Elara telah memeriksa kamar Jeanne. Namun ia tidak menemukan apapun yang bisa dijadikan petunjuk awal.
Jeanne benar-benar pergi tanpa jejak.
Wanita muda itu menghela napas dalam kebingungan. Bagaimana ia mencari Jeanne? Haruskah ia pergi ke San Jose?
Meskipun Nyonya Stewart bisa memberikan satu alamat, namun apakah Jeanne benar-benar di sana?
Pada akhirnya ia benar-benar meminta sebuah alamat yang biasa Nyonya Stewart dan Jeanne kunjungi di San Jose.
Meski awalnya ragu, namun setelah Elara berjanji akan tutup mulut soal ini, Nyonya Stewart pun memberikannya.
Semula Nyonya Stewart hendak ikut bersama Elara, namun Elara meyakinkan ibu dari Jeanne tersebut untuk menunggu di rumah. Mereka tidak tahu kapan Jeanne pulang, menurut Elara, Nyonya Stewart harus tetap berada di rumah agar jika Jeanne kembali, ibunya ada di sana.
Berbekal ponsel milik Jeanne, wanita muda itu kini dalam perjalanan ke San Jose, menggunakan taksi.
<Elara berusaha menenangkan dirinya.Dadanya berpacu kencang, tapi bukan karena rasa takut. Dia tak ingin terlihat lemah, meski situasi ini jauh dari aman.Elara, dengan iris matanya yang berwarna zamrud, menatap lurus ke empat orang yang kini berada di hadapannya.Tubuhnya gemetar bukan karena dingin, melainkan karena adrenalin yang mengalir deras dalam darahnya. Dia tahu ini mungkin bukan tempat yang seharusnya dia datangi, tapi tidak ada pilihan lain.Dia memang harus mencari Jeanne dan rumah ini petunjuk pertama yang harus ia datangi.Tiga lelaki kekar dengan wajah garang dan penuh tattoo bergerak mendekat dan setengah mengelilingi Elara.Salah satu dari mereka, yang pertama masuk ke dalam kamar itu, berkata dengan senyum licik menghiasi wajahnya. "Hei, manis. Kau tersesat di rumah orang? Atau kau berhubungan dengan penghuni rumah ini?"Elara menatapnya tajam, tak ada sedikit pun keraguan atau ketakutan dalam sorot matanya. "Kalian siapa? Aku tidak ada urusan dengan kalian."Lelaki
“Elara…” Sosok itu --Jeanne, menatap dengan pandangan kompleks, sebelum ia akhirnya tersadar tubuh kaku Elara di atas ranjang yang gemetar.“Ayo cepat, kita pergi dari sini,” bisiknya sambil menarik tangan Elara.Mereka terus berlari menjauh dari rumah itu, di tengah derasnya hujan.Tidak satu pun dari kedua wanita muda bersahabat itu, yang bicara. Pikiran masing-masing telah penuh oleh hal-hal yang berkecamuk. Satu yang pasti, mereka harus menyelamatkan diri dari para preman itu terlebih dahulu.Tiba di satu tempat --dalam gang, mereka berhenti dengan terengah.“J…” Elara tergugu lalu memeluk sahabatnya dengan erat. “Kau kemana? Apa yang terjadi?”Jeanne bergeming. Tangannya terlihat ragu untuk balas memeluk Elara.“J?” Merasakan Jeanne yang mematung dan tidak tampak seperti biasanya, Elara melerai pelukan. Ia menatap Jeanne dengan cemas. “Apa kau baik-baik saja?”Jeanne sesaat masih bergeming.Mulutnya hendak terbuka, namun kemudian menutup kembali --terlihat sekali sahabat Elara itu
Di sebuah gudang kosong.Empat orang berbadan kekar dan yang sebelumnya berwajah sangar, berlutut dengan kepala menunduk.Masing-masing mata mereka menyorotkan rasa takut yang dalam.Satu orang berpakaian hitam-hitam yang berdiri di dekat mereka menendang pimpinan preman itu. “Sialan! Apa kau tahu istri siapa yang kalian ganggu itu?”“Is-istri siapa dia?”“Tuan Draven!”‘A-APA?!!’ Empat preman itu membelalak ngeri.Kemudian detik berikutnya suara pukulan diiringi raungan kesakitan membahana ke setiap sudut ruang itu.Mereka melolong meminta ampun, tidak menyangka bahwa mereka akan tidak sengaja menyinggung dewa di puncak piramida dunia hitam di negara bagian ini.Ada satu nama besar yang begitu ditakuti dan bahkan diagungkan sebagian dari kelompok-kelompok atau gangster di wilayah sepanjang Teluk San Francisco.Mereka yang hidup dalam dunia hitam, tidak ada yang tidak mengenal nama besar tersebut. Itu hanya diketahui oleh kelompok-kelompok yang memang berkecimpung di dalamnya.Draven a
Elara bangun dari duduk di tepi ranjang, jantungnya berdetak kencang.Suasana kamar yang mewah dan tenang tidak bisa meredakan gejolak yang berkecamuk di dalam dirinya.Itu disebabkan oleh apa yang Jeanne katakan bahwa Arion suaminya, bukanlah pria biasa.Bukanlah ‘sekadar’ CEO AE Group seperti yang selama ini dirinya kenal dan ketahui, melainkan juga seorang pimpinan mafia.Pikiran itu membuatnya mual, membuat segalanya tampak seperti mimpi buruk yang nyata.Langkah kaki yang berat terdengar mendekat.Elara berdiri dan mengangkat wajah hingga matanya beradu dengan Arion yang kini berdiri di hadapannya.Wajah pria itu tenang dan dingin seperti biasanya, tetapi kini Elara menangkap ada bayangan gelap di balik sorot matanya yang sebelumnya terasa menguarkan kehangatan.Arion adalah pria yang selalu mampu membuatnya merasa aman—atau setidaknya, itulah yang ia pikirkan selama ini.“Elara…” Arion membuka suara, nada itu lembut seperti biasa, namun Elara bisa merasakan ketegangan yang terpen
“Kau berharap aku percaya?” Kedua mata Arion menggelap. “Katakan, lebih hebat siapa di ranjang, dia atau aku?” Kalimat itu diucapkan dengan gigi yang terkatup, mati-matian menahan ledakan amarah yang siap menghancurkan siapapun saat ini.Elara menatapnya dengan penuh kemarahan. “Jadi sekarang kau mencurigai aku berselingkuh, begitu? Hanya karena aku terpaksa berada di tempat yang sama dengan seorang pria?”Arion bergeming. Tatapannya yang dingin dan menyala, membuat Elara semakin marah.“Bagaimana denganmu, Arion?” Elara melanjutkan, nada suaranya sarat dengan kepahitan. “Bagaimana dengan kebohonganmu tentang Isabelle?”Kening Arion sedikit berkerut mendengar perkataan Elara.“Kau tidak mengatakan telah kembali ke Sacramento tempo hari, tapi kau berada di dalam kamar Isabelle! Aku bahkan berpikir kau tidak benar-benar pergi ke Los Angeles sama sekali! Bagaimana? Apakah menghabiskan waktu di ranjang Isabelle lebih menyenangkan dari pada bersamaku?” Elara mengembalikan kalimat Arion deng
Arion duduk termenung, pandangannya kosong menatap ke arah meja kayu mahoni di depannya.Di ruangan remang-remang itu, hanya ada bunyi jam dinding yang berdetak pelan, menghitung waktu yang seolah berjalan begitu lambat.Itu baru selang satu jam sejak pertengkarannya dengan Elara, Arion telah merasa berhari-hari tersiksa.Pikirannya terus dipenuhi dengan Elara. Ia tak pernah membayangkan bahwa Elara akan tahu siapa dia sebenarnya —pimpinan kelompok dalam dunia hitam yang selalu ingin ia sembunyikan dari Elara.Entah dari mana Elara mengetahui ini."Apakah itu benar? Apa kau… seorang mafia?" kata-kata Elara itu masih terngiang jelas di telinganya. Manik zamrud indahnya yang biasa menatapnya lembut dan hangat, tadi memandangnya dengan tatapan yang berbeda.Ketakutan, ketidakpercayaan dan amarah bercampur menjadi satu.Lalu wajah Elara yang penuh airmata dengan sorot amarah dan kekecewaan, membuat Arion semakin tersiksa dan
Elara berdiri di dekat jendela kamar utama suite, matanya memandang kosong ke arah kota yang berkilauan di bawah.Namun pikirannya jauh dari gemerlap cahaya itu.Dia harus menemui Arion, apapun yang terjadi.Dengan langkah tegas, dia berbalik dan menuju ke pintu, namun dua orang pria bersenjata yang berjaga segera menghalangi jalannya."Maaf, Nyonya. Kami diperintahkan untuk menjaga Anda di sini," kata salah satu dari mereka, suaranya tegas namun penuh hormat.Elara menatap mereka dengan dingin. "Aku harus menemui Arion sekarang juga. Singkirkan dirimu dari jalanku."Pria itu menggeleng. "Tuan Arion memerintahkan agar Anda tetap di sini, demi keselamatan Anda."Elara mengerutkan kening, amarah dan ketakutan bergulat dalam dirinya. "Keselamatan? Apa kau pikir aku akan aman di sini sementara sahabatku dan ayahnya dalam bahaya? Kalian tidak mengerti!"Dia melangkah mundur, menarik napas dalam-dalam, lalu mengeluarkan pisau lipat d
Elara menghirup udara yang terasa amat menyesakkan dan sulit untuk dicerna paru-parunya.Melihat sekeliling bangunan besar namun penuh aura mencekam dan semua orang-orang bersenjata yang berlalu lalang ini, menyadarkan dirinya bahwa ia benar-benar bersuamikan seorang pimpinan kelompok menakutkan di California.Bagaimana selama ini ia tidak mengetahui apa-apa tentang dunia Arion yang ini?Pria itu memang pertama kali dikenal sebagai pria brengsek dan bajingan tampan olehnya, namun seiring kebersamaan mereka, Elara merasakan sesungguhnya Arion adalah pria berhati lembut.Maka kenyataan ini, membuat Elara bagaikan masih berada di alam mimpi dan bukan tengah menghadapi pria yang sama dengan pria yang telah memenjarakan hatinya.Satu anak buah Arion yang membawa Elara hingga ke markas San Jose, membukakan pintu satu ruangan.Berdasarkan perintah Max di telepon sebelumnya, ia diminta membawa Elara ke ruang milik Arion, masih di lantai yang sama dengan ruang komando markas itu.Pintu terbuka,
Aveline menjerit keras, suaranya memenuhi lorong sempit yang hanya diterangi lampu jalanan buram.Tubuhnya gemetar saat sebuah tangan kuat tiba-tiba meraih pinggangnya."Apa maksudnya ini?!" Aveline berteriak lagi, mencoba melawan, tapi tak ada yang mendengarnya.Udara malam yang dingin membuatnya semakin waspada, namun pria di depannya begitu cepat.Sebelum ia bisa bereaksi lebih jauh, bibirnya langsung tertutup oleh sesuatu yang hangat dan mendesak—bibir pria yang kini mencengkeramnya erat.Aveline meronta-ronta, hatinya dipenuhi kepanikan.Tubuhnya kaku saat pria itu memeluknya dengan kuat, membuka jaket kulit hitamnya seolah bersiap melakukan sesuatu yang lebih buruk.Mata Aveline melebar ketakutan.‘Tidak mungkin,’ pikirnya, ‘Apakah dia akan memperkosaku?’Ia semakin panik, berusaha membebaskan diri dari genggaman pria itu.Namun, pria itu begitu kuat.Semua tenaga Aveline seolah menguap, terjebak dalam dekapannya yang erat.Lalu, suara langkah kaki terdengar dari kejauhan.Sekelo
Langit sore yang kemerahan menyelimuti San Francisco Bay, tempat di mana sebagian besar kehidupan cinta sepasang insan berkisah.Suara ombak yang berdeburan pelan di pantai menciptakan melodi yang damai, selaras dengan angin sepoi-sepoi yang menyapu lembut permukaan laut.Elara berdiri di ujung dermaga kayu, menatap cakrawala yang tampak tanpa batas, tempat di mana langit bertemu lautan.Matanya menerawang, namun wajahnya kini memancarkan ketenangan yang baru.Dalam dekapan hangatnya, bayi kecil mereka terlelap, wajahnya damai seperti ibunya.Sudah lama sejak pertarungan hidup dan mati di acara peresmian Imera Sky Tower, dan sejak saat itu, kehidupan Elara dan Arion berubah drastis.Banyak hal yang telah dilalui—pengkhianatan, luka, cinta yang terlupakan dan kemudian dipulihkan.Namun hari ini, di bawah cahaya senja yang lembut, semuanya terasa sempurna.Tiba-tiba, langkah kaki yang berat namun mantap terdengar dari belakangnya.Elara tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang datang.A
Arion duduk di ujung ranjang, pandangannya terpaku pada sosok mungil yang ada dalam dekapannya.Bayi perempuan itu terlelap dengan tenang, tubuhnya begitu kecil dan lembut seperti boneka porselen.Pipinya yang kemerahan tampak menggemaskan, kulitnya sehalus sutra dengan bulu-bulu halus yang masih tersisa di atas kepalanya.Mata bayi itu masih tertutup, namun ketika sempat terbuka sesaat, Arion melihat dengan jelas iris matanya yang kelabu, warna yang sama seperti miliknya—sebuah tanda tak terbantahkan bahwa bayi itu adalah darah dagingnya.Bibir kecilnya bergerak perlahan, seakan sedang menghisap udara, dan tangannya yang mungil mengepal erat, menggenggam sepotong kain selimut.Arion tersenyum kecil, hatinya penuh dengan rasa takjub yang tak pernah ia sanggup perkirakan sebelumnya.Di dalam ruangan itu, hanya suara napas lembut bayi perempuannya yang terdengar, membuatnya seperti terhanyut dalam keajaiban kecil yang ia pegang.Sudah lebih dari setengah jam, namun Arion tak bisa melepa
Arion mengangguk pelan, melanjutkan penjelasannya. “Selama aku menjalankan peranku sebagai The Draven, orang itu mengambil peran menjadi diriku, Arion Ellworth. Sehingga tidak ada yang curiga. Kecelakaan di Sunol itu terjadi pada doppelganger-ku.”Elara terdiam sejenak, mencoba mencerna informasi yang baru saja diterimanya. “Jadi... orang itu? Apakah dia tewas dalam kecelakaan itu? Bagaimana aku bisa membedakan kalian? Bagaimana jika suatu saat aku salah mengenali orang itu sebagai dirimu?”Arion tersenyum melihat kepanikan sang istri. “Jangan khawatir, Honey. Orang itu berhasil selamat oleh orang-orangku. Wajahnya tidak sepenuhnya mirip denganku. Hanya postur tubuh dan perilakunya yang serupa. Aku membuatnya menjalani operasi plastik untuk mengubah beberapa bagian, seperti rahang dan hidung saja. Namun, saat dia menjalankan peran sebagai aku, dia menggunakan prosthetic mask yang dibuat menyerupai wajahku.”Elara memandang Arion, dengan sorot kompleks. “Astaga… sampai seperti itu kau m
Elara dan Arion berdiri di tengah keheningan, menghadap sebuah makam dengan batu nisan marmer yang megah. Di atasnya terukir dengan indah: Imelda Ellworth. Satu buket mawar putih mewah yang segar ditempatkan rapi di atas pusara, memberikan sentuhan penuh penghormatan. Pemakaman ini, yang terletak di Cypress Lawn Memorial Park, San Francisco—tempat peristirahatan terakhir para keluarga kaya dan terpandang—dikelilingi oleh pohon-pohon ek yang menjulang tinggi. Jalanan berkerikil putih menghubungkan setiap makam, dan di kejauhan terlihat pemandangan laut yang tenang, menambah suasana damai nan elegan. Udara pagi terasa sejuk, disertai suara angin yang membelai lembut pepohonan. Elara memandang ke sekeliling area pemakaman yang tampak megah, penuh dengan nisan-nisan yang terbuat dari batu marmer putih dan hitam. Di antara semua itu, nisan Imelda berdiri sebagai salah satu yang paling indah, seperti sebuah karya seni yang mencerminkan kehidupan seseorang yang telah meninggalkan jejak
Arthur Ellworth, atau Clay Mallory, kini duduk di sudut sel gelap penjara federal, matanya kosong menatap dinding dingin yang tak lagi bergema dengan wibawa yang pernah ia miliki.Hanya bayangan suram yang tersisa, menggantung di antara kesadaran dan kehancuran. Di penjara ini, waktu seolah-olah melambat, setiap detik menjadi siksaan yang tidak berujung.Hari ini, seorang penjaga penjara menghampiri pintu selnya.Wajah penjaga itu datar, tidak ada belas kasihan, tidak ada penghormatan.Hanya secarik kertas yang dilempar ke lantai di depan Arthur, yang langsung mengenal lambang Ellworth di atasnya.Tangannya yang dulu perkasa sekarang gemetar ketika meraih kertas itu.Di dalamnya, satu pesan singkat yang menghantamnya dengan kejam: "Semua aset, kekayaan, dan perusahaan yang pernah kau curi telah dikembalikan kepada pemiliknya yang sah—Aiden Ellworth."Arthur meremas kertas itu dengan tangannya yang gemetar, rasa panas menjalar da
Markas utama di San Bernardino tampak penuh ketegangan. Di ruang pertemuan besar, cahaya lampu gantung memantul di atas meja panjang tempat para eksekutif utama The Draven berkumpul. Ketiga Executor—Albert, Isaac, dan Samuel—duduk di posisi masing-masing, menatap sosok Arion Ellworth, pria yang selama ini mereka kenal sebagai The Draven, pemimpin mereka yang tak terbantahkan. Samuel, Executor wilayah San Jose, adalah pria bertubuh tegap dengan garis wajah tegas. Rambutnya mulai memutih, namun sorot matanya masih tajam, mencerminkan kekuatan dan ketenangan yang ia bawa selama bertahun-tahun memimpin wilayahnya. Isaac, Executor wilayah Mount Horeb, Wisconsin, berbeda. Tubuhnya ramping, wajahnya lebih halus, tetapi matanya menyiratkan kejeniusan yang sering kali tersembunyi di balik sikapnya yang tenang. Ia terkenal sebagai ‘otak cadangan’ di balik banyak rencana besar yang berhasil dijalankan The Draven. Albert, Executor wilayah San Bernardino, adalah yang termuda. Dengan rahang pers
Aiden tersenyum tipis, sebuah senyuman yang mengandung ketegasan, bahkan ancaman halus di baliknya.“The Orcus bukan ancaman bagi pemerintah. Kami tidak pernah bergerak melawan kalian, Donovan. Jika ada yang perlu kau pahami, ketahuilah ini: The Orcus hanya berurusan dengan mereka yang mengincar kami atau mereka yang berada dalam wilayah kami. Kami adalah perisai, bukan pedang.”Donovan menatapnya, tak sepenuhnya yakin apakah pernyataan itu adalah bentuk pembelaan atau manipulasi.Aiden melanjutkan, kali ini dengan suara yang lebih dalam dan penuh makna. “The Orcus tidak akan pernah menjadi ancaman bagi pemerintah Amerika Serikat… kecuali, jika pemerintah membuat kami tidak punya pilihan lain.”Kalimat itu menggantung di udara, begitu dingin dan tajam seperti bilah pedang yang tersembunyi di balik kata-kata.Donovan tahu, ini bukan ancaman langsung, tapi sebuah peringatan yang tak bisa diabaikan.Aiden sangat c
Matahari pagi yang hangat menyinari kamar tidur mewah di mana Elara sedang berdiri, merapikan dasi Arion dengan penuh perhatian.Arion Ellworth, dengan tubuh tegapnya dan postur sempurna, tampak gagah dalam setelan formal berwarna gelap yang membingkai fisiknya dengan sempurna.Mata kelabu pria itu berkilauan, menambah kesan misterius sekaligus memikat.Ketampanannya terasa tak terbantahkan, membuat Elara sejenak terpana, seperti kembali mengenang saat pertama kali bertemu dengannya.Arion telah kembali ke wujud lamanya—kuat, berwibawa, dan penuh energi—setelah beberapa bulan melemah akibat Couvade Syndrome.Selama sekitar 4 bulan, pria yang biasanya tegas dan tak tergoyahkan ini harus terkapar karena gejala kehamilan palsu yang dialaminya.Namun, kini di bulan kelima kehamilan Elara, semua gejala itu telah sirna.Tidak ada lagi mual, muntah, atau kelelahan yang membebani Arion. Dia kembali pada dirinya yang dulu, dengan e