Ayo pergi dari sini!" ajak Rio.
Akhirnya, masalah pun selesai. Motor kembali bisa dinyalakan. Ketika itu, Thomas meminta ayahnya untuk berkendara di depan, sedangkan ia yang berboncengan dengan Rio berkendara di belakang.
Sebenarnya, pada hari-hari sebelum ada teror hantu perempuan itu, desa itu masih sangat ramai walaupun sudah masuk pada jam malam hari. Namun kini, hampir bisa disamakan dengan desa tanpa penduduk. Hanya suasana sepi dan menyeramkan yang terasa. Ditambah dengan gelapnya malam yang menambah aura mistis di sekitar.
Thomas terus melajukan motornya. Bola matanya tak bisa berhenti untuk bergerak. Ia melihat ke arah sekitar, takut jika hantu itu kembali lagi. Tapi sepertinya tidak. Hingga tiba-tiba, raut wajahnya berubah drastis ketika ia melihat ke arah depan.
"Rio. Itu ... Itu yang bersama ayahku siapa?" tanya Thomas dengan raut wajah takutnya.
Sambil menunjuk, tangan kirinya terlihat gemetar hebat. Rio juga tak mampu menahan rasa penasarannya. Ia kemudian melihat ke arah yang ditunjuk oleh Thomas. Dan betapa terkejutnya ia ketika melihat sosok wanita berdaster putih yang tengah duduk di motor yang dikendarai oleh ayahnya Thomas."Itu seperti hantu yang tadi, Thomas," ucap Rio ketakutan."Dia kenapa ikut ayah?" tanya Thomas dengan bicaranya yang gagap."Mana kutahu," jawab Rio.Thomas berada dalam posisi yang kebingungan. Antara takut dan tidak mau kalau sampai hantu itu mencelakai ayahnya. Kini posisinya berada beberapa puluh meter jauhnya dari posisi motor ayahnya. Namun rasa takut dan ngeri tak bisa ia cegah untuk terjadi."Thomas, dia menghadap ke sini, Thomas," ucap Rio sambil menepuk bahu Thomas.Wajah hancur dan penuh darah itupun tersaji tepat di depan mata Thomas. Mulutnya tak mampu untuk mengeluarkan sepatah katapun. Sambil tetap fokus menyetir, ia mencoba untuk memunculkan keberaniannya kembali. Hantu itu menatapn
Rio hampir menjerit ketakutan. Sentuhan itu sungguh terasa di kakinya. Seperti tangan tanpa daging ataupun kulit, alias cuma tulang-tulangnya saja. Ditambah lagi dengan kuku-kuku tajam yang semakin menambah kengerian.Rio masih diam sembari berusaha untuk menghilangkan rasa takutnya. Ia sadar bahwa ia tidak sendirian. Ada Thomas yang sedang tidur di sampingnya. Jadi, tidak ada alasan baginya untuk takut.Ia mencoba untuk merapatkan tubuhnya ke Thomas. Dengan keadaan matanya yang terpejam, ia mencoba menggerakkan tangannya untuk menyentuh tubuh Thomas. Namun anehnya, posisi Thomas seperti tidak sedang terbaring, melainkan sedang duduk. Tidak, bukan itu saja letak keanehannya. Di saat dia menyentuh tangan itu, yang ia rasakan adalah tangan tersebut hanya berupa tulang-belulang saja.Entah keberanian dari mana yang ia dapatkan. Tiba-tiba ia membuka matanya. Seketika itu juga, ia melihat sesuatu yang sangat menyeramkan di depannya. Sesosok wanita dengan wajahnya yang sangat menyeramkan se
"Apa itu?" tanyanya pada diri sendiri.Takut? Tentu saja. Ia kembali ingat pada mimpinya semalam. Satu-satunya hal yang ia pikirkan tentang suara benda jatuh itu adalah hantu. Ya, hantu wanita yang sangat menyeramkan. Yang wajahnya hancur dan juga penuh darah, serta rambut panjang gimbalnya yang menakutkan. Jujur ia sangat ketakutan.Tapi, ini sudah pagi. Sudah tidak gelap lagi seperti tadi malam. Karena itulah, ia memutuskan untuk memeriksanya. Perlahan ia berjalan ke arah asal suara itu tercipta. Sepertinya dari dapur. Itulah yang ia pikirkan saat ini.Dengan seluruh keberanian yang ada, dirinya pun terus berjalan menuju dapur. Ia mengendap-endap bagai seorang maling. Dan apakah ada yang tahu apa yang ia lihat di dapur? Ternyata yang ia lihat adalah sosok wanita muda yang ia kenal sebagai ibunya Thomas. Tapi tunggu! Tentang mimpi tadi malam, bukankah hantu wanita itu juga sempat menyamar sebagai ibunya Thomas?"Tante, suara apa tadi?" tanyanya. Ia memberanikan diri untuk bertanya. T
"Kenapa aku harus bohong? Memangnya apa untungnya buatku?" tanya Thomas."Thomas," panggil Rio dengan suara yang gemetaran."Kenapa?""Kau tahu apa yang terjadi semalam?" tanya Rio."Tentu saja. Kau keluar kamar, entah mau apa," kata Thomas.Rio menampakkan wajah yang serius. Ia tidak ingin bercanda lagi untuk saat ini. Pikirannya sudah tertuju pada kejadian menyeramkan yang terjadi tadi malam. Ia ingin sahabatnya itu tahu bahwa telah terjadi sebuah kejadian yang sangat menyeramkan baginya."Awalnya aku mengira kalau aku memang keluar kamar dan menuju toilet untuk buang air kecil. Dan saat itu, ketika aku keluar dari toilet, aku melihatmu masuk ke toilet. Aku tidak peduli. Namun pada saat di kamar, aku melihatmu sedang tidur di atas ranjang. Itu yang membuatku terkejut," kata Rio."Kau pasti bohong. Aku tidak pergi ke toilet tadi malam," kata Thomas."Itulah permasalahannya. Aku juga mengira seperti itu. Makanya aku langsung tidur di sampingmu. Tapi, ternyata perkiraanku juga salah. K
Thomas cuma tidak ingin ibunya takut. Itu saja. Ia sadar bahwa untuk saat ini, ia adalah satu-satunya laki-laki yang berada di dalam rumah ini. Sudah menjadi tugasnya untuk bertindak layaknya seorang pemimpin. Ia tidak boleh ikut takut meskipun ia memang sedang takut. Ia harus berusaha terlihat berani di depan ibunya."Kucing sialan! Padahal tadi sudah aku usir. Malah balik lagi," ucap Thomas."Sebentar, Bu. Biar aku usir lagi kucing itu," lanjutnya.Thomas mengeluarkan seluruh keberaniannya untuk memeriksa kembali apa yang ada di dapur rumahnya. Meskipun langkah kakinya terlihat gemetar, keringat dinginnya bercucuran, serta raut wajahnya menandakan ketakutan, ia lebih mementingkan rasa penasarannya daripada itu semua.Ia rasa, penyebabnya bukanlah kucing. Pasti ada sesuatu yang tak bisa ia lihat di sana. Hantu? Ya, apalagi kalau bukan itu.Wush!Ketika Thomas mengintip dari balik dinding, ia merasakan seperti ada yang meniup leher bagian belakangnya. Refleks ia juga langsung memegang
Ia segera berlari kecil ke arah di mana ayah dan ibunya berada. Tingkahnya tentu saja mengundang pertanyaan bagi orang tuanya itu."Thomas, kamu kenapa? Kok kayak panik," ucap ayahnya."E-enggak kenapa-napa kok, Yah," jawab Thomas."Jangan bohong! Kamu habis lihat sesuatu, kah?" tanya ibunya.Kali ini Thomas sudah tak bisa berbohong lagi. Ia terdiam sejenak. Pikirannya menuntun dia untuk berbicara tentang hal yang sebenarnya."Yah, nanti mobilnya ditaruh di luar saja. Jangan dimasukkan garasi!" ucap Thomas pelan."Kenapa?""Tadi aku lihat ada perempuan menyeramkan di dalam sana, Yah," jawab Thomas.Sontak wajah ayahnya menjadi pucat. Bahkan seorang kepala keluarga sekaligus pelindung bagi dia dan ibunya pun ketakutan pada hal itu. Bukankah hal yang wajar jika dia juga takut?Tak ada yang berani berbicara. Semuanya larut dalam diam. Andai saja tidak ada unsur terpaksa, pasti Thomas tidak akan menceritakannya. Ia berpikir jika seandainya ia tidak menceritakannya dan ayahnya membawa mobi
Itu suara Rio. Thomas kenal sekali dengan suara itu. Akhirnya, tanpa pikir panjang lagi ia segera berlari kecil ke arah pintu rumahnya. Barangkali kedatangan Rio ke rumahnya pada malam-malam begini karena memang ada hal yang sangat penting, sehingga karena itu pula ia melupakan kejadian menakutkan yang terjadi barusan.Tanpa ragu lagi ia membuka pintu rumahnya. Bahkan ia sempat tersenyum. Entah karena senang atau apa. Namun, di saat ia melihat siapa sosok yang kini berada di luar sana, di situlah senyumannya mendadak pudar.Sosok wanita dengan daster putih dan wajah penuh darah itu tengah berdiri beberapa meter jauhnya dari dia. Ketakutan yang ia rasakan sudah tak bisa ia tahan. Beruntungnya tubuhnya tidak kaku sehingga bisa dengan cepat kembali menutup pintu dan menguncinya. Tak hanya itu, ia pun segera berlari menuju kamar ayah dan ibunya. Ia benar-benar takut malam ini.Tapi, lagi dan lagi. Sesuatu yang jauh lebih mengejutkan harus ia lihat ketika ia memasuki kamar ayah dan ibunya.
Tidak ada apa-apa. Indra pengelihatannya hanya melihat ruang kosong nan gelap. Lalu ia menggerakkan bola matanya ke segala arah, tapi ia juga tidak menemukan apa-apa. Masih belum bisa ia simpulkan apakah suara tadi itu hanyalah mimpi atau memang sebuah kenyataan. Tapi jika itu nyata, kenapa tidak ada wujud dari sang pemilik suaranya?"Apa tadi itu cuma mimpi?" tanyanya pada diri sendiri.Rasanya malam ini waktu berjalan sangat lambat. Dan parahnya, bagi Thomas, setiap detik yang berjalan adalah ketakutan. Bayang-bayang hantu itu seakan tak bisa ia lupakan dari ingatan. Wajah menakutkan itu seolah-olah telah menempel erat di pikiran Thomas. Ia ingin menangis untuk mencurahkan perasaan takut sekaligus kesalnya pada malam ini. Akan tetapi ia sadar bahwa ia adalah seorang lelaki. Hanya lelaki lemah yang menangis dalam keadaan seperti ini, dan ia tidak mau menjadi bagian dari itu."Jika kau memang berada di sini, kumohon jangan mengusikku. Aku mau tidur dengan tenang. Aku tidak pernah meng
Sendi berusaha untuk mengatur napasnya yang tak beraturan. Bayang-bayang tentang wajah mengerikan dari sang hantu masih terus singgah di kepalanya. Sangat menyeramkan memang.“Dia di sini,” ucap Sendi pelan.Thomas langsung paham dengan apa yang Sendi katakan. Ia tentunya terkejut sekaligus takut. Ia arahkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar, tapi tak ada apapun di sana. Ia tahu, hantu itu pasti hanya akan memunculkan diri di depan satu orang. Mungkin setelah ini, giliran dia yang akan didatangi.“Gak ada apa-apa, Sen. Udah, tenanglah!” pinta Thomas.“Dia di sini, Thomas.”Thomas bingung harus berbuat apa. Di satu sisi, ia memang takut. Tapi di sisi lain, ia juga ingin permasalahan ini cepat-cepat selesai. Ia tak mau ini jadi teror yang berkelanjutan tanpa ada ujungnya. Rasanya sudah lelah kalau tiap hari harus dihantui oleh hantu Marni. Ia ingin hidup dengan tenang seperti sedia kala.“Hufff ....” Thomas mengembuskan napas pelan.“Kalau kamu beneran Tante Marni, keluarlah! Kami i
"Udah, jangan banyak nanya. Lupakan saja! Intinya fokus nyetir supaya bisa cepat-cepat sampai," kata Rio."Oke, oke."Entah makhluk yang dimaksud Rio masih mengejar atau tidak, Thomas pun tak tahu. Rio pun mungkin juga sama tidak tahu. Akan tetapi hal itu sudah tak perlu dikhawatirkan lagi kala mereka sudah sampai di rumah Thomas."Cepetan Thom, buka garasimu. Biar aku yang masukin motornya.""Tam Tom. Aku bukan kucing.""Sudahlah, jangan protes! Cepat!" perintah Rio lagi."Iya, tunggu!"Thomas langsung berlari masuk ke dalam rumah dan segera membuka pintu garasi. Selepas itu ia pun langsung menyuruh kedua temannya itu untuk memasukkan motor ke garasi.***"Hufff. Emang kamu lihat apa tadi?" tanya Sendi sembari merebahkan tubuhnya di atas kasur kamar Thomas."Biasalah. Ya tahu sendiri, lah," jawab Rio."Kurasa kita memang harus cepat-cepat memecahkan misteri ini, deh. Kita gak bisa membiarkan hantu itu meneror kampung kita lebih lama lagi," ucap Thomas."Iya, emang. Makanya itu kita h
Sendy yang mendengar ucapan Thomas pun langsung terkejut dan melihat ke arah yang ditunjuk. Ternyata di sana tidak ada apa-apa."Mana?""Hahaha. Nggak, nggak. Aku cuma bercanda.""Sialan! Jangan kayak gitu!""Kenapa mendadak jadi penakut? Padahal tadi siang berani banget nyelidiki sampe toilet," ucap Thomas."Masalahnya ini baru aja habis ngelihat hantu. Ya kesan takutnya masih kerasa, lah. Entah kalau nanti. Mungkin akan hilang. Ya biasanya kayak gitu," ucap Sendy."Berarti berani pulang sendiri, entar?" Kali ini Rio yang bertanya."Mungkin.""Yeee. Ya jangan mungkin. Yang yakin, dong.""Hmm. Ya, ya. Aku berani. Aku laki-laki. Ngapain juga harus takut," ucap Sendi."Baguslah. Kita emang gak boleh takut," ucap Thomas.Setelah itu, ketiganya pun diam. Musik mulai menyala, dan sang penyanyi di cafe itupun mulai menyanyikan sebuah lagi. Thomas, Rio dan Sendi dapat melihat dengan jelas tentang bagaimana penyanyi cantik itu bernyanyi serta berjoget di sana. Namun itu bukan tujuan utama mer
"Gak, gak. Aku berani," ucap Sendy."Oh. Syukur deh. Kalau begitu tunggu di rumah dulu. Jangan berangkat dulu.""Kenapa?""Aku belum izin orang tua. Hahaha. Kalau gak diizinin ya gak jadi.""Lah. Parah banget.""Lha iya. Tapi akan tetap aku usahakan. Ya udah. Udah dulu. Aku mau bilang ke mereka.""Siap, deh."Thomas mematikan panggilan teleponnya. Ia pun kemudian berniat untuk menemui orang tuanya yang kini sedang menonton televisi. Entah diberi izin atau tidak, ia tetap harus mencoba untuk meminta izin."Eee ... Aku mau keluar, boleh nggak?" tanya Thomas ke keduanya."Keluar ke mana, sih? Harusnya kalau malam-malam di rumah aja," kata ibunya."Harusnya sih gitu, Bu. Tapi ini penting banget," kata Thomas."Penting apa?" Kali ini ayahnya yang bertanya."Ada tugas. Lagian entar aku juga sama Rio. Sama si Sendy juga. Aku gak sendiri, kok."Ada keraguan di hati kedua orang tuanya untuk memberikan izin kepada sang anak. Tentu itu disebabkan oleh teror hantu yang akhir-akhir ini ada di kamp
"Rumit, sih. Kalau aku hubungkan dengan yang difilm-film, kayaknya Tante Marni ini diperkosa seseorang. Mungkin sampai hamil. Lalu setelah mengetahui bahwa dirinya hamil, dia jadi malu dan memutuskan untuk pergi dari kampung sini," ucap Thomas."Terus soal teror hantu itu?""Kurasa itu emang hantunya Tante Marni. Ini mungkin, ya. Mungkin ketika perjalanan pergi, si pelaku itu membunuh Tante Marni dan membuangnya di suatu tempat yang kita tidak tahu di mana. Makanya itu arwahnya jadi tidak tenang dan menghantui kampung ini.""Nah, sekarang yang jadi pertanyaan, kenapa yang dihantui kampung ini. Maksudku, kenapa dia gak menghantui orang yang udah memerkosa dia?" tanya Nana.Thomas tersenyum meremehkan. Ia sudah menebak dari awal kalau bakalan ada yang bertanya seperti itu, dan ternyata benar, Nana bertanya seperti yang ia pikirkan."Itulah alasan kenapa aku tidak ingin siapapun tahu tentang penemuan test pack itu, tak terkecuali juga Pak RT. Hantu Tante Marni meneror kampung ini, kemung
Wajah makhluk itu tak nampak karena tertutup oleh rambut panjangnya. Namun tetap saja terlihat sangat menyeramkan.Thomas mengembalikan pensil alis itu ke tempat semula. Setelah itu ia memutuskan untuk mencari sesuatu yang lain. Di saat yang bersamaan, sosok hantu menyeramkan itu juga sudah menghilang dari sana."Ah, apa Tante Marni tidak meninggalkan sesuatu yang lain soal kepergiannya?" tanya Thomas pada dirinya sendiri.Ia mengembuskan napas pelan. Entah kenapa ia merasa bahwa penyelidikan ini pasti akan berakhir dengan sebuah kegagalan. Itu yang ada di pikiran Thomas saat ini.Thomas terus mencari sesuatu yang berada di kamar itu. Ia benar-benar mengesampingkan rasa takutnya, atau bahkan bisa dibilang menghilangkan rasa takutnya itu. Berada di dalam kamar yang gelap dan sepi tanpa ditemani oleh siapapun. Jelas itu terasa seperti uji nyali baginya. Namun ia seolah tak peduli dengan itu semua. Misinya jauh lebih penting daripada rasa takutnya."Seandainya aku punya indera ke-enam. A
“Salah dia bicara kayak gitu.”“Iya. Maksudku, mukulnya yang lebih kenceng lagi. Biar benjol tuh kepala,” ucap Rio.“Kawan sialan!” ucap Thomas.Rio pun tertawa. Puas sekali ketika dirinya melihat sahabatnya yang satu ini dipukul oleh Nana. Jujur, sebenarnya ia juga ingin ikut memukul. Hanya saja ia tidak tega.“Huff ... Oke, aku mengerti. Tak apalah kalau emang Cuma kalian saja yang masuk ke rumah itu. Tapi kalian harus benar-benar bisa mendapatkan petunjuk,” kata Nana.“Lha kok maksa.”“Gimana? Sanggup, nggak?”“Hadeh. Iya, iya,” jawab Thomas.“Bagus. Sebagai konsekuensinya, kalau kalian gagal, kalian harus mentaraktir aku makan selama seminggu,” kata Nana.“Lah. Malah mengambil kesempatan.”“Gimana? Mau, nggak?”“Hadeh. Ribet emang cewek yang satu ini. Iya, deh, iya.”“Nah, gitu dong.”Singkatnya, jam pulang sekolah pun tiba. Kelima anak muda itu benar-benar ingin memeriksa apa yang ada di dalam rumah Tante Marni. Thomas, yang seolah berperan sebagai sang ketua pun mendatangi rumah
Rio dan Nana mengangguk. Sejatinya mereka masih ragu tentang apakah rencana yang telah dibuat oleh Thomas ini akan berhasil atau tidak. Ya, mereka bahkan tidak yakin akannya. Namun seperti apa yang telah Thomas katakan, bahwa jika belum dicoba, maka belum tahu. Jadi, mereka pun akhirnya setuju.“Jadi kapan kita akan memeriksanya?”“Lebih cepat lebih baik,” jawab Thomas.“Bagaimana kalau besok?” tanya Rio.“Kelamaan. Kalau bisa nanti, kenapa harus besok?”“Bukannya apa-apa. Kau ini baru sembuh, Thomas,” ucap Rio.“Ya, aku tahu.”“Nah, itu. Lebih baik pulihkan dulu tubuhmu. Baru setelah itu kita lakukan rencana kita,” ucap Rio. Thomas menganngguk. Biar bagaimanapun juga, ia harus memikirkan kondisi tubuhnya. Tubuh yang lemah akan rentan untuk dirasuki makhluk tak kasat mata. Jika itu terjadi, maka akan sangat merepotkan.Malam harinya pun tetap seperti biasanya. Ada saja orang yang diteror oleh makhluk tak kasat mata itu. Sebenarnya, masalah tentang teror itu sudah dibicarakan ol
“Malah ketawa,” ucap ibunya Thomas.“Udahlah, Bu. Mending telepon ayah. Aku khawatir,” ucap Thomas.“Ibu juga khawatir.”“Makanya telepon ayah, Bu. Kalaupun emang ayah harus lembur, setidaknya kita udah tahu dan gak begitu khawatir lagi,” kata Thomas.Si ibu membenarkan ucapan Thomas. Ia pun segera mengambil ponselnya dan mencoba untuk menghubungi suaminya. Pertama menghubungi, gagal. Kedua juga gagal. Begitupun dengan yang ke-tiga. Hal itu membuat rasa khawatir keduanya semakin besar.“Nggak diangkat, Thomas.”“Coba sekali lagi, Bu,” ucap Thomas.Sang ibu pun mengiyakan apa yang Thomas minta. Ia langsung menelepon ke nomor sang suami lagi. Tapi apa yang didapatkan? Lagi dan lagi, suaminya ini tak dapat dihubungi. Sebuah perasaan khawatir pun semakin menjadi-jadi. Hingga beberapa saat setelah itu, mereka mendengar lagi ada yang mengetuk pintu rumah.“Siapa lagi tuh?” tanya Ibu Thomas.Thomas cuma diam. Ia teringat dengan peristiwa yang terjadi tadi. Tentang sang pengetuk pintu yang ta