Merasa tak puas dengan hasil pembicaraannya dengan Ethan, Jake lalu mendatangi Tony untuk berdiskusi. Keesokan harinya, ketika tiba di kampus, dia lalu mendatangi Tony di kelasnya.“Hei, Tony, aku mau ngomong sama kamu,” kata Jake setelah duduk pada kursi yang ada di depan meja Tony.“Ngomong apa? Ngomong aja,” kata Tony.“Aku curiga sama Sabrina,” kata Jake, “nggak tau kenapa aku yakin banget kejadian di video itu dibikin pas Emma nginep dan pingsan di rumah Sabrina.”Tony mengangguk-angguk. “Aku juga mikir gitu,” katanya, “malah aku yakin banget nget kalo cowok yang ada di video itu Indra.”“Kamu setuju nggak kalo kita interogasi Emma?” tanya Jake.“Setuju aja sih. Tapi apa dia mau ngaku?” tanya Tony.“Sumpah, Sabrina licik banget,” kata Jake.“Kalo kita tanya temennya aja gimana?” usul Tony.Jake mengerutkan kening. “Maksud kamu si Anne sama Desy?” tanya Jake.Tony mengangguk.“Emangnya kapan mereka pernah keliatan nggak bareng Sabrina?” tanya Jake.Tony tertawa. “Kamu mau nggak be
Tony tak menyerah meski kelihatannya Desy mulai tak nyaman. Dia terus berusaha mengorek keterangan dari gadis itu.“Kalo boleh tahu, kecopetannya di daerah mana?” tanya Tony.“Aku lupa, Tony,” kata Desy, “kamu ngeselin deh lama-lama.” Dia lalu bangkit dan mengajak Anne pergi.Tony menghembuskan napas panjang. “Sial!” umpatnya. Dia lalu mencari Jake.Tony menemukan Jake di taman kampus. Dia sedang duduk berdua dengan Sabrina di sana. Dari kejauhan, Sabrina tampak mengobrol dengan antusias. Wajah gadis itu kelihatan berseri-seri. Sementara itu, Jake lebih banyak diam. Dia hanya menjadi pendengar.“Jake, cabut yuk,” kata Tony ketika langkahnya terhenti di depan kursi taman tempat Jake dan Sabrina duduk.Jake lalu berdiri.“Eh, tunggu dulu. Tony, kamu mau ajak Jake ke mana?!” kata Sabrina. Dia lalu berjalan cepat menyusul Tony dan Jake.Tak ingin Sabrina menyusul, Jake dan Tony lalu berlari dengan sangat cepat. Mereka tertawa lepas saat melihat Sabrina, yang berusaha menyusul, terjatuh.*
Tanpa diduga, dalam hitungan detik Emma berteriak. Dia mengobrak-abrik seprai. Tak cukup sampai di situ, dia melempar-lempar bantal dan guling ke segala arah. Melihat itu, tentu saja Lily tak tinggal diam. Dia berusaha memegangi tangan Emma. Dengan gesit, Tony melakukan hal yang sama. Dia beruaha memegangi Emma.Namun untuk membuat Emma berhenti tentunya tak mudah itu. gadis itu terus berontak meski telah ada Lily dan Tony yang memegangi tangannya. Gadis itu baru bisa dikendalikan saat Jake ikut memegangi kakinya. Secara bertahap tenaganya berkurang dan tubuhnya melemas.“Maaf ya. Kalian semua jadi ikut repot,” kata Lily.“Nggak apa-apa, Tante,” kata Jake.***Karena sudah mendapatkan lokasi pertemuan Emma dan Desy, Tony cs pun tak membuang-buang waktu. Keesokan harinya setelah pulang dari kampus mereka mendatangi lokasi itu. Rupanya di lokasi itu cukup sepi. Setelah berjalan sekitar limaratus meter, mereka baru menemukan kios penjual bensin eceran.“Kayaknya mereka mampir beli bensin
“Bukannya kamu bilang sudah nelfon orangtuanya Sabrina dan mereka bilang kalau mereka tidak akan mengizinkan anak laki-laki masuk ke rumah mereka tanpa pengawasan?” tanya Robin.Lily mengangguk. Dia lalu menghembuskan napas panjang. Dia semakin bingung. Ketakutannya tentang Emma yang memiliki kekasih secara diam-diam muncul lagi. Tapi kalaupun iya, kapan mereka merekam video itu? Selama ini Emma sama sekali tidak pernah keluar rumah sampai menginap kecuali malam itu. Dan tentunya saat sedang rekreasi ke luar kota. Apakah Emma merekam itu saat pergi rekreasi keluar kota? Tapi bukannya Tony selalu bersama gadis itu dan mengawasi gadis itu?Untuk lebih meyakinkan diri, Lily lalu mengeluarkan ponsel Emma dari tasnya. Dia mengecek lagi ponsel Emma. Dia melihat seluruh chat WhatsApp Emma. Dia juga mengecek akun sosial media anak itu. Seluruh foto dan video juga tak lepas dari pengecekannya. Namun, Lily tak menemui satu pun pertanda kalau Emma memiliki teman spesial laki-laki.***Jake mense
Tony menghembuskan napas panjang. Dia akhirnya memilih utuk maju daripada ribut saja malah tidak selesai-selesai. “Permisi,” kata Tony sambil mengetuk pintu ruangan Bu Marta setibanya di depan pintu. Bu Marta mengalihkan pandangannya dari layar komputer ke pintu. Dia mengerutkan kening selama beberapa detik sebelum akhirnya tersenyum dan mempersilakan Tony cs masuk. “Ada apa? Apa ada perkembangan baru dari kasus Emma yang kalian tahu,” tanya Bu Marta. “Tidak, Bu, kita ... kita cuma mau minta tolong,” balas Tony. “Minta tolong? Minta tolong apa?” tanya Bu Marta. “Jadi begini, Bu, selama ini kan kita mencurigai Indra sebagai anak laki-laki yang ada di video itu. Karena memang dia sempat mendekati Emma selama beberapa hari sebelum munculnya video itu,” kata Tony. Bu Marta mengangguk. “Lalu?” tanyanya. “Tapi setelah kita tanyai, si Indra bilang kalau dia tidak tau. Sementara waktu kemarin kita datang ke TKP di mana Emma pingsan, kita mendapatkan fakta kalau Sabrina datang ke situ d
Desy lalu berusaha menemukan jalan keluar dari toilet. Dalam gelap, dia meraba raba. Langkahnya terhenti saat tangannya seperti menyentuh sesuatu. Awalnya, Desy pikir itu tembok, tapi mengapa permukannya kasar? Saat tangan Desy meraba ke bawah, dia merasakan seperti postur tubuh manusia. Dia lalu menelan ludah.“Anne bukan?” kata Desy, memberanikan diri bertanya. Namun, bukannya mendengar suara sahutan Anne, dia malah mendengar suara tawa seorang wanita. Sontak dia menjerit.Desy berusaha mencari jalan keluar. Dia menghindar daan menjauh dari tempat dia semula. Dia lalu meraba-raba lagi, untuk mencari jalan keluar. Namun, lagi-lagi tangannya menyentuh sesuatu, seperti membentuk postur tubuh manusia. Desy lalu menjerit lagi. bersamaan dengan itu, suara tawa wanita yang keras dan melengking terdengar lagi.Dengan tubuh gemetar, Desy lalu terduduk. Dia memeluk lututnya yang terlipat. “Jangan ganggu aku,” katanya. Dia mulai menangis.Namun suara tawa itu bukannya mereda, tapi malah semaki
Emma lantas terbawa Emosi. Dia berteriak. Menangis dan menjerit. Tangannya mencakar-cakar wajahnya sendiri. Matanya melotot, seolah akan keluar dari rongganya.Melihat itu, Lily tertu saja panik. Dia mencoba menahan tangan Emma. Namun Emma tak mau berhenti menggerakkan tangannya. Bahkan sampai kulitnya tergores dia tetap tak berhenti. Dia lalu tertawa keras.“Emma, hentikan, Nak. Kendalikan dirimu,” kata Lily. Sekuat tenaga, dia mencoba mengendalikan Emma. Namun, tenaganya rupanya tak cukup kuat. Dia terpental dan jatuh dari atas ranjang.Lily lalu berteriak memanggil Robin. Tak berapa lama, suaminya itu pun datang. Dia bergegas mendekati Emma.“Emma, apa yang kamu lakukan, Nak?” katanya. Dia lalu memegangi tubuh Emma agar berhenti berontak.Tak ingin, Robin kewalahan, Lily bangkit. Dia juga ikut memegangi Emma. Akhirnya, anak perempuannya itu berhasil dikendalikan setelah lima menit dia dan Tony memegangi tubuhnya.“Emma, istirahatlah,” kata Lily.Emma tak menyahut. Matanya masih mel
“Apa maksud kamu merencanakan semua itu, Sabrina?” tanya Bu Marta ketika langkahnya terhenti.“Merencanakan apa, Bu?” balas Sabrina. Dia berakting seolah tidak tahu apa-apa.Ethan lalu maju. Dia lalu menunjukkan video ibu pemilik kios yang dia rekam. Dia juga menunjukkan video pengakuan Indra. Tak cukup di situ, Tony juga turun tagan. Dia menunjukkan chat dari Bu Marta mengenai pengakuan orangtua Indra yang mengatakan kalau Indra malam itu memang keluar dan dijemput dengan mobil Yaris merah.“Mau ngelak gimana lagi kamu?” kata Jake.Sabrina gelagapan. “A ... aku,” katanya.“Apa maksud kamu membuat video seperti itu Sabrina?” tanya Bu Marta.“Kenapa kamu sejahat itu sama Emma? Apa dia pernah melakukan kesalahan sama kamu? Apa dia pernah jahat sama kamu?” tanya Bu Marta lagi.Sabrina hanya menundukkan kepala. Dia tak berkutik sama sekali.“Saya mau kamu dan Indra membuat video permintaan maaf dan klarifikasi. Kamu jelaskan kalau Emma tidak pernah melakukan hal itu. Kamu jelaskan bagaima