Part 53Risna melangkah pelan menuju ibu mertuanya yang terbujur kaku ditutupi kain jarik. Risna membuka kain jarik itu, menatap wajah pucat ibu mertuanya, matanya sudah terpejam sempurna. Seketika hatinya mencelos, seolah mendapat hentakan keras di dada. Beginikah rasanya kehilangan? Terasa sangat sakit, terasa sangat menyesakkan dada dan hanya menyisakan perih saja. Seakan hatinya tercabik-cabik mendapati kenyataan, ia takkan pernah bisa lagi bertemu dengan ibu mertuanya. Ini kali terakhir ia bisa melihat wajah sang ibu mertua. Sosok yang sudah dianggap layaknya ibu kandung sendiri kini pergi untuk selama-lamanya. Tak ada lagi canda tawanya lagi, takkan ada lagi kata-katanya yang menenangkan dan tak ada lagi sosoknya yang meneduhkan. Bahu Risna masih terguncang hebat, air mata tak henti-hentinya jatuh berlinang. “Ibu, kenapa pergi secepat ini, Bu?” ucap Risna dengan hati yang diliputi kegetiran.“Ibu, kenapa kau pergi tinggalin aku, Bu? Ibu, kau dengar aku? Aku di sini, Bu. In
Part 54Ramdan melajukan mobilnya menuju ke rumah mertua. Ia sangat yakin, saat ini Alya pasti berada di sana. Beberapa kali, ia memukul setir bundar karena kesal pada Dewangga. Terlebih Risna yang tampak begitu respect pada kakaknya itu.Tapi, pikirannya pun terus melayang mengingat sang kakak mengucapkan kalau Alya lah penyebab semua itu. Ditambah ia mendengar orbrolan para tetangganya yang membenarkan sehari sebelum ibunya dirawat, dua preman datang dan mengobrak-abrik rumahnya, Dewangga dipukuli dan ibunya shock hingga terjatuh.Semua ucapan itu terus terngiang di telinga. Benarkah kalau Alya yang menyuruh preman-preman itu datang?Tak butuh waktu lama, mobil Ramdan berbelok ke arah desa yang lain. Mobilnya terus melaju memasuki jalanan desa yang sudah beraspal. Sesampainya di rumah mertua ... Ramdan mengetuk pintu beberapa kali. Hingga akhirnya handel pintu diputar, daun pintu mengayun terbuka. Sosok lelaki paruh baya yang muncul. Ya, beliau adalah bapak mertuanya. Pria berkumi
Alya menggeleng cepat, berharap sang suami percaya padanya. Ramdan terdiam sejenak sembari memejamkan mata. Lelaki itu menyeka bulir bening yang menetes di pipi. Ia sudah kehilangan semuanya. Kehilangan ibu, kakaknya, Risna, harta dan sekarang ...“Alya, aku rasa kita sudah tak bisa bersama lagi. Walau berat hati, tapi aku harus putuskan ini sekarang. Aku talak kamu Alya, mulai hari ini kau bukan istriku lagi," ucap Ramdan dengan perasaan hancur.“Mas ... kenapa kau bilang seperti itu? Kamu pasti sedang bercanda kan?""Aku sangat serius dengan ucapanku. Kita sudah tak ada hubungan apa-apa lagi.""Tidak, Mas, tolong jangan talak aku, Mas. Aku kan sedang hamil anakmu. Kenapa kau tega? Bukankan ini yang kau mau? Punya anak dariku? Tapi kenapa sekarang kau mau menyerah?” Alya merajuk. Bulir bening di matanya mulai menitik.Ramdan masih terdiam, ternggorokannya terasa tercekat. Kelu.“Apa kau sudah tidak menginginkan anak ini? Tinggal tiga bulan lagi anak ini lahir, Mas. Apa kau tidak ingin
Part 55Hendra langsung mendekat dan memeluk kaki Ramdan. "Ayah ...!" serunya.Ramdan mengusap kepala bocah laki-laki itu lalu menggendongnya. "Hendra ...""Aku kangen sama, Ayah!" Mendengar ucapan Hendra membuat Ramdan tersenyum lagi, dan mencium pipi gembul bocah kecil itu."Mas, kami diusir sama bapak dan ibu. Makanya kami kesini. Kami gak punya tempat lain selain kamu, Mas," ujar Alya lagi. Wajahnya tampak begitu sedih. Ramdan menoleh ke dua orang pria yang mengawasinya, lalu kembali menatap Alya dan Hendra, mereka.balas menatap dengan wajah memelas."Masuklah ke mobil. Kita bicarakan ini di tempat lain," sergah Ramdan.Alya mengangguk dan membuka pintu mobil. Hendra pun langsung naik mengikuti mamanya.Jadi memang selain baju-baju Ramdan, ia pun membawa baju-baju Alya juga Hendra. Karena mereka yang membongkarnya. Sementara yang lain hanya bisa diikhlaskan."Sudah cukup, waktu Anda sudah habis, Pak Ramdan.""Iya, ini saya mau pergi!" tukas Ramdan.Ramdan langsung naik ke mobiln
Part 56Pria itu masih bersimpuh di samping pusara ibunya, matanya memandang ke arah batu nisan. Ada yang kosong dalam hatinya. Hampa ia rasakan, seolah tiada semangat menjalani hari-hari.Kini tak ada sosok yang bisa menasihatinya, tak ada lagi sosok yang membuatnya kuat dan berdiri teguh penuh semangat. Rasanya sangat menyakitkan dada kala sosok yang teramat dicintai itu sudah tak ada di sisi. Begitu sakit rasanya kehilangan.Empat puluh hari sudah berlalu, ibu telah pergi meninggalkan semuanya. Dan semalam, Dewangga sudah mengadakan doa dan tahlil dengan beberapa warga sekitar untuk mendoakan ibunda tercintanya.Taburan bunga memenuhi pusaranya lagi. Dewangga juga masih melantunkan doa untuk ibunya.“Bu, aku akan pergi ke Jakarta. Seperti kata ibu, aku harus tetap memperjuangkan cinta. Aku akan menikahi Risna, Bu. Semoga saja Risna mau menerimaku.""Andai ibu masih di sini, pasti senang bukan dengan keputusanku ini? Terlebih ada hal yang membahagiakan juga, mamanya Risna sudah semb
“Lho Mas, kita mau kemana?” tanya Risna saat menyadari jalan yang diambil berbeda.“Maaf ya Dek, tolong ikut sebentar, ada yang ingin aku beli,” jawab Dewangga sambil senyum.Risna mengangguk.Mobil yang dikemudikan Dewangga melaju dengan kecepatan sedang. Banyak sekali yang mereka obrolkan. Mobil berbelok masuk ke sebuah toko aneka kado dan mainan terbesar di kota itu. Lelaki itu melepas sabuk pengamannya.“Mau ikut turun?"“Lama gak?”“Enggak, sebentar doang kok.”“Ya sudah aku tunggu di mobil aja, Mas. Mau tidur sebentar.”“Kamu ngantuk ya?"Risna hanya tersenyum nyengir. Dewangga turun dari mobil dan bergegas masuk ke dalam toko dengan langkah terburu-buru. Ia lantas membeli sebuah buket cokelat serta buket bunga mawar pink berpadu putih untuk ia persembahkan pada pujaan hatinya tercinta. Masuk kembali ke dlam mobilnya, tapi ia justru melihat Risna tertidur dengan pulas. Dewangga tersenyum sejenak sambil bergumam dalam hati.‘Nyenyak banget tidurnya, sepertinya kecapekan dia, k
Part 57 “Kapan rencananya kalian akan menikah?” tanya Reyhan membuka percakapan saat mereka makan malam bersama. Untuk malam ini mereka tinggal bersama di rumah itu, termasuk rombongan tetangganya dari desa. Mereka baru akan pulang besok pagi agar tak kelelahan di jalan, semua sudah direncanakan sebaik mungkin."Apa kakak tidak apa-apa kalau kami menikah lebih dulu?" tanya Risna memastikan."Tentu saja tidak apa-apa. Justru kakak jauh lebih tenang kalau ada yang melindungimu sepenuhnya. Tidak usah pikirkan kakak. Kakak ini laki-laki, bisa saja mencari wanita. Kakak memang menunggumu lebih dulu agar kau menemukan jodoh yang baik."Suasana hening sejenak. Hanya terdengar suara detik jam."Jadi kapan rencananya kalian akan menikah?" tanya Reyhan lagi.Dewangga tersenyum dan memandang ke arah Risna. “Saya inginnya sih secepatnya, Bang. Tapi, setelah menikah, Risna akan jadi tanggung jawab saya, maka saya harus cari pekerjaan tetap dulu disini agar bisa menafkahi Risna.”“Jadi kamu seriu
Keesokan paginya, tetangga di kampung izin pulang, sedangkan Dewangga mencari rumah kontrakan untuk tempatnya tinggal, mencari tempat tinggal yang lebih dekat dengan perusahaan Reyhan yang baru, agar bisa ditempuh dengan jarak yang dekat. Ia diamanahi memegang kantor baru dan melaporkan semua aktivitas pekerjaan di sana. Karena juga masih dalam tahap pembangunan, belum jadi 100%. Dewangga akan bekerja dengan serius dan loyalitas. Sebab tak ingin mengecewakan Risna maupun Reyhan. Ia akan membuktikan meski orang kampung, dia pun mampu. Dewangga juga sudah punya pengalaman kerja bertahun-tahun, jadi tak begitu sulit untuknya.*** Dua bulan berlalu, Risna dan Dewangga sudah memantapkan hati untuk menikah sebelum ramadhan tahun ini. Mereka tak ingin berlama-lama agar tak timbul fitnah. Meskipun baik Risna dan Dewangga sama-sama sibuk pada pekerjaan masing-masing. Bertemu pun hanya satu minggu sekali saat Dewa mengunjungi Risna ketika weekedn, itupun sangat sebentar. hanya makan malam
Part 83Dua tahun berlalu... Ini hari yang paling membahagiakan untuk Risna, karena dia berhasil menyelesaikan pendidikannya sebagai seorang mahasiswi. Hari ini adalah hari kelulusan alias hari wisuda di perguruan tinggi tempatnya menuntut ilmu. Gadis kecil mungil itu berlarian kecil menuju Risna. "Ate ate ate...." ocehnya dengan lucu. Risna yang tengah dirias dan memakai kebaya dan rok dari kain jarik menoleh ke arah bocah mungil itu. Dewangga tersenyum, langsung menggendong gadis mungil itu dan menciuminya. "Ate..." Ia terlihat berontak tak ingin digendong oleh Dewangga, tangan gadis kecil itu terulur padanya. "Sini, Mas, Rina sepertinya ingin digendong olehku," sahut Risna sambil senyum. Risna menciuminya dan menjawil pipinya yang chubby. "Keponakan ante udah wangi nih, udah siap mau ikut tante?" tanya Risna dengan lembut.Arina manggut-manggut sambil mengoceh tak jelas lagi. Ya, dia Arina, putri mungil kakaknya, Reyhan dan Zahra. Umurnya satu tahun lebih beberapa bulan, h
Part 82Risna melambaikan tangan saat mengantar kepergian sang kakak dan istrinya di Bandara."Semoga sukses bulan madunya, Kak dan cepat dapat momongan!" seru Risna sambil tertawa renyah. Reyhan mengusap lembut kepala adiknya sambil tersenyum. Begitu pula dengan Zahra, dia yang sedari tadi berdiri di samping suaminya, merasa agak gugup karena ini pengalaman pertamanya untuk naik pesawat."Kamu juga ya, Dek. Pokoknya kita harus berikan kebahagiaan untuk papa dan mama. Dewa, kupercayakan sepenuhnya padamu. Jaga adikku dengan baik," sahut Reyhan."Tentu, Bang. Risna sudah jadi tanggung jawabku.""Aku juga titip papa dan mama ya. Kabari kalau ada apa-apa.""Iya, Bang, pasti. Abang gak perlu khawatir. Bersenang-senanglah bersama istri dan jangan pikirkan kami. Semoga honeymoonya sukses."Reyhan dan Zahra tersenyum, kemudian ia segera menuju ke pesawat setelah ada pengumuman, pesawat akan take off.Dewangga dan Risna saling berpandangan sejenak lalu melempar senyum. Mereka pulang setelah
Part 81Kini Pak Hadiwilaga bisa bernapas dengan lega. Sungguh, ia tak menyangka, ternyata selama ini ia memelihara dua penjahat sekaligus selama puluhan tahun! Miris bukan?Bahkan Derry masih satu kerabat dengan istrinya itu. Maksudnya sang mantan istri.Reyhan dan yang lain pun baru tahu kalau dalang dibalik hilangnya Risna dulu adalah Bu Martha. Semua bukti dia dapatkan saat orang suruhannya melakukan penggeledahan di rumah terbengkalai milik Martha. Ia menemukan sebuah catatan diantara tumpukan buku yang sudah usang. Catatan yang menjelaskan dimana saja ia harus beraksi bersama.Saat pertama mengetahuinya, dadanya berdebar sangat kencang, jadi Martha memang sudah mengincar keluarganya dari dulu. Dia benar-benar tak kenal lelah untuk mendapatkan papanya. Obsesinya karena ingin jadi orang kaya hingga melemahkan akal pikirannya. *** Tiga wanita itu tengah berkumpul di ruang tamu, mereka tengah membicarakan pesta syukuran untuk pernikahan Reyhan dan Zahra. Mereka melihat-lihat foto
Tak ingin membuang-buang waktu dan berkonsultasi dengan dokter yang merawat ayahnya, Reyhan meminta surat pengantar agar bisa membawa ayahnya ke rumah sakit lain yang lebih besar dan lengkap peralatan medisnya. Hal itu disetujui oleh pihak RS. Agar Pak Hadiwilaga mendapatkan perawatan semaksimal mungkin tanpa gangguan dari siapapun lagi.Setelah mengurus berkas-berkas sekaligus administrasinya, Pak Hadiwilaga langsung dibawa pergi dengan ambulance. Disusul oleh Reyhan dan juga Zahra di mobil belakang.Reyhan bertindak cepat agar tak keduluan oleh sang ibu tirinya. Ia mendapatkan laporan dari Arfan dan Zhafi mengenai rencana licik Martha ingin membuat kondisi Pak Hadiwilaga makin memburuk. Meskipun kemarin Pak Hadiwilaga terlihat lebih baik dari pada biasanya, tapi sebentar-sebentar terbangun dan merasakan dadanya yang begitu sesak."Dek Zahra, aku mau minta satu permohonan padamu," ujar Reyhan saat berjaga dalam ruang perawatan ayahnya di rumah sakit yang baru."Katakan, Mas.""Tolong
Part 80Beberapa waktu sebelumnya ... Setelah Ramdan pergi dan tak kembali lagi. Dia menghubungi lelaki itu berkali-kali tapi tak kunjung direspon. Ia juga tetap menunggunya pulang, tapi sampai sekarang, Ramdan tak pernah kembali. Alya bingung dan frustasi. Apa yang harus ia lakukan sekarang, tak ada lagi yang menanggung biaya hidupnya.Hingga akhirnya tiba waktunya bayar kontrakan, tapi Alya tak sanggup membayarnya karena uangnya sudah habis, habis untuk makan, dia dan anak-anak."Maaf ya, Mbak. Tidak ada toleransi. Bukan karena saya manusia yang tidak punya hati, bisnis tetaplah bisnis. Jadi lebih baik sekarang mbaknya dan anak-anak pergi dari kontrakan saya," tukas pemilik kontrakan yang sudah memberi waktu lewat dua hari dari jatuh tempo."Pak, saya mohon, tunggu sampai suami saya pulang!" Alya memohon dengan mata berkaca-kaca. Tapi pemilik kontrakan itu tak menggubrisnya. Hidup Alya makin kacau."Maaf ya, Mbak, penghuni baru akan segera datang, jadi tolong kosongkan kontrakan
Part 79Saat wanita itu mendongak, baik Dewangga dan Risna sangat terkejut saat melihatnya dengan penampilan yang awut-awutan tak karuan."Ka-kamu?"Alya terperanjat kaget melihat mereka kini ada di dekatnya. "Alya, apa yang sedang kau lakukan?" tanya Dewangga tak habis pikir, pada wanita yang suka sekali bersandiwara."Kamu sengaja ya melakukan ini? Kamu ingin mencelakakan dirimu sendiri dan bayimu itu?"Alya bangkit seraya mendekap bayinya yang masih terus menangis. Dia menggeleng pelan lalu beringsut mundur ke pinggir jalan. Badannya sudah tak terurus, wajah kusut dan kumal, begitu pula dengan bajunya yang tampak kotor dan dekil. Dia tak menanggapi ucapan dari Dewangga maupun pandangan menuntut dari Risna yang seolah ingin tahu apa yang terjadi pada dirinya. Dia berlari-lari kecil sambil terus menggendong bayinya yang kelaparan."Mas, apa yang sebenarnya terjadi padanya?" tanya Risna sambil terus memandang wanita itu yang berjalan terus tanpa menoleh lagi. Ia berjalan tanpa alas
Part 78"Kau sudah pulang rupanya, lalu siapa wanita di sampingmu?" Bu Martha berjalan menghampirinya begitu pula dengan Karina. Ia tersenyum penuh kepalsuan."Mas, aku senang sekali kamu akhirnya pulang juga. Aku kangen sekali sama kamu. Aku ikut khawatir saat tante bilang kalau kamu hilang kontak dan gak ada kabar berhari-hari. Aku cemas sekali, Mas," ucap Karina. Ia hendak memeluk Reyhan tapi langsung ditepis lelaki itu.Karina tersenyum dan melirik ke arah wanita di samping Reyhan dengan tatapan sinis. Dadanya sudah berdesir rasa cemburu ketika melihat tangan Reyhan menggenggam erat wanita di sampingnya."Dia istriku," sahut Reyhan kemudian. Tampak keterkejutan yang begitu kentara di wajah keduanya."Istri? Sejak kapan kamu menikah? Memangnya kamu kenal dengan dia?" tanya Bu Martha penasaran. "Makanya kedatanganku kesini karena ingin mengenalkan istriku pada kalian. Namanya Zahra, aku menikah dengannya dua hari yang lalu.""Mas Reyhan, kamu serius menikah dengannya?" Karina tamp
Ia menoleh ke arah sang suami, Reyhan sudah memejamkan matanya, sepertinya ia sudah sangat kelelahan, hingga tertidur tanpa sadar. Zahra tersenyum memandang wajah tampan di hadapannya. Reyhan benar-benar pria yang baik. Sikapnya sangat dewasa kala menghadapi masalah, meski terkesan cuek dan dingin tapi nyatanya dia sangat peduli.*** Pagi harinya, 5 orang pekerja di rumah Reyhan dikumpulkan jadi satu di halaman belakang. Mereka saling pandang karena tak tahu menahu apa yang akan dilakukan sang majikan pada mereka. Bik Sawi, Bik Marni, Pak Herman, Pak Doni dan Pak Agus berdiri dengan raut wajah bingung.Reyhan dan Pak Kamal menghampiri mereka. "Bapak dan bibi sekalian, apa kalian tahu kenapa kalian dikumpulkan di sini?" tanya Reyhan dengan tatapan tajam. Ia memabdang para pekerja di rumahnya satu per satu."Tidak, Pak," sahut mereka serempak. Kali ini mereka saling tertunduk."Saya ingin bertanya pada kalian, apa gaji yang selama ini saya berikan itu kurang?""Ti-tidak, Pak.""Apa b
Part 77Semua sudah berkumpul di meja makan. Zahra tampak kikuk dan hanya diam melihat aneka makanan yang terhidang di meja. Baginya ini begitu mewah."Kenapa diam saja kakak ipar? Apa kakak tidak suka dengan menu ini?" tanya Risna heran. Yang ditanya justru terisak. Ia sangat terharu. "Bukan, bukan itu. Tapi ... terima kasih banyak, terima kasih kalian sudah menerimaku," ujar Zahra lagi.Reyhan hanya tersenyum. Begitu pula dengan Bu Salamah serta anggota keluarga yang lain."Kamu adalah menantuku, Nak. Itu artinya kamu adalah bagian keluarga kami, jangan merasa sungkan begitu."Zahra mengangguk pelan meski ragu."Iya kakak ipar, kamu adalah istri kakakku berarti kakakku juga.""Ehemmm ...! Kalau begitu Risna, panggil dia dengan panggilan yang lebih akrab lagi, biar dia terbiasa dan terkesan dengan kita semua," pungkas Reyhan."Baiklah, aku akan memanggilmu, Mbak Zahra. Ayo mbak, dimakan. Ini semua masakan Bik Marni dan juga aku," jawab Risna.Zahra tersenyum. "Terima kasih, Dek. Ter