#Tiga Please... jangan pada tantrum yah... Ahahaha ^.^!
Ini adalah malam yang menyiksa.Elara duduk diam dan hanya mampu menatap langit-langit kamar megah di kediaman Young. Arion mengirimnya pulang untuk beristirahat.Sementara pria itu sendiri masih berada di Rumah Sakit.Kedua kelopak mata Elara sedikit membengkak, entah berapa lama ia menangis, menyesali juga mengutuk dirinya sendiri.Meski Arion tidak berkata apa-apa setelah penjelasan dokter tentang hasil uji laboratorium sampel herbal itu, namun pria itu betul-betul hanya diam bahkan sedikit mengacuhkan Elara. Masih lekat dalam ingatan Elara tatapan kosong Arion yang sangat berbeda dari pria itu biasa menatap dirinya.Tidak ada kehangatan dari pancaran kelabu milik sang suami yang biasa ia temukan setiap kali mereka beradu tatap.Bahkan Arion terlihat menghindari bersitatap dengannya. Hingga akhirnya Arion menyuruh Elara untuk istirahat di kediaman Young ini dan menunggu pria itu di sini.Entah apa yang akan dilakukan Arion, Elara mengembus napas. Ia tidak bisa membantah dengan ko
Seorang perawat lengkap dengan masker yang menutupi bagian bawah wajahnya, melangkah dan berhenti di depan ruang NICU.Tangannya membawa catatan medis dan satu labu cairan infus.Ia mengangguk pada dua orang penjaga dengan setelan jas hitam di depan pintu ruangan.Penjaga itu memeriksa name tag si perawat dan melihat sekilas peralatan yang dibawa perawat tersebut, sebelum kemudian menggeser badan mereka mempersilakan si perawat masuk.Perawat itu mengangguk, lalu dengan tenang melangkah masuk ke dalam ruang NICU yang dikhususkan merawat Nyonya Besar Young.Dengan langkah yang tetap tenang, ia mendekati brankar wanita tua itu dan memeriksa monitor, lalu mencatat dan mengganti kantong infus.Semua tampak prosedural hingga kemudian matanya melirik sekilas ke arah pintu dan melalui kaca vertikal ia bisa melihat kedua pengawal di luar sana yang membelakangi.Perlahan, perawat itu mengeluarkan suntikan dari balik bajunya, kemudian menyuntikkan dengan cepat dan efektif ke selang infus Nyonya
Ethan terbangun dari tidurnya.Tangan pria tampan bermata biru itu terangkat mengusap wajah kemudian sedikit mengurut pelipis dengan pelan.Ini bukan jetlag, tujuh jam penerbangan memang melelahkan, tapi ia telah terbiasa.Ada sesuatu yang terasa mengganggu --Ethan tidak tahu itu apa, namun hatinya terasa gelisah.Ia pun menyalakan lampu tidur dan bangun duduk bersandar pada headboard. Menyapu sekejap pada sekeliling, ia lalu mengambil ponsel dan melihat angka tertera di sana.Itu adalah jam lima lebih lima dini hari.Jarinya kemudian bergerak membuka aplikasi pesan instan dan mengernyit saat mengetahui pesan yang ia kirimkan pada Elara telah terbaca, namun tidak ada satu pun balasan dari wanita cantik bernetra zamrud tersebut.Pun demikian dengan Arion.Mitra kerjanya itu tidak memberikan kabar apapun sejak terakhir Ethan mengabarkan dirinya telah tiba di Los Angeles sore tadi.“Kompak sekali mereka sibuk… Seperti yang saling berhubungan saja,” gumam Ethan pelan. Ia turun dari ranjan
Isabelle tersenyum lebar setelah membaca pesan dari satu nomor kontak bahwa ia telah mengirimkan foto sesuai arahan Isabelle.Jemari lentiknya baru saja meletakkan ponsel setelah menghapus pesan masuk tadi, ketika ponsel itu berbunyi. Seseorang meneleponnya.Kening Isabelle berkerut saat melihat deretan angka di sana.Dengan gusar ia menggeser panel jawab dan langsung menyemburkan kemarahan. “Apa kau gila?! Mengapa kau meneleponku?!”‘Nona, ini mendesak. Berita baru dari Rumah Sakit sudah masuk.’“Apa?!” desak Isabelle gusar dan tak sabar.‘Nyonya Besar Young meninggal.’Isabelle tertegun. “A-apa katamu?”‘Nyonya Besar meninggal. Katanya terjadi komplikasi dengan efek samping dan serangan jantung.’“Bagaimana bisa?! Apakah kau kelebihan dosis?!”‘Tidak Nona! Itu sudah sesuai dengan takaran yang diberikan pada saya. Saya hanya
Langit musim panas masih secerah biasanya, namun awan hitam menggelayuti sanubari Arion Ellworth.Pria tampan yang mengenakan setelan formal itu menunduk. Tidak ada yang bisa melihat sorot kelabu indah miliknya, karena tertutup kacamata hitam yang bertengger di pangkal tulang hidungnya.Wajahnya mengarah ke satu titik.Peti mati berukiran indah itu telah diturunkan dan tanah telah rata menutupi hingga ke permukaan.Warna hitam mendominasi di area pemakaman khusus milik keluarga Ellworth. Satu persatu orang-orang berpakaian gelap yang hadir di sana, berpamitan, hingga pada akhirnya menyisakan empat sosok yang masih berdiri di tempat.Arthur menapak mendekati Arion lalu menepuk bahu pria tampan itu. “Dia telah tenang di sana. Kau… pulanglah ke Grand Haven.”Usai berkata demikian, Arthur bersama Lenora dan satu asisten Arthur pergi meninggalkan Arion yang bergeming di sana sendiri.Tidak ada pelukan. Tidak ada kata-kata penghiburan yang terdengar ramah di telinga.Arthur memang seperti it
“Heh! Ada apa denganmu Bung? Jangan ikut campur urusan kami!” Guez yang berbalik, mendelik marah pada seorang pria yang menghadang mereka.Dia memiliki postur ideal dan proporsional --mengenakan kaos lengan panjang tanpa kerah berwarna coklat, menampilkan kesederhanaan dan keeleganan secara bersamaan.Namun wajahnya tidak terlalu terlihat, karena tertutup topi yang ia kenakan. Meski demikian, Guez dan rekannya bisa merasakan tatapan tajam dari pria itu.Guez memberi kode pada rekannya dan meraih lengan Elara dan menaikkannya ke bahu.“Lepaskan aku!” Elara bergumam tak jelas --kesal karena ia sedang tidak ingin diganggu, namun kata-kata itu tertangkap sebagai sinyal permintaan tolong. “I said, let her go.” (Kubilang, lepaskan dia) Tiga kata itu diucapkan dengan penuh tekanan oleh pria yang menghadang Guez dari membawa Elara.“Fuck you!”Berang dan tanpa banyak bicara lagi, re
Max terdiam sesaat.Ia memang memutuskan tidak memberitahu tentang Elara yang pergi bersama temannya. Entah teman yang mana.Setahu Max, Elara tidak memiliki teman dekat pria. Ada, saat istri Arion itu masih kuliah. Tapi Arion pula telah mengatur sahabat lelaki Elara itu pergi jauh, hingga ke Jerman.Tidak ada kesempatan bagi mereka untuk bertemu sejak saat itu.Max sangat mengerti kondisi tuan-nya saat ini. Menilai dari apa yang disampaikan Guez, ia masih menganggap Elara dalam kondisi aman, jadi ia tidak ingin mengganggu Arion sementara ini.Arion masih dalam kondisi berkabung beberapa hari ini dan mereka masih mengerjakan sesuatu.Max bisa memastikan, semarah apapun Arion, namun jika tuan-nya tahu terjadi sesuatu pada Elara, Arion akan segera pergi. Satu hal yang mengganggu bagi Max, mengapa kedua anak buahnya itu begitu terdengar mudah dikalahkan oleh satu orang pria?Siapa orang itu?Max menarik napas lalu kembali pada kegiatannya. Hal-hal penting yang harus segera mereka ketahu
“Katakan, bagaimana kau tahu itu aku?” Elara mengerjapkan mata.Kepalanya kini lebih jernih untuk berpikir dan meskipun ia masih merasa malu, karena telah merepotkan pria di depannya, Elara bersyukur bertemu dengan pria sopan itu.“Aku hanya tahu. Kebetulan aku sedang menikmati suasana malam di San Francisco, dan sepertinya memang kita berjodoh, hingga aku melihatmu keluar dari bar yang akan kutuju.” Ethan menuangkan teh ke cangkir Elara yang telah kosong.“Maaf jika memang ternyata mereka adalah teman-temanmu, kupikir kau diganggu oleh preman asing,” imbuh pria bermanik biru itu lagi.“Bukan,” geleng Elara --tanpa menceritakan bahwa Guez dan rekannya adalah anak buah Arion yang ditugaskan mengawal dirinya.“Sampaikan maaf ku, kalau begitu. Katakan kompensasi apa yang mereka butuhkan, aku akan memberikannya.”Elara mengayunkan sebelah tangan, “Lupakan. Tidak perlu seperti itu. Mereka baik-baik saja,” katanya.Keduanya terdiam sesaat, kemudian Ethan bertanya hati-hati. “Bagaimana dengan
Aveline menjerit keras, suaranya memenuhi lorong sempit yang hanya diterangi lampu jalanan buram.Tubuhnya gemetar saat sebuah tangan kuat tiba-tiba meraih pinggangnya."Apa maksudnya ini?!" Aveline berteriak lagi, mencoba melawan, tapi tak ada yang mendengarnya.Udara malam yang dingin membuatnya semakin waspada, namun pria di depannya begitu cepat.Sebelum ia bisa bereaksi lebih jauh, bibirnya langsung tertutup oleh sesuatu yang hangat dan mendesak—bibir pria yang kini mencengkeramnya erat.Aveline meronta-ronta, hatinya dipenuhi kepanikan.Tubuhnya kaku saat pria itu memeluknya dengan kuat, membuka jaket kulit hitamnya seolah bersiap melakukan sesuatu yang lebih buruk.Mata Aveline melebar ketakutan.‘Tidak mungkin,’ pikirnya, ‘Apakah dia akan memperkosaku?’Ia semakin panik, berusaha membebaskan diri dari genggaman pria itu.Namun, pria itu begitu kuat.Semua tenaga Aveline seolah menguap, terjebak dalam dekapannya yang erat.Lalu, suara langkah kaki terdengar dari kejauhan.Sekelo
Langit sore yang kemerahan menyelimuti San Francisco Bay, tempat di mana sebagian besar kehidupan cinta sepasang insan berkisah.Suara ombak yang berdeburan pelan di pantai menciptakan melodi yang damai, selaras dengan angin sepoi-sepoi yang menyapu lembut permukaan laut.Elara berdiri di ujung dermaga kayu, menatap cakrawala yang tampak tanpa batas, tempat di mana langit bertemu lautan.Matanya menerawang, namun wajahnya kini memancarkan ketenangan yang baru.Dalam dekapan hangatnya, bayi kecil mereka terlelap, wajahnya damai seperti ibunya.Sudah lama sejak pertarungan hidup dan mati di acara peresmian Imera Sky Tower, dan sejak saat itu, kehidupan Elara dan Arion berubah drastis.Banyak hal yang telah dilalui—pengkhianatan, luka, cinta yang terlupakan dan kemudian dipulihkan.Namun hari ini, di bawah cahaya senja yang lembut, semuanya terasa sempurna.Tiba-tiba, langkah kaki yang berat namun mantap terdengar dari belakangnya.Elara tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang datang.A
Arion duduk di ujung ranjang, pandangannya terpaku pada sosok mungil yang ada dalam dekapannya.Bayi perempuan itu terlelap dengan tenang, tubuhnya begitu kecil dan lembut seperti boneka porselen.Pipinya yang kemerahan tampak menggemaskan, kulitnya sehalus sutra dengan bulu-bulu halus yang masih tersisa di atas kepalanya.Mata bayi itu masih tertutup, namun ketika sempat terbuka sesaat, Arion melihat dengan jelas iris matanya yang kelabu, warna yang sama seperti miliknya—sebuah tanda tak terbantahkan bahwa bayi itu adalah darah dagingnya.Bibir kecilnya bergerak perlahan, seakan sedang menghisap udara, dan tangannya yang mungil mengepal erat, menggenggam sepotong kain selimut.Arion tersenyum kecil, hatinya penuh dengan rasa takjub yang tak pernah ia sanggup perkirakan sebelumnya.Di dalam ruangan itu, hanya suara napas lembut bayi perempuannya yang terdengar, membuatnya seperti terhanyut dalam keajaiban kecil yang ia pegang.Sudah lebih dari setengah jam, namun Arion tak bisa melepa
Arion mengangguk pelan, melanjutkan penjelasannya. “Selama aku menjalankan peranku sebagai The Draven, orang itu mengambil peran menjadi diriku, Arion Ellworth. Sehingga tidak ada yang curiga. Kecelakaan di Sunol itu terjadi pada doppelganger-ku.”Elara terdiam sejenak, mencoba mencerna informasi yang baru saja diterimanya. “Jadi... orang itu? Apakah dia tewas dalam kecelakaan itu? Bagaimana aku bisa membedakan kalian? Bagaimana jika suatu saat aku salah mengenali orang itu sebagai dirimu?”Arion tersenyum melihat kepanikan sang istri. “Jangan khawatir, Honey. Orang itu berhasil selamat oleh orang-orangku. Wajahnya tidak sepenuhnya mirip denganku. Hanya postur tubuh dan perilakunya yang serupa. Aku membuatnya menjalani operasi plastik untuk mengubah beberapa bagian, seperti rahang dan hidung saja. Namun, saat dia menjalankan peran sebagai aku, dia menggunakan prosthetic mask yang dibuat menyerupai wajahku.”Elara memandang Arion, dengan sorot kompleks. “Astaga… sampai seperti itu kau m
Elara dan Arion berdiri di tengah keheningan, menghadap sebuah makam dengan batu nisan marmer yang megah. Di atasnya terukir dengan indah: Imelda Ellworth. Satu buket mawar putih mewah yang segar ditempatkan rapi di atas pusara, memberikan sentuhan penuh penghormatan. Pemakaman ini, yang terletak di Cypress Lawn Memorial Park, San Francisco—tempat peristirahatan terakhir para keluarga kaya dan terpandang—dikelilingi oleh pohon-pohon ek yang menjulang tinggi. Jalanan berkerikil putih menghubungkan setiap makam, dan di kejauhan terlihat pemandangan laut yang tenang, menambah suasana damai nan elegan. Udara pagi terasa sejuk, disertai suara angin yang membelai lembut pepohonan. Elara memandang ke sekeliling area pemakaman yang tampak megah, penuh dengan nisan-nisan yang terbuat dari batu marmer putih dan hitam. Di antara semua itu, nisan Imelda berdiri sebagai salah satu yang paling indah, seperti sebuah karya seni yang mencerminkan kehidupan seseorang yang telah meninggalkan jejak
Arthur Ellworth, atau Clay Mallory, kini duduk di sudut sel gelap penjara federal, matanya kosong menatap dinding dingin yang tak lagi bergema dengan wibawa yang pernah ia miliki.Hanya bayangan suram yang tersisa, menggantung di antara kesadaran dan kehancuran. Di penjara ini, waktu seolah-olah melambat, setiap detik menjadi siksaan yang tidak berujung.Hari ini, seorang penjaga penjara menghampiri pintu selnya.Wajah penjaga itu datar, tidak ada belas kasihan, tidak ada penghormatan.Hanya secarik kertas yang dilempar ke lantai di depan Arthur, yang langsung mengenal lambang Ellworth di atasnya.Tangannya yang dulu perkasa sekarang gemetar ketika meraih kertas itu.Di dalamnya, satu pesan singkat yang menghantamnya dengan kejam: "Semua aset, kekayaan, dan perusahaan yang pernah kau curi telah dikembalikan kepada pemiliknya yang sah—Aiden Ellworth."Arthur meremas kertas itu dengan tangannya yang gemetar, rasa panas menjalar da
Markas utama di San Bernardino tampak penuh ketegangan. Di ruang pertemuan besar, cahaya lampu gantung memantul di atas meja panjang tempat para eksekutif utama The Draven berkumpul. Ketiga Executor—Albert, Isaac, dan Samuel—duduk di posisi masing-masing, menatap sosok Arion Ellworth, pria yang selama ini mereka kenal sebagai The Draven, pemimpin mereka yang tak terbantahkan. Samuel, Executor wilayah San Jose, adalah pria bertubuh tegap dengan garis wajah tegas. Rambutnya mulai memutih, namun sorot matanya masih tajam, mencerminkan kekuatan dan ketenangan yang ia bawa selama bertahun-tahun memimpin wilayahnya. Isaac, Executor wilayah Mount Horeb, Wisconsin, berbeda. Tubuhnya ramping, wajahnya lebih halus, tetapi matanya menyiratkan kejeniusan yang sering kali tersembunyi di balik sikapnya yang tenang. Ia terkenal sebagai ‘otak cadangan’ di balik banyak rencana besar yang berhasil dijalankan The Draven. Albert, Executor wilayah San Bernardino, adalah yang termuda. Dengan rahang pers
Aiden tersenyum tipis, sebuah senyuman yang mengandung ketegasan, bahkan ancaman halus di baliknya.“The Orcus bukan ancaman bagi pemerintah. Kami tidak pernah bergerak melawan kalian, Donovan. Jika ada yang perlu kau pahami, ketahuilah ini: The Orcus hanya berurusan dengan mereka yang mengincar kami atau mereka yang berada dalam wilayah kami. Kami adalah perisai, bukan pedang.”Donovan menatapnya, tak sepenuhnya yakin apakah pernyataan itu adalah bentuk pembelaan atau manipulasi.Aiden melanjutkan, kali ini dengan suara yang lebih dalam dan penuh makna. “The Orcus tidak akan pernah menjadi ancaman bagi pemerintah Amerika Serikat… kecuali, jika pemerintah membuat kami tidak punya pilihan lain.”Kalimat itu menggantung di udara, begitu dingin dan tajam seperti bilah pedang yang tersembunyi di balik kata-kata.Donovan tahu, ini bukan ancaman langsung, tapi sebuah peringatan yang tak bisa diabaikan.Aiden sangat c
Matahari pagi yang hangat menyinari kamar tidur mewah di mana Elara sedang berdiri, merapikan dasi Arion dengan penuh perhatian.Arion Ellworth, dengan tubuh tegapnya dan postur sempurna, tampak gagah dalam setelan formal berwarna gelap yang membingkai fisiknya dengan sempurna.Mata kelabu pria itu berkilauan, menambah kesan misterius sekaligus memikat.Ketampanannya terasa tak terbantahkan, membuat Elara sejenak terpana, seperti kembali mengenang saat pertama kali bertemu dengannya.Arion telah kembali ke wujud lamanya—kuat, berwibawa, dan penuh energi—setelah beberapa bulan melemah akibat Couvade Syndrome.Selama sekitar 4 bulan, pria yang biasanya tegas dan tak tergoyahkan ini harus terkapar karena gejala kehamilan palsu yang dialaminya.Namun, kini di bulan kelima kehamilan Elara, semua gejala itu telah sirna.Tidak ada lagi mual, muntah, atau kelelahan yang membebani Arion. Dia kembali pada dirinya yang dulu, dengan e