“Oh diamlah!” Elara berdecak kesal. “Tidak seperti itu, J!”“Hohoho baiklah, Miss Saint (Nona Suci).” Jeanne menyandarkan punggungnya ke belakang. “Ingat El. Kau berhutang penjelasan padaku.”“Aku tahu! Sudah, diamlah saja.”Jeanne terkekeh mendengar omelan Elara.Beberapa waktu kemudian, SUV yang dikendarai Arion tiba di blok apartemen Jeanne.Gadis itu turun, dan membungkuk di sisi jendela Elara.“Thanks atas bantuan kalian hari ini.” Ia lalu beralih ke Arion. “Mr. Arion, aku tahu Elara sedikit galak dan cuek. Tapi hatinya sangat mudah tersentuh. Kalian baik-baiklah dan segera buat anak.”“J!” Elara membentak dengan wajah bersemu merah muda.Jeanne terkekeh lalu berpamitan dan melambaikan tangan pada keduanya.Elara melirik Arion yang terlihat santai. Gadis bernetra zamrud itu berdeham untuk mengusir kecanggungan.“Kau bilang apa pada polisi tadi?” Ia menoleh ke arah Arion yang baru memindahkan tuas ke mode drive lagi.“Aku bilang saja, dia baru dikhianati calon tunangannya dan tidak
“Kita akan lanjutkan meeting jam tiga nanti.” Arion menutup pertemuan di siang hari itu.Ia berada di kantor Triton Land Inc di San Francisco, sejak pagi tadi.Semua peserta pertemuan bergegas keluar untuk mengerjakan apa yang telah di instruksikan oleh Arion pada pertemuan mereka pagi itu.Pria bermanik kelabu itu kini berada di ruangannya.Ia adalah pemilik dari Triton Land Inc, pengembang dan pengelola real estate terkemuka di California yang terdiversifikasi di segmen real estate ritel, komersial, dan perumahan.Triton Land Inc memiliki model pengembangan properti terintegrasi, dan terkenal sebagai pelopor pengembangan superblock di seluruh negara bagian California.Proyek landmark Triton Land Inc terkenal berkualitas tinggi mulai dari township hingga proyek super luxury premium.Triton Land Inc termasuk salah satu perusahaan di bawah AE Group.Meski demikian, Arion terlihat serius menangani Triton Land Inc dibandingkan dengan perusahaan AE Group lainnya.Pada tiga tahun lalu, Ario
“Apa yang kau lakukan di sini, Lucas?” Isabelle menampakkan wajah terkejutnya saat melihat Lucas di depan pintu suite.Bukan karena Lucas yang mendapat akses masuk ke lantai atas, tapi karena Lucas yang tiba-tiba berada di San Francisco setelah kemarin siang berbicara dengannya di telepon.Bukan hal yang aneh, jika Lucas memiliki akses ke lantai yang berisi presidential suite karena keluarga Enzo memiliki saham atas hotel tersebut.Lucas memang berasal dari keluarga kelas atas di Sacramento --seperti halnya Goldwin.Moon Park Hotel memang dibangun Triton Land Inc, namun Goldwin dan Enzo memiliki saham di sana.Lucas dan Isabelle saling mengenal sejak kecil kemudian Arion masuk dalam lingkungan mereka sejak remaja.“Mengapa kau ada di sini?” Isabelle mengulang pertanyaannya setelah ia memiringkan tubuh dan membiarkan Lucas masuk ke suite-nya.“Aku tidak tenang, Ella.” Lucas mengambil tempat di sofa tengah suite. Ia mengempas tubuhnya dengan kasar di sana. Wajahnya pun sedikit terlihat k
“A--”“Ssshh… Diamlah…”Tubuh Elara menegang seketika dengan bulu-bulu halus yang berdiri dan membuat hawa dingin mulai menjalar di area perutnya.Ketika gadis itu berpikir Arion tengah mulai menggodanya lagi, hidung Elara menangkap aroma menyengat di area wajah dan leher pria itu.“Kau mabuk?!” Elara menumpukan kedua tangannya di dada Arion, untuk mendorong pria itu menjauh.Namun meski pria itu beraroma alkohol dan tampak mabuk, namun tubuh kokohnya tidak bergeser sedikitpun.Kepala pria itu lalu terkulai di bahu Elara.“Kau benar-benar mabuk??” Nada suara gadis itu meninggi karena kaget bercampur kesal.“Emmmhh…” Pria itu tidak menjawab kata-kata Elara dan hanya menggumamkan geraman halus dan suara-suara tak jelas lainnya.“Mister A-- Aww!” Elara membelalak.Arion setengah menjatuhkan tubuhnya ke Elara, membuat Elara kian terhimpit oleh bobot pria tampan itu.“Mister Arion, bangun! Ayo ke kamarmu!” Dengan sekuat tenaga Elara mencoba mendorong, namun ia gagal lagi.Bukan tubuh Arion
Semalaman Elara tidak mampu memejamkan mata --apalagi terlelap.Ia terjebak di ranjang yang sama dengan Arion.Pria itu tertidur saat masih berada di atas tubuh Elara.Setelah mengerahkan semua otot-ototnya untuk menggeser tubuh kokoh Arion, Elara kehabisan tenaga dan kembali terjebak, ketika Arion yang sudah terbaring di sisinya, malah memutar tubuh menyamping dan menaikkan sebelah tangan untuk memeluk pinggang Elara dengan sangat erat.Gadis itu lalu hanya berdiam dengan kaku, seperti sebatang besi yang tergeletak di atas ranjang.Bukan hanya itu, ia juga mengalami mood swing yang sangat cepat berganti.Dadanya yang semula sempat berdebar dan menggelitik, berganti rasa panas yang membuatnya ingin marah. Namun hanya beberapa detik kemudian, ia berdebar lagi.Semua itu terjadi akibat gumaman terakhir Arion sebelum pria itu jatuh tertidur.“Apa nama yang ia sebut, adalah aku?” Elara mendesah. “Ya itu mungkin saja. Ella… Elara… Ya. Itu pasti aku.”Elara melipat bibirnya ke dalam. “Dia me
“Aaggh!!”Elara melonjak kaget. Ia langsung ikut terduduk begitu melihat Arion yang tiba-tiba terbangun dan terduduk dengan napas tersengal hebat.“Rion… ada apa?” Kening Elara mengernyit dalam.Arion mematung.Dadanya naik turun dengan napas pendek-pendek. Ia nyaris tidak berani menoleh setelah mendengar suara Elara.“Rion…?”Arion segera berpaling menghindari tatapan kaget Elara. “Hentikan.” Dadanya bergemuruh hebat.“Apa kau mimpi buruk? Ada apa?” Elara menaikkan tangan untuk menyentuh lengan kokoh pria itu, namun ia tersentak.Arion menepisnya dengan agak kasar.“Keluar.”“Mister Arion--”“Aku bilang, keluar!”Elara mematung dengan kekagetan, seakan terguyur air dingin membekukan. Arion berteriak padanya.Ini baru pertama terjadi.Dengan tersendat, Elara mereguk saliva yang terasa begitu sesak dan sulit ditelan. Tubuhnya sedikit gemetar, saat ia menurunkan kaki dan bergerak pelan me
Remang-remang lampu memenuhi ruang luas suatu bar di San Francisco. Lampu yang menyorot cukup terang hanya terdapat di beberapa sudut di area meja bar.Deretan stool bar itu kosong, hanya terisi satu oleh sosok tinggi dan proporsional yang terlihat duduk dengan kepala menunduk.Ia mengenakan jaket hitam dan kemeja putih di baliknya terlihat kusut.“Here,” (Ini) Satu gelas brandy di dorong ke depan sosok itu oleh bartender wanita sambil menatap lekat ke arahnya.“Kau kembali lagi ke sini setelah baru saja keluar dari sini. Sesuatu benar-benar terjadi rupanya.” Bartender wanita itu berkata sambil mengelap beberapa gelas.Namun sosok yang diajak bicara hanya diam dan terus menunduk.“Setidaknya bicara satu atau dua kata. Aku menutup tempat ini untukmu,” Bartender itu berdecak.“Nanti kubayar.”“Kau tahu bukan itu maksudku.” Kepala sang Bartender menggeleng pelan. “Apa kau butuh everclear*?”Sosok itu tidak menjawab, hanya t
“Apa yang terjadi?” Isabelle bergerak gusar. “Mengapa Arion tidak menjawab telepon ku? Ada apa?” “Bukankah ia bilang ia akan kemari?” Isabelle berjalan ke dekat pintu, lalu kembali ke tengah sambil beberapa kali ia mengecek ponsel di tangannya. “Apa yang terjadi? Apa dia sudah pergi?” Isabelle mengempas tubuhnya di sofa. Namun sebelah kakinya mengetuk-ketuk lantai yang dilapisi karpet tebal itu dengan cukup keras --hampir mengentak. Ia kembali menekan nomor Arion dan melakukan panggilan. Namun setelah menunggu lama, panggilan itu tidak kunjung terhubung. Entah Arion meninggalkan ponselnya, tidak mendengar panggilan masuk darinya, atau mengabaikannya. Mengabaikan? Dirinya? Isabelle mendengkus dan menggeleng cepat. “Jelas tidak mungkin,” ujarnya yakin. “Ia mengaktifkan mode silent. Pasti.” Diliriknya deretan angka di ujung layar. Itu menunjukkan jam dua dini hari. Setelah meniupkan napas dari mulut dan menenangkan diri dengan berbagai pemikiran yang meyakini bahwa Arion akan t