“Katakan, bagaimana kau tahu itu aku?” Elara mengerjapkan mata.Kepalanya kini lebih jernih untuk berpikir dan meskipun ia masih merasa malu, karena telah merepotkan pria di depannya, Elara bersyukur bertemu dengan pria sopan itu.“Aku hanya tahu. Kebetulan aku sedang menikmati suasana malam di San Francisco, dan sepertinya memang kita berjodoh, hingga aku melihatmu keluar dari bar yang akan kutuju.” Ethan menuangkan teh ke cangkir Elara yang telah kosong.“Maaf jika memang ternyata mereka adalah teman-temanmu, kupikir kau diganggu oleh preman asing,” imbuh pria bermanik biru itu lagi.“Bukan,” geleng Elara --tanpa menceritakan bahwa Guez dan rekannya adalah anak buah Arion yang ditugaskan mengawal dirinya.“Sampaikan maaf ku, kalau begitu. Katakan kompensasi apa yang mereka butuhkan, aku akan memberikannya.”Elara mengayunkan sebelah tangan, “Lupakan. Tidak perlu seperti itu. Mereka baik-baik saja,” katanya.Keduanya terdiam sesaat, kemudian Ethan bertanya hati-hati. “Bagaimana dengan
Ethan melambaikan tangan, saat Elara masuk ke dalam lift.Pria tampan itu menatap hingga pintu baja itu menutup dan mengembus napas pelan. Di bibirnya yang tipis dan berlekuk indah tersungging satu senyuman.Dadanya terasa hangat.Keinginannya untuk sekadar berjalan-jalan di malam hari, membuatnya begitu beruntung bertemu dengan gadis yang sejak awal pertemuan, telah mengusik pikirannya.Bukan karena wajah cantiknya saja, namun sikapnya yang bersahaja dan juga terlihat menjaga diri dengan baik, membuat Ethan mengagumi sekaligus terpesona.Tak terhitung banyaknya, gadis-gadis di Wisconsin sana yang bersedia melakukan banyak hal hanya demi melompat ke atas ranjang dan menghabiskan malam bersama seorang Ethan Wayne.Namun pria itu yang teramat acuh dan tidak peduli pada semua rayuan, hingga rumor yang menyebutkan dirinya gay pun, beredar.Namun Elara, gadis itu amat berbeda.Bahkan setelah ia bermalam di presidential suite ini, gadis itu tidak terlihat tertarik.Tentu saja, meski Ethan ti
Tidak menghabiskan waktu lama, ketika Arion tiba di San Francisco kemudian memberikan hukuman pada Guez dan rekannya yang dianggap lalai dan tidak memberikan kabar penting itu padanya langsung.Beruntung, Max maju dan mengatakan dirinya yang bertanggung jawab karena menyimpan informasi itu agar tidak mengganggu Arion yang tengah disibukkan dengan penyelidikan kematian Nyonya Besar Young.Namun hukuman ‘ringan’ tersebut, tetap saja membuat Guez dan juga rekannya harus dirawat di Rumah Sakit.Mereka tentu bersyukur, karena masih diampuni Arion, terutama ketika mereka bahkan tidak bisa menjawab, di mana keberadaan Elara, karena istri Bos Besar mereka itu sama sekali belum mengaktifkan ponselnya.Pelacakan GPS untuk Elara pun tidak bisa dilakukan.Mereka hanya mendapatkan informasi minim dari Guez dan rekannya tentang kendaraan yang digunakan pria yang membawa Elara, karena itu malam hari, rekan Guez tidak bisa melihat jelas nomor plat mobilnya.Sayangnya, di pelataran parkir bar milik Zhe
Elara telah memeriksa kamar Jeanne. Namun ia tidak menemukan apapun yang bisa dijadikan petunjuk awal.Jeanne benar-benar pergi tanpa jejak.Wanita muda itu menghela napas dalam kebingungan. Bagaimana ia mencari Jeanne? Haruskah ia pergi ke San Jose?Meskipun Nyonya Stewart bisa memberikan satu alamat, namun apakah Jeanne benar-benar di sana?Pada akhirnya ia benar-benar meminta sebuah alamat yang biasa Nyonya Stewart dan Jeanne kunjungi di San Jose.Meski awalnya ragu, namun setelah Elara berjanji akan tutup mulut soal ini, Nyonya Stewart pun memberikannya.Semula Nyonya Stewart hendak ikut bersama Elara, namun Elara meyakinkan ibu dari Jeanne tersebut untuk menunggu di rumah. Mereka tidak tahu kapan Jeanne pulang, menurut Elara, Nyonya Stewart harus tetap berada di rumah agar jika Jeanne kembali, ibunya ada di sana. Berbekal ponsel milik Jeanne, wanita muda itu kini dalam perjalanan ke San Jose, menggunakan taksi.
Elara berusaha menenangkan dirinya.Dadanya berpacu kencang, tapi bukan karena rasa takut. Dia tak ingin terlihat lemah, meski situasi ini jauh dari aman.Elara, dengan iris matanya yang berwarna zamrud, menatap lurus ke empat orang yang kini berada di hadapannya.Tubuhnya gemetar bukan karena dingin, melainkan karena adrenalin yang mengalir deras dalam darahnya. Dia tahu ini mungkin bukan tempat yang seharusnya dia datangi, tapi tidak ada pilihan lain.Dia memang harus mencari Jeanne dan rumah ini petunjuk pertama yang harus ia datangi.Tiga lelaki kekar dengan wajah garang dan penuh tattoo bergerak mendekat dan setengah mengelilingi Elara.Salah satu dari mereka, yang pertama masuk ke dalam kamar itu, berkata dengan senyum licik menghiasi wajahnya. "Hei, manis. Kau tersesat di rumah orang? Atau kau berhubungan dengan penghuni rumah ini?"Elara menatapnya tajam, tak ada sedikit pun keraguan atau ketakutan dalam sorot matanya. "Kalian siapa? Aku tidak ada urusan dengan kalian."Lelaki
“Elara…” Sosok itu --Jeanne, menatap dengan pandangan kompleks, sebelum ia akhirnya tersadar tubuh kaku Elara di atas ranjang yang gemetar.“Ayo cepat, kita pergi dari sini,” bisiknya sambil menarik tangan Elara.Mereka terus berlari menjauh dari rumah itu, di tengah derasnya hujan.Tidak satu pun dari kedua wanita muda bersahabat itu, yang bicara. Pikiran masing-masing telah penuh oleh hal-hal yang berkecamuk. Satu yang pasti, mereka harus menyelamatkan diri dari para preman itu terlebih dahulu.Tiba di satu tempat --dalam gang, mereka berhenti dengan terengah.“J…” Elara tergugu lalu memeluk sahabatnya dengan erat. “Kau kemana? Apa yang terjadi?”Jeanne bergeming. Tangannya terlihat ragu untuk balas memeluk Elara.“J?” Merasakan Jeanne yang mematung dan tidak tampak seperti biasanya, Elara melerai pelukan. Ia menatap Jeanne dengan cemas. “Apa kau baik-baik saja?”Jeanne sesaat masih bergeming.Mulutnya hendak terbuka, namun kemudian menutup kembali --terlihat sekali sahabat Elara itu
Di sebuah gudang kosong.Empat orang berbadan kekar dan yang sebelumnya berwajah sangar, berlutut dengan kepala menunduk.Masing-masing mata mereka menyorotkan rasa takut yang dalam.Satu orang berpakaian hitam-hitam yang berdiri di dekat mereka menendang pimpinan preman itu. “Sialan! Apa kau tahu istri siapa yang kalian ganggu itu?”“Is-istri siapa dia?”“Tuan Draven!”‘A-APA?!!’ Empat preman itu membelalak ngeri.Kemudian detik berikutnya suara pukulan diiringi raungan kesakitan membahana ke setiap sudut ruang itu.Mereka melolong meminta ampun, tidak menyangka bahwa mereka akan tidak sengaja menyinggung dewa di puncak piramida dunia hitam di negara bagian ini.Ada satu nama besar yang begitu ditakuti dan bahkan diagungkan sebagian dari kelompok-kelompok atau gangster di wilayah sepanjang Teluk San Francisco.Mereka yang hidup dalam dunia hitam, tidak ada yang tidak mengenal nama besar tersebut. Itu hanya diketahui oleh kelompok-kelompok yang memang berkecimpung di dalamnya.Draven a
Elara bangun dari duduk di tepi ranjang, jantungnya berdetak kencang.Suasana kamar yang mewah dan tenang tidak bisa meredakan gejolak yang berkecamuk di dalam dirinya.Itu disebabkan oleh apa yang Jeanne katakan bahwa Arion suaminya, bukanlah pria biasa.Bukanlah ‘sekadar’ CEO AE Group seperti yang selama ini dirinya kenal dan ketahui, melainkan juga seorang pimpinan mafia.Pikiran itu membuatnya mual, membuat segalanya tampak seperti mimpi buruk yang nyata.Langkah kaki yang berat terdengar mendekat.Elara berdiri dan mengangkat wajah hingga matanya beradu dengan Arion yang kini berdiri di hadapannya.Wajah pria itu tenang dan dingin seperti biasanya, tetapi kini Elara menangkap ada bayangan gelap di balik sorot matanya yang sebelumnya terasa menguarkan kehangatan.Arion adalah pria yang selalu mampu membuatnya merasa aman—atau setidaknya, itulah yang ia pikirkan selama ini.“Elara…” Arion membuka suara, nada itu lembut seperti biasa, namun Elara bisa merasakan ketegangan yang terpen