Beranda / Horor / Teror Ghaib / Teror Ghaib 106

Share

Teror Ghaib 106

Penulis: Rani Giza
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-28 23:52:31

Tony, Ethan dan Jake berjalan menuju ruagan rektor dengan perasaan waswas. Mereka bertihga sama-sama tahu kalau mereka akan ditanyai tentan Emma. Saat sampai di ruang rektor pikiran mereka bertiga semakin kacau.

“Perasaanku nggak enak nih, Jake,” kata Ethan.

“Aku juga,” sahut Jake, “tapi yaudah sih. Kita sudah nyampe di sini juga. Masak mau balik lagi. Entar kalo ditanya-tanya, jawab sebisa kita aja.”

“Permisi!” kata Tony sambil mengetuk pintu.

Bu Martha mengalihkan pandangan dari kertas-kertas yang ada di mejanya ke arah pintu. Wanita berkaca mata itu lalu tersenyum ramah. “Eh kalian,” katanya, “masuk-masuk.”

Tony, Ethan dan Jake lalu masuk ke ruangan Bu Martha. Tony yang duduk, sementara Ethan dan Jake berdiri.

“Aduh, maaf ya, dua yang lainnya jadi berdiri. Apa saya panggilin petugas biar diambilin kursi dulu?” kata Bu Marta.

“Oh, tidak perlu, Bu. Tidak apa-apa,” sahut Jake.

“Baik, jadi maksud saya memanggil kalian datang ke sini adalah untuk menanyakan tentang Emma,” kata Bu Marta,
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 107

    Lily membuka pintu rumahnya saat mendengar papan kayu itu diketuk dari luar. Dia tersenyum setelah membuka pintu dan melihat Bu Marta berdiri di hadapannya.“Selamat malam,” sapa Bu Marta.“Selamat malam, “ balas Lily. Dia lalu mempersilakan rektor tersebut untuk masuk dan duduk.“Sebentar, saya panggilkan suami saya, Bu. Nanti kita ngobrol bersama,” kata Lily.Yang datang ke ruang tamu lebih dulu Robin. Dia menyalami Bu Marta. Lily datang sepuluh menit kemudian dengan membawa naman berisi tiga gelas jus.“Maaf, seadanya, Bu,” kata Lily saat meletakkan gelas ke meja.“Ah, merepotkan saja,” kata Bu Marta.Lily tertawa kecil. “Tidak apa-apa, Bu,” katanya. Dia lalu duduk di sebelah Robin.“Begini, Bu Lily dan Pak Robin, maksud kedatangan saya ke sini adalah untuk menanyakan tentang Emma,” kata Bu Marta memulai pembicaraan.“Silakan, Bu, segala informasi yang Anda butuhkan pasti akan kami jawab,” sahut Robin.“Tersebarnya video Emma di kampus membuat kita semua sangat terkejut dan sangat

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-28
  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 108

    “Kalau Bu Marta tidak keberatan, bisa nggak kita ke kediaman anak itu lain waktu?” kata Lily setelah menyimpan nomor telepon, “kalau melalui telepon saja kok rasanya kurang afdol.”Bu Marta mengangguk. “Boleh ... boleh,” katanya, “kalau weekend saya mungkin bisa.”“Baik, terima kasih, Bu,” kata Lily.Bu Marta mengangguk lagi. “Saya kira cukup sampai di sini dulu, Bu lily, Pak Robin,” kata Bu Marta sambil menatap Lily dan Robin bergantian, “lain kali, kalau saya ada pertanyaan lagi tentang Emma, semoga kalian tidak keberatan kalau saya datang lagi.”“Oh, tentu saja tidak, Bu,” kata Lily.Setelah saling bersalaman, Lily dan Robin lalu mengantar Bu Lily hingga ke pagar rumah.***Jake menghampiri ibunya di ruang kerja. Wanita yang kesehariannya sibuk dengan profesinya sebagai fashion designer itu tampak fokus menatap layar laptop. Dia baru menoleh ke pintu setelah Jake mengetuk papan kayu itu untuk yang ketiga kali sambil memanggil namanya.“Eh, Jake, ada apa kamu malam-malam gini nyampe

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-29
  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 109

    Lily membawa semangkuk kolak labu kuning kesukaan Emma. Dia berharap anak gadisnya itu mau makan. Namun setelah tiba di kamar Emma, anak gadisnya itu hanya mau makan sebanyak empat sendok. Tak sampai separuh isi mangkuk dimakannya. Lili menghembuskan napas panjang. Dia lalu meletakkan mangkuknya ke atas nakas.“Emma, makan dong, kalo kamu nggak makan, nanti kamu sakit,” kata Lily. Dia menyibakkan rambut Emma yang menutupi pipi.Anak gadisnya itu jarang mau mengurus penampilannya belakangan ini. Jangankan menyisir rambut, mandi saja kalau tidak dipaksa Lily ke kamar mandi dia tidak akan menyentuh air.“Emma, Ibu mau bicara sama kamu,” kata Lily. Dia mengarahkan wajah Emma padanya.Emma menatap Lily, tapi dia tak bersuara.“Emma, kamu bener selama ini nggak punya pacar?” tanya LilyEmma menggeleng. Dia lalu mengalihkan pandangannya dari Lily yang duduk di tepi ranjang ke tengah-tengah lagi. Pandangannya kosong.“Gimana? Dia mau makan?” tanya Robin yang baru saja masuk ke kamar Emma.Lil

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-29
  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 110

    Merasa tak puas dengan hasil pembicaraannya dengan Ethan, Jake lalu mendatangi Tony untuk berdiskusi. Keesokan harinya, ketika tiba di kampus, dia lalu mendatangi Tony di kelasnya.“Hei, Tony, aku mau ngomong sama kamu,” kata Jake setelah duduk pada kursi yang ada di depan meja Tony.“Ngomong apa? Ngomong aja,” kata Tony.“Aku curiga sama Sabrina,” kata Jake, “nggak tau kenapa aku yakin banget kejadian di video itu dibikin pas Emma nginep dan pingsan di rumah Sabrina.”Tony mengangguk-angguk. “Aku juga mikir gitu,” katanya, “malah aku yakin banget nget kalo cowok yang ada di video itu Indra.”“Kamu setuju nggak kalo kita interogasi Emma?” tanya Jake.“Setuju aja sih. Tapi apa dia mau ngaku?” tanya Tony.“Sumpah, Sabrina licik banget,” kata Jake.“Kalo kita tanya temennya aja gimana?” usul Tony.Jake mengerutkan kening. “Maksud kamu si Anne sama Desy?” tanya Jake.Tony mengangguk.“Emangnya kapan mereka pernah keliatan nggak bareng Sabrina?” tanya Jake.Tony tertawa. “Kamu mau nggak be

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-30
  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 111

    Tony tak menyerah meski kelihatannya Desy mulai tak nyaman. Dia terus berusaha mengorek keterangan dari gadis itu.“Kalo boleh tahu, kecopetannya di daerah mana?” tanya Tony.“Aku lupa, Tony,” kata Desy, “kamu ngeselin deh lama-lama.” Dia lalu bangkit dan mengajak Anne pergi.Tony menghembuskan napas panjang. “Sial!” umpatnya. Dia lalu mencari Jake.Tony menemukan Jake di taman kampus. Dia sedang duduk berdua dengan Sabrina di sana. Dari kejauhan, Sabrina tampak mengobrol dengan antusias. Wajah gadis itu kelihatan berseri-seri. Sementara itu, Jake lebih banyak diam. Dia hanya menjadi pendengar.“Jake, cabut yuk,” kata Tony ketika langkahnya terhenti di depan kursi taman tempat Jake dan Sabrina duduk.Jake lalu berdiri.“Eh, tunggu dulu. Tony, kamu mau ajak Jake ke mana?!” kata Sabrina. Dia lalu berjalan cepat menyusul Tony dan Jake.Tak ingin Sabrina menyusul, Jake dan Tony lalu berlari dengan sangat cepat. Mereka tertawa lepas saat melihat Sabrina, yang berusaha menyusul, terjatuh.*

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-30
  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 112

    Tanpa diduga, dalam hitungan detik Emma berteriak. Dia mengobrak-abrik seprai. Tak cukup sampai di situ, dia melempar-lempar bantal dan guling ke segala arah. Melihat itu, tentu saja Lily tak tinggal diam. Dia berusaha memegangi tangan Emma. Dengan gesit, Tony melakukan hal yang sama. Dia beruaha memegangi Emma.Namun untuk membuat Emma berhenti tentunya tak mudah itu. gadis itu terus berontak meski telah ada Lily dan Tony yang memegangi tangannya. Gadis itu baru bisa dikendalikan saat Jake ikut memegangi kakinya. Secara bertahap tenaganya berkurang dan tubuhnya melemas.“Maaf ya. Kalian semua jadi ikut repot,” kata Lily.“Nggak apa-apa, Tante,” kata Jake.***Karena sudah mendapatkan lokasi pertemuan Emma dan Desy, Tony cs pun tak membuang-buang waktu. Keesokan harinya setelah pulang dari kampus mereka mendatangi lokasi itu. Rupanya di lokasi itu cukup sepi. Setelah berjalan sekitar limaratus meter, mereka baru menemukan kios penjual bensin eceran.“Kayaknya mereka mampir beli bensin

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-31
  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 113

    “Bukannya kamu bilang sudah nelfon orangtuanya Sabrina dan mereka bilang kalau mereka tidak akan mengizinkan anak laki-laki masuk ke rumah mereka tanpa pengawasan?” tanya Robin.Lily mengangguk. Dia lalu menghembuskan napas panjang. Dia semakin bingung. Ketakutannya tentang Emma yang memiliki kekasih secara diam-diam muncul lagi. Tapi kalaupun iya, kapan mereka merekam video itu? Selama ini Emma sama sekali tidak pernah keluar rumah sampai menginap kecuali malam itu. Dan tentunya saat sedang rekreasi ke luar kota. Apakah Emma merekam itu saat pergi rekreasi keluar kota? Tapi bukannya Tony selalu bersama gadis itu dan mengawasi gadis itu?Untuk lebih meyakinkan diri, Lily lalu mengeluarkan ponsel Emma dari tasnya. Dia mengecek lagi ponsel Emma. Dia melihat seluruh chat WhatsApp Emma. Dia juga mengecek akun sosial media anak itu. Seluruh foto dan video juga tak lepas dari pengecekannya. Namun, Lily tak menemui satu pun pertanda kalau Emma memiliki teman spesial laki-laki.***Jake mense

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-31
  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 114

    Tony menghembuskan napas panjang. Dia akhirnya memilih utuk maju daripada ribut saja malah tidak selesai-selesai. “Permisi,” kata Tony sambil mengetuk pintu ruangan Bu Marta setibanya di depan pintu. Bu Marta mengalihkan pandangannya dari layar komputer ke pintu. Dia mengerutkan kening selama beberapa detik sebelum akhirnya tersenyum dan mempersilakan Tony cs masuk. “Ada apa? Apa ada perkembangan baru dari kasus Emma yang kalian tahu,” tanya Bu Marta. “Tidak, Bu, kita ... kita cuma mau minta tolong,” balas Tony. “Minta tolong? Minta tolong apa?” tanya Bu Marta. “Jadi begini, Bu, selama ini kan kita mencurigai Indra sebagai anak laki-laki yang ada di video itu. Karena memang dia sempat mendekati Emma selama beberapa hari sebelum munculnya video itu,” kata Tony. Bu Marta mengangguk. “Lalu?” tanyanya. “Tapi setelah kita tanyai, si Indra bilang kalau dia tidak tau. Sementara waktu kemarin kita datang ke TKP di mana Emma pingsan, kita mendapatkan fakta kalau Sabrina datang ke situ d

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-01

Bab terbaru

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 163

    Hari pertama menjalani kegiatan di kampus Emma merasa sangat tidak nyaman. Dia tidak mudah berkenalan dengan orang baru karena tidak semua orang bisa memahaminya. Akibatnya, Emma jadi sering menyendiri. Baik di kelas, perpustakaan atau di kantin, dia jarang terlihat berbaur dan mengobrol dengan mahasiswa lain. Keadaan itu membuat banyak mahasiswa di kampus yang menganggap Emma sombong. Sehingga akhirnya ada banyak mahasiswa di kampus yang membenci Emma. Banyak yang memusuhi Emma secara diam-diam. Tapi tak sedikit juga yang memusuhi Emma secara terang-terangan. Akibatnya, hampir setiap hari ada saja yang membuat Emma marah dan mengamuk karena selalu ada yang mengganggunya. Puncaknya adalah saat ada yang menganggu Emma saat gadis itu makan siang sendirian di kantin.“Sombong banget sih ke mana-mana sendiri terus,” kata seorang gadis berambut sebahu.“Mungkin dia ngerasa paling cantik kali di sekolah ini. Atau dia kayak gini biar banyak yang ngedeketin. Ala-ala misterius,” kata gadis y

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 162

    Karena tak ada respon setelah mengetuk pintu beberapa kali, Anne memutuskan untuk menelepon Desy. Setelah panggilan keempat baru teleponnya direspon.“Ada apa, Anne?” tanya Desy dari seberang. Suaranya terdengar sangat pelan.“Kamu ada di rumah?” tanya Anne.“Iya,” sahut Desy.“Kok ...,” Anne menghentikan kalimatnya karena dia melihat seorang bapak-bapak keluar dari rumah Desy. Sebatas yang dia ingat, itu bukan Ayah Desy. Apakah orang itu kerabatnya Desy yang dia tidak kenal sebelumnya?“Kamu masuk aja,” kata Desy.Anne seketika memutuskan sambungan telepon dan masuk ke melewati pintu yang terbuka. Setelah menutup pintu, dia berjalan ke tengah bagian rumah. Tempat yang dia tuju tentu saja kamar Desy.Anne mengerutkan kening saat masuk ke kamar Desy dan melihat ranjang gadis itu berantakan. Dia takut terjadi apa-apa dengan Desy.“Desy, kamu di mana?” tanya Anne. Dia menghembuskan napas lega saat mendegar suara keran dari kamar mandi.“Orang laki-laki yang tadi keluar dari rumah kamu si

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 161

    Tiga hari setelah demo terakhir dilakukan, kedua orang tua Emma dipanggil ke kampus. Mereka berdua diminta untuk bertemu dengan Bu Marta langsung di ruangannya. “Selamat pagi,” kata Tony sambil mengetuk pintu ruangan Bu Marta ketika langkahnya terhenti di depan ruangan kepala sekolah itu.Bu Marta menatap ke arah pintu. “Selamat pagi,” katanya, “silakan masuk.”Bu Marta mengambil napas dalam sebelum berbicara dengan Robin dan Lily. “Sebelumnya saya mewakili pihak sekolah ingin mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya,” kata Bu Marta.“Apa tidak bisa dinegosiasikan lagi, Bu?” tanya Robin, “kita semua sama-sama tahu kan kalau semua kekacauan yang Emma perbuat bukan murni keinginan Emma. Ada mahluk astral yang mengendalikannya.”Bu Marta mengangguk. “Kami sudah berusaha semaksimal mungkin menjelaskan kepada para orangtua mahasiswa itu. Tapi mereka tak ada yang mau peduli. Alasan mereka, mereka tidak mau kekacauan itu terulang terus. Mereka tidak mau kalau nanti anak mereka dan yang lainny

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 160

    Orang tua Yosi dan Burhan kompak mengajak puluhan orang tua mahasiswa lain untuk melakukan demo ke kampus. Mereka semua menuntut agar Emma dikeluarkan karena tingkahnya yang sangat meresahkan. Mereka tak hanya melakukan demo sekali, tetapi sebanyak tiga kali dalam seminggu.Fakta itu tentu saja membuat pihak sekolah bimbang. Di satu sisi, mereka tidak bisa mengabaikan permintaan wali murid. Tapi, di sisi lain, mengeluarkan Emma dari kampu begitu saja juga bukan pilihan yang paling tepat. Bagaimana pun juga, Emma adalah salah satu mahasiswa yang cukup berprestasi. Mereka bahkan mempunya beberapa rencana untuk mengikuti lomba dalam kurun waktu beberapa bulan ke depan. Dan salah satu mahasiswa yang akan mereka ikutkan untuk lomba itu adalah Emma.Tak hanya pihak sekolah yang dibuat pusing oleh demo yang dilakukan para orang tua mahasiswa itu. Emma dan orang tuanya juga dibuat pusing. Yang paling tertekan dengan kedaan itu tentu saja Emma. Hampir setiap hari dia menangis karena lelah meng

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 159

    Sabrina tak peduli jika pada akhirnya Desy muak dengan sikapnya dan gadis itu meninggalkannya. Dia tetap fokus pada niatnya untuk membuat Emma dikeluarkan dari sekolah. Maka dia mencari tahu dua mahasiswa yang kemarin menjadi korban amukan Emma di kantin. Dari informasi yang berhasil Sabrina himpun dari orang-orang suruhannya. Dia menemukan nama dan kelas dua mahasiswa itu. Bahkan Sabrina juga tahu alamat rumah mereka. Tapi sebelum memutuskan untuk mendatangi orang tua mereka di rumah mereka, Sabrina memutuskan untuk menghampiri mereka di kelasnya terlebih dahulu. Yang pertama Sabrina datangi adalah Yosi. Laki-laki berpostur jangkung itu tengah duduk di kursi yang ada di depan kelas ketika Sabrina datang. “Hei, gimana kabarnya?” kata Sabrina. Dia duduk di samping Yosi, “luka kamu yang kena amukan Emma kemarin masih sakit?” “Lumayan sih. Ada beberapa luka gosong kebiruan dan luka goresan karena kena lantai dan bangku kantin,” kata Yosi, “ini masih mendingan. Si Burhan malah hari ini

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 158

    Emma pikir, Sabrina memang akan benar-benar berubah. Dia pikir gadis itu akan menepati janjinya. Tapi ternyata tidak. Pada akhirnya gadis itu berulang lagi. Entah disengaja atau tidak, saat berad di kantin, tiba-tiba saja Sabrina menjatuhkan minuman yang masih agak panas dari belakang. Cairan kopi itu mengenai punggung Emma, mengenai kemejanya dan tembus hingga ke kulitnya.Emma merasakan rasa skit dan panas doi punggungnya. Seharusnya dia pergi ke toilet. Dan memang sebenarnya dia berniat pergi ke toilet. Namun, Emosinya lebih dulu meledak. Seperti biasa, mahluk astral itu menguasainya lagi. Membuatnya lepas kendali.Sadar berhasil memancing Emma, Sabrina pun tersenyum-senyum. Tetapi sebisa mungkin dia berusaha meminta maaf agar segalanya tak terlihat mencolok.“Maaf ya, Emma,” katanya kepada Emma.Emma tak menyahut. Dia mengerang dan mencengkeram pergelangan tangan Sabrina. Matanya melotot dan bola matanya berputar-putar. Dia mengerang. Lalu kuku-kukunya yang panjang mencakar kulit

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 157

    Emma masuk kuliah lagi, tiga hari dari hari pertama dia di rumah sakit. Sebelum masuk ke dalam kelas, Ethan dan Jake menyambutnya di ambang pintu. Mereka mengulurkan tangan dan agak sedikit membungkuk seperti mempersilakan otang penting. Emma tersenyum melihatnya.“Kalian ini kayak aku siapa saja,” kata Emma.Baru duduk sebentar, Tony lalu berdiri lagi. Dia lalu mengajak Ethan dan Jake keluar kelas.“Aku nggak diajak nih?” tanya Emma.“Aku mau ngobrol sebentar sama mereka,” kata Tony. Dia lalu tersenyum, “ini urusan laki-laki.”Emma menghembuskan napas kasar. “Males banget deh kalo bawa-bawa gender,” katanya.“Bentar doang kok,” kata Tony.Tony, Ethan dan Jake lalu berjalan keluar kela. Mereka menghentikan langkahnya di taman. Tony lalu memilih bangku yang ada di sudut taman untuk duduk. Tempat itu lumayan jah dari jangkauan orang-orang karena kanan dan kirinya adalah barisan tembok ruang dekan.“Kamu ngapain sih ngajak kita ke sini?” tanya Jake setelah dia duduk.“Aku mau ngomong ser

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 156

    Saat Sabrina masuk, Jake sedang mengobrol dengan Emma. Laki-laki itu berdiri di dekat ranjang sambil agak membungkuk, mendengarkan suara Emma yang mungkin masih terdengar pelan. Dia membelakangi Sabrina. Di sampingnya ada Ethan. Sementara itu, Tony berdiri di sisi ranjang yang lain sehingga dia menjadi orang yang lebih dulu mengetahui kehadiran Sabrina.Karena menyadari arah pandang Tony, Jake akhirnya menoleh.“S ... sore semua,” kata Sabrina.Tony tak menyahut. Emma juga. Yang menyahut adalah Jake. “Sore,” ujarnya pelan. Dia lalu menghadap Emma lagi.“Emma sakit apa? Habis jatuh kah?” tanya Sabrina karena dia melihat ada bekas jahitan di kening Emma sebelah kanan.“Iya,” sahut Sabrina pelan.“Sekarang udah mendingan apa masih sakit?” tanya Sabrina.“Udah mendingan kok,” sahut Emma.“Maaf ya, aku nggak sempet beliin apa-apa,” kata Sabrina.“Nggak apa-apa,” sahut Emma.Sejujurnya, Emma tidak yakin Sabrina tulus. Dia sebenarnya malas menanggapi gadis itu. Rasanya mustahil seorang Sabri

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 155

    Saat jam istirahat siang, Jake dan Ethan kelimpungan mencari Tony dan Emma di kelasnya. Mereka bertanya-tanya ke mana perginya dua orang itu. Jake yang paling penasaran. Tentu saja. Setelah duduk di meja kantin, Jake lalu menelfon Emma. Karena tak ada tanggapan dari gadis itu, dia lalu menelfon Tony. “Aku yakin sih ini mereka pasti pergi berdua,” kata Jake selagi menunggu panggilannya mendapat respon dari Tony. “Kayaknya sih,” sahut Ethan sambil menyendok basonya. “Kamu bolos bareng Emma ya?” kata Jake setelah mendengar suara Tony dari seberang. “Bolos ... bolos kepalamu? Aku lagi jenguk Emma di rumah sakit,” sahut Tony. “Rumah sakit?” ulang Tony, “Emangnya Emma sakit apa?” “Ceritanya panjang. Entar juga kamu tahu sendiri kalo ke rumah sakit,” sahut Tony. “Di rumah sakit mana?” tanya Jake. “Biasa. Yang deket sama rumah Emma,” sahut Tony. “Siapa yang sakit?” tanya Ethan setelah Jake meletakan ponselnya di atas meja. “Emma,” jawab Jake. “Sakit apa?” sahut Ethan. Dia membelala

DMCA.com Protection Status