Bab 3

"Nggak mungkin! Kamu bohong!" Sekar membelalakkan matanya penuh amarah dan berucap dengan keras, "Lastri, kenapa kamu melakukan ini padaku? Apa kamu sedang membalas dendam?"

Sekar menambahkan, "Orang sepertimu yang labil nggak pantas menjadi Nyonya Muda Keluarga Adipati! Kamu ini benar-benar ...."

"Cukup!" Wajah Guntur berubah muram. Dia tak tahan lagi dan langsung memotong ucapan Sekar.

Seiring dengan satu gerakan, Guntur melangkah maju dan berdiri di depan Lastri untuk melindunginya. Dia melanjutkan, "Apa yang sebenarnya terjadi masih belum jelas. Nona Sekar, harap ingat posisimu."

Sekar tercengang, lalu wajahnya seketika pucat. Dengan ekspresi tak percaya, dia berseru, "Tuan Guntur!"

"Ini adalah Kediaman Adipati. Nona Sekar nggak punya hak untuk menggurui siapa pun di sini. Kedua orang tuaku sudah datang. Silakan Nona Sekar menunggu di kamar samping."

Setelah Guntur selesai berbicara, meskipun Sekar masih merasa sangat tidak rela, dia tidak berani melanjutkan perbuatannya. Dengan penuh amarah, dia pun keluar dari kamar utama.

Di dalam ruangan, hanya tinggal dua pengantin baru. Lastri merasa sangat tegang. Segala yang dilakukannya adalah untuk membuat orang-orang percaya bahwa dia sudah menjadi milik Guntur.

Lastri mempertaruhkan kehormatannya sendiri. Dia berharap Surya dan Rahayu tidak akan mempermalukan Keluarga Sudrajat dengan mengusirnya kembali. Namun, tidak disangka Guntur justru berdiri di depannya untuk melindunginya. Apa maksudnya?

Guntur menatap ke arah kaki Lastri, lalu berucap dengan dingin, "Kenakan pakaianmu dan keluarlah."

Lastri mengenakan kembali pakaian pengantinnya, lalu mengikuti Guntur keluar dalam diam. Keributan yang tadi terjadi di dalam kamar sebenarnya telah didengar oleh Surya dan Rahayu.

Rahayu memberi isyarat kepada seorang pelayan senior, lalu orang itu segera masuk ke dalam kamar. Semua orang yang hadir tahu apa tugas pelayan senior tersebut. Ekspresi mereka pun beragam.

Sekar menatap Lastri dengan kebencian yang membara. Di sebelahnya, Resnu tidak menunjukkan emosi apa pun. Sementara itu, Surya terlihat canggung dan Rahayu memancarkan sedikit harapan di wajahnya.

Di sisi lain, Lastri terus fokus pada Guntur. Bagaimana jika pria ini membongkar rahasianya? Jika itu terjadi, Lastri sudah memutuskan akan melakukan segala cara untuk tetap tinggal di sini.

Tak lama kemudian, pelayan senior itu keluar membawa sebuah kotak. Rahayu membuka kotak tersebut dan memeriksanya. Wajahnya langsung menunjukkan kebahagiaan.

Rahayu menatap Sekar sambil berucap, "Nona Sekar, karena ini sudah terjadi, berarti ini adalah kehendak Tuhan. Keadaan sudah nggak bisa diubah lagi. Sebaiknya kita menerima dan membiarkannya berjalan sebagaimana mestinya."

"Nyonya Rahayu, mana bisa kamu begitu nggak adil? Aku adalah istri yang dijanjikan untuk Tuan Guntur! Kalau dia ingin menikah dengan Tuan Guntur, biarkan dia menjadi selir. Aku bukan tipe orang yang nggak bisa menerima keberadaan orang lain," balas Sekar. Dia menggertakkan giginya sambil menatap Lastri dengan penuh kebencian.

Rahayu mengerutkan kening. Jelas terlihat ketidakpuasan di wajahnya. Dalam hatinya, dia makin tidak suka dengan Keluarga Sudrajat.

Di antara kedua wanita ini, yang satu adalah putri sah Keluarga Sudrajat. Dulu, Lastri dengan mudah membatalkan pertunangan lalu menyuruh adik sepupunya untuk menggantikannya.

Sementara itu, Sekar adalah kerabat Keluarga Sudrajat. Dia dengan tidak tahu malu bersikeras ingin menikah dengan Keluarga Adipati. Putranya yang sial terjerat dalam kekacauan Keluarga Sudrajat. Sulit bagi Guntur untuk melepaskan diri.

Rahayu menjelaskan, "Nona Sekar, Keluarga Moestopo adalah keluarga yang terhormat. Kami nggak punya tradisi dua wanita dari keluarga yang sama menikah dengan satu pria. Lagian, Nona sudah menikah dengan Tuan Resnu. Mana mungkin bisa menjadi menantu keluarga kami?"

Meski dalam hatinya tidak suka pada Lastri, Rahayu tidak punya pilihan lain selain menerimanya sebagai menantunya.

Sekar berseru, "Nyonya Rahayu, ini nggak adil! Namaku yang tercatat dalam surat perjanjian pernikahan! Dialah yang merebut suamiku!"

Lastri berucap, "Sekar, kenapa kita bisa tertukar tandu pengantin masih belum jelas. Kamu terus mengatakan bahwa aku merebut suamimu. Tapi, apa kamu lupa gimana cara kamu mendapatkan suami?"

Lastri memotong ucapan Sekar dengan tajam. Tatapannya dingin dan menusuk ketika bertanya, "Haruskah aku menjelaskan semuanya di sini?"

Wajah Sekar menjadi pucat. Dia hanya bisa menatap Lastri dengan penuh kebencian. Di sisi lain, Lastri tersenyum tipis dan tidak mundur sedikit pun.

Di bawah tatapan tajam Rahayu, Surya akhirnya angkat bicara, "Uhuk, uhuk! Nona Sekar, Tuan Resnu, karena semuanya sudah terjadi, sebaiknya kita menerima kenyataan. Bagaimanapun, Nona Sekar adalah sepupu istri Guntur. Nggak perlu merenggangkan hubungan."

Sekar tahu bahwa tidak ada lagi cara untuk mengubah keadaan. Namun, dia merasa sangat tidak rela. Segala usahanya yang penuh perhitungan, pada akhirnya malah menjadi jalan mulus bagi Lastri.

Resnu berucap, "Adipati Surya benar. Karena kesalahpahaman sudah terjelaskan, aku dan Sekar akan pamit dulu. Kami nggak akan mengganggu kalian lebih lama. Tiga hari kemudian saat kunjungan resmi pertama, kami akan datang kembali untuk memberi hormat."

Resnu menarik Sekar yang masih ingin membuat keributan, lalu dengan sopan memberikan hormat kepada Surya dan Rahayu. Melihat Resnu memberikan jalan keluar yang baik, Surya pun menambahkan beberapa kata basa-basi.

Hati Lastri yang sejak tadi tegang sedikit lega. Namun, dia tahu Sekar pasti tidak akan menyerah begitu saja. Hanya saja, dia tetap menunjukkan sikap tenang. Lastri berdiri dengan anggun di samping Guntur dan mengantar kepergian mereka.

Tepat ketika Resnu hendak melangkah keluar, dia tiba-tiba menoleh dan menatap Lastri. Tatapan itu membuat seluruh tubuh Lastri merinding. Dia juga terdiam cukup lama tanpa bisa bereaksi.