Semua orang menoleh ke arah suara itu. Mereka mendapati Guntur yang mengenakan jubah sutra merah, berjalan masuk dari luar pintu.Posturnya tegap dan wajahnya tampan, tetapi ada hawa dingin di matanya. Hanya saja begitu tatapannya bertemu dengan Lastri, tatapan dingin itu perlahan mencair.Guntur berjalan langsung ke arah Lastri dan berdiri di sampingnya. Di sisi lain, Lastri terkejut melihat kehadirannya.Tadi malam adalah malam pernikahan mereka. Namun, kepala Lastri penuh dengan kekhawatiran tentang bagaimana caranya tetap tinggal di Kediaman Adipati. Dia bahkan belum sempat memperhatikan Guntur dengan baik.Kenangan yang Lastri miliki tentang Guntur hanyalah bayangan samar dari kehidupan sebelumnya. Di hari kedua pernikahan mereka, Guntur memimpin pasukan besar untuk perang di utara.Bersama para pejabat istana, Kaisar sendiri melepas keberangkatan pasukan di luar kota. Penduduk ibu kota berbondong-bondong keluar untuk menyaksikan momen bersejarah itu.Saat itu, Lastri ikut bersama
Nisa mengangkat sebuah batu tinta sederhana tetapi elegan, dengan tekstur yang halus seperti giok. Bentuknya unik, menyerupai huruf X, dengan tiga sisi yang melebar. Permukaan batu tinta dan wadah tintanya polos tanpa ukiran.Meskipun telah melewati dua kehidupan dan bertahun-tahun berlalu, Lastri langsung mengenali bahwa batu tinta ini adalah milik ayahnya yang dulu selalu diletakkan di ruang bacanya.Ketika melihat peninggalan ayahnya lagi, perasaan haru yang tak dapat Lastri sembunyikan meluap. Dia menerima batu tinta itu, memeriksanya dengan cermat, dan benar saja ada bekas goresan kecil di bagian bawahnya. Itu adalah goresan yang Lastri buat ketika kecil, saat tak sengaja menjatuhkannya ke lantai.Ayahnya berasal dari keluarga cendekiawan, tetapi dia lebih menyukai seni bela diri daripada membaca dan menulis. Sejak muda, dia bergabung dengan kemiliteran dan berkenalan dengan Kaisar ketika masih menjadi pangeran.Persahabatan mereka dimulai dari sebuah pertarungan hingga akhirnya m
Guntur memandang ke arah Lastri. Meskipun berusaha tetap tenang, jelas terlihat dia gugup, tetapi mencoba menunjukkan sikap anggun dan penuh martabat, sama seperti semalam.Guntur tahu apa yang dia inginkan dan memahami perhitungan di balik tindakannya. Dia menyadari bahwa wanita ini ingin memanfaatkan kekuatan Keluarga Adipati. Hanya saja melihat cara dia bersikap hati-hati seperti itu, Guntur merasa semuanya sangat menyakitkan di matanya."Sudah kubilang, pendapat istriku adalah pendapatku juga. Lakukan semuanya sesuai dengan apa yang dia katakan," ujar Guntur sambil menyibakkan lengan bajunya. Suaranya yang dingin bergema di telinga Lastri. "Kedua kalinya."Lastri merasa lega mendengar dukungan Guntur, tetapi ucapan terakhirnya membuatnya bingung. Kedua kalinya? Apa maksudnya? Namun, Guntur tidak berniat menjelaskan. Dia segera berjalan keluar dengan langkah besar tanpa menoleh ke belakang.Lastri menatap tumpukan mahar di halaman dan tidak sempat memikirkan kata-kata Guntur. Dia se
Saat Lastri kembali ke paviliun tengah, hanya ada Rahayu seorang diri di sana. "Ibu, aku sudah kembali," ucap Lastri dengan sopan sambil berjalan mendekat. Dia berlutut untuk memberi salam. Gerakannya penuh tata krama.Namun dalam hatinya, Lastri merasa sedikit gugup. Kejadian di paviliun depan tadi, pertengkarannya dengan Sekar, dan keterlibatan nama Keluarga Adipati, membuatnya bertanya-tanya bagaimana Rahayu akan menghukumnya."Lauk ini rasanya cukup enak," ujar Rahayu tiba-tiba. Ucapan itu membuat Lastri terkejut. Ternyata, Rahayu sama sekali tidak menyinggung insiden yang terjadi di paviliun depan."Makasih atas pujian Ibu. Kalau Ibu menyukainya, lain kali aku akan memasaknya lagi untukmu," jawab Lastri sambil tersenyum.Melihat Rahayu meletakkan cangkir teh, Lastri segera mengambil teko dari pelayan, menuangkan teh untuknya, lalu menyerahkan handuk kecil untuk mencuci tangan.Rahayu mengangkat alisnya sambil menerima handuk itu, lalu mengelap tangannya dengan santai sebelum melet
Ketika kembali ke paviliun, Lastri diberi tahu bahwa Guntur sedang berada di ruang baca. Setelah mempertimbangkan sejenak, dia memutuskan untuk menyeduh sendiri satu teko teh dan membawanya ke sana.Pengawal pribadi Guntur, Jaka, berdiri di luar pintu ruang baca. Ketika melihat Lastri, dia segera membungkuk hormat sambil menyapa, "Nyonya Lastri, Anda datang. Tuan Guntur sedang membaca buku di dalam. Silakan masuk."Setelah berkata demikian, Jaka dengan sigap membuka pintu dan mempersilakan Lastri masuk. Lastri berkedip dan merasa heran. Ruang baca adalah tempat penting, tetapi dia bisa masuk begitu saja tanpa pemberitahuan?Namun melihat ekspresi penuh harap di wajah Jaka, dia merasa tidak enak jika menolak. Akhirnya, dia mengambil baki berisi makanan ringan dari tangan Nisa dan berjalan masuk dengan langkah ringan.Nisa yang tinggal bersama Jaka di luar, menatap pengawal itu dengan alis mengernyit. Dia berucap, "Nonaku cuma membawakan teh dan camilan untuk Tuan Guntur. Apa yang membua
Nisa memperhatikan ekspresi Lastri dengan hati-hati, lalu bertanya pelan, "Nyonya, Anda ... bertengkar dengan Tuan Guntur ya?""Nggak," jawab Lastri sambil menggeleng. Namun, pikirannya tetap tertuju pada sikap Guntur tadi. Semalam, Guntur salah mengira Lastri sebagai Sekar dan mengatakan sesuatu yang jelas menunjukkan bahwa Sekar tidak lagi ada di hatinya. Hanya saja, sikapnya terhadap Lastri hari ini juga tidak terlalu ramah.Mungkin, Guntur menikahi Lastri hanya karena ingin memperkuat kedudukan dengan menikahi putri sah Keluarga Sudrajat.Di kehidupan sebelumnya, Guntur pergi ke medan perang pada hari kedua setelah pernikahan mereka. Perang berlangsung selama tiga tahun dan dia tidak berhasil meraih kemenangan di utara. Hal ini membuat Rahayu sakit karena cemas hingga tidak lagi mampu mengurus rumah tangga.Akibatnya, Sekar diberi wewenang untuk mengurus urusan Kediaman Adipati. Pada akhirnya, itu memungkinkannya mencelakai keluarga mereka.Di kehidupan ini, mungkin karena insiden
Langit sudah mulai gelap ketika Guntur tiba di kamar utama. Di kejauhan, matahari terbenam perlahan ditelan awan tebal dan kegelapan mulai menyelimuti. Lampion-lampion di halaman telah dinyalakan.Kata-kata "kebahagiaan" berwarna merah yang menempel di jendela belum dilepas. Guntur menunduk menatap pakaian merah di tubuhnya, seolah-olah merasakan ketidaknyataan. Benarkah dia telah menikahi Lastri?Ketika melangkah masuk ke dalam kamar dan melihat gadis muda yang cantik dan anggun itu, rasa tidak nyata di dalam hatinya perlahan memudar.Di bawah cahaya lampu, pesona lembut Lastri makin terlihat jelas. Dalam benaknya, Guntur tak bisa menahan bayangan wanita bersemangat dan penuh percaya diri yang ada dalam ingatannya sebelumnya. Rona merah merayap di wajahnya tanpa disadari."Ehem!" Guntur berdeham dan berusaha menenangkan dirinya, lalu melangkah masuk ke dalam kamar.Para pelayan di dalam segera menoleh ke arahnya saat mendengar suara langkah kaki. Saat mata Lastri bertemu dengan tatapa
Di sisi lain, Guntur kembali ke ruang baca dengan wajah penuh amarah. Begitu sampai, dia langsung memanggil Jaka. Dia bertanya, "Apakah Ayah sudah pulang?"Jaka membalas, "Sudah, Tuan. Adipati Surya sedang makan malam di paviliun tengah bersama Nyonya Rahayu.""Oke. Suruh orang mengantarkan satu porsi makanan malam ini ke paviliun Ibu," ucap Guntur.Jaka membalas, "Baik, Tuan."Setelah memberi perintah itu, Guntur masih merasa kesal. Dia menambahkan, "Siapkan air. Aku mau mandi."Jaka tertegun sejenak sebelum bertanya, "Di sini? Bukankah Anda akan kembali ke kamar utama?"Guntur memarahi, "Bawel banget! Lakukan saja apa yang aku minta." Jaka segera menunduk dan pergi mempersiapkan segala keperluan mandi untuknya.Sementara itu, di paviliun tengah. Rahayu melihat hidangan yang diantarkan ke tempatnya. Wajahnya langsung berubah kesal, lalu dia menepuk meja dengan keras. "Dasar kurang ajar! Berani sekali dia!"Surya melongok ke meja makan dan langsung tertawa. Dia bertanya, "Ini hidangan
Setelah mendengar omongan Lastri, semua orang di kamar itu tersentak kaget ketika melihat ekspresinya yang serius. Mereka sadar bahwa Lastri yang berdiri di depan mereka sudah bukan gadis kecil yang mudah diperdaya oleh mereka seperti dulu. Lastri sudah menikah dan memiliki dukungan Keluarga Adipati.Akan tetapi, Sekar merasa enggan. Dia berseru dengan marah, "Kamu mengancam kami? Kak Lastri, kami ini kerabatmu. Bibi sangat baik pada kami. Kenapa kamu nggak bisa membantu kami?"Lastri menyeringai. Dia menyindir, "Kalau ikuti logikamu, sekarang aku nggak seharusnya berada di sini, tapi di Kediaman Keluarga Sudrajat."Sekar hendak berbicara lagi, "Kamu ....""Cukup!" bentak Gendis sambil memelototi Sekar. Lalu, dia menoleh pada Lastri dan berkata, "Lastri benar, tapi sekarang pamanmu sudah ditangkap. Kita harusnya bersatu hati pada saat sekarang. Lastri, kamu nggak boleh berpangku tangan!"Lastri menundukkan tatapannya. Dia berujar, "Aku hanyalah menantu baru. Sekalipun aku mau bantu, ak
Lastri menatap Gendis. Gendis tampak sedih, tetapi ada kelicikan dalam tatapan matanya. Lastri pun menyeringai sinis dalam hati. Mengapa dia begitu buta sebelumnya sehingga merasa Gendis benar-benar menyayanginya?Lastri tidak mengekspresikan apa pun. Dia buru-buru berlari ke depan dan memegangi Gendis. Dia bertanya, "Nenek, ada apa dengan Nenek? Kenapa Bibi Liana malah menangis? Di mana ibuku?"Liana tiba-tiba maju ke depan Lastri dan berseru, "Lastri! Cepat selamatkan pamanmu! Cepat suruh Guntur selamatkan pamanmu."Lastri terdiam. Gendis langsung menegur, "Diam! Kamu pikir pengadilan milik Keluarga Adipati? Mana bisa menyelamatkan orang dengan semudah itu?"Meskipun Gendis juga berpikir begitu, kalimat itu tidak bisa diungkapkan! Lalu, Gendis berkata pada Lastri, "Lastri, tadi ada sekelompok tentara yang datang dan menangkap pamanmu. Guntur memiliki kemampuan, kamu suruh dia bantu cari tahu apa kesalahan pamanmu. Biar kita bisa pikirkan solusinya!"Lastri menyanggupi, "Nenek, jangan
Yani berlari ke dalam paviliun tengah. Pada saat ini, Gendis duduk di kursi utama dengan memakai gaun brokat ungu tua dan ikat kepala ungu tua. Wajahnya yang berbentuk persegi tampak serius dan tegas, sangat berwibawa.Melihat Yani masuk sendirian, Gendis mengernyit sambil bertanya, "Kenapa hanya kamu? Di mana Lastri?"Yani menjawab, "Nyonya Gendis, Nona Lastri sudah pergi.""Sudah pergi? Siapa yang menyuruhnya pergi?" bentak Gendis sambil memukul meja. "Nona Lastri langsung pergi karena pintu depan nggak dibuka. Pelayannya yang tampak asing bilang dia akan beri tahu Nyonya Rahayu bahwa Keluarga Surbakti menghina Nona Lastri."Istri Hadi, Liana, berseru dengan panik, "Apa? Kenapa kamu biarkan dia pergi? Kalau dia pergi, bagaimana dengan acara ulang tahunku?"Gendis memelototi Ririn dan menegurnya, "Lihat anakmu itu, sekarang sudah bersikap congkak di depanku. Saat dia ambil mahar Sekar kala itu, kamu bilang kamu akan menebusnya, jadi aku nggak bilang apa-apa. Sekarang suruh dia pulang
Wajah Guntur menjadi masam. Dia bertanya, "Kenapa kamu bilang begitu? Apa ada orang yang mengatakan sesuatu pada Lastri?"Dalam dua hari ini, Guntur sibuk di kantor dan selalu pulang tengah malam. Guntur bahkan tidur di ruang kerja paviliun depan agar tidak mengganggu Lastri. Akan tetapi, sejak dimarahi olehnya waktu itu, tidak ada orang yang berani mendatangi Guntur lagi.Mungkinkah ada orang yang memiliki niat lain karena dia tidur di paviliun depan sehingga membuat Lastri marah?Melihat Guntur salah paham, Jaka bergegas berucap, "Bukan, ini karena Nyonya Lastri sendiri."Jaka menceritakan apa yang dilakukan Lastri kepada Hadi. Lalu, dia berkata, "Aku pun bisa memikirkan ide seperti Nyonya Lastri ini. Kelak kalau Hadi tahu ... tsk tsk tsk. Ide ini sungguh licik ... nggak, ini ide bagus!"Jaka langsung mengubah perkataannya karena melihat ekspresi Guntur yang makin agresif. Guntur memelototinya dan memberi perintah, "Cepat pulang. Suruh Paman Ismu kirimkan dua pelayan yang pandai bela
Keesokan hari, Guntur menyuruh Jaka untuk mematuhi perintah Lastri. Lastri bertemu dengan Jaka di paviliun depan. Lastri memerintahkan Jaka untuk menyelidiki Keluarga Surbakti."Hadi bekerja sebagai staf biasa di Kementerian Pembangunan. Aku mau kamu selidiki tentang penyalahgunaan jabatannya tanpa terkecuali. Harus lengkap dengan saksi mata dan barang bukti," perintah Lastri.Jaka terkesiap. Dia menoleh pada Lastri dengan kaget. Lalu, Lastri mengangkat alis seraya bertanya, "Apa ada masalah?""Nggak!" seru Jaka. Dia menekan kekagetan di dalam hatinya dan berkata dengan hormat, "Hamba akan menyelidikinya secepat mungkin."Lastri mengangguk. Setelah itu, dia membubarkan Jaka. Jaka melaksanakan tugas dengan sangat sungguh-sungguh karena telah mendapat perintah dari Guntur dan tahu betapa pentingnya Lastri bagi Guntur.Belum sampai tiga hari, Jaka sudah menyerahkan hasil penyelidikan tentang semua masalah Keluarga Surbakti kepada Lastri. Saat Lastri membacanya, Jaka menerangkan, "Nyonya
"Suruh dia masuk," seru Guntur. Lalu, Guntur berkata lagi, "Lain kali kalau Lastri mencariku, langsung lapor." Pengawal itu menyanggupi, "Baik!"Sudah satu jam Frida menunggu di luar halaman. Awalnya, Frida mengira Guntur sengaja mengabaikannya karena marah kepada Lastri. Begitu melihat dua penasihat itu keluar dari ruang kerja, Frida sadar dirinya datang di saat yang tidak tepat.Di dalam ruang kerja, Guntur mengangkat alis saat melihat Frida. Dia bertanya, "Ada masalah apa?"Frida berpikir dalam hati, Lastri menyuruhnya meminjam Jaka dari Guntur, tetapi Guntur harus membicarakan urusan penting semacam itu secara langsung dengan Lastri. Oleh karena itu, Frida berkata dengan hormat, "Nyonya Lastri mencari Tuan."Guntur mengangkat alis saat bertanya, "Ada apa?"Frida menjawab, "Hamba nggak tahu."Guntur terdiam sejenak. Dia berucap, "Baik, aku segera ke sana."Frida pun lega. Dia memberi hormat dan mundur keluar. Sementara itu, perasaan hati Guntur sedikit kompleks. Mungkinkah Lastri t
Lastri tidak tahu-menahu tentang apa yang terjadi di kediaman Keluarga Naswara. Pada saat ini, Lastri memegang undangan yang dikirim oleh Keluarga Surbakti dan terdiam.Nisa yang pengertian menjelaskan, "Undangan ini diantarkan oleh kepala pelayan. Nyonya nggak tahu.""Untung Ibu nggak tahu. Kalau nggak, aku akan malu," kata Lastri dengan jengkel. Dia membuang undangan itu ke samping. "Dasar nggak tahu diri. Bisa-bisanya undang Nyonya Adipati ke acara ulang tahun istri pejabat kecil?"Isi undangan itu adalah mengundang Rahayu ke perayaan ulang tahun bibi Lastri di kediaman Keluarga Surbakti. Untung saja, undangan itu dicegat oleh kepala pelayan. Jika diantar ke paviliun tengah, entah bagaimana Rahayu akan memikirkannya. Mungkin Rahayu akan mengira dia congkak."Nyonya, jangan marah. Undangan ini sudah dikirim ke sini. Apa Nyonya mau pergi?" tanya Nisa."Iya. Aku nggak hanya mau pulang, tapi juga memberi mereka hadiah besar!" jawab Lastri sambil menggertakkan gigi.Jika tidak membuat Ke
Lastri meminta maaf, "Suamiku, maaf. Aku terlalu menyulitkanmu."Lastri terlalu cemas. Lastri frustrasi karena apa yang terjadi pada kehidupan sebelumnya. Sekarang ini sudah kehidupan baru. Dia sudah menikah dengan Guntur dan menempuh jalan hidup yang berbeda total dengan di kehidupan sebelumnya.Lastri akan memisahkan Keluarga Sudrajat dengan Keluarga Surbakti. Jika Guntur dan Sekar ingin membahayakannya, serta membahayakan Keluarga Sudrajat, tidak akan begitu mudah seperti di kehidupan sebelumnya.Lastri dan Guntur tidak lagi berbicara. Sepulangnya ke Kediaman Adipati, Guntur langsung pergi ke akademi di paviliun depan.Barulah Lastri sadar bahwa Guntur sepertinya marah. Akan tetapi, dia tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya meminta Guntur menyelidiki Resnu demi kepentingan Keluarga Adipati dan Keluarga Sudrajat, bukan demi kepentingan pribadi!Lastri merasa heran. Dia tiba-tiba menanyai Frida yang berdiri di samping, "Apa aku salah bicara?"Setelah beberapa hari melayani Lastri, Frida
Guntur bertanya, "Istriku, apa ada yang salah?"Lastri menggelengkan kepala, lalu dia bertumpu pada lengan Guntur untuk naik ke kereta kuda.Sekar keluar bersama Sari dan Lastri, tetapi Sari meninggalkannya, Lastri juga tidak menghiraukannya. Sekar berdiri sendirian di depan pintu masuk Satu Rasa. Sekar panik sehingga berteriak pada Lastri, "Kakak, tunggu aku. Aku ikut!"Lastri masuk ke dalam kereta kuda tanpa menoleh ke belakang. Tebersit rasa benci dalam mata Sekar. Dia tetap berjalan ke depan dan berseru, "Kakak ...."Guntur menoleh ke belakang dan menegur dengan suara dingin, "Kalau ingatanmu nggak bagus, aku nggak keberatan untuk mengingatkanmu tentang omongan di kediaman Keluarga Sudrajat. Aku nggak punya prinsip nggak memukul wanita."Wajah Sekar menjadi pucat. Dia berhenti di tempat, melihat kereta kuda Keluarga Adipati Moestopo menghilang dari pandangannya.Di dalam kereta kuda, Guntur menanyai Lastri yang jelas sedang jengkel, "Istriku, kamu jengkel karena dia?"Lastri mengge