"Rumit, sih. Kalau aku hubungkan dengan yang difilm-film, kayaknya Tante Marni ini diperkosa seseorang. Mungkin sampai hamil. Lalu setelah mengetahui bahwa dirinya hamil, dia jadi malu dan memutuskan untuk pergi dari kampung sini," ucap Thomas."Terus soal teror hantu itu?""Kurasa itu emang hantunya Tante Marni. Ini mungkin, ya. Mungkin ketika perjalanan pergi, si pelaku itu membunuh Tante Marni dan membuangnya di suatu tempat yang kita tidak tahu di mana. Makanya itu arwahnya jadi tidak tenang dan menghantui kampung ini.""Nah, sekarang yang jadi pertanyaan, kenapa yang dihantui kampung ini. Maksudku, kenapa dia gak menghantui orang yang udah memerkosa dia?" tanya Nana.Thomas tersenyum meremehkan. Ia sudah menebak dari awal kalau bakalan ada yang bertanya seperti itu, dan ternyata benar, Nana bertanya seperti yang ia pikirkan."Itulah alasan kenapa aku tidak ingin siapapun tahu tentang penemuan test pack itu, tak terkecuali juga Pak RT. Hantu Tante Marni meneror kampung ini, kemung
"Gak, gak. Aku berani," ucap Sendy."Oh. Syukur deh. Kalau begitu tunggu di rumah dulu. Jangan berangkat dulu.""Kenapa?""Aku belum izin orang tua. Hahaha. Kalau gak diizinin ya gak jadi.""Lah. Parah banget.""Lha iya. Tapi akan tetap aku usahakan. Ya udah. Udah dulu. Aku mau bilang ke mereka.""Siap, deh."Thomas mematikan panggilan teleponnya. Ia pun kemudian berniat untuk menemui orang tuanya yang kini sedang menonton televisi. Entah diberi izin atau tidak, ia tetap harus mencoba untuk meminta izin."Eee ... Aku mau keluar, boleh nggak?" tanya Thomas ke keduanya."Keluar ke mana, sih? Harusnya kalau malam-malam di rumah aja," kata ibunya."Harusnya sih gitu, Bu. Tapi ini penting banget," kata Thomas."Penting apa?" Kali ini ayahnya yang bertanya."Ada tugas. Lagian entar aku juga sama Rio. Sama si Sendy juga. Aku gak sendiri, kok."Ada keraguan di hati kedua orang tuanya untuk memberikan izin kepada sang anak. Tentu itu disebabkan oleh teror hantu yang akhir-akhir ini ada di kamp
Sendy yang mendengar ucapan Thomas pun langsung terkejut dan melihat ke arah yang ditunjuk. Ternyata di sana tidak ada apa-apa."Mana?""Hahaha. Nggak, nggak. Aku cuma bercanda.""Sialan! Jangan kayak gitu!""Kenapa mendadak jadi penakut? Padahal tadi siang berani banget nyelidiki sampe toilet," ucap Thomas."Masalahnya ini baru aja habis ngelihat hantu. Ya kesan takutnya masih kerasa, lah. Entah kalau nanti. Mungkin akan hilang. Ya biasanya kayak gitu," ucap Sendy."Berarti berani pulang sendiri, entar?" Kali ini Rio yang bertanya."Mungkin.""Yeee. Ya jangan mungkin. Yang yakin, dong.""Hmm. Ya, ya. Aku berani. Aku laki-laki. Ngapain juga harus takut," ucap Sendi."Baguslah. Kita emang gak boleh takut," ucap Thomas.Setelah itu, ketiganya pun diam. Musik mulai menyala, dan sang penyanyi di cafe itupun mulai menyanyikan sebuah lagi. Thomas, Rio dan Sendi dapat melihat dengan jelas tentang bagaimana penyanyi cantik itu bernyanyi serta berjoget di sana. Namun itu bukan tujuan utama mer
"Udah, jangan banyak nanya. Lupakan saja! Intinya fokus nyetir supaya bisa cepat-cepat sampai," kata Rio."Oke, oke."Entah makhluk yang dimaksud Rio masih mengejar atau tidak, Thomas pun tak tahu. Rio pun mungkin juga sama tidak tahu. Akan tetapi hal itu sudah tak perlu dikhawatirkan lagi kala mereka sudah sampai di rumah Thomas."Cepetan Thom, buka garasimu. Biar aku yang masukin motornya.""Tam Tom. Aku bukan kucing.""Sudahlah, jangan protes! Cepat!" perintah Rio lagi."Iya, tunggu!"Thomas langsung berlari masuk ke dalam rumah dan segera membuka pintu garasi. Selepas itu ia pun langsung menyuruh kedua temannya itu untuk memasukkan motor ke garasi.***"Hufff. Emang kamu lihat apa tadi?" tanya Sendi sembari merebahkan tubuhnya di atas kasur kamar Thomas."Biasalah. Ya tahu sendiri, lah," jawab Rio."Kurasa kita memang harus cepat-cepat memecahkan misteri ini, deh. Kita gak bisa membiarkan hantu itu meneror kampung kita lebih lama lagi," ucap Thomas."Iya, emang. Makanya itu kita h
Sendi berusaha untuk mengatur napasnya yang tak beraturan. Bayang-bayang tentang wajah mengerikan dari sang hantu masih terus singgah di kepalanya. Sangat menyeramkan memang.“Dia di sini,” ucap Sendi pelan.Thomas langsung paham dengan apa yang Sendi katakan. Ia tentunya terkejut sekaligus takut. Ia arahkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar, tapi tak ada apapun di sana. Ia tahu, hantu itu pasti hanya akan memunculkan diri di depan satu orang. Mungkin setelah ini, giliran dia yang akan didatangi.“Gak ada apa-apa, Sen. Udah, tenanglah!” pinta Thomas.“Dia di sini, Thomas.”Thomas bingung harus berbuat apa. Di satu sisi, ia memang takut. Tapi di sisi lain, ia juga ingin permasalahan ini cepat-cepat selesai. Ia tak mau ini jadi teror yang berkelanjutan tanpa ada ujungnya. Rasanya sudah lelah kalau tiap hari harus dihantui oleh hantu Marni. Ia ingin hidup dengan tenang seperti sedia kala.“Hufff ....” Thomas mengembuskan napas pelan.“Kalau kamu beneran Tante Marni, keluarlah! Kami i
Brakk!Sebuah suara keras terdengar begitu menggema seiring dengan suara mesin mobil yang terdengar. Di depan sana, tubuh manusia terpental beberapa meter jauhnya diiringi dengan rintihan rasa sakit yang memilukan.Seorang pria yang mengendarai mobil tersebut nampak terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Napasnya terdengar tak beraturan. Ia telah menabrak seseorang yang entah itu siapa. Dan yang membuat dia takut adalah tentang bagaimana keadaan orang itu.Dengan sedikit keberanian yang ia punya, ia paksa kakinya untuk melangkah turun dari mobil. Didekatinya seorang perempuan yang kini telah terbujur lemas dengan suara yang tak lagi terdengar. Jantung pria itu dibuat berdetak jauh lebih cepat dari biasanya. Setiap langkahnya adalah sebuah keraguan. Tangannya gemetar di kala ia menyingkap rambut yang menutupi wajah perempuan itu."M-Marni," ucapnya gemetaran.Ia hampir tak dapat menyangga tubuhnya untuk tetap tegak. Rupanya perempuan itu adalah perempuan yang ia kenali. Tangannya
Baru saja terfokus dengan pekerjaannya, suara itu muncul kembali. Jantungnya berdebar hebat. Ia sudah memikirkan sesuatu yang buruk tentang sang pengetuk. Namun rasa penasarannya mengalahkan ketakutannya. Pada akhirnya pun ia memilih untuk membukakan pintu tersebut.Dengan langkah yang sangat berhati-hati, ia pun langsung menuju ke sana. Hal pertama yang ia lakukan sebelum membuka pintu adalah melihatnya dari jendela. Tapi sialnya, itu tak cukup membantu untuk melihat siapa yang kini tengah berdiri di depan pintu.Tidak peduli dengan apa yang akan terjadi, Aryo pun memutuskan untuk membuka pintu. Dengan pelan ia menarik gagang pintu dan akhirnya bisa melihat tentang siapa yang datang bertamu."Wahyu. Saya kira siapa. Kenapa malam-malam datang ke sini?" tanya Aryo."Kenapa Pak Aryo panik kayak gitu?" tanya Wahyu."Enggak. Nggak apa-apa," jawab Aryo."Hmm. Saya cuma mau minta air putih, Pak. Hehehe. Haus habis keliling kampung," katanya."Oh. Sebentar saya ambilin," kata Aryo.Bingung,
Orang-orang itu hanya terdiam. Mereka tidak punya alasan lagi untuk menguatkan tuduhan bahwa Marni ada di rumah Aryo. Bukti sudah benar-benar jelas. Ketika dilakukan penggeledahan, Marni tidak ada di dalam sana. Satu hal yang akhirnya menjadi kesimpulan. Bahwa Wahyu hanya salah lihat."Makanya jangan menuduh sembarangan! Saya punya istri yang sangat saya cintai dan punya anak. Tidak mungkin kalau saya tertarik dengan wanita lain. Kalau saya memang tertarik sama Marni, sudah dari dulu saya akan mencoba mendapatkannya. Tapi saya tidak sedikitpun tertarik ke dia. Jadi jangan asal nuduh!" kata Aryo panjang lebar. Dia juga kesal dengan tuduhan yang orang-orang tujukan ke dia."Iya Pak Aryo. Kami minta maaf. Mungkin kami hanya salah lihat aja," ucap salah satu dari mereka."Kalau begitu kami pamit dulu," ucap yang lain.Aryo mencoba tersenyum walaupun sulit. Ia mengangguk dan mempersilahkan lima lelaki itu untuk keluar dari rumahnya. Sungguh malam ini adalah malam yang lumayan mendebarkan b