Part 1[Ris, suamimu pulang kapan? Tadi aku lihat suamimu di mall, tapi dia makan siang bareng seorang wanita dan anak kecil]Keningku mengernyit membaca pesan dari Mitha, sahabatku. Tak lama, Mitha mengirimkan gambar.Deg! Jantungku mulai berdegup kencang. Aku memandang foto itu, benar, itu Mas Ramdan bersama seorang wanita dan anak kecil, entah siapa itu, aku tak mengenalnya. Beragam pertanyaan muncul dalam pikiran. Sejak kapan Mas Ramdan ada di kota ini, bahkan dia belum pulang ke rumah. Lalu siapa perempuan itu? Mereka tampak akrab, kalau tak mengenalnya pasti disangka keluarga kecil yang bahagia.[Tadi mau kutegur, tapi gak sempat. Anakku rewel minta pulang] pesan dari Mitha lagi.Aku menghirup udara dalam-dalam, perasaan di hati sudah tak karuan. Ada rasa panas dan perih sekaligus datang menyelinap. Segala pikiran negatif mulai hinggap. Kenapa Mas Ramdan merahasiakan kepulangannya? Padahal sekian lama aku menantikan kehadirannya. Sudah tujuh bulan ini dia gak pulang, kami berk
Part 2Plaakk! Entah dapat dorongan dari mana kulayangkan tamparan pada pipi Mas Ramdan. Jangan dibayangkan rasanya, perih sekali. Hatiku."Hei, siapa kau datang-datang menampar suamiku?!" Wanita yang tadi beramah-tamah langsung berdiri di samping Mas Ramdan. Tatapannya memindai diriku. Begitu pula denganku. Shock, tentu saja.Suami katanya? Apa tadi aku tidak salah dengar? Untuk beberapa saat aku tak bisa berpikir apapun. Hingga ia mendorong pundakku, aku terhuyung ke belakang, untung saja tak sampai terjatuh."Kamu siapa? Berani sekali menampar suamiku?" tanyanya lagi, kini dengan nada lebih sinis. Matanya menatap tajam. Jadi diam-diam, Mas Ramdan menikah lagi? Dan selama ini aku dibohongi?Aku tersenyum masam, perih rasanya hati ini.Plaakk! Segera kutampar perempuan yang entah siapa namanya. Dia mengerang pelan seraya memegangi pipi."Kurang ajar kau!!" teriaknya. Wanita itu bersiap menyerangku, untung saja Awan menghalanginya. Dia berdiri di depanku. Sementara Mas Ramdan mena
Part 3Jangan pernah mengecewakan orang yang menyayangi kamu, karena suatu hari nanti, bisa jadi kamu yang di kecewakan orang lain.***"Hei, wanita kampung! Apa kau tidak tahu salahmu itu apa? Kau itu tidak bisa memberikan keturunan untuk Mas Ramdan! Lelaki mana yang tahan hidup berumah tangga tanpa kehadiran anak!" Deg! Hatiku terasa pilu. Ia langsung menghujam titik lemahku. Ya, benar. Sudah 10 tahun lebih bersama Mas Ramdan, aku tak kunjung hamil. Aku belum bisa memberikannya keturunan. Kehadiran seorang anak yang teramat kurindukan. Tentu, aku sudah cek perihal kesuburanku, hasilnya tak ada masalah. Bahkan minum jamu pun kulakoni sesuai arahan beberapa tetangga yang sudah berpengalaman. Tapi nihil, apa mau dikata, takdir belum bisa membawaku jadi wanita seutuhnya. "Sudah paham sekarang, wanita kampung?!""Alyaaa, cukupp!! Masuk ke dalam!" bentak Mas Ramdan. Kulihat wanita itu bersungut kesal seraya menghentakkan kakinya ke dalam.Aku masih mematung memperhatikan mereka berdua
Part 4Kalau tidak ingin tersakiti, jangan menyakiti. Hidup itu tabur tuai, siapa yang menanam dia yang akan menuai. Siapa yang menggali lubang, dia sendiri yang akan terjatuh.*** Mas Dewangga ... dia pulang ke rumah?Panggilan dari Mbak Jumiroh terputus begitu saja karena sinyal di kampung memang agak susah."Siapa yang telepon? Ibu kenapa?" tanya Mas Ramdan. "Kita disuruh pulang sama ibu.""Kenapa? Apa terjadi sesuatu sama ibu? Kamu sih, kenapa ninggalin ibu sama orang lain? Ibu itu cocoknya dirawat sama kamu. Tuh lihat sendiri kan, belum satu hari kamu di sini, udah terjadi sesuatu pada ibu?!"Aku memutar bola mata menatap tajam ke arah lelaki yang bergelar suami. Dia menyalahkanku?! Egois sekali kau, Ramdaaan! Lelaki yang ada di hadapanku ini rasanya sudah tak pantas kuhormati lagi."Kamu menyalahkanku?! Tidak sadar diri di sini siapa yang salah?! Berbulan-bulan kamu gak pulang, Mas! Bahkan ibu selalu menanyakan kabarmu! Tapi kau selalu saja sibuk, selalu saja menghindar? Terny
Part 5Namanya Alya Nadira, seorang wanita cantik yang mampu menggetarkan hatiku. Sekian lama hatiku sepi dan gersang akibat hubungan jarak jauh dengan istri, kini dipenuhi warna kembali. Dipenuhi warna akan kehadirannya yang ceria, lembut dan menggoda. Ya, itu kesan pertama yang kudapatkan dari Alya.Aku tahu, datangnya cinta ini memang salah, karena aku masih punya Risna yang tinggal di kampung. Dia di sana merawat ibuku yang sakit. Tak ada yang setelaten dan sesayang itu pada ibu, selain istriku. Tentu, sudah kucoba mencarikan perawat untuk ibu, tapi tetap tak ada yang betah kerja. Satu hari paling lama satu minggu perawat itu mengundurkan diri. Entah apa masalahnya, aku tak tahu. Hingga kubiarkan Risna yang merawat ibu sampai sekarang.Namun terkadang, cinta memang tak ada logika. Ia datang kapan saja dan pada siapa saja semau hati tanpa bisa kucegah dan kurencanakan. Ia datang tanpa permisi mengetuk hati yang mulai terasa sepi.Terbilang singkat pertemuanku dengan Alya, janda den
Part 6Risna benar-benar berubah perangainya. Dia bahkan berani menamparku dan juga menampar Alya. Ah wanita itu, wanita yang paling kusuka dengan kelemah-lembutannya, kini ia justru berani melawan.Aku tak habis pikir kenapa Alya sampai nekat menyusulku kemari, padahal ia tak tahu jalannya. Dan Awan ... kenapa harus bertemu dengan pria itu! Bisa repot berurusan dengannya!Seketika kepalaku terasa begitu pening. Risna benar-benar tak mau berdamai. Setelah perdebatanku dengan Risna tak mencapai titik sepakat, hingga akhirnya panggilan dari Mas Dewangga yang membuat kami harus pulang bersama.Ya, bila lelaki itu ikut campur, berarti ada masalah penting yang akan dibicarakan.Mas Dewangga, ia adalah satu-satunya kakak laki-lakiku. Aku paling segan padanya karena dia lah yang menopang hidup kami setelah bapak tiada. Lebih tepatnya sejak usiaku masih remaja, 15 tahun. Umurku dengan Mas Dewangga terpaut 5 tahun. Aku sudah menganggapnya sebagai pengganti bapak. Karena ia begitu tanggung jawa
Part 7Aku memperhatikannya tapi tetiba ia menyetop taksi dan masuk ke dalam mobil berwarna biru itu, ingin rasanya kukejar Risna tapi kembali ada notif di ponselku.[Aku tidak main-main dengan ucapanku, Mas. Pulang sebentar atau kau rasakan akibatnya!]Aku menghela nafas kasar usai membaca pesan dari Alya. Terpaksa aku memutar balik mobil dan pulang menuju ke rumah. Aku harus menuruti Alya, atau kalau tidak, dia benar-benar nekat. Sementara Risna? Meski aku khawatir padanya karena dia begitu asing dengan kota mertropolitan ini. Namun, aku yakin dia pasti bisa sampai di rumah dengan selamat. Aku percaya padanya karena dia wanita yang cukup cerdas. Kuhubungi nomor Risna, tapi panggilanku tak kunjung diangkat. [Kamu sekarang dimana? Mau ke terminal apa ke stasiun?] Kukirimkan pesan untuknya, terkirim tapi belum terbaca.[Hati-hati di jalan, Risna. Maaf kita tidak bisa pulang bersama. Mas akan menyusulmu setelah urusan dengan Alya selesai. Kamu kabari Mas Dewangga saja untuk jemput k
Part 8Sepandai-pandainya menyimpan bangkai, suatu saat baunya akan tercium juga. Begitupun kebohongan dan kecurangan, meski disembunyikan begitu rapat, suatu saat akan terbongkar.***"Jangan pernah berbohong di hadapanku! Jangan kau pikir kakakmu ini tidak tahu apa yang sudah kau lakukan!"Mataku membelalak mendengar ucapan Mas Dewangga. "Apa maksudmu, Mas?"Tak menanggapi ucapanku, Mas Dewangga justru berlalu masuk ke dalam. Ah, sekarang selain menghadapi kakakku, aku juga harus menghadapi ibu. Ponselku berdering lagi, panggilan dari Alya. Hal ini makin membuatku putus asa. Kenapa sih dia justru menghubungiku! Kuabaikan panggilan darinya dan segera men-silent agar tak terdengar bunyi saat dia menelepon atau mengirim pesan. Bikin repot saja.Perlahan, kulangkahkan masuk ke dalam rumah, dan hendak menemui ibu. Suasana rumah masih seperti dulu, saat terakhir aku pulang kesini. Begitu rapi dan bersih, rupanya Risna mengurus rumah ini dengan baik.Terdengar suara lirih ibu dari kamar
Part 83Dua tahun berlalu... Ini hari yang paling membahagiakan untuk Risna, karena dia berhasil menyelesaikan pendidikannya sebagai seorang mahasiswi. Hari ini adalah hari kelulusan alias hari wisuda di perguruan tinggi tempatnya menuntut ilmu. Gadis kecil mungil itu berlarian kecil menuju Risna. "Ate ate ate...." ocehnya dengan lucu. Risna yang tengah dirias dan memakai kebaya dan rok dari kain jarik menoleh ke arah bocah mungil itu. Dewangga tersenyum, langsung menggendong gadis mungil itu dan menciuminya. "Ate..." Ia terlihat berontak tak ingin digendong oleh Dewangga, tangan gadis kecil itu terulur padanya. "Sini, Mas, Rina sepertinya ingin digendong olehku," sahut Risna sambil senyum. Risna menciuminya dan menjawil pipinya yang chubby. "Keponakan ante udah wangi nih, udah siap mau ikut tante?" tanya Risna dengan lembut.Arina manggut-manggut sambil mengoceh tak jelas lagi. Ya, dia Arina, putri mungil kakaknya, Reyhan dan Zahra. Umurnya satu tahun lebih beberapa bulan, h
Part 82Risna melambaikan tangan saat mengantar kepergian sang kakak dan istrinya di Bandara."Semoga sukses bulan madunya, Kak dan cepat dapat momongan!" seru Risna sambil tertawa renyah. Reyhan mengusap lembut kepala adiknya sambil tersenyum. Begitu pula dengan Zahra, dia yang sedari tadi berdiri di samping suaminya, merasa agak gugup karena ini pengalaman pertamanya untuk naik pesawat."Kamu juga ya, Dek. Pokoknya kita harus berikan kebahagiaan untuk papa dan mama. Dewa, kupercayakan sepenuhnya padamu. Jaga adikku dengan baik," sahut Reyhan."Tentu, Bang. Risna sudah jadi tanggung jawabku.""Aku juga titip papa dan mama ya. Kabari kalau ada apa-apa.""Iya, Bang, pasti. Abang gak perlu khawatir. Bersenang-senanglah bersama istri dan jangan pikirkan kami. Semoga honeymoonya sukses."Reyhan dan Zahra tersenyum, kemudian ia segera menuju ke pesawat setelah ada pengumuman, pesawat akan take off.Dewangga dan Risna saling berpandangan sejenak lalu melempar senyum. Mereka pulang setelah
Part 81Kini Pak Hadiwilaga bisa bernapas dengan lega. Sungguh, ia tak menyangka, ternyata selama ini ia memelihara dua penjahat sekaligus selama puluhan tahun! Miris bukan?Bahkan Derry masih satu kerabat dengan istrinya itu. Maksudnya sang mantan istri.Reyhan dan yang lain pun baru tahu kalau dalang dibalik hilangnya Risna dulu adalah Bu Martha. Semua bukti dia dapatkan saat orang suruhannya melakukan penggeledahan di rumah terbengkalai milik Martha. Ia menemukan sebuah catatan diantara tumpukan buku yang sudah usang. Catatan yang menjelaskan dimana saja ia harus beraksi bersama.Saat pertama mengetahuinya, dadanya berdebar sangat kencang, jadi Martha memang sudah mengincar keluarganya dari dulu. Dia benar-benar tak kenal lelah untuk mendapatkan papanya. Obsesinya karena ingin jadi orang kaya hingga melemahkan akal pikirannya. *** Tiga wanita itu tengah berkumpul di ruang tamu, mereka tengah membicarakan pesta syukuran untuk pernikahan Reyhan dan Zahra. Mereka melihat-lihat foto
Tak ingin membuang-buang waktu dan berkonsultasi dengan dokter yang merawat ayahnya, Reyhan meminta surat pengantar agar bisa membawa ayahnya ke rumah sakit lain yang lebih besar dan lengkap peralatan medisnya. Hal itu disetujui oleh pihak RS. Agar Pak Hadiwilaga mendapatkan perawatan semaksimal mungkin tanpa gangguan dari siapapun lagi.Setelah mengurus berkas-berkas sekaligus administrasinya, Pak Hadiwilaga langsung dibawa pergi dengan ambulance. Disusul oleh Reyhan dan juga Zahra di mobil belakang.Reyhan bertindak cepat agar tak keduluan oleh sang ibu tirinya. Ia mendapatkan laporan dari Arfan dan Zhafi mengenai rencana licik Martha ingin membuat kondisi Pak Hadiwilaga makin memburuk. Meskipun kemarin Pak Hadiwilaga terlihat lebih baik dari pada biasanya, tapi sebentar-sebentar terbangun dan merasakan dadanya yang begitu sesak."Dek Zahra, aku mau minta satu permohonan padamu," ujar Reyhan saat berjaga dalam ruang perawatan ayahnya di rumah sakit yang baru."Katakan, Mas.""Tolong
Part 80Beberapa waktu sebelumnya ... Setelah Ramdan pergi dan tak kembali lagi. Dia menghubungi lelaki itu berkali-kali tapi tak kunjung direspon. Ia juga tetap menunggunya pulang, tapi sampai sekarang, Ramdan tak pernah kembali. Alya bingung dan frustasi. Apa yang harus ia lakukan sekarang, tak ada lagi yang menanggung biaya hidupnya.Hingga akhirnya tiba waktunya bayar kontrakan, tapi Alya tak sanggup membayarnya karena uangnya sudah habis, habis untuk makan, dia dan anak-anak."Maaf ya, Mbak. Tidak ada toleransi. Bukan karena saya manusia yang tidak punya hati, bisnis tetaplah bisnis. Jadi lebih baik sekarang mbaknya dan anak-anak pergi dari kontrakan saya," tukas pemilik kontrakan yang sudah memberi waktu lewat dua hari dari jatuh tempo."Pak, saya mohon, tunggu sampai suami saya pulang!" Alya memohon dengan mata berkaca-kaca. Tapi pemilik kontrakan itu tak menggubrisnya. Hidup Alya makin kacau."Maaf ya, Mbak, penghuni baru akan segera datang, jadi tolong kosongkan kontrakan
Part 79Saat wanita itu mendongak, baik Dewangga dan Risna sangat terkejut saat melihatnya dengan penampilan yang awut-awutan tak karuan."Ka-kamu?"Alya terperanjat kaget melihat mereka kini ada di dekatnya. "Alya, apa yang sedang kau lakukan?" tanya Dewangga tak habis pikir, pada wanita yang suka sekali bersandiwara."Kamu sengaja ya melakukan ini? Kamu ingin mencelakakan dirimu sendiri dan bayimu itu?"Alya bangkit seraya mendekap bayinya yang masih terus menangis. Dia menggeleng pelan lalu beringsut mundur ke pinggir jalan. Badannya sudah tak terurus, wajah kusut dan kumal, begitu pula dengan bajunya yang tampak kotor dan dekil. Dia tak menanggapi ucapan dari Dewangga maupun pandangan menuntut dari Risna yang seolah ingin tahu apa yang terjadi pada dirinya. Dia berlari-lari kecil sambil terus menggendong bayinya yang kelaparan."Mas, apa yang sebenarnya terjadi padanya?" tanya Risna sambil terus memandang wanita itu yang berjalan terus tanpa menoleh lagi. Ia berjalan tanpa alas
Part 78"Kau sudah pulang rupanya, lalu siapa wanita di sampingmu?" Bu Martha berjalan menghampirinya begitu pula dengan Karina. Ia tersenyum penuh kepalsuan."Mas, aku senang sekali kamu akhirnya pulang juga. Aku kangen sekali sama kamu. Aku ikut khawatir saat tante bilang kalau kamu hilang kontak dan gak ada kabar berhari-hari. Aku cemas sekali, Mas," ucap Karina. Ia hendak memeluk Reyhan tapi langsung ditepis lelaki itu.Karina tersenyum dan melirik ke arah wanita di samping Reyhan dengan tatapan sinis. Dadanya sudah berdesir rasa cemburu ketika melihat tangan Reyhan menggenggam erat wanita di sampingnya."Dia istriku," sahut Reyhan kemudian. Tampak keterkejutan yang begitu kentara di wajah keduanya."Istri? Sejak kapan kamu menikah? Memangnya kamu kenal dengan dia?" tanya Bu Martha penasaran. "Makanya kedatanganku kesini karena ingin mengenalkan istriku pada kalian. Namanya Zahra, aku menikah dengannya dua hari yang lalu.""Mas Reyhan, kamu serius menikah dengannya?" Karina tamp
Ia menoleh ke arah sang suami, Reyhan sudah memejamkan matanya, sepertinya ia sudah sangat kelelahan, hingga tertidur tanpa sadar. Zahra tersenyum memandang wajah tampan di hadapannya. Reyhan benar-benar pria yang baik. Sikapnya sangat dewasa kala menghadapi masalah, meski terkesan cuek dan dingin tapi nyatanya dia sangat peduli.*** Pagi harinya, 5 orang pekerja di rumah Reyhan dikumpulkan jadi satu di halaman belakang. Mereka saling pandang karena tak tahu menahu apa yang akan dilakukan sang majikan pada mereka. Bik Sawi, Bik Marni, Pak Herman, Pak Doni dan Pak Agus berdiri dengan raut wajah bingung.Reyhan dan Pak Kamal menghampiri mereka. "Bapak dan bibi sekalian, apa kalian tahu kenapa kalian dikumpulkan di sini?" tanya Reyhan dengan tatapan tajam. Ia memabdang para pekerja di rumahnya satu per satu."Tidak, Pak," sahut mereka serempak. Kali ini mereka saling tertunduk."Saya ingin bertanya pada kalian, apa gaji yang selama ini saya berikan itu kurang?""Ti-tidak, Pak.""Apa b
Part 77Semua sudah berkumpul di meja makan. Zahra tampak kikuk dan hanya diam melihat aneka makanan yang terhidang di meja. Baginya ini begitu mewah."Kenapa diam saja kakak ipar? Apa kakak tidak suka dengan menu ini?" tanya Risna heran. Yang ditanya justru terisak. Ia sangat terharu. "Bukan, bukan itu. Tapi ... terima kasih banyak, terima kasih kalian sudah menerimaku," ujar Zahra lagi.Reyhan hanya tersenyum. Begitu pula dengan Bu Salamah serta anggota keluarga yang lain."Kamu adalah menantuku, Nak. Itu artinya kamu adalah bagian keluarga kami, jangan merasa sungkan begitu."Zahra mengangguk pelan meski ragu."Iya kakak ipar, kamu adalah istri kakakku berarti kakakku juga.""Ehemmm ...! Kalau begitu Risna, panggil dia dengan panggilan yang lebih akrab lagi, biar dia terbiasa dan terkesan dengan kita semua," pungkas Reyhan."Baiklah, aku akan memanggilmu, Mbak Zahra. Ayo mbak, dimakan. Ini semua masakan Bik Marni dan juga aku," jawab Risna.Zahra tersenyum. "Terima kasih, Dek. Ter