Share

Bab 3 : Awal Baru

last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-10 13:40:25

“Bu, apa Eti bisa titip Eren? Eti mau kerja lagi di Jakarta.”

Sudah hampir dua bulan Eti di kampung. Uang yang dia pegang tinggal sedikit. Selama itu Hamdan hanya pernah memberikan uang dua kali.

Pertama sebelum Hamdan kembali ke Jakarta setelah mengantarnya pulang kampung sebesar satu juta. Kedua dia kirim lagi awal bulan lalu, jumlahnya hanya setengah dari yang pertama.

Meski hanya berdua dan kadang dibantu ibunya untuk jajan dan makan, Eti tidak bisa terus seperti ini. Eren perlu biaya untuk pendidikannya nanti. Makanya kalau bisa dia ingin menabung dari sekarang.

“Emang udah ada kerjaannya?” tanya Fitri.

Sepasang ibu dan anak itu sedang duduk di teras. Mengawasi Eren yang sedang bermain di halaman dengan anak-anak tetangga yang seusianya.

“Sudah. Mantan bos Eti yang dulu tadi siang nelpon, nawarin kerjaan.”

Kedua alis Fitri menyatu. “Bos yang mana?” Setahu dia, Eti hanya pernah kerja sekali di Jakarta sebelum kemudian menikah dengan Hamdan.

“Bu Maryam, yang punya toko batik itu, lho. Siapa lagi?” jawab Eti santai

“Bukannya itu tempat kerja Hamdan juga?”

“Iya. Tapi Mas Hamdan sudah tidak kerja di situ lagi. Katanya pindah ke Bandung.”

Fitri melihat anaknya dengan perasaan iba. Kerja dilingkungan mantan suaminya pasti tidak enak.

“Apa tidak apa-apa?”

“Ya, tidak apa-apa, bu." Eti berusaha tersenyum. "Eti juga bisa tinggal di mess kaya dulu, jadi gak pusing buat nyari kontrakan.”

“Ya udah kalo gitu, itu terserah kamu. Eren juga kayanya suka disini karena banyak temannya. Kapan mau berangkatnya?”

“Kalo jadi paling dua hari lagi.”

Fitri tak lagi bertanya. Ini sudah jalan hidup anaknya. Siapa ibu yang ingin melihat anaknya jadi janda? Dia hanya kasihan dengan cucunya yang harus jauh dari kedua orang tuanya.

Eti juga diam. Dia tidak mengatakan kalau Hamdan dan selingkuhannya sudah tidak kerja disitu lagi karena mereka dipecat. Bu Maryam sudah tahu perihal kehamilan Cyntia.

Keduanya sempat ditanyai soal desas-desus diantara karyawannya tentang Cyntia yang berbadan dua. Hamdan akhirnya mengaku kalau mereka memang terlibat cinta terlarang.

Karena Bu Maryam tak ingin suasana kerjaan tidak nyaman karena kehadiran mereka. Jadilah keduanya dikeluarkan. Hamdan sempat meminta kalau dia jangan dipecat. Cukup Cyntia saja yang mengundurkan diri, jadi dia tetap bisa bekerja.

Hamdan bilang, dia sudah menceraikan Eti dan akan bertanggung jawab menikahi Cyntia. Bosnya tetap menolak usul itu. Sikap Hamdan bisa jadi contoh buruk bagi yang lain. Lagi pula sebagai sesama perempuan, dia tahu perasaan Eti yang sudah dikhianati.

***

Hanya dalam dua bulan, Eti harus dua kali terpaksa mengalami perpisahan yang dia tidak inginkan. Yang pertama tentu saja karena pengkhianatan Hamdan.

Sampai detik ini, Eti masih belajar untuk menguatkan hati. Luka itu mungkin tidak akan pernah sembuh. Tapi dia harus kuat demi anaknya.

Perpisahan kedua tentu saja berhubungan dengan Eren. Sakitnya dikhianati Hamdan, ternyata lebih sakit saat harus meninggalkan anak semata wayangnya itu ke Jakarta.

Dia terpaksa meninggalkan Eren bersama ibunya disini. Tidak ada yang bisa menjaganya kalau anak itu ikut bersamanya.

Sepanjang jalan di dalam bis yang dia tumpangi, Eti tidak bisa menahan air matanya bila mengingat Eren yang ngamuk ingin ikut pergi bersamanya. Dia menutupi sebagian wajahnya agar tidak menggangu penumpang lain.

Semenjak bayi, anaknya itu memang tidak pernah berpisah dengannya. Eti hanya bisa memandang keluar jendela. Gelap telah membungkus malam, menyisakan kesedihan yang hanya bisa dia rasakan sendiri.

‘Ya, Allah. Jika ini adalah ujian dari-Mu, maka kuatkan dan lapangkanlah hatiku agar bisa melewati ini semua,' do’a eti dalam hati.

***

Hal pertama yang dilakukan Maryam adalah memeluk Eti dengan erat. Maryam adalah mantan bos Hamdan dan Eti. Perempuan asal Bogor itu sudah berkaca-kaca saat melihat Eti melangkah masuk ke halaman mess.

Menjelang jam 10 malam, Eti sudah sampai. Maryam sengaja menunggu di mess karyawannya untuk sekedar saling berbagi kesedihan. Sebagai seorang wanita, dia punya pengalaman yang sama dengan anak buahnya itu.

Suaminya selingkuh dengan wanita lain hanya karena minder istrinya lebih sukses. Mereka akhirnya bercerai dan Maryam tidak menikah lagi semenjak itu, fokus hanya membesarkan kedua anaknya.

Makanya dia bisa mengerti bagaimana perasaan Eti begitu tahu Hamdan dan Cyntia selingkuh bahkan sampai hamil. Tidak ada wanita yang senang begitu tahu orang yang mereka sayangi malah berkhianat.

“Bagaimana perjalanannya? Apa Eren tidak apa ditinggal?” tanya Maryam setelah mereka duduk di ruang tamu.

Maryam sudah lama mengenal Eti, jadi dia tahu juga perihal keluarganya. Anak akan jadi korban pertama dari perceraian kedua orang tuanya.

“Alhamdulillah lancar, bu. Eren sempat nangis mau ikut. Tapi sekarang kata ibu Eti sudah tidur, mungkin kecapean.”

Maryam tersenyum tulus. Dia memegang tangan wanita yang kini berstatus sama dengannya, seorang Janda.

“Yang sabar ya, Et. Semua pasti ada hikmahnya.”

Sebulan yang lalu, bisa jadi Eti akan langsung menangis bila ada orang yang menyinggung perpisahannya dengan Hamdan. Sekarang dia sudah berbeda. Tangis tidak bisa menyelesaikan masalah.

“Iya, bu. Eti udah belajar jadi kuat. Itu juga demi Eren.”

Kedua wanita itu sama-sama saling menguatkan. Tidak ada yang bisa mengerti wanita selain wanita itu sendiri. Eti bersyukur bosnya ini baik dan mau peduli dengannya.

Setengah jam kemudian Maryam kembali ke kediamnnya sendiri yang tidak jauh dari mess. Sementara Eti beristirahat di kamar yang sudah disiapkan untuknya.

***

Pagi pertama, Eti bertemu dengan para penghuni mess lainnya. Beberapa sudah dia kenal karena sudah lama ikut dengan Maryam. Sebagian lagi anak baru.

Mess dibagi dua bangunan. Satu sebagai tempat tinggal dengan beberapa kamar. Satu lagi dijadikan gudang untuk menaruh barang yang akan di jual di pasar.

Yang tinggal di mess kebanyakan wanita. Hanya 2 laki-laki saja sebagai penjaga gudang. Itu pun kamarnya terpisah dari tempat para wanita.

Dulu waktu sebelum menikah, Eti bekerja sebagai admin gudang. Tapi karena sekarang sudah ada dua, Maryam menaruh Eti sebagai karyawan di tokonya di Pasar Tanah Abang.

Toko Maryam ada tiga, ada sekitar 16 laki-laki dan perempuan yang jadi karyawan disana. Eti jadi yang ke-17. Di toko juga ada beberapa yang Eti kenal. Sebagian besar memang teman Hamdan.

Bagi yang sudah mengenalnya, mereka tidak banyak bertanya. Disini mereka digaji untuk bekerja, bukan yang lain. Tapi untuk yang baru kenal, ada saja yang ingin tahu tentang latar belakang Eti.

“Anak baru itu bukannya istrinya Hamdan, ya?”

“Iya. Ibu yang memasukan dia kesini.”

“Kasihan, ya. Aku kalo nanti punya suami, diselingkuhin juga gak, ya?”

Obrolan seperti itu terjadi diantara para karyawan Maryam. Eti yang mendengarnya tanpa sengaja, hanya bersikap cuek. Toh kenyataannya memang begitu. Beberapa obrolan yang lain malah lebih menyakitkan.

“Anak baru itu siapa?”

“Bawaanya Bu Maryam. Lo mau? Janda tuh. Mantannya Hamdan.”

Yang bisa dilakukan Eti hanya bisa tersenyum. Tidak ada gunanya marah-marah walau jauh di dalam hatinya, dia sangat sakit hati. Apalagi kalau sudah menyangkut statusnya. Menjadi Janda seakan adalah aib.

Dia sadar meski dekat dengan Bu Maryam, Eti tidak mungkin meminta bosnya itu untuk memecat karyawan yang membuatnya sakit hati.

Hanya sajadah yang sering jadi saksi bagaimana dia menangis dalam sholatnya tengah malam. Dia tidak minta di lancarkan rezeki. Dia hanya ingin di lapangkan hatinya agar kuat untuk membesarkan Eren.

***

“Bisa kerja gak sih? Iket begitu saja gak becus!”

“Kalo ngelayanin orang tuh yang bener! Masa kalah sama yang lain.”

“Cepet ambilin baju ini di tokonya Mas Agung! Lari yang cepet!”

Minggu-minggu pertama, Eti ditempatkan di toko utama. Total ada 6 karyawan wanita dan 2 pria. Kepala tokonya bernama Agung, orang kepercayaan Bu Maryam. Eti benar-benar dibimbing untuk mengenal barang dan harganya.

Masuk minggu ketiga, dia dipindahkan ke toko cabang yang ada di belakang. Kepala tokonya bernama Sinta. Ada total 3 perempuan dan satu laki-laki disini.

Berbeda dengan Agung, Sinta memperlakukan Eti dengan sedikit kasar. Padahal lihat dari umur, Sinta lebih muda beberapa tahun. Eti tidak banyak protes. Mungkin salahnya yang masih gagap dengan suasana di toko.

Setelah beberapa hari, dia baru tahu kalau Cyntia pernah jaga disini dengan Hamdan sebagai kepala tokonya.

Sinta adalah teman baik Cyntia. Banyak yang bilang Sinta sepertinya balas dendam karena temannya itu dikeluarkan gara-gara hamil.

“Kok duitnya kurang?”

**003**

Bab terkait

  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 4 : Rumor Buruk

    “Kenapa, Mba?” tanya Wisnu, satu-satunya pria di toko itu. Toko sudah mau tutup. Sinta sedang menghitung uang masuk hari ini dibantu oleh Risma. “Coba kamu hitung lagi, Wisnu. Apa saya salah hitung?” Sinta memberikan buku penjualan dan kalkulator. Eti juga mendengar perkataan Sinta perihal uang kurang. Dia ingin membantu, hanya saja dengan sikap buruk Sinta kepadanya, dia masih diam duduk di pinggiran di bagian luar toko. “Totalnya 10.320.000, mba.” Kata Wisnu setelah menyelesaikan hitungannya. “Tuh kan bener. Duitnya cuman ada 10.170.000. Kurang 150 ribu.” Sinta terlihat panik. Eti hanya menatap bingung ke arah tiga rekannya yang berada di dalam. Wisnu dan Risma saling pandang. Kalau sudah begini, biasanya mereka harus ganti dengan uang pribadi masing-masing. Dengan uang makan mereka yang masih kecil, menganti uang yang hilang cukup memberatkan. Wisnu nampak suram saat mendekati Eti untuk bicara. “Mba Eti, duit penjualan kurang,” katanya. “Lho, kok bisa? Kurang berapa?” tany

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-10
  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 5 : Ibu Nurmala

    “Mau belanja apa mau cerita? Kalau mau cerita, bukan disini tempatnya.” Suara ketus Sinta mengagetkan dua wanita itu. Eti seakan minta maaf dengan pandangannya ke arah Ibu Nurmala. “Iya nak. Ibu mau beli. Tapi ibu bilang anak ibu dulu ya.” Ibu Nurmala berkata pelan. Dia sendiri nampak tidak enak dengan Eti. Bukannya langsung memilih yang dia mau, malah asyik bercerita kepada orang yang baru dia temui. Sinta hanya mendengus kesal. “Huh, bilang aja gak ada duit.” “Astagfirlullah, Sinta. Gak boleh gitu,” Eti tidak terima kenalan barunya itu sampai disindir tidak punya uang. “Maaf sekali lagi ya, bu.” “Gapapa, nak Eti. Ibu yang salah. Ibu panggil anak ibu dulu, ya.” Sekali lagi Eti mengucapkan maaf dan melihat kepergian Ibu Nurmala dengan iba. Eti sebenarnya sangat marah pada Sinta. Dia boleh melakukan itu pada Eti, tapi tidak pada Ibu Nurmala. Beliau adalah orang tua. Beli ataupun tidak, beliau masih harus dihormati. “Lain kali bikin orang beli, jangan malah dengerin cerita.” Se

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-10
  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 6 : Orang Baik

    “Nak Eti, jangan marah ya,” kata Bu Nurmala setelah selesai mengambil uang. “Baju yang ibu beli ini buat nak Eti sama keluarga. Jangan ditolak. Ini sebagai ucapan terimakasih ibu karena sudah dilayani dengan baik.” Kantong baju yang dibawa Zikri kemudian diserahkan ke Eti. Bu Nurmala pun memberikan uang pembayaran bajunya. Eti menerimanya dengan sedikit bengong. “Tapi bu. Ini kan baju yang mahal semua.” Eti merasa tidak enak. Dia tidak menyangka Bu Nurmala akan membelikan baju itu untuk dia. “Sudah terima aja, kak. Mamah kalo udah gitu, gak suka di tolak.” Zikri yang berdiri dibelakang ibunya ikut bicara. Eti hanya bisa memandangi sepasang ibu dan anak itu dengan pandangan terimakasih. Melihat tidak ada penolakan lagi, Bu Nurmala kembali berkata. “Kalau bisa, nanti datang ya pas acara nikahannya Iki. Nanti ibu minta Iki anterin undangannya. Ajak ayah, ibu sama anaknya nak Eti.” “Insya Allah, ya bu. Terimakasih banyak buat bajunya.” Kedua wanita itu berpisah sambil saling menemp

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-11
  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 7 : Dituduh Maling

    "Gimana sih? Kamu kan dari tadi di dalam, kok bisa kurang lagi. Nggak becus kerja ya kamu?."Suara Sinta sampai terdengar keluar. Beberapa tetangga toko yang belum tutup sampai melihat ke dalam penasaran.Mereka sudah paham dengan sifat Sinta yang kadang emosional. Sasarannya biasanya Eti. Namun wanita itu ada di luar dan sedang duduk santai."Kalau sudah gak mau disini bilang! Nanti gue minta ganti sama yang lain!""I-iya maaf, mba. Risma coba itung lagi."Dengan tangan gemetar menahan emosi, Risma memencet tombol-tombol di kalkulator sambil menghitung pemasukan hari itu.Tadi dia hitung sudah benar. Namun uang dan catatannya terjadi selisih sampai 235 ribu. Padahal hari ini tidak seramai akhir pekan.Wisnu dipanggil masuk untuk menghitung jumlah uang yang ada. Eti hanya diam saja di luar sambil melirik sesekali ke dalam.Wajah Risma nampak seperti ingin menangis. Bagaimana pun Eti pernah diposisi dia. Tidak masalah kalau kita salah terus dimarahi. Tapi tidak di depan orang lain.Itu

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-11
  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 8 : Toko Belakang

    Suasana toko jadi terasa tidak enak esok paginya. Sinta yang biasa akrab dengan Risma, kini memilih hanya ngobrol dengan Wisnu.Risma masih di dalam, tapi sekarang tempat duduknya berseberangan dengan Santi yang dekat meja kasir. Untuk bagian luar, ada Eti dan Wisnu seperti biasa."Mba Eti, dipanggil ibu ke toko depan." Suara seorang wanita membuyarkan lamunan Eti.Toko sedang sepi, belum ada pembeli dari buka toko tadi. Setelah membereskan pajangan, Eti seperti biasa duduk di pojokan."Oh, iya. Makasih ya, Sum." Wanita yang memberitahu Eti bernama Sumiyati, dia dari toko Agung. Sementara salah satu tidak masuk, biasanya dia akan menggantikan disitu sementara."Bawa tas mba Eti juga sekalian kata ibu." Ada suara tidak senang dari kata-kata Sumiyati. "Sekarang mba Eti di depan, saya disini.""Emang apa kata ibu, Sum?""Enggak tahu. Tadi Mas Agung cuman ngomong kita tukeran tempat mulai hari ini."Tadinya Eti akan bertanya lebih banyak, namun melihat wajah Sumiyati yang terlihat kesal,

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-12
  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 9 : Pergantian (Lagi)

    Sinta terlihat pucat. Dia sedikit bengong saat baru keluar dari ruangan. Sebuah amplop coklat berada di tangannya. Deni dan Teguh melihat Sinta dengan bingung. "Sin, kamu gak apa-apa?" Teguh memberanikan bertanya. Pemuda ini yang menjaga toko ketiga Bu Maryam. Posisi tokonya ada di gedung sebelah. Dia masuk kerja tidak lama setelah Sinta. "Sinta? Belum pulang?" Agung keluar dari dalam. Dia heran melihat Sinta masih berdiri mematung. "Mas, gak bisa yah ibu maafin saya?" Suara Sinta bergetar seakan ingin menangis. "Hn." Agung memandang dengan Iba. "Nasi sudah jadi bubur, Sin. Jadiin pelajaran aja buat kamu. Mas do'ain kamu ketemu kerjaan yang lebih baik, ya." Kata-kata Agung membuat Deni dan Teguh saling pandang. Ketemu kerjaan yang lebih baik? Bukannya itu berarti Sinta dipecat ya?Beberapa menit sebelumnya, Sinta masuk dengan wajah khawatir. Dia seperti akan disidang begitu melihat Bu Maryam yang duduk dengan santainya, sedangkan Mas Agung menyuruh duduk di bangku kosong depan mej

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-13
  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 10 : Mengantarkan Undangan

    Pria itu bisa dibilang termasuk dalam golongan pria-pria tampan. Sosoknya tinggi dan tegap. Tatapan matanya teduh dengan senyum manis yang tersungging di bibirnya.Ada kumis tipis dan cambang yang sama tipisnya menghias wajah yang berparas layaknya orang seberang. Jelas terlihat sang pria sedang dalam usia matang.Dengan celana chinos berwarna krem kombinasi kemeja flanel berwarna biru, pria itu menarik perhatian beberapa karyawan toko dan pengunjung pasar yang kebetulan lewat."Maaf, apa disini ada yang bernama Eti?" pria itu mengulangi pertanyaannya.Risma yang kebetulan ditanya oleh pria itu kembali dari keterpanaannya. Gadis itu tidak menutupi sudah terpengaruh oleh pesona pria dihadapannya itu."Eh, iya. Ada bang. Teh Eti, ada yang nyari!" Risma berteriak dari luar toko, Dia sedang menghitung baju yang ada digantungan luar,"Siapa, Ris?" Eti yang tadinya terduduk di lantai dalam toko berdiri masih dengan kertas dan pena di tangannya. Di

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-03
  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 1 : Kenyataan Pahit

    Eti adalah orang yang sederhana. Sebagai istri dan ibu untuk seorang anak laki-laki yang baru berumur 3 tahun, dia jalani rutinitas harian ibu rumah tangga yang membosankan tanpa mengeluh sedikitpun. Dia tahu suaminya bekerja keras untuk kesejahteraan mereka, jadi Eti tidak banyak protes apabila suatu waktu suaminya memberikan uang belanja lebih sedikit dari bulan lalu. Dia juga tidak mempermasalahkan suaminya yang kadang tidak pulang dengan dalih sedang main di rumah temannya. Bagi Eti, tidak ada alasan bagi orang-orang terdekatnya untuk membohonginya. Dia percaya sepenuhnya kepada mereka, terutama tentu saja kepada suaminya. Sayangnya dia lupa kalau Jakarta punya banyak cerita. Tidak semua orang disini bisa dipercaya. Banyak yang bersembunyi dibalik topeng hanya untuk membuat orang lain sengsara. Yang mengecewakan, salah satu orang itu justru adalah suaminya. Malam itu telah merubah jalan hidupnya. Air mata sedari tadi tak berhenti

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-09

Bab terbaru

  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 10 : Mengantarkan Undangan

    Pria itu bisa dibilang termasuk dalam golongan pria-pria tampan. Sosoknya tinggi dan tegap. Tatapan matanya teduh dengan senyum manis yang tersungging di bibirnya.Ada kumis tipis dan cambang yang sama tipisnya menghias wajah yang berparas layaknya orang seberang. Jelas terlihat sang pria sedang dalam usia matang.Dengan celana chinos berwarna krem kombinasi kemeja flanel berwarna biru, pria itu menarik perhatian beberapa karyawan toko dan pengunjung pasar yang kebetulan lewat."Maaf, apa disini ada yang bernama Eti?" pria itu mengulangi pertanyaannya.Risma yang kebetulan ditanya oleh pria itu kembali dari keterpanaannya. Gadis itu tidak menutupi sudah terpengaruh oleh pesona pria dihadapannya itu."Eh, iya. Ada bang. Teh Eti, ada yang nyari!" Risma berteriak dari luar toko, Dia sedang menghitung baju yang ada digantungan luar,"Siapa, Ris?" Eti yang tadinya terduduk di lantai dalam toko berdiri masih dengan kertas dan pena di tangannya. Di

  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 9 : Pergantian (Lagi)

    Sinta terlihat pucat. Dia sedikit bengong saat baru keluar dari ruangan. Sebuah amplop coklat berada di tangannya. Deni dan Teguh melihat Sinta dengan bingung. "Sin, kamu gak apa-apa?" Teguh memberanikan bertanya. Pemuda ini yang menjaga toko ketiga Bu Maryam. Posisi tokonya ada di gedung sebelah. Dia masuk kerja tidak lama setelah Sinta. "Sinta? Belum pulang?" Agung keluar dari dalam. Dia heran melihat Sinta masih berdiri mematung. "Mas, gak bisa yah ibu maafin saya?" Suara Sinta bergetar seakan ingin menangis. "Hn." Agung memandang dengan Iba. "Nasi sudah jadi bubur, Sin. Jadiin pelajaran aja buat kamu. Mas do'ain kamu ketemu kerjaan yang lebih baik, ya." Kata-kata Agung membuat Deni dan Teguh saling pandang. Ketemu kerjaan yang lebih baik? Bukannya itu berarti Sinta dipecat ya?Beberapa menit sebelumnya, Sinta masuk dengan wajah khawatir. Dia seperti akan disidang begitu melihat Bu Maryam yang duduk dengan santainya, sedangkan Mas Agung menyuruh duduk di bangku kosong depan mej

  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 8 : Toko Belakang

    Suasana toko jadi terasa tidak enak esok paginya. Sinta yang biasa akrab dengan Risma, kini memilih hanya ngobrol dengan Wisnu.Risma masih di dalam, tapi sekarang tempat duduknya berseberangan dengan Santi yang dekat meja kasir. Untuk bagian luar, ada Eti dan Wisnu seperti biasa."Mba Eti, dipanggil ibu ke toko depan." Suara seorang wanita membuyarkan lamunan Eti.Toko sedang sepi, belum ada pembeli dari buka toko tadi. Setelah membereskan pajangan, Eti seperti biasa duduk di pojokan."Oh, iya. Makasih ya, Sum." Wanita yang memberitahu Eti bernama Sumiyati, dia dari toko Agung. Sementara salah satu tidak masuk, biasanya dia akan menggantikan disitu sementara."Bawa tas mba Eti juga sekalian kata ibu." Ada suara tidak senang dari kata-kata Sumiyati. "Sekarang mba Eti di depan, saya disini.""Emang apa kata ibu, Sum?""Enggak tahu. Tadi Mas Agung cuman ngomong kita tukeran tempat mulai hari ini."Tadinya Eti akan bertanya lebih banyak, namun melihat wajah Sumiyati yang terlihat kesal,

  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 7 : Dituduh Maling

    "Gimana sih? Kamu kan dari tadi di dalam, kok bisa kurang lagi. Nggak becus kerja ya kamu?."Suara Sinta sampai terdengar keluar. Beberapa tetangga toko yang belum tutup sampai melihat ke dalam penasaran.Mereka sudah paham dengan sifat Sinta yang kadang emosional. Sasarannya biasanya Eti. Namun wanita itu ada di luar dan sedang duduk santai."Kalau sudah gak mau disini bilang! Nanti gue minta ganti sama yang lain!""I-iya maaf, mba. Risma coba itung lagi."Dengan tangan gemetar menahan emosi, Risma memencet tombol-tombol di kalkulator sambil menghitung pemasukan hari itu.Tadi dia hitung sudah benar. Namun uang dan catatannya terjadi selisih sampai 235 ribu. Padahal hari ini tidak seramai akhir pekan.Wisnu dipanggil masuk untuk menghitung jumlah uang yang ada. Eti hanya diam saja di luar sambil melirik sesekali ke dalam.Wajah Risma nampak seperti ingin menangis. Bagaimana pun Eti pernah diposisi dia. Tidak masalah kalau kita salah terus dimarahi. Tapi tidak di depan orang lain.Itu

  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 6 : Orang Baik

    “Nak Eti, jangan marah ya,” kata Bu Nurmala setelah selesai mengambil uang. “Baju yang ibu beli ini buat nak Eti sama keluarga. Jangan ditolak. Ini sebagai ucapan terimakasih ibu karena sudah dilayani dengan baik.” Kantong baju yang dibawa Zikri kemudian diserahkan ke Eti. Bu Nurmala pun memberikan uang pembayaran bajunya. Eti menerimanya dengan sedikit bengong. “Tapi bu. Ini kan baju yang mahal semua.” Eti merasa tidak enak. Dia tidak menyangka Bu Nurmala akan membelikan baju itu untuk dia. “Sudah terima aja, kak. Mamah kalo udah gitu, gak suka di tolak.” Zikri yang berdiri dibelakang ibunya ikut bicara. Eti hanya bisa memandangi sepasang ibu dan anak itu dengan pandangan terimakasih. Melihat tidak ada penolakan lagi, Bu Nurmala kembali berkata. “Kalau bisa, nanti datang ya pas acara nikahannya Iki. Nanti ibu minta Iki anterin undangannya. Ajak ayah, ibu sama anaknya nak Eti.” “Insya Allah, ya bu. Terimakasih banyak buat bajunya.” Kedua wanita itu berpisah sambil saling menemp

  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 5 : Ibu Nurmala

    “Mau belanja apa mau cerita? Kalau mau cerita, bukan disini tempatnya.” Suara ketus Sinta mengagetkan dua wanita itu. Eti seakan minta maaf dengan pandangannya ke arah Ibu Nurmala. “Iya nak. Ibu mau beli. Tapi ibu bilang anak ibu dulu ya.” Ibu Nurmala berkata pelan. Dia sendiri nampak tidak enak dengan Eti. Bukannya langsung memilih yang dia mau, malah asyik bercerita kepada orang yang baru dia temui. Sinta hanya mendengus kesal. “Huh, bilang aja gak ada duit.” “Astagfirlullah, Sinta. Gak boleh gitu,” Eti tidak terima kenalan barunya itu sampai disindir tidak punya uang. “Maaf sekali lagi ya, bu.” “Gapapa, nak Eti. Ibu yang salah. Ibu panggil anak ibu dulu, ya.” Sekali lagi Eti mengucapkan maaf dan melihat kepergian Ibu Nurmala dengan iba. Eti sebenarnya sangat marah pada Sinta. Dia boleh melakukan itu pada Eti, tapi tidak pada Ibu Nurmala. Beliau adalah orang tua. Beli ataupun tidak, beliau masih harus dihormati. “Lain kali bikin orang beli, jangan malah dengerin cerita.” Se

  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 4 : Rumor Buruk

    “Kenapa, Mba?” tanya Wisnu, satu-satunya pria di toko itu. Toko sudah mau tutup. Sinta sedang menghitung uang masuk hari ini dibantu oleh Risma. “Coba kamu hitung lagi, Wisnu. Apa saya salah hitung?” Sinta memberikan buku penjualan dan kalkulator. Eti juga mendengar perkataan Sinta perihal uang kurang. Dia ingin membantu, hanya saja dengan sikap buruk Sinta kepadanya, dia masih diam duduk di pinggiran di bagian luar toko. “Totalnya 10.320.000, mba.” Kata Wisnu setelah menyelesaikan hitungannya. “Tuh kan bener. Duitnya cuman ada 10.170.000. Kurang 150 ribu.” Sinta terlihat panik. Eti hanya menatap bingung ke arah tiga rekannya yang berada di dalam. Wisnu dan Risma saling pandang. Kalau sudah begini, biasanya mereka harus ganti dengan uang pribadi masing-masing. Dengan uang makan mereka yang masih kecil, menganti uang yang hilang cukup memberatkan. Wisnu nampak suram saat mendekati Eti untuk bicara. “Mba Eti, duit penjualan kurang,” katanya. “Lho, kok bisa? Kurang berapa?” tany

  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 3 : Awal Baru

    “Bu, apa Eti bisa titip Eren? Eti mau kerja lagi di Jakarta.” Sudah hampir dua bulan Eti di kampung. Uang yang dia pegang tinggal sedikit. Selama itu Hamdan hanya pernah memberikan uang dua kali. Pertama sebelum Hamdan kembali ke Jakarta setelah mengantarnya pulang kampung sebesar satu juta. Kedua dia kirim lagi awal bulan lalu, jumlahnya hanya setengah dari yang pertama. Meski hanya berdua dan kadang dibantu ibunya untuk jajan dan makan, Eti tidak bisa terus seperti ini. Eren perlu biaya untuk pendidikannya nanti. Makanya kalau bisa dia ingin menabung dari sekarang. “Emang udah ada kerjaannya?” tanya Fitri. Sepasang ibu dan anak itu sedang duduk di teras. Mengawasi Eren yang sedang bermain di halaman dengan anak-anak tetangga yang seusianya. “Sudah. Mantan bos Eti yang dulu tadi siang nelpon, nawarin kerjaan.” Kedua alis Fitri menyatu. “Bos yang mana?” Setahu dia, Eti hanya pernah kerja sekali di Jakarta sebelum kemudian menikah dengan Hamdan. “Bu Maryam, yang punya toko bati

  • Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda   Bab 2 : Keputusan Terakhir

    Dengan bedak dan make up, Eti menutupi wajahnya yang agak sembab. Dia tidak ingin ibunya nanti khawatir melihatnya sedang kacau seperti ini saat mereka tiba di kampung. Hijab warna moka sudah rapi menutupi kepalanya.Hamdan sudah mengabari akan menjemput dia dan Eren selepas shubuh. Sepasang koper besar dan kecil sudah rapi berdiri di belakang pintu. Eren masih lelap dalam tidurnya. Semalaman Eti merapihkan baju sambil tak henti-hentinya meneteskan air mata. Kenyataan ini masih terlalu pahit untuk dia terima. Dikhianati dan kini harus siap menyandang status janda. Dia belum genap berumur 26 tahun, Eti hanya bisa melamun perihal statusnya nanti yang terdengar mengerikan. juga tentang masa depan dia dan anaknya yang masih buram. Tok! Tok! Tok! Suara Hamdan membuyarkan lamunan Eti. Dia membukakan pintu dan melihat sosok kikuk yang dulu pernah ia sangat cintai. Entah laki-laki itu tidur dimana semalam. Mungkin di rumah temannya,

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status