Share

Bab 6 : Orang Baik

last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-11 11:54:48

“Nak Eti, jangan marah ya,” kata Bu Nurmala setelah selesai mengambil uang. “Baju yang ibu beli ini buat nak Eti sama keluarga. Jangan ditolak. Ini sebagai ucapan terimakasih ibu karena sudah dilayani dengan baik.”

Kantong baju yang dibawa Zikri kemudian diserahkan ke Eti. Bu Nurmala pun memberikan uang pembayaran bajunya. Eti menerimanya dengan sedikit bengong.

“Tapi bu. Ini kan baju yang mahal semua.” Eti merasa tidak enak. Dia tidak menyangka Bu Nurmala akan membelikan baju itu untuk dia.

“Sudah terima aja, kak. Mamah kalo udah gitu, gak suka di tolak.”

Zikri yang berdiri dibelakang ibunya ikut bicara. Eti hanya bisa memandangi sepasang ibu dan anak itu dengan pandangan terimakasih. Melihat tidak ada penolakan lagi, Bu Nurmala kembali berkata.

“Kalau bisa, nanti datang ya pas acara nikahannya Iki. Nanti ibu minta Iki anterin undangannya. Ajak ayah, ibu sama anaknya nak Eti.”

“Insya Allah, ya bu. Terimakasih banyak buat bajunya.”

Kedua wanita itu berpisah sambil saling menempelkan pipi. Zikri hanya mengangguk sebelum menggandeng ibunya pergi. Eti berdiri cukup lama sampai sepasang ibu dan anak itu sudah tidak terlihat.

“Kok dibawa lagi, teh?” tanya Risma begitu Eti kembali membawa kantong baju yang sudah dibeli Bu Nurmala. Ada sekantong gorengan di hadapannya.

“Kata Bu Nurmala, ini buat teteh, Ris,” ucap Eti pelan sambil memberikan uang pembayaran dari Bu Nurmala.

Dia segera menyimpan baju itu ke dalam tas. Eti tidak mau menimbulkan kecemburuan kepada rekan-rekannya.

“Ikh, teteh beruntung banget. Jarang-jarang ada pembeli yang begitu,” ucap Risma sedikit Iri. “Wisnu juga tadi dikasih uang 50 ribu buat bawain barangnya. Nih gorengan dia yang beli buat traktir katanya.”

“Oh, Alhamdulillah dong.”

“Iya teh. Mas-nya baik,” ucap Wisnu yang ikut nimbrung. “Coba aja tiap hari ada orang beli kaya gitu ya. Lumayan tuh.”

“Huh, itu mah mau kamu. Tapi emang sih udah baik, anaknya ganteng, kaya lagi. Aduh aku mau deh jadi yang kedua buat anaknya.” Ucap Risma sambil terkekeh.

Risma dan Wisnu kemudian saling ledek diiringi senyum Eti. Toko itu kini jadi lebih hidup. Berbeda sekali dengan satu orang yang terlihat kesal dipojokan.

Saat tutup toko, Risma memberikan uang makan kepada Eti untuk hari itu. Dia melihat uangnya lebih 50 ribu.

“Ini ada kelebihan 50, Ris.”

“Iya itu memang buat teteh. Kalo omset toko lebih dari 10 juta, kita dapat bonus masing-masing 50 ribu.”

“Oh, Alhamdulillah. Makasih ya, Ris.”

Kalau dipikir-pikir, saat ada uang kurang pertama kali, omset toko hari itu juga tembus 10 juta. Tapi kenapa dia tidak ada dikasih ya, pikir Eti.

Eti tidak mau berpikiran macam-macam. Dia sudah bersyukur dibelikan baju oleh Bu Nurmala dan tidak sabar untuk cerita ke ibunya lewat telpon nanti kalau sudah tiba di mess.

Dia tidak tahu bahwa ada kejutan lain yang menunggunya di kantong baju itu.

***

"Assaalamualaikum, bu."

"Walaikumsalam. Kenapa, Et?"

Masih mengenakan mukena setelah sholat magrib, Eti langsung menelpon ibunya. Sepulang dari toko tadi dia belum sempat karena ada barang datang. Eti dan yang lain ikut membantu membereskan sampai menjelang gelap.

"Eren kemana bu? Gak rewel kan dia hari ini?"

"Ada tuh lagi nonton Upin Ipin. Suruh makan katanya entar aja mau nonton dulu."

Kartun dari negeri seberang itu memang kesukaan Eren. Meski episodenya sering diputar berulang kali, bocah itu masih suka menontonnya.

"Kalau rewel sih enggak. Cuman dia sering ngajak main keluar sekarang. Kadang suka main ke tetangga sampai lupa waktu. Giliran di ajak pulang gak mau."

"Maaf ya Bu. Malah jadi ngerepotin. Entar Eti bilangin anaknya."

"Ibu juga gak banyak kerjaan, Et. Jadi sesekali maen ke tetangga ya gak apa-apa. Anak umur segitu kan emang lagi aktif-aktifnya."

"Iya, Bu." Eti membayangkan ibunya yang sudah berumur kecapean masih harus menjaga cucunya. Dia hanya bisa tersenyum miris.

"Eti tadi siang ketemu ibu-ibu baik sama anaknya. Beliau beli baju banyak banget. Katanya buat nikahan anaknya yang bungsu.

Tahu gak bu, beliau juga beliin baju buat Eti, ibu, bapak sama Eren. Katanya kita disuruh hadir pas anaknya nikah nanti."

"Beneran? Kok bisa sampai ibu sama bapak juga dibeliin?"

"Itulah Bu, Eti juga masih gak percaya masih ada orang baik kaya gitu. Beliau tadinya cuman ngobrol-ngobrol aja, eh malah borong. Bajunya yang mahal-mahal lagi."

"Alhamdulillah kalo gitu. Itu rezeki kamu. Kapan emang acaranya?"

"Katanya sih bulan depan. Eti gak tahu pasti tanggalnya terus diadain dimana. Pasti rame banget yang dateng. Eti gak tahu mau beneran kesana apa enggak."

"Ya kalo bisa walaupun ibu gak bisa dateng, cukup kamu aja yang wakilin. Orangnya udah baik beliin kamu baju."

"Iya, Bu. Tapi takutnya malah minder entar. Kan pasti yang datang orang kaya semua. Tapi lihat aja entar deh. Gak tahu ngundang itu juga beneran atau enggak."

"Iya. Ngomong-ngomong bajunya kaya apa? Ibu jadi penasaran. Bapak kamu mah jarang beliin ibu baju. Palingan daster lagi daster lagi. Dulu katanya biar bukanya gampang."

Diseberang telpon Eti tertawa dengan kata-kata ibunya perihal 'bukanya gampang.'

"Bentar Eti fotoin ya Bu." Eti kemudian mengambil plastik hitam yang membungkus baju dari Bu Nurmala.

Saat isinya dikeluarkan, ibunya bisa mendengar Eti mengucapkan Istighfar.

"Kenapa, Et? Ada yang salah?"

"E-enggak Bu." Suara Eti terdengar bergetar. Ada setumpuk uang kertas berwarna merah dengan tulisan kertas di atasnya.

'Nak Eti tolong jangan marah sama ibu, ya. Ini ada sekedar titipan buat Eren, anaknya nak Eti. Semoga nak Eren jadi anak yang sholeh, penurut dan pintar.'

'Aamiin.' Eti hanya bisa mengucapkan syukur setelahnya. Ada sepuluh lembar uang kertas 100 ribu yang kini agak berserakan di atas sajadahnya.

Eti jadi ingat permintaan anaknya untuk membeli mobil-mobilan seperti punya temannya.

"Et, kamu gak apa-apa kan?" suara ibunya kembali membuat Eti sadar.

"Enggak, enggak apa-apa kok Bu."

"Terus kamu kenapa tadi?"

"Ibu-ibu yang tadi Eti bilang, mungkin punya hati kaya malaikat. Di plastik baju yang buat kita, ada duitnya sejuta, bu. Katanya duit itu buat Eren."

"Beneran. Ya Allah, semoga ibu yang sudah baik itu dipanjangkan umurnya, diberi kesehatan dan selalu dalam lindungan-Nya."

"Aamiin. Besok duitnya Eti langsung kirim ya, Bu. Tolong beliin mobil-mobilan seperti temennya Eren."

"Iya, Et. Sisain buat kamu juga. Jangan dikirim semua."

"Insyaallah disini Eti masih cukup, Bu."

Eren kemudian dipanggil oleh neneknya untuk bicara dengan sang ibu. Anak itu tak berhenti mengoceh tentang keseruannya bermain hari ini.

Setetes air mata keluar membasahi pipi Eti. Dalam hati dia masih mengucapkan syukur tak henti-henti.

Beruntungnya dia diketemukan dengan Bu Nurmala yang baik. Semoga Bu Nurmala diberikan kesehatan dan panjang umur.

Tiga hari kemudian semua berjalan normal. Wisnu dan Risma benar-benar berubah semenjak kedatangan Bu Nurmala.

Mereka lebih terbuka kepada Eti. Adakalanya mereka curhat soal kehidupan mereka. Eti menjadi pendengar yang baik dan sesekali memberikan saran.

Suasana toko kembali suram ketika waktunya untuk menghitung pembukuan hari itu. Suara Sinta terdengar marah-marah.

"Gimana sih? Ngitung gitu aja gak becus."

**006**

Bab terkait

  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 7 : Dituduh Maling

    "Gimana sih? Kamu kan dari tadi di dalam, kok bisa kurang lagi. Nggak becus kerja ya kamu?."Suara Sinta sampai terdengar keluar. Beberapa tetangga toko yang belum tutup sampai melihat ke dalam penasaran.Mereka sudah paham dengan sifat Sinta yang kadang emosional. Sasarannya biasanya Eti. Namun wanita itu ada di luar dan sedang duduk santai."Kalau sudah gak mau disini bilang! Nanti gue minta ganti sama yang lain!""I-iya maaf, mba. Risma coba itung lagi."Dengan tangan gemetar menahan emosi, Risma memencet tombol-tombol di kalkulator sambil menghitung pemasukan hari itu.Tadi dia hitung sudah benar. Namun uang dan catatannya terjadi selisih sampai 235 ribu. Padahal hari ini tidak seramai akhir pekan.Wisnu dipanggil masuk untuk menghitung jumlah uang yang ada. Eti hanya diam saja di luar sambil melirik sesekali ke dalam.Wajah Risma nampak seperti ingin menangis. Bagaimana pun Eti pernah diposisi dia. Tidak masalah kalau kita salah terus dimarahi. Tapi tidak di depan orang lain.Itu

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-11
  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 8 : Toko Belakang

    Suasana toko jadi terasa tidak enak esok paginya. Sinta yang biasa akrab dengan Risma, kini memilih hanya ngobrol dengan Wisnu.Risma masih di dalam, tapi sekarang tempat duduknya berseberangan dengan Santi yang dekat meja kasir. Untuk bagian luar, ada Eti dan Wisnu seperti biasa."Mba Eti, dipanggil ibu ke toko depan." Suara seorang wanita membuyarkan lamunan Eti.Toko sedang sepi, belum ada pembeli dari buka toko tadi. Setelah membereskan pajangan, Eti seperti biasa duduk di pojokan."Oh, iya. Makasih ya, Sum." Wanita yang memberitahu Eti bernama Sumiyati, dia dari toko Agung. Sementara salah satu tidak masuk, biasanya dia akan menggantikan disitu sementara."Bawa tas mba Eti juga sekalian kata ibu." Ada suara tidak senang dari kata-kata Sumiyati. "Sekarang mba Eti di depan, saya disini.""Emang apa kata ibu, Sum?""Enggak tahu. Tadi Mas Agung cuman ngomong kita tukeran tempat mulai hari ini."Tadinya Eti akan bertanya lebih banyak, namun melihat wajah Sumiyati yang terlihat kesal,

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-12
  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 9 : Pergantian (Lagi)

    Sinta terlihat pucat. Dia sedikit bengong saat baru keluar dari ruangan. Sebuah amplop coklat berada di tangannya. Deni dan Teguh melihat Sinta dengan bingung. "Sin, kamu gak apa-apa?" Teguh memberanikan bertanya. Pemuda ini yang menjaga toko ketiga Bu Maryam. Posisi tokonya ada di gedung sebelah. Dia masuk kerja tidak lama setelah Sinta. "Sinta? Belum pulang?" Agung keluar dari dalam. Dia heran melihat Sinta masih berdiri mematung. "Mas, gak bisa yah ibu maafin saya?" Suara Sinta bergetar seakan ingin menangis. "Hn." Agung memandang dengan Iba. "Nasi sudah jadi bubur, Sin. Jadiin pelajaran aja buat kamu. Mas do'ain kamu ketemu kerjaan yang lebih baik, ya." Kata-kata Agung membuat Deni dan Teguh saling pandang. Ketemu kerjaan yang lebih baik? Bukannya itu berarti Sinta dipecat ya?Beberapa menit sebelumnya, Sinta masuk dengan wajah khawatir. Dia seperti akan disidang begitu melihat Bu Maryam yang duduk dengan santainya, sedangkan Mas Agung menyuruh duduk di bangku kosong depan mej

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-13
  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 10 : Mengantarkan Undangan

    Pria itu bisa dibilang termasuk dalam golongan pria-pria tampan. Sosoknya tinggi dan tegap. Tatapan matanya teduh dengan senyum manis yang tersungging di bibirnya.Ada kumis tipis dan cambang yang sama tipisnya menghias wajah yang berparas layaknya orang seberang. Jelas terlihat sang pria sedang dalam usia matang.Dengan celana chinos berwarna krem kombinasi kemeja flanel berwarna biru, pria itu menarik perhatian beberapa karyawan toko dan pengunjung pasar yang kebetulan lewat."Maaf, apa disini ada yang bernama Eti?" pria itu mengulangi pertanyaannya.Risma yang kebetulan ditanya oleh pria itu kembali dari keterpanaannya. Gadis itu tidak menutupi sudah terpengaruh oleh pesona pria dihadapannya itu."Eh, iya. Ada bang. Teh Eti, ada yang nyari!" Risma berteriak dari luar toko, Dia sedang menghitung baju yang ada digantungan luar,"Siapa, Ris?" Eti yang tadinya terduduk di lantai dalam toko berdiri masih dengan kertas dan pena di tangannya. Di

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-03
  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 1 : Kenyataan Pahit

    Eti adalah orang yang sederhana. Sebagai istri dan ibu untuk seorang anak laki-laki yang baru berumur 3 tahun, dia jalani rutinitas harian ibu rumah tangga yang membosankan tanpa mengeluh sedikitpun. Dia tahu suaminya bekerja keras untuk kesejahteraan mereka, jadi Eti tidak banyak protes apabila suatu waktu suaminya memberikan uang belanja lebih sedikit dari bulan lalu. Dia juga tidak mempermasalahkan suaminya yang kadang tidak pulang dengan dalih sedang main di rumah temannya. Bagi Eti, tidak ada alasan bagi orang-orang terdekatnya untuk membohonginya. Dia percaya sepenuhnya kepada mereka, terutama tentu saja kepada suaminya. Sayangnya dia lupa kalau Jakarta punya banyak cerita. Tidak semua orang disini bisa dipercaya. Banyak yang bersembunyi dibalik topeng hanya untuk membuat orang lain sengsara. Yang mengecewakan, salah satu orang itu justru adalah suaminya. Malam itu telah merubah jalan hidupnya. Air mata sedari tadi tak berhenti

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-09
  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 2 : Keputusan Terakhir

    Dengan bedak dan make up, Eti menutupi wajahnya yang agak sembab. Dia tidak ingin ibunya nanti khawatir melihatnya sedang kacau seperti ini saat mereka tiba di kampung. Hijab warna moka sudah rapi menutupi kepalanya.Hamdan sudah mengabari akan menjemput dia dan Eren selepas shubuh. Sepasang koper besar dan kecil sudah rapi berdiri di belakang pintu. Eren masih lelap dalam tidurnya. Semalaman Eti merapihkan baju sambil tak henti-hentinya meneteskan air mata. Kenyataan ini masih terlalu pahit untuk dia terima. Dikhianati dan kini harus siap menyandang status janda. Dia belum genap berumur 26 tahun, Eti hanya bisa melamun perihal statusnya nanti yang terdengar mengerikan. juga tentang masa depan dia dan anaknya yang masih buram. Tok! Tok! Tok! Suara Hamdan membuyarkan lamunan Eti. Dia membukakan pintu dan melihat sosok kikuk yang dulu pernah ia sangat cintai. Entah laki-laki itu tidur dimana semalam. Mungkin di rumah temannya,

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-09
  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 3 : Awal Baru

    “Bu, apa Eti bisa titip Eren? Eti mau kerja lagi di Jakarta.” Sudah hampir dua bulan Eti di kampung. Uang yang dia pegang tinggal sedikit. Selama itu Hamdan hanya pernah memberikan uang dua kali. Pertama sebelum Hamdan kembali ke Jakarta setelah mengantarnya pulang kampung sebesar satu juta. Kedua dia kirim lagi awal bulan lalu, jumlahnya hanya setengah dari yang pertama. Meski hanya berdua dan kadang dibantu ibunya untuk jajan dan makan, Eti tidak bisa terus seperti ini. Eren perlu biaya untuk pendidikannya nanti. Makanya kalau bisa dia ingin menabung dari sekarang. “Emang udah ada kerjaannya?” tanya Fitri. Sepasang ibu dan anak itu sedang duduk di teras. Mengawasi Eren yang sedang bermain di halaman dengan anak-anak tetangga yang seusianya. “Sudah. Mantan bos Eti yang dulu tadi siang nelpon, nawarin kerjaan.” Kedua alis Fitri menyatu. “Bos yang mana?” Setahu dia, Eti hanya pernah kerja sekali di Jakarta sebelum kemudian menikah dengan Hamdan. “Bu Maryam, yang punya toko bati

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-10
  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 4 : Rumor Buruk

    “Kenapa, Mba?” tanya Wisnu, satu-satunya pria di toko itu. Toko sudah mau tutup. Sinta sedang menghitung uang masuk hari ini dibantu oleh Risma. “Coba kamu hitung lagi, Wisnu. Apa saya salah hitung?” Sinta memberikan buku penjualan dan kalkulator. Eti juga mendengar perkataan Sinta perihal uang kurang. Dia ingin membantu, hanya saja dengan sikap buruk Sinta kepadanya, dia masih diam duduk di pinggiran di bagian luar toko. “Totalnya 10.320.000, mba.” Kata Wisnu setelah menyelesaikan hitungannya. “Tuh kan bener. Duitnya cuman ada 10.170.000. Kurang 150 ribu.” Sinta terlihat panik. Eti hanya menatap bingung ke arah tiga rekannya yang berada di dalam. Wisnu dan Risma saling pandang. Kalau sudah begini, biasanya mereka harus ganti dengan uang pribadi masing-masing. Dengan uang makan mereka yang masih kecil, menganti uang yang hilang cukup memberatkan. Wisnu nampak suram saat mendekati Eti untuk bicara. “Mba Eti, duit penjualan kurang,” katanya. “Lho, kok bisa? Kurang berapa?” tany

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-10

Bab terbaru

  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 10 : Mengantarkan Undangan

    Pria itu bisa dibilang termasuk dalam golongan pria-pria tampan. Sosoknya tinggi dan tegap. Tatapan matanya teduh dengan senyum manis yang tersungging di bibirnya.Ada kumis tipis dan cambang yang sama tipisnya menghias wajah yang berparas layaknya orang seberang. Jelas terlihat sang pria sedang dalam usia matang.Dengan celana chinos berwarna krem kombinasi kemeja flanel berwarna biru, pria itu menarik perhatian beberapa karyawan toko dan pengunjung pasar yang kebetulan lewat."Maaf, apa disini ada yang bernama Eti?" pria itu mengulangi pertanyaannya.Risma yang kebetulan ditanya oleh pria itu kembali dari keterpanaannya. Gadis itu tidak menutupi sudah terpengaruh oleh pesona pria dihadapannya itu."Eh, iya. Ada bang. Teh Eti, ada yang nyari!" Risma berteriak dari luar toko, Dia sedang menghitung baju yang ada digantungan luar,"Siapa, Ris?" Eti yang tadinya terduduk di lantai dalam toko berdiri masih dengan kertas dan pena di tangannya. Di

  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 9 : Pergantian (Lagi)

    Sinta terlihat pucat. Dia sedikit bengong saat baru keluar dari ruangan. Sebuah amplop coklat berada di tangannya. Deni dan Teguh melihat Sinta dengan bingung. "Sin, kamu gak apa-apa?" Teguh memberanikan bertanya. Pemuda ini yang menjaga toko ketiga Bu Maryam. Posisi tokonya ada di gedung sebelah. Dia masuk kerja tidak lama setelah Sinta. "Sinta? Belum pulang?" Agung keluar dari dalam. Dia heran melihat Sinta masih berdiri mematung. "Mas, gak bisa yah ibu maafin saya?" Suara Sinta bergetar seakan ingin menangis. "Hn." Agung memandang dengan Iba. "Nasi sudah jadi bubur, Sin. Jadiin pelajaran aja buat kamu. Mas do'ain kamu ketemu kerjaan yang lebih baik, ya." Kata-kata Agung membuat Deni dan Teguh saling pandang. Ketemu kerjaan yang lebih baik? Bukannya itu berarti Sinta dipecat ya?Beberapa menit sebelumnya, Sinta masuk dengan wajah khawatir. Dia seperti akan disidang begitu melihat Bu Maryam yang duduk dengan santainya, sedangkan Mas Agung menyuruh duduk di bangku kosong depan mej

  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 8 : Toko Belakang

    Suasana toko jadi terasa tidak enak esok paginya. Sinta yang biasa akrab dengan Risma, kini memilih hanya ngobrol dengan Wisnu.Risma masih di dalam, tapi sekarang tempat duduknya berseberangan dengan Santi yang dekat meja kasir. Untuk bagian luar, ada Eti dan Wisnu seperti biasa."Mba Eti, dipanggil ibu ke toko depan." Suara seorang wanita membuyarkan lamunan Eti.Toko sedang sepi, belum ada pembeli dari buka toko tadi. Setelah membereskan pajangan, Eti seperti biasa duduk di pojokan."Oh, iya. Makasih ya, Sum." Wanita yang memberitahu Eti bernama Sumiyati, dia dari toko Agung. Sementara salah satu tidak masuk, biasanya dia akan menggantikan disitu sementara."Bawa tas mba Eti juga sekalian kata ibu." Ada suara tidak senang dari kata-kata Sumiyati. "Sekarang mba Eti di depan, saya disini.""Emang apa kata ibu, Sum?""Enggak tahu. Tadi Mas Agung cuman ngomong kita tukeran tempat mulai hari ini."Tadinya Eti akan bertanya lebih banyak, namun melihat wajah Sumiyati yang terlihat kesal,

  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 7 : Dituduh Maling

    "Gimana sih? Kamu kan dari tadi di dalam, kok bisa kurang lagi. Nggak becus kerja ya kamu?."Suara Sinta sampai terdengar keluar. Beberapa tetangga toko yang belum tutup sampai melihat ke dalam penasaran.Mereka sudah paham dengan sifat Sinta yang kadang emosional. Sasarannya biasanya Eti. Namun wanita itu ada di luar dan sedang duduk santai."Kalau sudah gak mau disini bilang! Nanti gue minta ganti sama yang lain!""I-iya maaf, mba. Risma coba itung lagi."Dengan tangan gemetar menahan emosi, Risma memencet tombol-tombol di kalkulator sambil menghitung pemasukan hari itu.Tadi dia hitung sudah benar. Namun uang dan catatannya terjadi selisih sampai 235 ribu. Padahal hari ini tidak seramai akhir pekan.Wisnu dipanggil masuk untuk menghitung jumlah uang yang ada. Eti hanya diam saja di luar sambil melirik sesekali ke dalam.Wajah Risma nampak seperti ingin menangis. Bagaimana pun Eti pernah diposisi dia. Tidak masalah kalau kita salah terus dimarahi. Tapi tidak di depan orang lain.Itu

  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 6 : Orang Baik

    “Nak Eti, jangan marah ya,” kata Bu Nurmala setelah selesai mengambil uang. “Baju yang ibu beli ini buat nak Eti sama keluarga. Jangan ditolak. Ini sebagai ucapan terimakasih ibu karena sudah dilayani dengan baik.” Kantong baju yang dibawa Zikri kemudian diserahkan ke Eti. Bu Nurmala pun memberikan uang pembayaran bajunya. Eti menerimanya dengan sedikit bengong. “Tapi bu. Ini kan baju yang mahal semua.” Eti merasa tidak enak. Dia tidak menyangka Bu Nurmala akan membelikan baju itu untuk dia. “Sudah terima aja, kak. Mamah kalo udah gitu, gak suka di tolak.” Zikri yang berdiri dibelakang ibunya ikut bicara. Eti hanya bisa memandangi sepasang ibu dan anak itu dengan pandangan terimakasih. Melihat tidak ada penolakan lagi, Bu Nurmala kembali berkata. “Kalau bisa, nanti datang ya pas acara nikahannya Iki. Nanti ibu minta Iki anterin undangannya. Ajak ayah, ibu sama anaknya nak Eti.” “Insya Allah, ya bu. Terimakasih banyak buat bajunya.” Kedua wanita itu berpisah sambil saling menemp

  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 5 : Ibu Nurmala

    “Mau belanja apa mau cerita? Kalau mau cerita, bukan disini tempatnya.” Suara ketus Sinta mengagetkan dua wanita itu. Eti seakan minta maaf dengan pandangannya ke arah Ibu Nurmala. “Iya nak. Ibu mau beli. Tapi ibu bilang anak ibu dulu ya.” Ibu Nurmala berkata pelan. Dia sendiri nampak tidak enak dengan Eti. Bukannya langsung memilih yang dia mau, malah asyik bercerita kepada orang yang baru dia temui. Sinta hanya mendengus kesal. “Huh, bilang aja gak ada duit.” “Astagfirlullah, Sinta. Gak boleh gitu,” Eti tidak terima kenalan barunya itu sampai disindir tidak punya uang. “Maaf sekali lagi ya, bu.” “Gapapa, nak Eti. Ibu yang salah. Ibu panggil anak ibu dulu, ya.” Sekali lagi Eti mengucapkan maaf dan melihat kepergian Ibu Nurmala dengan iba. Eti sebenarnya sangat marah pada Sinta. Dia boleh melakukan itu pada Eti, tapi tidak pada Ibu Nurmala. Beliau adalah orang tua. Beli ataupun tidak, beliau masih harus dihormati. “Lain kali bikin orang beli, jangan malah dengerin cerita.” Se

  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 4 : Rumor Buruk

    “Kenapa, Mba?” tanya Wisnu, satu-satunya pria di toko itu. Toko sudah mau tutup. Sinta sedang menghitung uang masuk hari ini dibantu oleh Risma. “Coba kamu hitung lagi, Wisnu. Apa saya salah hitung?” Sinta memberikan buku penjualan dan kalkulator. Eti juga mendengar perkataan Sinta perihal uang kurang. Dia ingin membantu, hanya saja dengan sikap buruk Sinta kepadanya, dia masih diam duduk di pinggiran di bagian luar toko. “Totalnya 10.320.000, mba.” Kata Wisnu setelah menyelesaikan hitungannya. “Tuh kan bener. Duitnya cuman ada 10.170.000. Kurang 150 ribu.” Sinta terlihat panik. Eti hanya menatap bingung ke arah tiga rekannya yang berada di dalam. Wisnu dan Risma saling pandang. Kalau sudah begini, biasanya mereka harus ganti dengan uang pribadi masing-masing. Dengan uang makan mereka yang masih kecil, menganti uang yang hilang cukup memberatkan. Wisnu nampak suram saat mendekati Eti untuk bicara. “Mba Eti, duit penjualan kurang,” katanya. “Lho, kok bisa? Kurang berapa?” tany

  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 3 : Awal Baru

    “Bu, apa Eti bisa titip Eren? Eti mau kerja lagi di Jakarta.” Sudah hampir dua bulan Eti di kampung. Uang yang dia pegang tinggal sedikit. Selama itu Hamdan hanya pernah memberikan uang dua kali. Pertama sebelum Hamdan kembali ke Jakarta setelah mengantarnya pulang kampung sebesar satu juta. Kedua dia kirim lagi awal bulan lalu, jumlahnya hanya setengah dari yang pertama. Meski hanya berdua dan kadang dibantu ibunya untuk jajan dan makan, Eti tidak bisa terus seperti ini. Eren perlu biaya untuk pendidikannya nanti. Makanya kalau bisa dia ingin menabung dari sekarang. “Emang udah ada kerjaannya?” tanya Fitri. Sepasang ibu dan anak itu sedang duduk di teras. Mengawasi Eren yang sedang bermain di halaman dengan anak-anak tetangga yang seusianya. “Sudah. Mantan bos Eti yang dulu tadi siang nelpon, nawarin kerjaan.” Kedua alis Fitri menyatu. “Bos yang mana?” Setahu dia, Eti hanya pernah kerja sekali di Jakarta sebelum kemudian menikah dengan Hamdan. “Bu Maryam, yang punya toko bati

  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 2 : Keputusan Terakhir

    Dengan bedak dan make up, Eti menutupi wajahnya yang agak sembab. Dia tidak ingin ibunya nanti khawatir melihatnya sedang kacau seperti ini saat mereka tiba di kampung. Hijab warna moka sudah rapi menutupi kepalanya.Hamdan sudah mengabari akan menjemput dia dan Eren selepas shubuh. Sepasang koper besar dan kecil sudah rapi berdiri di belakang pintu. Eren masih lelap dalam tidurnya. Semalaman Eti merapihkan baju sambil tak henti-hentinya meneteskan air mata. Kenyataan ini masih terlalu pahit untuk dia terima. Dikhianati dan kini harus siap menyandang status janda. Dia belum genap berumur 26 tahun, Eti hanya bisa melamun perihal statusnya nanti yang terdengar mengerikan. juga tentang masa depan dia dan anaknya yang masih buram. Tok! Tok! Tok! Suara Hamdan membuyarkan lamunan Eti. Dia membukakan pintu dan melihat sosok kikuk yang dulu pernah ia sangat cintai. Entah laki-laki itu tidur dimana semalam. Mungkin di rumah temannya,

DMCA.com Protection Status