Brakk!
Sebuah suara keras terdengar begitu menggema seiring dengan suara mesin mobil yang terdengar. Di depan sana, tubuh manusia terpental beberapa meter jauhnya diiringi dengan rintihan rasa sakit yang memilukan.Seorang pria yang mengendarai mobil tersebut nampak terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Napasnya terdengar tak beraturan. Ia telah menabrak seseorang yang entah itu siapa. Dan yang membuat dia takut adalah tentang bagaimana keadaan orang itu.
Dengan sedikit keberanian yang ia punya, ia paksa kakinya untuk melangkah turun dari mobil. Didekatinya seorang perempuan yang kini telah terbujur lemas dengan suara yang tak lagi terdengar. Jantung pria itu dibuat berdetak jauh lebih cepat dari biasanya. Setiap langkahnya adalah sebuah keraguan. Tangannya gemetar di kala ia menyingkap rambut yang menutupi wajah perempuan itu.
"M-Marni," ucapnya gemetaran.Ia hampir tak dapat menyangga tubuhnya untuk tetap tegak. Rupanya perempuan itu adalah perempuan yang ia kenali. Tangannya kembali gemetar ketika ia mengecek denyut nadi perempuan itu."Tidak mungkin," ucapnya. Wajahnya menandakan kalau ia sangat ketakutan.Dia perlahan mundur dari sana. Tak bisa ia percayai bahwa ia sudah membunuh seseorang. Ketakutan menyelimuti hatinya. Kini bukan hanya tangan saja yang gemetar, melainkan juga sekujur tubuh. Ia tak tahu harus melakukan apa pada mayat yang ada di depannya itu.Malam ini keadaan cukup sepi. Tak ada orang lain di tempat itu selain mereka berdua. Masih dengan ketakutan yang teramat besar, pria itu mencoba untuk mendekati tubuh si perempuan.
Cukup lama ia berdiam diri, hingga akhirnya terlintas sebuah ide di pikirannya untuk mengubur jasad korban. Mengingat lokasinya yang jarang didatangi oleh orang-orang, ia kira tak akan pernah ada yang menemukan jasad perempuan itu jika ia menguburnya.
Dengan alat seadanya, ia pun mengubur tubuh tak bernyawa itu sampai benar-benar terpendam di dalam tanah. Ia tahu kalau itu adalah tindakan yang jahat. Tapi ia juga tak mau masuk penjara jika ada yang tahu kalau perempuan itu terbunuh olehnya.
"Maafkan aku, Marni. Aku terpaksa melakukan ini," ucapnya setelah berhasil mengubur jasad korbannya.Lalu setelah itu, ia buru-buru masuk ke dalam mobil dan pergi dari sana.***Dua hari setelahnya, sosok Marni banyak diperbincangkan oleh para tetangganya. Sekedar informasi, Marni adalah seorang janda muda yang hidup sebatang kara. Sudah sejak lama ia hidup sendirian. Terakhir kali ia mempunyai teman hidup adalah ketika suaminya masih hidup. Dan ketika sang suami telah tiada, dia benar-benar hidup sendirian. Menurut pandangan para lelaki, dia itu cukup cantik. Karena itulah, melalui kecantikan yang ia miliki, ia seringkali menggoda para lelaki di desanya. Hal itulah yang membuat beberapa ibu-ibu geram dibuatnya.
"Ibu-ibu, itu si Marni ke mana, ya? Sudah dua hari nggak kelihatan," ucap seorang wanita paruh baya kepada yang lainnya."Nggak tahu, Bu. Saya juga belum lihat," ucap yang lainnya.
"Udah biarin aja. Paling dia lagi di hotel sama pasangannya."
"Hus. Jangan gitu Bu Endang. Jangan asal bicara!"
"Asal bicara gimana sih, Bu. Semua orang juga tahu kali kalau dia itu wanita jalang. Lihat aja tuh pakaiannya. Dia juga sering pulang larut malam. Apa coba kalau bukan wanita jalang?"
Beberapa orang yang ada di sana manggut-manggut, seakan menyetujui apa yang dikatakan oleh Bu Endang. Mereka bahkan sampai lupa tentang rasa simpati yang harusnya ada di dalam diri mereka di kala salah satu tetangganya telah hilang selama dua hari.Berita hilangnya Marni pun semakin tersebar di seluruh pelosok desa. Ada beberapa orang yang memberanikan diri untuk masuk secara paksa ke rumah janda muda itu. Pintu rumah yang terkunci tentunya menyulitkan mereka untuk masuk. Namun itu tidak menjadi masalah yang besar. Dengan segala cara mereka pun akhirnya bisa membuka pintu tersebut.
Pencarian pun dimulai dari sana. Seluruh penjuru ruangan telah digeledah. Tapi sosok Marni tak kunjung ditemuinya. Alhasil mereka pun keluar ruangan tanpa hasil apapun.
"Marni gak ada. Apa Pak Aryo selama dua hari ini juga tidak pernah melihat dia? Bukannya Pak Aryo adalah tetangga terdekatnya?" tanya salah seorang dari mereka."Tidak pernah. Malam hari pun lampu rumahnya tidak pernah menyala. Saya sebenarnya sudah ingin memeriksanya sejak awal. Tapi dilarang oleh istri saya. Takutnya itu hanyalah trik yang Marni gunain untuk menjebak para lelaki," ucap Aryo.
"Menjebak?"
"Sepertinya tidak perlu saya jawab," ucap Aryo.
Marni menghilang bagai ditelan bumi. Parahnya, para warga mengambil keputusan bahwa hilangnya wanita itu adalah karena Marni memang sedang pergi ke suatu tempat yang entah itu di mana. Dan bagi para perempuan, dengan hilangnya Marni, mereka malah merasa bahagia. Dengan begitu mereka tak perlu khawatir lagi dengan suami mereka.Hingga malam ketiga semenjak menghilangnya Marni pun tiba. Entah kenapa suasana malam ini terasa sangat mencekam. Gelap tak lagi berarti gelap, melainkan ada makna lain di dalam kegelapan itu. Bulan pun seolah enggan untuk bersinar. Malam ini bumi benar-benar dalam keadaan yang gelap gulita.
Tok tok tok!Terdengar suara pintu rumah diketuk. Aryo, sang pemilik rumah agak terkejut dengan suara itu. Ia yang masih sibuk dengan pekerjaan kantornya pun akhirnya harus membukakan pintu itu."Siapa sih malam-malam begini datang bertamu?" tanyanya agak kesal.Aryo berjalan ke arah pintu dengan pelan. Ketika ia berjalan, ketukan di pintu itu semakin terdengar dengan jelas. Aryo pun melontarkan sebuah kata agar sang pengetuk menghentikan kegiatan mengetuk pintunya."Sebentar," ucap Aryo.Selanjutnya, dibukalah pintu rumahnya. Namun apa yang terjadi? Tidak ada siapapun di luar sana. Hanya kegelapan yang nampak di mata. Ia kebingungan dengan apa yang telah terjadi. Bola matanya bergerak ke segala arah. Samping kanan rumahnya tak ada apa-apa selain hanya kebun pisang yang terjejer rapi. Depan rumahnya pun cuma ada lahan kosong atau lapangan desa yang biasa digunakan oleh para pemuda untuk bermain bola. Sedangkan di samping kiri rumahnya adalah rumah janda muda itu.Entah kenapa ia merasa merinding ketika menatap ke arah sana. Kegelapan dan kesunyian yang menyelimuti tempat tersebut membuat dirinya dengan cepat menutup pintu rumahnya. Tak lupa juga menguncinya. Setelah itu, ia buru-buru kembali ke meja kerjanya.
"Siapa, sih? Iseng banget malam-malam begini," ucapnya sembari duduk.Dilihatnya jam dinding yang terletak tak jauh dari sana. Sudah jam 10 malam. Itu artinya dia secepat mungkin harus menyelesaikan pekerjaannya agar bisa segera tidur. Ia tak mau lagi membuang waktu untuk hal-hal yang tidak berguna, termasuk memikirkan tentang ketukan pintu tersebut.Tok tok tok!Baru saja terfokus dengan pekerjaannya, suara itu muncul kembali. Jantungnya berdebar hebat. Ia sudah memikirkan sesuatu yang buruk tentang sang pengetuk. Namun rasa penasarannya mengalahkan ketakutannya. Pada akhirnya pun ia memilih untuk membukakan pintu tersebut.Dengan langkah yang sangat berhati-hati, ia pun langsung menuju ke sana. Hal pertama yang ia lakukan sebelum membuka pintu adalah melihatnya dari jendela. Tapi sialnya, itu tak cukup membantu untuk melihat siapa yang kini tengah berdiri di depan pintu.Tidak peduli dengan apa yang akan terjadi, Aryo pun memutuskan untuk membuka pintu. Dengan pelan ia menarik gagang pintu dan akhirnya bisa melihat tentang siapa yang datang bertamu."Wahyu. Saya kira siapa. Kenapa malam-malam datang ke sini?" tanya Aryo."Kenapa Pak Aryo panik kayak gitu?" tanya Wahyu."Enggak. Nggak apa-apa," jawab Aryo."Hmm. Saya cuma mau minta air putih, Pak. Hehehe. Haus habis keliling kampung," katanya."Oh. Sebentar saya ambilin," kata Aryo.Bingung,
Orang-orang itu hanya terdiam. Mereka tidak punya alasan lagi untuk menguatkan tuduhan bahwa Marni ada di rumah Aryo. Bukti sudah benar-benar jelas. Ketika dilakukan penggeledahan, Marni tidak ada di dalam sana. Satu hal yang akhirnya menjadi kesimpulan. Bahwa Wahyu hanya salah lihat."Makanya jangan menuduh sembarangan! Saya punya istri yang sangat saya cintai dan punya anak. Tidak mungkin kalau saya tertarik dengan wanita lain. Kalau saya memang tertarik sama Marni, sudah dari dulu saya akan mencoba mendapatkannya. Tapi saya tidak sedikitpun tertarik ke dia. Jadi jangan asal nuduh!" kata Aryo panjang lebar. Dia juga kesal dengan tuduhan yang orang-orang tujukan ke dia."Iya Pak Aryo. Kami minta maaf. Mungkin kami hanya salah lihat aja," ucap salah satu dari mereka."Kalau begitu kami pamit dulu," ucap yang lain.Aryo mencoba tersenyum walaupun sulit. Ia mengangguk dan mempersilahkan lima lelaki itu untuk keluar dari rumahnya. Sungguh malam ini adalah malam yang lumayan mendebarkan b
Hantu itu menghilang tepat ketika istrinya bangun dan menanyakan apa yang sedang terjadi. Aryo tak langsung menjawab. Ia mengatur dulu napasnya sekaligus mengembalikan ketenangannya. Setelah ia tenang, barulah ia menjawab pertanyaan dari istrinya."Nggak apa-apa. Cuma mimpi buruk," jawabnya berbohong."Ya ampun. Emang mimpi apaan sampai teriak kayak gitu?" tanya istrinya sambil tertawa kecil."Mimpi buruk pokoknya. Udah, kamu tidur sana. Jangan sampai anak kita terbangun mendengar pembicaraan kita," ucap Aryo. Wanita itu mengangguk paham.Malam ini Aryo benar-benar ketakutan. Ia mencoba tidur dengan membenamkan wajahnya ke bantal. Sekujur tubuhnya dibalut dengan selimut. Setidaknya dengan cara yang seperti itu, ia bisa sedikit meredam ketakutannya akibat kejadian barusan.***Keesokan harinya, ramai diperbincangkan tentang penampakan hantu perempuan yang sangat menyeramkan. Ternyata bukan hanya Aryo saja yang melihat, tetapi juga hampir seluruh penduduk desa."Tadi malam suami saya ng
"Tepat," jawab Sendy. Sontak hal itu membuat suasana menjadi hening. Semua mata tertuju padanya."Hahaha ... Bercanda. Aku minta sama Pak Mamat, bukan nyuri," lanjutnya.Semuanya pun akhirnya bisa bernapas lega. Wajar saja kalau mereka khawatir. Sebelumnya pernah ada kejadian pencurian pisang di kebun tersebut. Pencurinya adalah seseorang dari desa lain. Anehnya, pencuri itu malah mengembalikan pisang yang telah ia curi kepada Pak Mamat. Katanya ia tak sanggup diteror oleh sosok hantu bungkus. Sampai sekarang pun tidak ada yang tahu apakah sosok hantu itu memang peliharaannya Pak Mamat yang ia suruh untuk menjaga kebunnya atau cuma hantu yang kebetulan menghuni daerah tersebut. Itu adalah misteri yang belum terpecahkan sampai saat ini, tapi juga tidak terlalu penting untuk dipecahkan."Daripada kita berdiam diri, mending kita bercerita tentang suatu hal," ucap Sendy."Cerita apa? tanya Miya penuh kebingungan."Sesuai dengan yang lagi viral di desa ini," jawab Sendy."Jangan bercanda k
Di saat itu juga lampu tiba-tiba menyala lagi diiringi dengan suara tawa yang sangat menyebalkan. Ternyata, suara itu datang dari teman-temannya yang sengaja ingin menjahilinya. "Parah kalian," ucap Thomas. Yang lainnya ketawa, sedangkan Sendy terlihat berjalan menuju ke arah semuanya. "Kalian pikir lucu? Kalau tiba-tiba aku kena serangan jantung bagaimana?" ucap Thomas lagi. "Ya mati. Tinggal ngubur," jawab Sendy dengan santainya. Thomas cuma mendecak. Ia kemudian ikut duduk bersama mereka lagi. Pastinya dengan rasa kesal yang belum bisa menghilang. Apa yang dilakukan oleh teman-temannya saat ini benar-benar tak bisa dimaafkan. Masalahnya, ia baru saja mendapatkan kenyataan tentang ia yang berada dalam satu kamar bersama hantu gentayangan, dan parahnya teman-temannya malah membuat ketakutan itu semakin menjadi-jadi. "Hahaha. Penakut kau," ejek Sendy. "Bukan takut. Cuma kaget aja," ucap Thomas. "Oh ya, ibu kamu lagi masak apaan itu? Tadi aku panggil malah gak direspon. Aku tanya
"Whoa ... Hantu!" teriak Rio.Tanpa peduli dengan Thomas, ia dengan cepat berlari dari tempat itu. Sementara Thomas masih terpaku di tempat semula. Tubuhnya kaku seperti sedang membeku. Di depannya, sosok wanita berwajah hancur dan penuh darah telah terlihat dengan sempurna.Tangannya yang masih setia memegang motor pun semakin lama semakin melemas. Rasa takutnya bertambah di kala sosok hantu itu menyeringai sembari perlahan mendekatinya. Sudah tidak ada pilihan lagi bagi dia selain lari. Namun, tubuhnya telah memberikan sebuah penolakan yang sangat mengesalkan."Hihihihi."Suara tawa itu terdengar menakutkan di telinganya. Ia terus berusaha untuk menggerakkan tubuhnya. Dan pada akhirnya ia bisa melakukannya. Tak peduli dengan keadaan motornya, ia pun langsung melarikan diri dari sana.Selama berlari, tak sedikitpun ia berani menoleh ke belakang. Sampai tiba saatnya ketika ia melihat seseorang yang berada di depan sana. Seseorang yang terlihat kelelahan. Dia adalah Rio."Rio," panggil
Sambil menunjuk, tangan kirinya terlihat gemetar hebat. Rio juga tak mampu menahan rasa penasarannya. Ia kemudian melihat ke arah yang ditunjuk oleh Thomas. Dan betapa terkejutnya ia ketika melihat sosok wanita berdaster putih yang tengah duduk di motor yang dikendarai oleh ayahnya Thomas."Itu seperti hantu yang tadi, Thomas," ucap Rio ketakutan."Dia kenapa ikut ayah?" tanya Thomas dengan bicaranya yang gagap."Mana kutahu," jawab Rio.Thomas berada dalam posisi yang kebingungan. Antara takut dan tidak mau kalau sampai hantu itu mencelakai ayahnya. Kini posisinya berada beberapa puluh meter jauhnya dari posisi motor ayahnya. Namun rasa takut dan ngeri tak bisa ia cegah untuk terjadi."Thomas, dia menghadap ke sini, Thomas," ucap Rio sambil menepuk bahu Thomas.Wajah hancur dan penuh darah itupun tersaji tepat di depan mata Thomas. Mulutnya tak mampu untuk mengeluarkan sepatah katapun. Sambil tetap fokus menyetir, ia mencoba untuk memunculkan keberaniannya kembali. Hantu itu menatapn
Rio hampir menjerit ketakutan. Sentuhan itu sungguh terasa di kakinya. Seperti tangan tanpa daging ataupun kulit, alias cuma tulang-tulangnya saja. Ditambah lagi dengan kuku-kuku tajam yang semakin menambah kengerian.Rio masih diam sembari berusaha untuk menghilangkan rasa takutnya. Ia sadar bahwa ia tidak sendirian. Ada Thomas yang sedang tidur di sampingnya. Jadi, tidak ada alasan baginya untuk takut.Ia mencoba untuk merapatkan tubuhnya ke Thomas. Dengan keadaan matanya yang terpejam, ia mencoba menggerakkan tangannya untuk menyentuh tubuh Thomas. Namun anehnya, posisi Thomas seperti tidak sedang terbaring, melainkan sedang duduk. Tidak, bukan itu saja letak keanehannya. Di saat dia menyentuh tangan itu, yang ia rasakan adalah tangan tersebut hanya berupa tulang-belulang saja.Entah keberanian dari mana yang ia dapatkan. Tiba-tiba ia membuka matanya. Seketika itu juga, ia melihat sesuatu yang sangat menyeramkan di depannya. Sesosok wanita dengan wajahnya yang sangat menyeramkan se
Sendi berusaha untuk mengatur napasnya yang tak beraturan. Bayang-bayang tentang wajah mengerikan dari sang hantu masih terus singgah di kepalanya. Sangat menyeramkan memang.“Dia di sini,” ucap Sendi pelan.Thomas langsung paham dengan apa yang Sendi katakan. Ia tentunya terkejut sekaligus takut. Ia arahkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar, tapi tak ada apapun di sana. Ia tahu, hantu itu pasti hanya akan memunculkan diri di depan satu orang. Mungkin setelah ini, giliran dia yang akan didatangi.“Gak ada apa-apa, Sen. Udah, tenanglah!” pinta Thomas.“Dia di sini, Thomas.”Thomas bingung harus berbuat apa. Di satu sisi, ia memang takut. Tapi di sisi lain, ia juga ingin permasalahan ini cepat-cepat selesai. Ia tak mau ini jadi teror yang berkelanjutan tanpa ada ujungnya. Rasanya sudah lelah kalau tiap hari harus dihantui oleh hantu Marni. Ia ingin hidup dengan tenang seperti sedia kala.“Hufff ....” Thomas mengembuskan napas pelan.“Kalau kamu beneran Tante Marni, keluarlah! Kami i
"Udah, jangan banyak nanya. Lupakan saja! Intinya fokus nyetir supaya bisa cepat-cepat sampai," kata Rio."Oke, oke."Entah makhluk yang dimaksud Rio masih mengejar atau tidak, Thomas pun tak tahu. Rio pun mungkin juga sama tidak tahu. Akan tetapi hal itu sudah tak perlu dikhawatirkan lagi kala mereka sudah sampai di rumah Thomas."Cepetan Thom, buka garasimu. Biar aku yang masukin motornya.""Tam Tom. Aku bukan kucing.""Sudahlah, jangan protes! Cepat!" perintah Rio lagi."Iya, tunggu!"Thomas langsung berlari masuk ke dalam rumah dan segera membuka pintu garasi. Selepas itu ia pun langsung menyuruh kedua temannya itu untuk memasukkan motor ke garasi.***"Hufff. Emang kamu lihat apa tadi?" tanya Sendi sembari merebahkan tubuhnya di atas kasur kamar Thomas."Biasalah. Ya tahu sendiri, lah," jawab Rio."Kurasa kita memang harus cepat-cepat memecahkan misteri ini, deh. Kita gak bisa membiarkan hantu itu meneror kampung kita lebih lama lagi," ucap Thomas."Iya, emang. Makanya itu kita h
Sendy yang mendengar ucapan Thomas pun langsung terkejut dan melihat ke arah yang ditunjuk. Ternyata di sana tidak ada apa-apa."Mana?""Hahaha. Nggak, nggak. Aku cuma bercanda.""Sialan! Jangan kayak gitu!""Kenapa mendadak jadi penakut? Padahal tadi siang berani banget nyelidiki sampe toilet," ucap Thomas."Masalahnya ini baru aja habis ngelihat hantu. Ya kesan takutnya masih kerasa, lah. Entah kalau nanti. Mungkin akan hilang. Ya biasanya kayak gitu," ucap Sendy."Berarti berani pulang sendiri, entar?" Kali ini Rio yang bertanya."Mungkin.""Yeee. Ya jangan mungkin. Yang yakin, dong.""Hmm. Ya, ya. Aku berani. Aku laki-laki. Ngapain juga harus takut," ucap Sendi."Baguslah. Kita emang gak boleh takut," ucap Thomas.Setelah itu, ketiganya pun diam. Musik mulai menyala, dan sang penyanyi di cafe itupun mulai menyanyikan sebuah lagi. Thomas, Rio dan Sendi dapat melihat dengan jelas tentang bagaimana penyanyi cantik itu bernyanyi serta berjoget di sana. Namun itu bukan tujuan utama mer
"Gak, gak. Aku berani," ucap Sendy."Oh. Syukur deh. Kalau begitu tunggu di rumah dulu. Jangan berangkat dulu.""Kenapa?""Aku belum izin orang tua. Hahaha. Kalau gak diizinin ya gak jadi.""Lah. Parah banget.""Lha iya. Tapi akan tetap aku usahakan. Ya udah. Udah dulu. Aku mau bilang ke mereka.""Siap, deh."Thomas mematikan panggilan teleponnya. Ia pun kemudian berniat untuk menemui orang tuanya yang kini sedang menonton televisi. Entah diberi izin atau tidak, ia tetap harus mencoba untuk meminta izin."Eee ... Aku mau keluar, boleh nggak?" tanya Thomas ke keduanya."Keluar ke mana, sih? Harusnya kalau malam-malam di rumah aja," kata ibunya."Harusnya sih gitu, Bu. Tapi ini penting banget," kata Thomas."Penting apa?" Kali ini ayahnya yang bertanya."Ada tugas. Lagian entar aku juga sama Rio. Sama si Sendy juga. Aku gak sendiri, kok."Ada keraguan di hati kedua orang tuanya untuk memberikan izin kepada sang anak. Tentu itu disebabkan oleh teror hantu yang akhir-akhir ini ada di kamp
"Rumit, sih. Kalau aku hubungkan dengan yang difilm-film, kayaknya Tante Marni ini diperkosa seseorang. Mungkin sampai hamil. Lalu setelah mengetahui bahwa dirinya hamil, dia jadi malu dan memutuskan untuk pergi dari kampung sini," ucap Thomas."Terus soal teror hantu itu?""Kurasa itu emang hantunya Tante Marni. Ini mungkin, ya. Mungkin ketika perjalanan pergi, si pelaku itu membunuh Tante Marni dan membuangnya di suatu tempat yang kita tidak tahu di mana. Makanya itu arwahnya jadi tidak tenang dan menghantui kampung ini.""Nah, sekarang yang jadi pertanyaan, kenapa yang dihantui kampung ini. Maksudku, kenapa dia gak menghantui orang yang udah memerkosa dia?" tanya Nana.Thomas tersenyum meremehkan. Ia sudah menebak dari awal kalau bakalan ada yang bertanya seperti itu, dan ternyata benar, Nana bertanya seperti yang ia pikirkan."Itulah alasan kenapa aku tidak ingin siapapun tahu tentang penemuan test pack itu, tak terkecuali juga Pak RT. Hantu Tante Marni meneror kampung ini, kemung
Wajah makhluk itu tak nampak karena tertutup oleh rambut panjangnya. Namun tetap saja terlihat sangat menyeramkan.Thomas mengembalikan pensil alis itu ke tempat semula. Setelah itu ia memutuskan untuk mencari sesuatu yang lain. Di saat yang bersamaan, sosok hantu menyeramkan itu juga sudah menghilang dari sana."Ah, apa Tante Marni tidak meninggalkan sesuatu yang lain soal kepergiannya?" tanya Thomas pada dirinya sendiri.Ia mengembuskan napas pelan. Entah kenapa ia merasa bahwa penyelidikan ini pasti akan berakhir dengan sebuah kegagalan. Itu yang ada di pikiran Thomas saat ini.Thomas terus mencari sesuatu yang berada di kamar itu. Ia benar-benar mengesampingkan rasa takutnya, atau bahkan bisa dibilang menghilangkan rasa takutnya itu. Berada di dalam kamar yang gelap dan sepi tanpa ditemani oleh siapapun. Jelas itu terasa seperti uji nyali baginya. Namun ia seolah tak peduli dengan itu semua. Misinya jauh lebih penting daripada rasa takutnya."Seandainya aku punya indera ke-enam. A
“Salah dia bicara kayak gitu.”“Iya. Maksudku, mukulnya yang lebih kenceng lagi. Biar benjol tuh kepala,” ucap Rio.“Kawan sialan!” ucap Thomas.Rio pun tertawa. Puas sekali ketika dirinya melihat sahabatnya yang satu ini dipukul oleh Nana. Jujur, sebenarnya ia juga ingin ikut memukul. Hanya saja ia tidak tega.“Huff ... Oke, aku mengerti. Tak apalah kalau emang Cuma kalian saja yang masuk ke rumah itu. Tapi kalian harus benar-benar bisa mendapatkan petunjuk,” kata Nana.“Lha kok maksa.”“Gimana? Sanggup, nggak?”“Hadeh. Iya, iya,” jawab Thomas.“Bagus. Sebagai konsekuensinya, kalau kalian gagal, kalian harus mentaraktir aku makan selama seminggu,” kata Nana.“Lah. Malah mengambil kesempatan.”“Gimana? Mau, nggak?”“Hadeh. Ribet emang cewek yang satu ini. Iya, deh, iya.”“Nah, gitu dong.”Singkatnya, jam pulang sekolah pun tiba. Kelima anak muda itu benar-benar ingin memeriksa apa yang ada di dalam rumah Tante Marni. Thomas, yang seolah berperan sebagai sang ketua pun mendatangi rumah
Rio dan Nana mengangguk. Sejatinya mereka masih ragu tentang apakah rencana yang telah dibuat oleh Thomas ini akan berhasil atau tidak. Ya, mereka bahkan tidak yakin akannya. Namun seperti apa yang telah Thomas katakan, bahwa jika belum dicoba, maka belum tahu. Jadi, mereka pun akhirnya setuju.“Jadi kapan kita akan memeriksanya?”“Lebih cepat lebih baik,” jawab Thomas.“Bagaimana kalau besok?” tanya Rio.“Kelamaan. Kalau bisa nanti, kenapa harus besok?”“Bukannya apa-apa. Kau ini baru sembuh, Thomas,” ucap Rio.“Ya, aku tahu.”“Nah, itu. Lebih baik pulihkan dulu tubuhmu. Baru setelah itu kita lakukan rencana kita,” ucap Rio. Thomas menganngguk. Biar bagaimanapun juga, ia harus memikirkan kondisi tubuhnya. Tubuh yang lemah akan rentan untuk dirasuki makhluk tak kasat mata. Jika itu terjadi, maka akan sangat merepotkan.Malam harinya pun tetap seperti biasanya. Ada saja orang yang diteror oleh makhluk tak kasat mata itu. Sebenarnya, masalah tentang teror itu sudah dibicarakan ol
“Malah ketawa,” ucap ibunya Thomas.“Udahlah, Bu. Mending telepon ayah. Aku khawatir,” ucap Thomas.“Ibu juga khawatir.”“Makanya telepon ayah, Bu. Kalaupun emang ayah harus lembur, setidaknya kita udah tahu dan gak begitu khawatir lagi,” kata Thomas.Si ibu membenarkan ucapan Thomas. Ia pun segera mengambil ponselnya dan mencoba untuk menghubungi suaminya. Pertama menghubungi, gagal. Kedua juga gagal. Begitupun dengan yang ke-tiga. Hal itu membuat rasa khawatir keduanya semakin besar.“Nggak diangkat, Thomas.”“Coba sekali lagi, Bu,” ucap Thomas.Sang ibu pun mengiyakan apa yang Thomas minta. Ia langsung menelepon ke nomor sang suami lagi. Tapi apa yang didapatkan? Lagi dan lagi, suaminya ini tak dapat dihubungi. Sebuah perasaan khawatir pun semakin menjadi-jadi. Hingga beberapa saat setelah itu, mereka mendengar lagi ada yang mengetuk pintu rumah.“Siapa lagi tuh?” tanya Ibu Thomas.Thomas cuma diam. Ia teringat dengan peristiwa yang terjadi tadi. Tentang sang pengetuk pintu yang ta