#Tiga
“Ayah Jeanne telah di eksekusi.” Bagai mendengar petir di siang bolong, Elara membeku dengan wajah sempurna pias. “A-apa?!” Arion tidak langsung menjawab, ia hanya mematung dengan tatapan iris kelabunya yang lurus pada Elara. Itu bergetar, namun Arion terlihat berusaha tetap tenang. Bibir Elara bergetar. “A-apa.. yang kau lakukan?!” “Elara..” “Apa yang sudah kau lakukan?!” Kaki Elara tersurut mundur masuk ke dalam kamar yang memang pintunya telah terbuka. “Ara--” “For God’s sake, Arion!! Kau pembunuh!! Kau membunuh seseorang! Kau pembunuh!!” jerit Elara. Napas wanita bermanik zamrud itu tersengal hebat. “Kau pembunuh! Dan orang itu adalah ayah dari sahabatku!!” Teriakan kalap Elara membuat Arion urung mendekat. Tatapan pria itu begitu kompleks saat ia berujar dingin, “Itu pekerjaannya. Itu resiko yang dia ambil karena bekerja seperti ini. Dia punya pilihan untuk meninggalkan pekerjaan ini, namun dia tidak melakukannya.” “Kalau begitu, mengapa kau juga tidak meninggalkan peke
Ethan terbangun dari tidurnya.Pria tampan bermata biru itu mengusap wajah dengan kasar. Melihat sekilas ke arah jendela, itu masih gelap.Pertanda matahari di hari berikutnya belum menampakkan diri.“Ada apa ini… perasaanku tidak enak lagi.”Ia meraih ponsel di atas nakas dan melihat jam di sana menunjukkan angka tiga. Berikutnya Ethan melihat aplikasi pesan instan-nyaTidak ia temukan pesan baru yang bersifat penting, pun demikian saat ia mengecek kolom pesannya dengan Elara.Pesan yang ia kirimkan sejak siang, masih belum dibaca wanita cantik tersebut.Ethan hanya menanyakan apakah Elara kembali dengan selamat. Sejak Elara keluar dan pergi dari hotel tempat Ethan menginap, wanita itu belum memberikan kabar apa pun dan itu sedikit membuat Ethan merasa khawatir.Ia juga melakukan pengecekan terhadap pembaharuan status, tidak ada yang aneh. Pria tampan bermata biru itu hanya mengernyitkan kening, saat melihat status Dianne yang tampaknya sedang berada di klub malam.Pria itu mengembus
Suasana di Fuggan’s Serra Funeral Home, sebuah rumah duka di California, terasa sunyi dan penuh kemuraman.Aroma bunga yang menyengat memenuhi ruangan. Di tengah ruangan, peti mati yang menampung jasad Phil Stewart dikelilingi oleh rangkaian bunga putih.Beberapa tamu duduk hening, menundukkan kepala mereka dalam penghormatan terakhir.Namun, suasana sedikit canggung dan tegang terjadi di dalam sebuah ruangan tertutup, tempat Elara dan Jeanne berbicara empat mata.Jeanne duduk di ujung sofa, wajahnya pucat dan matanya sembab. Dia menatap Elara dengan tatapan yang penuh rasa bersalah.Elara berdiri, menatap keluar jendela, berusaha menenangkan hatinya yang bergejolak."Aku tidak tahu harus mulai dari mana, El," suara Jeanne bergetar, hampir tak terdengar.Elara menarik napas dalam, lalu berbalik menatap Jeanne. "Mulailah dari awal, J. Aku ingin tahu semuanya."Jeanne menundukkan kepala, air mata mulai mengalir di pipinya. "Aku... aku minta maaf, El. Selama ini aku telah membohongimu. Ak
Sementara sosok bertubuh tinggi dan kekar itu berjalan lurus menuju Nyonya Stewart, tiga orang di belakangnya terlihat mengambil tempat di kursi yang kosong dengan tatapan waspada.“Mrs Stewart,” sapa pria tinggi kekar bersetelan formal itu sambil mengangguk sopan. Ia terlihat melirik sekilas pada Elara, lalu kembali pada Nyonya Stewart.“Aku diutus pimpinan tempat Mr. Stewart bekerja untuk menyampaikan belasungkawa kami.”“Pimpinan?” Nyonya Stewart terlihat linglung.Sosok itu mengeluarkan satu amplop dari saku di dalam jas dan memberikannya pada Nyonya Stewart.“Aku menyampaikan titipan dari pimpinan kami. Mr. Stewart bekerja dengan baik selama ini, kami kehilangan salah satu pegawai yang loyal dan berdedikasi seperti Mr. Stewart,” ujar sosok itu lagi.Nyonya Stewart tidak mampu berkata-kata dan menerima amplop dari tangan sosok tersebut.“Sekali lagi, turut berduka atas kehilang
Pintu besar di ujung ruangan terdengar membuka. Suara langkah pelan tapi tegas terdengar mendekat. Itu adalah seorang pria.Cahaya dari lampu di luar ruangan menyinari siluetnya yang tinggi dan berwibawa.Wajahnya tampan, namun begitu dingin, seolah-olah seluruh perasaan telah terhapus dari jiwanya. Iris matanya yang berwarna kelabu, seperti badai yang mengancam di tengah lautan.Isabelle, yang biasanya begitu arogan dan percaya diri, merasakan keterkejutan. Rasa takutnya berubah penuh harapan saat ia berseru lantang, “Arion! Syukurlah kau datang! Mereka penjahat! Tolong bebaskan aku! Hukum mereka seberat-beratnya!”Arion menatap Isabelle dengan tatapan yang lebih dingin dari es di musim dingin. Hatinya tak lagi mampu merasakan apa-apa selain kebencian yang mendalam pada wanita yang pernah dianggapnya sebagai seseorang yang harus ia lindungi.Melihat tatapan membekukan dan menusuk itu, Isabelle seketika terbungkam. Hatinya diliputi dengan rasa cemas yang menjalar cepat di dalam diriny
Isabelle tetap terbaring di lantai, menangis dengan tubuh yang lemah dengan tatapan nanar mengarah pada pintu di mana Arion menghilang di baliknya.Keadaan yang ia ciptakan sendiri akhirnya menjeratnya dalam keputusasaan yang tak terhindarkan.Di belakangnya, Byron hanya tersenyum tipis, menikmati kekalahan wanita yang pernah menjadi sekutu juga teman bercinta-nya.Isabelle merasakan jantungnya seakan berhenti ketika pintu ruangan terbuka perlahan.Sekelebat harapan tiba-tiba muncul kembali.Arion mungkin berubah pikiran dan memaafkan dirinya. Tentu saja! Bagaimana pun selama dua tahun ini Arion selalu lemah dan bersikap lunak padanya, kan?Arion pasti tidak tega, kan?Namun harapan itu hancur berkeping saat ia melihat tiga lelaki muncul dari balik pintu.“Whoa! Byron! Kau mendapatkan wanita cantik ini untuk kita semua?” seru salah satu dari tiga lelaki tersebut.Wajah-wajahnya terlihat lapar dengan tatapan mesum memindai Isabelle dari atas hingga ke bawah.Isabelle membeku di tempat,
Dear ReeFellows!Satu penjahat telah menikmati badai yang ia tanam. Yang lainnya akan menyusul.Apakah saat ini kalian merasa lebih baik? Author harap demikian.Btw.... Author ingin mengucapkan terima kasih lagi dan lagi, untuk teman-teman setia yang menghujani Author dengan Hadiah... (Speechless!)Author nulis tentang CEO kaya, ternyata kalian adalah para Real Sultan berkedok pembaca, yah? Hayo ngaku!Begitu pula teman-teman yang dengan setia terus melimpahi buku ini dengan Gems, juga selalu menyempatkan memberi komentar yang menyemangati atau bahkan ngomelin Author. Wkwkwkw!It's Okay! Buku ini terasa menjadi lebih hidup, berkat kalian semua!Author sangat enjoy dengan karya pertama Author ini, ya karena kalian.Terima kasih yaaa...Oiyaa maafin Author, beberapa bab kemarin Author beneran ngga sempat balasin komen-komen kalian, saking minim waktu luang. Maaf ya... T,TSatu lagi, sekalian Author izin random memakai nama kalian ya... tentunya setelah disesuaikan dengan latar belakang
Publik California dikejutkan oleh sebuah skandal yang mengguncang media sosial dan berita utama, dengan tersebarnya video asusila yang diduga menampilkan Isabelle, seorang sosialita terkenal dan putri keluarga terpandang di Sacramento dengan reputasi tak bercela.Video tersebut dengan cepat menyebar, memicu perbincangan panas di antara masyarakat.Nama Isabelle menjadi trending di berbagai platform, dan spekulasi liar bermunculan tentang siapa yang menyebarkan video tersebut dan apa motifnya.Media tidak berhenti menggali informasi tentang latar belakang Isabelle, mencari tahu bagaimana video itu bisa beredar dan dampaknya terhadap status sosialnya.Sementara itu.Elara telah kembali di villa Arion sejak malam sebelumnya, dan kini berada di ruang tengah.Ruang tengah di villa Arion di Billionaire Rows, San Francisco adalah epitome dari kemewahan modern.Ruangan ini luas dengan langit-langit tinggi dan dinding kaca yang menawarkan pema