"Tepat," jawab Sendy. Sontak hal itu membuat suasana menjadi hening. Semua mata tertuju padanya.
"Hahaha ... Bercanda. Aku minta sama Pak Mamat, bukan nyuri," lanjutnya.
Semuanya pun akhirnya bisa bernapas lega. Wajar saja kalau mereka khawatir. Sebelumnya pernah ada kejadian pencurian pisang di kebun tersebut. Pencurinya adalah seseorang dari desa lain. Anehnya, pencuri itu malah mengembalikan pisang yang telah ia curi kepada Pak Mamat. Katanya ia tak sanggup diteror oleh sosok hantu bungkus. Sampai sekarang pun tidak ada yang tahu apakah sosok hantu itu memang peliharaannya Pak Mamat yang ia suruh untuk menjaga kebunnya atau cuma hantu yang kebetulan menghuni daerah tersebut. Itu adalah misteri yang belum terpecahkan sampai saat ini, tapi juga tidak terlalu penting untuk dipecahkan."Daripada kita berdiam diri, mending kita bercerita tentang suatu hal," ucap Sendy."Cerita apa? tanya Miya penuh kebingungan.
"Sesuai dengan yang lagi viral di desa ini," jawab Sendy.
"Jangan bercanda kau. Kalau aku tidak berani pulang gimana nanti?" tanya Miya.
"Nginep di sini juga boleh. Hahaha."
"Boleh juga. Asalkan kau tidur di luar," kata Miya.
"Kalau seperti itu, lebih baik kau pulang saja. Lagian rumahmu sama rumahnya Nana kan gak terlalu jauh dari sini. Jalan kaki aja bisa sampai," kata Sendy. Yang lainnya menahan tawa.
Suasana malam masih jauh dari kata menyeramkan. Hal itu dikarenakan mereka masih berkumpul bersama. Dengan begitu, ketakutan pun tak mudah muncul di hati mereka. Demikian pula dengan hantu yang mungkin juga tak berani muncul di hadapan banyak orang. Jadi, sebuah keberanian pun masih bisa melekat kuat di dalam diri lima remaja itu.Namun, sebuah ide buruk terlintas di pikiran Sendy. Lelaki berbadan kekar itu dengan bodohnya mengajak teman-temannya untuk membahas hal-hal yang berbau mistis. Padahal kata orang-orang, jika mereka dibicarakan, maka itu sama saja dengan mengundang mereka. Bahkan membaca sebuah cerita tentang mereka saja pun juga termasuk mengundang kehadiran mereka.
"Aku rasa malam ini akan ada lagi yang ngelihat hantu itu," kata Sendy."Woi, jangan dibahas! Nanti kalau dia nongol baru tahu rasa kau," kata Rio.
"Tidak, dengarkan ceritaku dulu! Dulu juga pernah ada kejadian seperti ini di kampung nenekku. Tiap malam ada aja orang yang mengaku melihat hantu. Kejadiannya terjadi secara terus-menerus dan berakhir ketika mayat hantu itu ditemukan," ucap Sendy.
"Jadi maksudmu hantu yang meneror desa kita itu aslinya adalah orang mati yang mayatnya belum dikubur secara layak?" tanya Rio.
Sambil mengelus-elus janggutnya, Sendy membenarkan apa yang Rio katakan. Sekarang ia bagai seorang paranormal yang tahu segalanya tentang hal supranatural. Itu merupakan suatu kebanggaan tersendiri untuknya."Tante Marni," ucap Thomas."Apa maksudnya dengan Tante Marni?" tanya Nana.
"Apa jangan-jangan Tante Marni yang jadi hantu itu?" tebak Thomas.
"Maksudmu Tante Marni sudah meninggal? Kalau menurutku tidak mungkin. Karena kata orang-orang, dia pergi ke tempat saudaranya yang berada di luar kota. Tapi gak ada yang tahu apa nama kotanya dan siapa saudaranya itu," kata Sendy.
"Dari mana kau tahu?" tanya Thomas.
"Waktu bapak dan beberapa warga lainnya menggeledah rumahnya, mereka menemukan tulisan di sebuah kertas. Di situ tertulis bahwa Tante Marni berpamitan ke seluruh warga desa bahwa dia ingin tinggal di rumah saudaranya yang terletak di luar kota," kata Sendy.
Tak bisa dipercayai. Jika itu memang benar adanya, kenapa ia tidak mendengar berita tentang hal tersebut? Itulah yang dipikirkan Thomas saat ini. Namun apapun alasannya, tidak ada pilihan lain selain hanya percaya. Lagipula, jika tebakannya itu benar bahwa Tante Marni telah menjadi hantu gentayangan, bukankah seharusnya hantu itu sudah ada sejak tiga hari yang lalu? Tapi desa itu baru dihebohkan oleh teror hantu tadi malam."Sepertinya apa yang dikatakan Sendy memang benar. Baru tadi malam kejadiannya. Aku mendengar suara tangisan perempuan waktu aku akan tidur. Besar kemungkinan kalau tangisan itu berasal dari hantu yang meneror desa kita. Tentang kenapa dia menangis, mungkin saja ia butuh pertolongan agar jasadnya ditemukan," ucap Thomas."Tunggu! Tangisan? Dari mana asal tangisan itu?" tanya Miya.
"Nggak tahu juga. Suaranya pelan. Mungkin dari luar rumah," jawab Thomas.
"Hahaha ... Kau salah. Jika suaranya pelan, berarti hantu itu sedang ada di tempat yang sangat dekat denganmu. Mungkin dia juga ada di kamarmu. Di kolong tempat tidurmu, di lemari mu ataupun di atasnya, atau juga bisa di pojokan kamarmu. Begitu juga sebaliknya. Kalau suaranya keras, justru dia sedang berada di tempat yang jauh dari kamu. Berarti tadi malam itu kamu mungkin tidur dengan ditemani sama dia," kata Sendy.
Lalu, bagaimana ekspresi Thomas ketika dia mendengar ucapan Sendy? Tentu saja dia terkejut setengah mati. Walau bagaimanapun juga dia itu bukan tipe orang yang pemberani. Apalagi kalau sudah berurusan dengan makhluk tak kasat mata.Saking takutnya ia sudah tak bisa berkata-kata lagi. Pikirannya hanya tertuju pada kejadian semalam. Kalau saja ia tahu tentang itu dari awal, mungkin tadi malam ia sudah berlari dari kamarnya. Manusia mana yang mau satu kamar dengan hantu?
"Aku kebelet kencing. Numpang ke toilet dulu, Sen," ucap Thomas."Iya, silahkan. Gratis, gak dipungut biaya," kata Sendy. Yang lain pun tertawa pelan.
Tak ingin menanggapi ucapan dari sang tuan rumah, Thomas bergegas untuk menuju ke toilet. Namun ketika dirinya baru sampai di dapur, lampu rumah tiba-tiba mati. Ia agak terkejut sebenarnya, tapi setelahnya ia berpikir bahwa itu semua ulah dari teman-temannya."Sialan mereka. Kurang kerjaan," ucapnya dan memutuskan untuk kembali.Tapi, ada satu hal yang menarik perhatiannya. Samar-samar ia melihat ada seseorang selain dia yang berada di dapur. Dari pandangan matanya, itu adalah seorang perempuan. Ia cuma melihatnya sebentar sebelum akhirnya memutuskan untuk bertanya."Tante Intan," panggilnya. Itu adalah nama dari ibunya Sendy.Yang ia panggil tidak menjawab. Bahkan menoleh pun tidak. Wanita itu terus saja membelakangi dia seakan-akan sedang sibuk dengan sesuatu yang berada di meja dapur. Thomas kembali berusaha untuk memanggil orang itu."Tante Intan, saya mau numpang ke toilet, tapi tiba-tiba lampunya mati. Tante Intan sendiri lagi apa?" tanyanya.Tapi, hal yang sama pun terjadi lagi. Tidak ada jawaban yang ia terima atas pertanyaannya. Mulai timbul pertanyaan di hatinya. Tentang siapa, mengapa dan ada apa. Tapi, ia memutuskan untuk segera pergi dari tempat itu sambil setengah berlari. Di dalam larinya, tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara yang begitu menggema di telinganya. Ia pun sampai melompat kaget dibuatnya. Suara apakah itu?Di saat itu juga lampu tiba-tiba menyala lagi diiringi dengan suara tawa yang sangat menyebalkan. Ternyata, suara itu datang dari teman-temannya yang sengaja ingin menjahilinya. "Parah kalian," ucap Thomas. Yang lainnya ketawa, sedangkan Sendy terlihat berjalan menuju ke arah semuanya. "Kalian pikir lucu? Kalau tiba-tiba aku kena serangan jantung bagaimana?" ucap Thomas lagi. "Ya mati. Tinggal ngubur," jawab Sendy dengan santainya. Thomas cuma mendecak. Ia kemudian ikut duduk bersama mereka lagi. Pastinya dengan rasa kesal yang belum bisa menghilang. Apa yang dilakukan oleh teman-temannya saat ini benar-benar tak bisa dimaafkan. Masalahnya, ia baru saja mendapatkan kenyataan tentang ia yang berada dalam satu kamar bersama hantu gentayangan, dan parahnya teman-temannya malah membuat ketakutan itu semakin menjadi-jadi. "Hahaha. Penakut kau," ejek Sendy. "Bukan takut. Cuma kaget aja," ucap Thomas. "Oh ya, ibu kamu lagi masak apaan itu? Tadi aku panggil malah gak direspon. Aku tanya
"Whoa ... Hantu!" teriak Rio.Tanpa peduli dengan Thomas, ia dengan cepat berlari dari tempat itu. Sementara Thomas masih terpaku di tempat semula. Tubuhnya kaku seperti sedang membeku. Di depannya, sosok wanita berwajah hancur dan penuh darah telah terlihat dengan sempurna.Tangannya yang masih setia memegang motor pun semakin lama semakin melemas. Rasa takutnya bertambah di kala sosok hantu itu menyeringai sembari perlahan mendekatinya. Sudah tidak ada pilihan lagi bagi dia selain lari. Namun, tubuhnya telah memberikan sebuah penolakan yang sangat mengesalkan."Hihihihi."Suara tawa itu terdengar menakutkan di telinganya. Ia terus berusaha untuk menggerakkan tubuhnya. Dan pada akhirnya ia bisa melakukannya. Tak peduli dengan keadaan motornya, ia pun langsung melarikan diri dari sana.Selama berlari, tak sedikitpun ia berani menoleh ke belakang. Sampai tiba saatnya ketika ia melihat seseorang yang berada di depan sana. Seseorang yang terlihat kelelahan. Dia adalah Rio."Rio," panggil
Sambil menunjuk, tangan kirinya terlihat gemetar hebat. Rio juga tak mampu menahan rasa penasarannya. Ia kemudian melihat ke arah yang ditunjuk oleh Thomas. Dan betapa terkejutnya ia ketika melihat sosok wanita berdaster putih yang tengah duduk di motor yang dikendarai oleh ayahnya Thomas."Itu seperti hantu yang tadi, Thomas," ucap Rio ketakutan."Dia kenapa ikut ayah?" tanya Thomas dengan bicaranya yang gagap."Mana kutahu," jawab Rio.Thomas berada dalam posisi yang kebingungan. Antara takut dan tidak mau kalau sampai hantu itu mencelakai ayahnya. Kini posisinya berada beberapa puluh meter jauhnya dari posisi motor ayahnya. Namun rasa takut dan ngeri tak bisa ia cegah untuk terjadi."Thomas, dia menghadap ke sini, Thomas," ucap Rio sambil menepuk bahu Thomas.Wajah hancur dan penuh darah itupun tersaji tepat di depan mata Thomas. Mulutnya tak mampu untuk mengeluarkan sepatah katapun. Sambil tetap fokus menyetir, ia mencoba untuk memunculkan keberaniannya kembali. Hantu itu menatapn
Rio hampir menjerit ketakutan. Sentuhan itu sungguh terasa di kakinya. Seperti tangan tanpa daging ataupun kulit, alias cuma tulang-tulangnya saja. Ditambah lagi dengan kuku-kuku tajam yang semakin menambah kengerian.Rio masih diam sembari berusaha untuk menghilangkan rasa takutnya. Ia sadar bahwa ia tidak sendirian. Ada Thomas yang sedang tidur di sampingnya. Jadi, tidak ada alasan baginya untuk takut.Ia mencoba untuk merapatkan tubuhnya ke Thomas. Dengan keadaan matanya yang terpejam, ia mencoba menggerakkan tangannya untuk menyentuh tubuh Thomas. Namun anehnya, posisi Thomas seperti tidak sedang terbaring, melainkan sedang duduk. Tidak, bukan itu saja letak keanehannya. Di saat dia menyentuh tangan itu, yang ia rasakan adalah tangan tersebut hanya berupa tulang-belulang saja.Entah keberanian dari mana yang ia dapatkan. Tiba-tiba ia membuka matanya. Seketika itu juga, ia melihat sesuatu yang sangat menyeramkan di depannya. Sesosok wanita dengan wajahnya yang sangat menyeramkan se
"Apa itu?" tanyanya pada diri sendiri.Takut? Tentu saja. Ia kembali ingat pada mimpinya semalam. Satu-satunya hal yang ia pikirkan tentang suara benda jatuh itu adalah hantu. Ya, hantu wanita yang sangat menyeramkan. Yang wajahnya hancur dan juga penuh darah, serta rambut panjang gimbalnya yang menakutkan. Jujur ia sangat ketakutan.Tapi, ini sudah pagi. Sudah tidak gelap lagi seperti tadi malam. Karena itulah, ia memutuskan untuk memeriksanya. Perlahan ia berjalan ke arah asal suara itu tercipta. Sepertinya dari dapur. Itulah yang ia pikirkan saat ini.Dengan seluruh keberanian yang ada, dirinya pun terus berjalan menuju dapur. Ia mengendap-endap bagai seorang maling. Dan apakah ada yang tahu apa yang ia lihat di dapur? Ternyata yang ia lihat adalah sosok wanita muda yang ia kenal sebagai ibunya Thomas. Tapi tunggu! Tentang mimpi tadi malam, bukankah hantu wanita itu juga sempat menyamar sebagai ibunya Thomas?"Tante, suara apa tadi?" tanyanya. Ia memberanikan diri untuk bertanya. T
"Kenapa aku harus bohong? Memangnya apa untungnya buatku?" tanya Thomas."Thomas," panggil Rio dengan suara yang gemetaran."Kenapa?""Kau tahu apa yang terjadi semalam?" tanya Rio."Tentu saja. Kau keluar kamar, entah mau apa," kata Thomas.Rio menampakkan wajah yang serius. Ia tidak ingin bercanda lagi untuk saat ini. Pikirannya sudah tertuju pada kejadian menyeramkan yang terjadi tadi malam. Ia ingin sahabatnya itu tahu bahwa telah terjadi sebuah kejadian yang sangat menyeramkan baginya."Awalnya aku mengira kalau aku memang keluar kamar dan menuju toilet untuk buang air kecil. Dan saat itu, ketika aku keluar dari toilet, aku melihatmu masuk ke toilet. Aku tidak peduli. Namun pada saat di kamar, aku melihatmu sedang tidur di atas ranjang. Itu yang membuatku terkejut," kata Rio."Kau pasti bohong. Aku tidak pergi ke toilet tadi malam," kata Thomas."Itulah permasalahannya. Aku juga mengira seperti itu. Makanya aku langsung tidur di sampingmu. Tapi, ternyata perkiraanku juga salah. K
Thomas cuma tidak ingin ibunya takut. Itu saja. Ia sadar bahwa untuk saat ini, ia adalah satu-satunya laki-laki yang berada di dalam rumah ini. Sudah menjadi tugasnya untuk bertindak layaknya seorang pemimpin. Ia tidak boleh ikut takut meskipun ia memang sedang takut. Ia harus berusaha terlihat berani di depan ibunya."Kucing sialan! Padahal tadi sudah aku usir. Malah balik lagi," ucap Thomas."Sebentar, Bu. Biar aku usir lagi kucing itu," lanjutnya.Thomas mengeluarkan seluruh keberaniannya untuk memeriksa kembali apa yang ada di dapur rumahnya. Meskipun langkah kakinya terlihat gemetar, keringat dinginnya bercucuran, serta raut wajahnya menandakan ketakutan, ia lebih mementingkan rasa penasarannya daripada itu semua.Ia rasa, penyebabnya bukanlah kucing. Pasti ada sesuatu yang tak bisa ia lihat di sana. Hantu? Ya, apalagi kalau bukan itu.Wush!Ketika Thomas mengintip dari balik dinding, ia merasakan seperti ada yang meniup leher bagian belakangnya. Refleks ia juga langsung memegang
Ia segera berlari kecil ke arah di mana ayah dan ibunya berada. Tingkahnya tentu saja mengundang pertanyaan bagi orang tuanya itu."Thomas, kamu kenapa? Kok kayak panik," ucap ayahnya."E-enggak kenapa-napa kok, Yah," jawab Thomas."Jangan bohong! Kamu habis lihat sesuatu, kah?" tanya ibunya.Kali ini Thomas sudah tak bisa berbohong lagi. Ia terdiam sejenak. Pikirannya menuntun dia untuk berbicara tentang hal yang sebenarnya."Yah, nanti mobilnya ditaruh di luar saja. Jangan dimasukkan garasi!" ucap Thomas pelan."Kenapa?""Tadi aku lihat ada perempuan menyeramkan di dalam sana, Yah," jawab Thomas.Sontak wajah ayahnya menjadi pucat. Bahkan seorang kepala keluarga sekaligus pelindung bagi dia dan ibunya pun ketakutan pada hal itu. Bukankah hal yang wajar jika dia juga takut?Tak ada yang berani berbicara. Semuanya larut dalam diam. Andai saja tidak ada unsur terpaksa, pasti Thomas tidak akan menceritakannya. Ia berpikir jika seandainya ia tidak menceritakannya dan ayahnya membawa mobi